Anda di halaman 1dari 30

Faktor Sosial dan Budaya pada Perilaku Kesehatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri

sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan masyarakat.dengan definisi

tersebut,Ternyata pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak sehingga

untuk lebih konkretnya maka ada beberapa unsur masyarakat,unsur masyarakat

dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu:kesatuan sosial dan pranata sosial.kesatuan sosial

merupakan bentuk dan susunan dari kesatuan-kesatuan individu yang berinteraksi

dengan kehidupan masyarakat.sedangkan yang dimaksud pranata sosial adalah

himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok

dalam kehidupan masyarakat.norma-norma tersebut memberikan Petunjuk bagi tingkah

laku seseorang yang hidup dalam masyarakat.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak

membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup

maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam

suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh

masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.

Indonesia yang yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya

dalam masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat

berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya
negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan

di Indonesia begitu kompleksnya.

Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku

kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah

tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masayarakat ada

kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk

dilakukan. Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan

diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu

daerah. Sehingga dalam mensosialisasikan kesehatan pada masyarakat luas dapat lebih

terarah yang implikasinya adalah naiknya derajat kesehatan masyarakat.

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam

mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya

dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah

tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan

budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai

salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara

pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat

membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala

masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga

kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan

atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kaitan antara sosial budaya dan perilaku kesehatan ?

2. Apa sajakah faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?

2. Untuk mengetahui faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia adalah makhluk multidimensional yaitu sebagai personal atau individual,

sosial-komunal, dan spiritual-kosmologikal. Dari kehidupan ini, muncul konteks

mikrokosmos (pribadi) dan makrokosmos (alam semesta).

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat,

selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat

dikembangkan. Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan

hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk

kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena interaksi dan

benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejak zaman

prasejarah hingga sejarah, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai

aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi

dengan manusia lain, misalnya interaksi antara penyuluh kesehatan dengan masyarakat

atau interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien. Jika hubungan interaksi tersebut

tidak berjalan dengan baik maka tentu saja akan memberi dampak pada individu atau

masyarakat itu sendiri. Ketika petugas kesehatan khususnya penyuluh kesehatan tidak

tahu tentang bagaimana cara melakukan pendekatan sosial dan cara berinteraksi dengan

suatu kelompok masyarakat maka tentu saja komunikasi tidak akan berjalan dengan baik

dan akan berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri.


Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

beberapa alasan, yaitu:

a. Manusia tunduk pada aturan, norma social

b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain

c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

B. Manusia Sebagai Makhluk yang Berbudaya

Manusia memiliki kemapuan untuk mengola potensi diri (akal pikiran) interaksi dan

mengola lingkungan. Dalam mengola diri, manusia melahirkan ilmu dan keyakinan diri.

Berinteraksi melahirkan tata aturan dan norma. Sedangkan mengola lingkungan, selain

melahirkan organisasi juga melahirkan alat dan teknologi.

Keseluran dari kemampuan pengolahan manusia itu, baik secara individual

maupun kolektif, disebut budaya. Dengan kata lain, dimana ada manusia disana ada

masyarakat dan dimana ada masyarakat disana ada kebudayaan oleh karena itu

manusia adalah makhluk budaya.

a. Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

berkaitandengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut

culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Menurut

Koentjaraningrat: kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang

teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat. Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu

1. Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud

pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing

anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup

2. Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-

aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang

lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan.

Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret

3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia

dalam masyarakat.

Manusia dinilai makhluk yang berbudaya jika manusia tersebut memiliki akal dan

pikiran yang selalu aktual dalam mengisi kehidupannya dengan tidak lelah mencari ilmu

pengetahuan apapun untuk mengembangkan kepribadiannya. Dengan berbekal akal dan

pikiran yang terus-menerus diasah, diharapkan manusia tersebut mencapai tujuan-tujuan

hidup mereka dengan baik. Sehingga dari hal tersebut, manusia dapat membagi apa

yang telah meraka dapatkan dengan manusia-manusia lainnya yang membutuhkan.

Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan

tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas

dari masyarakatnya yang tampak dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat

budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengetahui, mengapa di sebuah

lingkungan tertentu akan berbeda kebiasaanya dengan lingkungan lainnya dan

mengasilkan kebudayaan yang berbeda pula.


b. Unsur-Unsur Budaya

Menurut Clyde Kluckhohm menyebut ada tujuh unsure kebudayaan yaitu bahasa, system

pengetahuan, organisasi sosial system peralatan hidup dan teknologi, system mata

pencarian system religi dan kesenian :

1. Bahasa yaitu alat komunikasi, baik yang di wujudkan dalam bentuk bahasa lisan, tulisan,

atau simbolik.

2. Pengetahuan yaitu aspek fungsi dari akal pikran manusia.

3. Organisasi sosial yaitu kelembagaan sosial dimasyarakat baik yang bersifat primer

(alamiah) maupun sekunder ( dibentuk)

4. Kesenian yaitu wujud ekspresi seni masyarakat. Dalam konteks kesehatan yaitu

penggunaan music yang digunakan dalam terapi kesehatan tata ruang kamar rumah sakit

secara indah juga termasuk kedalam wujud kesenian

5. Alat dan teknologi yaitu perangkat bantu dalam memperlancar aktifitas manusia dalam

mencapai kebutuhan hidupnya

6. Religi, yaitu aspek kepercayaan dan keyakinan manusia pada al-khaliq atau sesuatu yang

suci

7. Mata pencaharian setiap masyarakat memiliki unsure mata pencaharian mulai bertanya

sampai menjual jasa, tenaga kesehatan adalah mata pencaharian penjual jasa

8. System pendidikan yaitu proses manusia dalam mengsosialisasikan nilai dan norma

kepada anggota masyarakatnya, baik dilingkungan rumah keluarga atau lembaga sosial

tertentu.
C. Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang

merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal

maupun eksternal. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan determinan faktor eksternal adalah factor yang

dominan yang mewarnai perilaku seseorang, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik dan sebagainya.

Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku

kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Menurut Sudarti (2005) yang menyimpulkan pendapat Bloom

tentang status kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan

yaitu; lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku,

keturunan, dan pelayanan kesehatan, selanjutnya Bloom menjelaskan, bahwa

lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga

mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya Sudarti (2005), yang mengutip pendapat

G.M. Foster menyatakan, selain aspek sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan,

aspek budaya juga mempengaruhi kesehatan seseorang antaranya tradisi, sikap

fatalisme, nilai, etnocentrism, dan unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dalam

proses sosialisasi.

Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat

kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan
faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk

dari tiga faktor, yaitu;

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya

2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,

obat-obatan, air bersih dan sebagainya

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2007), memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku

atau adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu

yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau

mengadopsi perilaku dalam kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu; pengetahuan, sikap

dan tindakan.

1. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui penginderaan mata (melihat) dan telinga (mendengar). Perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibandingkan

dengan perilaku yang biasa berlaku, pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk

terbentuk sikap dan tindakan.


Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator untuk mengetahui

tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi

tiga indikator, yaitu;

1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap Terhadap Kesehatan (health attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan

seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat

dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita

menolaknya (Wahid, 2007).

Sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja.

Ada beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu:

1) sikap berhubungan dengan perilaku

2) sikap yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap objek

3) sikap adalah konstruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati,

tetapi sikap itu tidak dapat dipahami.


Adapun ciri-ciri sikap menurut Azwar (2009) adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek

atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan factor penguat

sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-

pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif

atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari

pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk

bersikap terhadap objek/stimulus tertentu.

Kekuatan sikap tergantung dari banyak faktor, faktor yang terpenting adalah faktor

yang mempengaruhi terbentuknya sikap. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara

lain;

a. Pengalaman pribadi, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk

memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting (tokoh)

c. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh

sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat
d. Media massa, dalam media komunikasi berita atau informasi yang disampaikan

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga

pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga

mempengaruhi sikap, dan;

f. Factor emosional, kadangkala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego

3. Tindakan Kesehatan (health practice)

Praktik kesehatan ataupun tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan

atau aktivitas seseorang dalam rangka memelihara kesehatan. Suatu sikap belum tentu

terwujud dalam suatu tindakan (over behavior), untuk mewujudkannya menjadi suatu

perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas (sarana dan

prasarana), juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

D. Hubungan Antara Sosial Budaya dan Perilaku Kesehatan

Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu

yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan budaya menurut Mitchel

merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral

hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang

menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya


serta orang lain. Jadi dapat disimpulan bahwa, sosial budaya adalah semua hal yang

tercipta dari akal dan nurani manusia untuk kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat mengembangkan kebudayaaan, karena manusia merupakan makhluk

yang bertransdensi, suatu kemampuan khas untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk

berakal budi. Kebudayaan memungkinkan masyarakat memperoleh gerak hominisasi

(pemanusiaan manusia) dilain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi

(peningkatan martabat manusia). Keduanya bermakna spritual bukan fisikal. Tidak ada

yang mampu menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas masyarakat sebagai pelaku

aktif kebudayaan. Masyarakat menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang

bernilai baginya dan dengan demikian tugas kemanusiannya menjadi lebih nyata.

Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup dalam suatu kelompok

masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat terdapat aturan, norma, nilai, dan tradisi

yang berbeda-beda. Hal-hal tersebut berkembang bersama masyarakat dan turun

temurun dari generasi ke generasi. Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata

cara berperilaku dalam bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat

berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang

telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi

tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya,

cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat

tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbeda-beda

tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.

Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu

masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini
akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh

dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang

memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita

demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu

maupun kelompok.

Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah

melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa

kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan

tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan

yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.

Dalam menciptakan kebudayaan yang inovatif di suatu masyarakat setempat,

seseorang harus mengubah persepsi masyarakat agar mereka merasa butuh.

Perubahan yang ingin dicapai harus dipahami dan dikuasai masyarakat sehingga dapat

diajarkan dan diterapkan. Selain itu perubahan yang dilakukan tidak merusak prestise

pribadi atau kelompok masyarakat.

Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi

tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi

berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun

menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah

perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi

sosial, dan kepribadian individu-individunya.


E. Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan Status

Kesehatan

1. Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan

Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan

antara lain adalah :

a. Umur

Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan

golongan umur. Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan

golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit

jantung koroner, kanker, dan lain-lain.

b. Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya

dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak

menderita kanker prostat.

c. Pekerjaan

Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan

petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan

disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja

diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan

karena banyak terpapar dengan debu.

d. Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita

obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi
tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang

status ekonominya rendah.

Menurut H. Ray Elling (1970) dan G.M Foster (1973), ada beberapa faktor sosial

yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain :

a. Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan

Self Concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita

rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita

kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita

lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan

negatif terhadap perilaku kita dalam jangka waktu yang lama, kita akan merasa suatu

keharusan untuk melakukan perubahan perilaku. Self Concept adalah faktor yang penting

dalam kesehatan, Karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku petugas

kesehatan.

b. Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatan

Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh,

keluarga di pedesaan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan pelayanan

dukun, akan berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari pertolongan

pengobatan pada saat mereka sudah berkeluarga.

c. Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap Perilaku Kesehatan

Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk memberikan

keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Identifikasi tersebut

dinyatakan dalam keluarga besar, di kalangan kelompok teman, kelompok kerja desa

yang kecil, dan lain – lain.


2. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan

seseorang antara lain adalah :

a. Pengaruh tradisi

Banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan

misalnya tradisi merokok bagi orang laki2 maka kebanyakan laki2 lebih banyak yang

menderita penyakit paru dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh

makan ikan karena ASI akan berbahu amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan ikan.

b. Sikap fatalistis

Sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat Hal lain adalah

sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa anggota

masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa

anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat

kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang

sakit.

c. Sikap ethnosentris

Sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah

yang paling baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang

barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu

beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju,sehingga merasa superior terhadap

budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisi lain,semua anggota

dari budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah yang

terbaik. Oleh karena itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang
menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui

tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan

masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam

masalah kesehatan masyarakat.dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang

masalah kesehatan,tetapi masyarakat dimana mereka bekerja lebih mengetahui

keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lain : Seorang perawat/ dokter menganggap

dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih

dan sehat sedangkan masyarakat tidak.

d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya

Sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan

konsep kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh : Dalam

upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun

singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata

masyarakat bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan

mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.

e. Pengaruh norma

Norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dibidang

kesehatan, karena norma yang mereka miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku yang

baik. Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami

hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan

pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.

f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan

perilaku individu masyarakat, kerena apa tidak melakukan nilai maka dianggap tidak

berperilaku “ pamali” atau “ Saru “. Nilai yang ada dimasyarakat tidak semua mendukung

perilaku sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan

kesehatan.

 Nilai yang merugikan kesehatan  arti anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri

sehingga tidak perlu lagi takut dengan anak banyak.

 Nilai yang mendukung kesehatan  tokoh masyarakat setiap tutur katanya harus wajib

ditaati oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh masyarakat dapat di pakai untuk

membantu sebagai key person dalam program kesehatan. RRT kalau punya anak lebih

satu didenda

Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah,

padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada

diberas putih.

g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap

perilaku kesehatan.

Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada

seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari sikat gigi, buang air

besar di kakus, membuang sampah ditempat sampah, cara makan/ berpakaian yang

baik sejak awal, dan kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa

dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan

yang sangat sulit untuk diubah ketika dewasa.


h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan

Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan

selalu dinamis artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan

seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku

kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan

terjadi jika melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh

terhadap perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi

dengan perubahan tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan apabila ia

tahu tentang proses perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi

yang muncul yang mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan.

Artinya seorang petugas kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku

kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan

bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat,

bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas

kesehatan yang benar.

F. Perubahan Sosial Budaya

Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku

bangsa yang mempunyai latar budaya yang beraneka ragam.lingkungan budaya tersebut

sangat mepegaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut,sehingga

dengan beranekaragam budaya,menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam

segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan.


Dengan masalah tersebut,maka petugas kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka ragam, perlu sekali

mengetahui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,agar pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada masyarakat akan memberikan hasil yang optimal,yaitu meningkatkan

kesehatan masyarakat.

Karena perilaku dipengaruhi budaya, maka untuk merubah perilaku juga harus

dirubah budayanya. Bentuk perubahan sosial budaya:

1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat

2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan yang pengaruhnya besar

3. Perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan

Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu pendek disebut inovasi,

Syarat inovasi:

1. Masyarakat merasa membutuhkan perubahan

2. Perubahan harus dipahami dan dikuasi masyarakat

3. Perubahan dapat diajarkan

4. Perubahan memberikan keuntungan di masa yang akan datang


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah

laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan

bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam

kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku

merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang

untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,

kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan

masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-

individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik

yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh

karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam

hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-

individunya.

B. Saran

Sebagai petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang

kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan

akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang

perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan. Kita juga perlu mempelajari
bahasa lokal agar lebih mudah berkomunikasi, menambah rasa kedekatan, rasa

kepemilikan bersama dan rasa persaudaraan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Perilaku Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata (Factors
Related To The Community’s Behaviour To Get Eye
Health Servic), Universitas Diponegoro. (diakses tgl 20 februari 2015

Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat
Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status
Kesehatan, Jakarta. (diakses tgl 20 februari 2015)
Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
azizah. 2013. Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan, (diakses tgl 23 februari 2015)
n Hakim, dkk., 2013, Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat Dalam Berobat (Socio-
Cultural Factors And Societal Orientation In The Treatment), Universitas Jember
(UNEJ),
Jember. (Diakses tgl 20 februari 2015)

Alit Laksmiwati, 2012. Transformasi Sosial Dan Perilaku Reproduksi Remaja, Universitas Jember,
Jember. (Diakses tgl 20 februari 2015)

Momon sudarman, sosiologi untuk kesehatan, google book. (Diaskes 20 februari)


Notoatmodjo Soekidjo, 1990, Pengantar Perilaku Kesehatan, FKM-UI, Jakarta.

Nugroho,dkk., 2010, Perilaku Kesehatan Dan Proses Perubahannya


Dinas Kesehatan Polewali mandar, Sulawesi tengah.

ni, 2012, Persepsi tentang Kesehatan Diri dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Berobat Ke Dukun Cilik Ponari, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. (Diaskes 21
februari)

ustyana, 2013, Perilaku Masyarakat Dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan (Studi Pada
Poliklinik Desa Dan Dukun Di Gunung Ibul Barat Prabumulih), Universitas
Sriwijaya, Palembang. (Diaskes 20 februari)

a Imelda H, 2013, Faktor sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat
menuju paradigma sehat, Padang. (Diaskes 20 februari)
Sunanti Z. Soejoeti, 2013, Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit
dalam Konteks Sosial Budaya, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (Diaskes 20
februari)
rni Lumban Gaol, 2013, Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan
Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan
Medan Kota Tahun 2013, Universitas Sumatera Utara, Medan. (Diaskes 20 februari)
Wira Citerawati SY, 2012, Aspek Sosiobudaya Berhubungan Dengan Perilaku
Kesehatan,Universitas Brawijaya, Malang. (Diaskes 20 februari)
Zr. Rosita Saragih, 2012, Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Pelayanan
Puskesmas Di Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang, Universitas Darma Agung, Medan.
(Diaskes 20 februari)
Materi “ praktik kesehatan pada masyarakat etnik”

Budaya Suku Minang


Minang atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang
berbahasa dan menjunjung adat Minang. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera
Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang
Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi
Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya
dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri).
Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.
Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan
adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Orang Minang
sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan
pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan
dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan.
Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung,
Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang
banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan cita rasa yang pedas,
serta dapat ditemukan hampir di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri. Walau masakan
ini kadang lebih dikenal dengan nama Masakan Padang, meskipun begitu sebenarnya dikenal
sebagai masakan etnik Minang secara umum.Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat
Minang, pada tahun 2011 dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s
50 Most Delicious Foods(50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Sistem kekerabatan suku Minang adalah matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem
yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan
kekerabatan dalam garis ibu. Seseorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari
perkauman ibu. Menurut Muhammad Rajab (1969), sistem matrilineal mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut : keturunan dihitung menurut garis ibu, suku terbentuk menurut garis ibu, tiap orang
diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya (eksogami), pembalasan dendam merupakan satu
kewajiban bagi seluruh suku, kekuasaan di dalam suku terletak di tangan ibu tetapi jarang sekali
dipergunakan sedangkan yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya. Perkawinan
bersifat matrilokal yaitu suami mengunjungi rumah istrinya, hak-hak dan pusaka diwariskan oleh
mamak (saudara laki-laki ibu) kepada kemenakannya (anak dari saudara perempuan). Sistem
kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minang samapai sekarang. Bahkan selalu
disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Peranan penghulu (ninik
mamak) boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga indikator akan berjalan semestinya atau
tidak sistem matrilineal itu. Sistem ini hanya diajarkan secara turun-temurun kemudian disepakati
dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Untuk dapat menjalankan
sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minang
itu sendiri. Ada beberapa ketentuan atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang
Minang yaitu Basuku (bamamak bakamanakan), Barumah gadang, Basasok bajarami, Basawah
baladang, Bapandan pakuburan, Batapian tampek mandi. Ada empat aspek penting yang diatur
dalam sistem matrilineal yaitu :
Pengaturan harta pusaka. Harta pusaka yang dalam terminologi Minang disebut harato jo
pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak secara material seperti sawah, ladang,
rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun
temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minang dikenal pula
dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda yaitu sako dan pusako. Sako adalah milik kaum
secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar
penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya.
Sedangkan pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang
berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya. Hasil sawah, ladang menjadi
bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak
untuk memiliki.
Peranan laki-laki. Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minang berada dalam posisi
seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik
pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat
mempergunakan semua hasil itu untuk kebutuhan keluarga. Di dalam kaumnya, seorang laki-laki
bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah
gadang kamanakan awak). Pada giliran berikutnya, setelah dewasa dia akan menjadi mamak dan
bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus
dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya. Selanjutnya, dia akan
memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan
sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian
harta pusaka. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah
(maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau
menjadikan milik sendiri). Selain berperan di dalam kaum, dia mempunyai peranan lain sebagai
tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di
dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama
lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal.
Kaum dan pesukuan. Orang Minang yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal
merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut. Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut
samande (berasal dari satu ibu). Unit yang lebih luas disebut saparuik (berasal dari nenek yang
sama). Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Lebih luas dari itu lagi
disebut sakaum. Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku (berasal dari
keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya). Pada awalnya suku-suku itu terdiri dari Koto,
Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat
setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan.
Bundo kanduang sebagai perempuan utama. Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang
jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek.
Bundo kanduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu
karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu. Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu
melakukan suatu kekeliruan. Secara implisit tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum,
adalah semacam badan pengawasan atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang
penghulu (Abidin, 2008).
Suku Minang di Sumatera Barat memiliki sebuah kebiasaan memburu. Berburu yang awalnya
hanyalah mengusir hama, akhirnya menjadi kebiasaan serta uji ketangkasan para lelaki Minang.
Dengan panduan anjing, mereka mengejar babi hutan yang merusak ladang. senjata yang dulu
biasa dipergunakan adalah pisau dan tombak. Menurut Drs. Osman, berburu merupakan olahraga
sekaligus kesenangan karena manfaat yang diperoleh adalah kesehatan fisik.
Untuk mendapatkan sensasi alam liar, melepas stress sekaligus melatih otot seluruh tubuh, maka
bergabunglah dengan kelompok menembak yang rutin melakukan aktivtas berburu. Sebaiknya
anda mendaftar di organisasi yang jelas secara hukum.

Praktik kesehatan pada orang batak

Kepercayaan kuno batak adalah syamaisme, yaitu suatu kepercayaan dengan melakukan
pemasukan roh kedalam tubuh seseorang sehingga roh itu dapat berkata-kata. Orang yang menjadi
perantara disebut “shaman”. Shaman bagi orang batak disebut si “baso” yang berarti “kata”. Pada
umumnya, si “baso” ini adalah dukun wanita. Ketika baso ini berkatat-kata, bahasanya harus
ditafsirkan secara khas. Pembicaraan inilah yang dipercayai akan menjadi petunjuk bagi orang
untuk pengobatan dan ramalan. Selain Baso, ada juga yang memegang peranan penting yaitu
Datu,biasanya seorang pria. Berlainan dengan baso,datu didalam kegiatanya tidak menjadi
medium, melainkan langsung berbicara dengan roh. Datu bertugas mengobati orang sakit sehingga
dalam tugas ini datu tidak saja mengetahui white magic, tetapi juga mengetahui black magic atau
magis jahat. Tugas lain dari datu adalah memimpin upacara pesta sajian besar dan menjadi pawing
hujan.
Menurut kepercayaan orang batak, apabila seseorang sakit, “tondi” atau “tendi” si sakit pergi
kesuatu tempat meninggalkan tubuhnya. Karena tondi itu pergi, orang tersebut jatuh sakit. Agar
orang yang sakit dapat sembuh, tendinya harus dipanggil agar masuk kembali ketubuh orang yang
sakit itu (tondi mulak tu badan). Mediator untuk memanggil tondi tersebut adalah baso atau datu.
Kalau tondi itu setelah beruang-ulang dipanggil tidak mau pulang juga, berarti orang sakit tersebut
tidak ada harapan lagi untuk hidup.

Praktik kesehatan pada Etnik sunda

Praktik kesehatan keluarga


Dalam praktik kesehatan, anggota keluarga Sunda menggunakan orang pintar (dukun). Hal ini
masih mendominasi upaya menolong anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan.
Selain ke dukun, biasanya ke kyai, selanjutnya apabila tidak sembuh-sembuh, biasanya mereka
baru pergi ke petugas kesehatan.
Keluarga Sunda percaya bahwa apabila sakit lebih memilih membeli obat di warung atau pergi
ke dukun yang dipercayai. Hal tersebut dipraktikkan oleh keluarga Sunda terutama keluarga
golongan menengah ke bawah. (Sudiharto, 2007)

Implikasi keperawatan keluarga pada Etnik Sunda


Menurut Sudiharto (2007) asuhan keperawatan keluarga pada etnik Sunda sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan pendekatan budaya (transkultural nursing). Pendekatan budaya dilakukan
karena dipandang lebih sensitif. Pendekatan budaya bermakna bahwa asuhan keperawatan
keluarga dimulai dari keinginan keluarga, kebiasan keluarga, sumber daya keluarga, dan nilai-nilai
keluarga. Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga sebaiknya mengimpliasikan hal-hal berikut :
1. Menghargai struktur dan sistem nilai yang dianut keluarga
2. Batasan sehat sakit menurut keluarga
3. Aktualisasi praktik kesehatan Sunda
4. Meningkatkan keterbatasan regimen terapeutik keluarga Sunda

Praktik kesehatan pada etnik jawa

Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas
penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa
telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di
wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan).
Tradisi minum jamu tradisional tidak lepas dari budaya Indonesia, terlebih lagi budaya
Jawa dengan basis kraton Jogja dan Solo. Tradisi luhur dari para keluarga raja baik di kraton Jogja
maupun Solo, dan kemungkinan juga di tempat lainnya, tetap menjaga Tradisi Minum Jamu, baik
untuk kepentingan kecantikan, kesehatan, ataupun perawatan badan. Kita lihat saja pada even yang
belum ada sebulan ini berjalan, dimana ada pernikahan agung putri Sultan Hamengkubuwono X.
Sebelum tiba waktu istimewa itu sang pengantin, GKR Bendara diberikan banyak perawatan
badan, kecantikan dan juga untuk kepentingan kesehatan badan beberapa waktu sebelumnya
secara intensif. Selain itu, sekitar 2 atau 3 bulan juga diadakan Festival Jamu di Kraton
Yogyakarta. Belum lagi di masing-masing lingkungan kita, yang memiliki taman toga, tanaman
obat untuk keluarga. Semua itu merupakan segala bentuk obat-obat tradisional yang merupakan
Tradisi Minum Jamu.
Pengobatan menggunakan herbal di suku Jawa terkenal dengan nama jamu tradisional.
Kekayaan bumi jawa dengan iklim tropis memungkinkan banyak tanaman herbal yang dapat
berkembang dan tumbuh dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Jamu dapat berasal dari
dedaunan, akar, bunga, asam damar, kulit kayu, akar kayu, kayu bagian dalam. Takaran dan bahan
yang digunakan untuk meracik jamu sudah ada dari dahulu kala. Sehingga tidak perlu khawatir
dengan takaran yang berlebihan ataupun kekurangan dalam meminum jamu. Sejak jaman dahulu
kala juga, jamu tradisional sudah digunakan dan memberikan manfaat yang besar bagi orang jawa.
Kecantikan dan kebugaran suku jawa menunjukkan betapa jamu tidak perlu diragukan lagi
mengenai takaran dan manfaat yang dapat diperoleh. Jamu telah digunakan dari berbagai macam
lapisan masyarakat baik masyarakat kalangan bawah, menengah maupun atas. Dahulu kala, jamu
sering digunakan di Keraton Kesunanan dan Keraton Kesultanan. Mengingat banyaknya manfaat
jamu baik bagi kesehatan maupun kecantikan, penggunaan jamu tidak hanya di kalangan tertentu
tetapi juga merambah ke perkotaan yang notabene banyak produk kosmetik dan obat-obatan
produksi luar negeri. Penggunaan jamu tidaklah berbeda dengan obat herbal maupun pengobatan
kimia lainnya, jamu tradisional dapat digunakan sebagai obat dalam atau digunakan secara
diminum maupun obat luar yaitu ditaburkan atau dioleskan ke bagian tubuh tertentu. Dengan
berkembangnya jaman, jamu dapat diperoleh tidak hanya dari racikan tradisional tetapi dapat pula
dalam bentuk bungkusan agar mudah dibawa kemana-mana, misalnya dalam bentuk bubuk,
kampus, cairan, pil atau tablet dan salep tanpa mengurangi kandungan bahan tradisional dalam
jamu tersebut. Selain itu, agar mempermudah penggunaan jamu, paket-paket bahan-bahan jamu
juga dijual terpisah sehingga jika ingin meracik sendiri jamu yang diinginkan dapat diperoleh di
toko-toko penjualan obat tradisional atau jamu. Akan tetapi, peracikan dan penyajian jamu dengan
cara tradisional juga masih dapat ditemui di pelosok negeri di suku jawa. Beberapa perlengkapan
tradisional pembuat jamu tradisional yaitu lumpang, parut, kuali juga dapat diperoleh di pasar
tradisional maupun toko modern. Beberapa manfaat jamu baik untuk kesehatan maupun
kecantikan sangat familiar di tanah jawa. Jenis jamu seperti galian singset, sehat lelaki, sari rapet,
kuat lelaki dan jamu untuk bayi untuk kesehatan sedangkan untuk kecantikan adalah ngadi sarira.
Bahan-bahan jamu tradisional umumnya adalah temu lawak, kunyit, kencur, lengkuas, secang,
brotowali, jeruk nipis, ceplukan, nyamplung, kayu manis, melati, rumput alang-alang. Ngadi sarira
dapat meliputi lulur, bedak dingin, kemuning dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai