PENDAHULUAN
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga.
Selain sebagai penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami
bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi
yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah
umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan
masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang
berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic
2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,
nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol
beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi
bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab
kematian ketujuh di negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru
meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi
nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara
inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia
bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan
diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
1.2TUJUAN
· Tujuan umum :
1. Siswi murid dapat memahami konsep asuhan keperawatan pada klien
bronkopneumoni
2. Siswi murid dapat menambah wawasan baru mengenai penyakit
bronkopneumoni
· Tujuan khusus :
1. makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata pelajaran
“memahami dasar-dasar penyakit umum dimasyarakat”
2. makalah ini mampu menjelaskan tentang definisi, etiologi, anatomi
fisiologi, Pathofisiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik, penatalaksanaan
keperawatan, pencegahan dan komplikasi bronkopneumoni
3. makalah ini mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
bronkopneumoni
4. makalah ini dapat menambah wawasan baru mengenai angka kejadian
penyakit bronkopneumoni
2.1 DEFINISI
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan,
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda asing.
2.2 ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena
disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan
adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial
Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal
2.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986
sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat
serangan ISPA dan pnemonia.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak
besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil
dan bayi.
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya
menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan
dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari
kematian di Amerika.
2.5 PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah,
terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu
yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 – 11 hari)Disebut juga stadium resolusi yang
terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli
akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru )
adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan
peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien
terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.
2.7 KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
2.11 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya
disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak
infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila
dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena
itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan
berdasarkan :
Pneumonia sangat berat :
→ bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia berat :
→ bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia :
→ hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
2.14 PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi
hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama,
maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin
diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas
demam selama 4 – 5 hari.
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi
Bed rest
Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen
(1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa
5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat
maka pasien harus dipuasakan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat diangkat adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas,
inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, mual dan muntah.
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan dispnea.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DP 1: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan
napas,inflamasi trakeabronkial,nyeri pleuritik,penurunan energi,kelemahan.
HYD: -pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas
-pasien menunjukkan jalan napas dengan bunyi napas bersih,tidak ada
dispnea dan sianosis Rencana tindakan :
Kaji atau pantau pernapasan klien Rasionalnya: Mengetahui frekuensi
pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi,wheezing) Rasionalnya: adanya
bunyi napas tambahan yang menandakan gangguan pernapasan.
Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasionalnya : posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih
maksimal
Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : napas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-
paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme membersihkan jalan
napas alami, membantu silia mempertahankan jalan napas paten.
Memberian cairan per oral/IV sesuai usia anak,tawarkan air hangat daripada
dingin. Rasionalnya : cairan khususnya yang hangat memobilisasi serta
mengeluarkan lendir.
Kolaborasi dengan dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi
Rasionalnya : merangsang batuk serta membersihkan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan pernapasan karena
batuk tidak efektif atau penurunan kesadaran.
DP 2 : Gangguan pertukaran gas b/dobstruksi saluran pernapasan
HYD : pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress
pernapasan.
Rencana tindakan :
Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal.
Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya sianosis
Rasionalnya : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/menggigil namun sianosis daun telinga, membran mukosa,
dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
Kaji status mental Rasionalnya : gelisah, mudah terangsang, bingung dan
samnolens dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi,napas dalam dan batuk
efektif.
Rasionalnya :tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
Pertahankan istirahat tidur
Rasionalnya : mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen
untuk kemudahan perbaikan infeksi.
DP 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
HYD : Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
Rencana tindakan :
Pantau suhu pasien (perhatiakan menggigil/diaforesis)
Rasional : Suhu 38,9 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit, infeksius akut.
Pola demam dapat membantu diagnosis.
Pantau suhu lingkungan, batasi aktivitas.
Rasional : suhu ruangan di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air dingin/ es
kemungkinan menyebabkan peningkatan suhu secara aktual.
Berikan antipiretik misalnya parasetamol
Rasional : mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,
parasetamol baik untuk anak karena parasetamol memiliki efek yg minimal
terutama bagi anak.
DP 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, mual dan muntah.
HYD : Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan
berat badan
Rencana tindakan :
Indentifikasi factor yang menyebabkan kesulitan menelan (nyeri)
Rasional : pilihan intervensi tergantung pada penyebaran masalah
Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi
berat/memanjang.
Berikan makan porsi kecil tapi sering Rasional : Tindakan ini dapat
meningktkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali.
Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Peningkatan berat badan secara bertahap menandakan adanya
perbaikan status nutrisi pasien
DP 5 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan umum,batuk berlebihan dan dispnea.
HYD : pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda
vital normal.
Rencana tindakan :
Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi.
Bantu pasien perawatan diri yang diperlukan
Rasionalnya: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan O2
Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas. Rasionalnya : membantu
mengembalikan energi.Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasionalnya : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic,menghemat energi untuk penyembuhan.
DP 6 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
HYD : kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda vital (suhu)
rentang normal.
Rencana tindakan :
Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam
Rasional : peningkatan suhu / demam meningkatkan laju metabolik Sn
kehilangan cairan melalui evaporasi .
Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
indikator langsung keadekuatan volume cairan , meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur BB
sesuai indikasi.
Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
Pertahankan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Pada anak volume cairan adalah 20-25 % dari BB anak.
Beri obat sesuai indikasi , misalnya antipiretik
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan
penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan.
D. DISCHARGE PLANNING
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada keluarga dan pasien sebelum pulang
adalah :
Memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan
di rumah sesuai dosis dan instruksi dokter
Memberitahukan jadwal kontrol di dokter kepada pasien dan keluarga
Mengajarkan kepada keluarga seperti :
-minum air hangat
-istirahat secukupnya
-mencuci tangan dengan sering
-membersihkan mulut dengan sering
Memberitahukan keluarga pasien tentang pentingnya memberi ASI eksklusif
dan nutrisi pada anak untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh dan
mempercepat proses penyembuhannya.
Memberitahukan pada keluarga pasien tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan tempat tinggal ,hindari merokok,polusi
udara,lingkungan berdebu karena dapat menurunkan kesehatan dan
melemahkan kondisi saluran napas anak.
Memberitahukan pentingnya pemberian imunisasi pada anak, karena dengan
imunisasi kekebalan tubuh semakin kuat dan mikroorganisme sulit masuk
dalam tubuh.
Mengajarkan tindakkan sederhana yang dapat dilakukan bila anak sakit
misalnya : memberikan kompres hangat untuk menurunkan demam,
memberikan minuman yang cukup untuk mencegah dehidrasi, memberikan
minuman hangat untuk membantu mengencerkan sekret yang kental.
2.17 PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara
hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan
,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
2.18 KOMPLIKASI
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga
terjadi bronkopneumonia pada anak. Berikut beberapa komplikasi dari
penyakit bronkopneumonia yaitu :
3.1 KESIMPULAN
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan
cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan
oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa
meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi,
dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa
kimia maupun partikel.
3.2 SARAN
Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan
pengobatannya pada penderita Bronchopneumonia. Menginformasikan
tentang pencegahan-pencegahan terjadinya Bronchopneumonia dengan cara
:
1. Berhenti merokok
2. Konsumsi obat secara teratur
3. Perhatikan berat badan
4. Hindari zat polusi
5. Jaga stamina tubuh
6. Istirahat cukup
7. Rutin mengikuti rehabilitasi paru-paru
8. Lakukan latihan bernapas
9. Tetap beraktivitas
10. Lakukan terapi oksigen jika keadaan parah
11. Konsumsi makanan sehat