Anda di halaman 1dari 4

Hipersensitivitas

Gangguan imun yang merusak jaringan diklasifikasikan dalam berbagai cara untuk mem-

perjelas dasar patofisiologisnya. Empat mekanisme gangguan yang dimediasi secara

imunologis telah digambarkan sesuai dengan cara terjadinya cedera jaringan. Beberapa

kondisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai reaksi autoimun.

Istilah klasik untuk reaksi yang merusak jaringan imunologis adalah reaksi hiper-

sensitivitas, yang mengacu pada respons sistem imun yang berlebihan pada antigen.

Antigen ini yang menimbulkan respons disebut alergen. Alergen menimbulkan responsS berbeda,
bergantung pada predisposisi genetik seseorang terhadap respons

yang berlebihan. Pada beberapa kasus, antigen menghasilkan respons ini tanpa diketa-

hui (Tambayong, 2000).

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap

antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Baratawidjaja

dan Rengganis, 2014)

b. Istilah hipersensitivitas berkenaan dengan ketidaktepatan reaksi

imunologis, daripada usaha untuk menyembuhkan, reaksi ini menciptakan

kerusakan jaringan dan merupakan suatu bentuk penting dalam proses

perjalana penyakit secara keseluruhan (Mohanty dan Leela, 2014).

Walaupun secara umum dikatakan bahwa sistem imun baik spesifik


maupun nonspesifik merupakan suatu sistem pertahanan terhadap invasi

benda asing (Baratawidjaja dan Rengganis, 2014), namun kenyataanya tidak

selalu demikian, karena ketika respon imun berusaha untuk mengeliminasi

antigen tanpa menyebabkan kerusakan yang luas, pada saat yang sama respon

imun dapat menghasilkan efek merusak yang memicu kerusakan jaringan

(subowo, 1993) bahkan sampai menimbulkan kematian (Stevens, 2010).

Klasifikasi cedera jaringan akibat hipersensitivitas

Jenis reaksi hipersensitivitas dibahas berdasarkan mekanisme patofisiologisnya dan

bagaimana reaksi ini memanifestasikan diri dalam berbagai penyakit atau keadaan.

Tipe I: Hipersensitivitas imediat: anafilaksis

atau atopi

Anafilaksis mengacu pada reaksi akut yang biasanya dihubungkan dengan tipe reaksi

kulit berupa bentol dan merah serta vasodilatasi yang dapat mencetuskan syok sirkula-

si. Atopi, yang diakibatkan oleh mekanisme yang sama, terjadi secara menahun pada

respons yang bergantung pada antigen, frekuensi kontak, rute kontak, dan semsitivitas

sistem organ pada antigen.

Atopi adalah reaksi hipersensitivitas paling umum. Reaksi ini, umumnya disebut

alergi, terjadi pada organ yang terpajan pada antigen lingkungan. Karenanya, saluran

pernapasan, kulit, dan sistem gastrointestinal secara khusus terkena. Banyak tipe anti-
gen atau alergen dapat menimbulkan status hipersensitivitas pada individu rentan.

Yang paling umum dari ini adalah alergen lingkungan, seperti serbuk sari, rontokan

rambut atau bulu, makanan, gigitan serangga, dan agens pembersih rumah. Reaksi

sensitivitas obat dapat mempengaruhi respons yang sama. Status penyakit lain yang

diklasifikasikan dalam kelompok ini mencakup demam jerami (hay fever), urtikaria (hives),

asma, dan ekzema atopik. Kerentanan terhadap alergi ditentukan oleh faktor genetik

dan oleh faktor lain yang memungkinkan pemajanan pada alergen (Tambayong, 2000).

Tipe ll: Hipersensitivitas sitotoksik

Pada respons hipersensitivitas tipe II, suatu antibodi sirkulasi biasanya IgG, bereaksi

dengan antigen pada permukaan sel. Karena individu secara normal mempunyai antibo-

di terhadap antigen dari golongan darah ABO yang tidak ada pada membran mereka

sendiri, antigen ini dapat menjadi komponen normal dari membran. Bisa juga suatu

benda asing seperti agens farmakologis, yang melekat pada permukaan sel hospes itu

sendiri. Antibodi yang diproduksi pada sel darah merah hospes sendiri dapat menim-

bulkan anemia hemolitik autoimun. Sel ini dirusak oleh reaksi pada permukaannya baik

oleh fagosit atau lisis. Efeknya pada hospes bergantung pada jumlah dan tipe sel-sel

yang dirusak. Contoh dari respons hipersensitivitas ini mencakup reaksi hemolitik,

seperti anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, dan kerusakan sel sasaran

spesifik (Tambayong, 2000).

Tipe Ill: Penyakit kompleks imun

Penyakit kompleks imun mengakibatkan pembentukan kompleks antigen-antibodi yang

mengaktivasi berbagai faktor serum, khususnya komplemen. Ini mengakibatkan pengen-

dapan kompleks dalam area yang rentan, yang menimbulkan inflamasi sebagai akibat

aktivasi komplemen. Akibat akhirnya adalah proses inflamasi intravaskular, sinovial,

endokardial, dan proses inflamasi membran lain yang mempengaruhi kerentanan organ (Tambayong,
2000).
Tipe lV: Hipersensitivitas selular

Respons tipe IV adalah akibat dari limfosit T yang disensitisasi secara khusus tanpa

partisipasi antibodi. Aktivasi menyebabkan respons tipe-tertunda. Respons hipersen-

sitivitas tertunda dihubungkan dengan interaksi khusus sel-T dengan antigen. Sel-T

bereaksi dengan antigen dan melepaskan limfokin yang menarik makrofag ke dalam area

tersebut. Makrofag melepaskan monokin. Zat ini ningkatkan respons inflamasi yang

menghancurkan benda asing. Respons tuberkulin adalah contoh paling baik dari re-

spons hipersensitivitas tertunda dan digunakan untuk menentukan apakah seseorang

telah tersensitisasi terhadap penyakit ini. Respons hipersensitivitas granulomatosa

adalah bentuk paling penting dari hipersensitivitas tertunda, karena ini adalah akibat

dari pembentukan granuloma dalam area tubuh yang lain Granuloma dikelilingi oleh

fibrosis, dan bahan nekrosis dapat terkandung di dalamnya. Suatu reaksi kulit alergis

umum, dermatitis kontak tampak menjadi respons sel-T dengan reaksi tertunda. Ini

terjadi pada kontak dengan kimia rumah tangga umum, kosmetik, dan toksin tanaman.

Area kontak menjadi merah dan menonjol (Tambayong, 2000).

Anda mungkin juga menyukai