Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga.
Selain sebagai penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami
bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi
yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah
umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan
masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang
berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic
2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,
nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol
beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi
bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab
kematian ketujuh di negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru
meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi
nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara
inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia
bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan
diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
1.2TUJUAN
· Tujuan umum :
1. Siswi murid dapat memahami konsep asuhan keperawatan pada klien
bronkopneumoni
2. Siswi murid dapat menambah wawasan baru mengenai penyakit
bronkopneumoni
· Tujuan khusus :
1. makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata pelajaran
“memahami dasar-dasar penyakit umum dimasyarakat”
2. makalah ini mampu menjelaskan tentang definisi, etiologi, anatomi
fisiologi, Pathofisiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik, penatalaksanaan
keperawatan, pencegahan dan komplikasi bronkopneumoni
3. makalah ini mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
bronkopneumoni
4. makalah ini dapat menambah wawasan baru mengenai angka kejadian
penyakit bronkopneumoni

1.3 METODE PENULISAN


Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan
makalah ini adalah:
a. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada
kaitannya dengan masalah yang diangkat penulis.
b. Memperoleh data melalui internet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan,
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda asing.

2.2 ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena
disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan
adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial
Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal

2.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986
sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat
serangan ISPA dan pnemonia.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak
besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil
dan bayi.
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya
menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan
dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari
kematian di Amerika.

2.4 ANATOMI FISIOLOGI


a. Anatomi Sistem pernapasan terdiri atas :
• Hidung Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan
udara ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke
dalam paru-paru.
• Faring atau tenggorokan Struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring.faring dibagi menjadi tiga region :
nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
• Laring atau pangkal tenggorokan Struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut
sebagai kotak suara. Dan terdiri atas : epiglotis , glotis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara.
• Trakea atau batang tenggorokan Merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan.
• Bronkus atau cabang tenggorokan Merupakan lanjutan dari trakea terdiri
dari bronkus kiri dan kanan.
• Paru-paru Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru
kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri
terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan
karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap
yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer
ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan
yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau
menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot.
Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah,
yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke
kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar
oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan
sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan
antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada
alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi,
dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh
darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
Secara anatomis, system respirasi dibagi menjadi dua yaitu saluran
pernafasan dan parenkim paru. Saluran pernafasan dimulai dari organ
hidung, mulut, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Didalam rongga toraks
bronkus bercabang menjadi dua yaitu : kanan dan kiri. Bronkus kemudian
bercabang menjadi bronkiolus, bagi parenkim paru berupa kantong-kantong
yang menempel diujung bronkiolus yang disebut alveoli ( bila banyak ).

2.5 PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah,
terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu
yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 – 11 hari)Disebut juga stadium resolusi yang
terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli
akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru )
adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan
peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien
terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.

2.6 MENISFESTASI KLINIK


• Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
• Demam (390 – 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi
• Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk,
yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk
• Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
• Kadang-kadang disertai muntah dan diare
• Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
• Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
• Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelektasis absorbsi.

2.7 KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired
pneumonia/nosocomial pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2. Berdasarkan bakteri penyebab:

1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.


Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang
yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi:


1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun
kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai
bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan
maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering
terjadi pada bayi atau orang tua.
3. Pneumonia interstisial.

2.8 GAMBARAN KLINIS


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C
dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara
2-3 minggu.
2.9 TANDA DAN GEJALA

1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan


a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan
atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada bronkopneumonia untuk


menegakkan diagnosis diantaranya yaitu :

1. Rontgen Dada : Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi


struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,
empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax
bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
2. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk
preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau
mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
3. Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan
volume paru mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain paru menurun, terjadi
hipoksemia.
4. Analisa Gas Darah. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan
didapatkan hasil yang tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
5. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau
beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrate
6. Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai
40000 /mm3.
7. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien
mengalami imunodefiensi.
8. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
9. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang
cocok untuk menanganinya.

2.11 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya
disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak
infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila
dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena
itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan
berdasarkan :
 Pneumonia sangat berat :
→ bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia berat :

→ bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia :

→ bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :


- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
- > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
 Bukan Pneumonia :

→ hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

2.12 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000


/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak
diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara
hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.
Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.

2.13 PEMERIKSAAN RONTGEN


Pemeriksaan ini dapat menunjukan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan
secara pemeriksaan fisik. Pada bronkopneumoni bercak-bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto rongent dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, abses paru, perikarditis dll

2.14 PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi
hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama,
maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin
diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas
demam selama 4 – 5 hari.
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi

 Bed rest
 Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen
(1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa
5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.

 Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.

 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

 Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :

 Untuk kasus pneumonia community base :

- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian


- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

 Untuk kasus pneumonia hospital base :

- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian


- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

 Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri

 Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral

 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat
maka pasien harus dipuasakan.

Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi


Mikroorganisme
Streptokokus dan StafilokokusM. Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV
Pneumonia atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM
H. Influenza atau
Klebsiella dan P. Aeruginosa Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin

2.15 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Kemoterapi. Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk


penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes
sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan
antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara
parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses
penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik
tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa, 1989).
2. Pengobatan dan Perawatan Umum.
2.16 PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin,
gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita,
dan dugaan kuman penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak
diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari
dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam,
oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
2. Anak –anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia: o Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin
25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o Eritromisin atau o Kotrimoksazol
6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit. IVFD dekstrose
5 % ½ NaCl 0,225% 350cc / 24 jam ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non
farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup
istirahat dirumah. 2. Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif
jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan
lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian oksigen
umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling
baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya. I. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi Pneumokokus 2. Vaksinasi
H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya
tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum
anak sakit. II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN A. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan DS : polusi udara, lingkungan
berdebu,adanya anggota keluarga yang pernah menderita
bronchopneumonia,tidak mendapat vaksinasi /imunisasi yang lengkap,tidak
mendapaat ASI yang memadai,lingkungan yang padat penduduk. DO :
demam, menggigil, berkeringat,sesak napas,batuk,jenis kelamin, gangguan
sistem imun : SLE, AIDS, Penggunaan steroid atau kemoterapi, dominan
pada usia > 3 tahun, rumah berdebu.
B. Pola nutrisi dan metabolic
DS : kehilangan nafsu makan ,mual /muntah, riwayat DM, tidak mendapat
ASI yang memadai.
DO : gizi buruk, BBLR,defisiensi vitamin A, distensi abdomen, hiperaksi bunyi
usus, kulit kering,turgor kulit tidak elastis.
C. Pola aktivitas dan latihan
DS : kelelahan, kelemahan, takipnoe,insomnia, stridor
DO: letargi, pernapasan cuping hidung, sianosis,sputum,ronchi, fremitus
meningkat, takikardi
D. Pola tidur dan istirahat
DS: insomnia, batuk ,sesak, stridor
DO: batuk, sesak, stridor, gelisah
E. Pola kognitif
DS: sakit kepala, nyeri dada
DO: rewel, menangis, bingung, samnolens
F. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DO: stress ,ngompol, mengisap jari
DS : menangis, melempar mainan, isap jari

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat diangkat adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas,
inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, mual dan muntah.
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan dispnea.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DP 1: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan
napas,inflamasi trakeabronkial,nyeri pleuritik,penurunan energi,kelemahan.
HYD: -pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas
-pasien menunjukkan jalan napas dengan bunyi napas bersih,tidak ada
dispnea dan sianosis Rencana tindakan :
Kaji atau pantau pernapasan klien Rasionalnya: Mengetahui frekuensi
pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi,wheezing) Rasionalnya: adanya
bunyi napas tambahan yang menandakan gangguan pernapasan.
Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasionalnya : posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih
maksimal
Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : napas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-
paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme membersihkan jalan
napas alami, membantu silia mempertahankan jalan napas paten.
Memberian cairan per oral/IV sesuai usia anak,tawarkan air hangat daripada
dingin. Rasionalnya : cairan khususnya yang hangat memobilisasi serta
mengeluarkan lendir.
Kolaborasi dengan dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi
Rasionalnya : merangsang batuk serta membersihkan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan pernapasan karena
batuk tidak efektif atau penurunan kesadaran.
DP 2 : Gangguan pertukaran gas b/dobstruksi saluran pernapasan
HYD : pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress
pernapasan.
Rencana tindakan :
Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal.
Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya sianosis
Rasionalnya : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/menggigil namun sianosis daun telinga, membran mukosa,
dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
Kaji status mental Rasionalnya : gelisah, mudah terangsang, bingung dan
samnolens dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi,napas dalam dan batuk
efektif.
Rasionalnya :tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
Pertahankan istirahat tidur
Rasionalnya : mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen
untuk kemudahan perbaikan infeksi.
DP 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
HYD : Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
Rencana tindakan :
Pantau suhu pasien (perhatiakan menggigil/diaforesis)
Rasional : Suhu 38,9 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit, infeksius akut.
Pola demam dapat membantu diagnosis.
Pantau suhu lingkungan, batasi aktivitas.
Rasional : suhu ruangan di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air dingin/ es
kemungkinan menyebabkan peningkatan suhu secara aktual.
Berikan antipiretik misalnya parasetamol
Rasional : mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,
parasetamol baik untuk anak karena parasetamol memiliki efek yg minimal
terutama bagi anak.
DP 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, mual dan muntah.
HYD : Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan
berat badan
Rencana tindakan :
Indentifikasi factor yang menyebabkan kesulitan menelan (nyeri)
Rasional : pilihan intervensi tergantung pada penyebaran masalah
Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi
berat/memanjang.
Berikan makan porsi kecil tapi sering Rasional : Tindakan ini dapat
meningktkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali.
Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Peningkatan berat badan secara bertahap menandakan adanya
perbaikan status nutrisi pasien
DP 5 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan umum,batuk berlebihan dan dispnea.
HYD : pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda
vital normal.
Rencana tindakan :
Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi.
Bantu pasien perawatan diri yang diperlukan
Rasionalnya: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan O2
Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas. Rasionalnya : membantu
mengembalikan energi.Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasionalnya : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic,menghemat energi untuk penyembuhan.
DP 6 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
HYD : kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda vital (suhu)
rentang normal.
Rencana tindakan :
Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam
Rasional : peningkatan suhu / demam meningkatkan laju metabolik Sn
kehilangan cairan melalui evaporasi .
Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
indikator langsung keadekuatan volume cairan , meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur BB
sesuai indikasi.
Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
Pertahankan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Pada anak volume cairan adalah 20-25 % dari BB anak.
Beri obat sesuai indikasi , misalnya antipiretik
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan
penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan.

D. DISCHARGE PLANNING
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada keluarga dan pasien sebelum pulang
adalah :
Memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan
di rumah sesuai dosis dan instruksi dokter
Memberitahukan jadwal kontrol di dokter kepada pasien dan keluarga
Mengajarkan kepada keluarga seperti :
-minum air hangat
-istirahat secukupnya
-mencuci tangan dengan sering
-membersihkan mulut dengan sering
Memberitahukan keluarga pasien tentang pentingnya memberi ASI eksklusif
dan nutrisi pada anak untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh dan
mempercepat proses penyembuhannya.
Memberitahukan pada keluarga pasien tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan tempat tinggal ,hindari merokok,polusi
udara,lingkungan berdebu karena dapat menurunkan kesehatan dan
melemahkan kondisi saluran napas anak.
Memberitahukan pentingnya pemberian imunisasi pada anak, karena dengan
imunisasi kekebalan tubuh semakin kuat dan mikroorganisme sulit masuk
dalam tubuh.
Mengajarkan tindakkan sederhana yang dapat dilakukan bila anak sakit
misalnya : memberikan kompres hangat untuk menurunkan demam,
memberikan minuman yang cukup untuk mencegah dehidrasi, memberikan
minuman hangat untuk membantu mengencerkan sekret yang kental.

2.17 PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara
hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan
,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

2.18 KOMPLIKASI
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga
terjadi bronkopneumonia pada anak. Berikut beberapa komplikasi dari
penyakit bronkopneumonia yaitu :

1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna


atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks
batuk hilang.
2. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
3. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Infeksi sitemik
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan
cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan
oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa
meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi,
dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa
kimia maupun partikel.

3.2 SARAN
Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan
pengobatannya pada penderita Bronchopneumonia. Menginformasikan
tentang pencegahan-pencegahan terjadinya Bronchopneumonia dengan cara
:
1. Berhenti merokok
2. Konsumsi obat secara teratur
3. Perhatikan berat badan
4. Hindari zat polusi
5. Jaga stamina tubuh
6. Istirahat cukup
7. Rutin mengikuti rehabilitasi paru-paru
8. Lakukan latihan bernapas
9. Tetap beraktivitas
10. Lakukan terapi oksigen jika keadaan parah
11. Konsumsi makanan sehat

Anda mungkin juga menyukai