Makalah PKN Full
Makalah PKN Full
PROSES PEMBUATAN
UNDANG-UNDANG
ANGGOTA KELOMPOK :
- ADELIA SALSA D. (01)
- ARIS WICAKSONO (04)
- IHZA MAULANA R. (17)
- IVANGKY MONICA W. P. (18)
- SIWI HUTAMI N. R. (35)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah memang sepantasnya kita panjatkan selalu ke hadirat Allah SWT
yang senantiasa memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Alhamdulillah kami berbahagia sekali mendapat tugas makalah dari beberapa literatur
tentang ilmu perundang-undangan dan juga dari Internet. Terus terang kami sampaikan bahwa
dalam Makalah ini kami yakin masih belum sempurna. Namun tidak menutup kemungkinan
pada kesempatan lain kami akan berusaha untuk membaca dan mengetik lebih banyak lagi.
Atas segala kekurangan dalam Makalah ini, kami mohon maaf dan mohon kritik ataupun
saran demi perbaikan selanjutnya.
Akhirnya kami hanya berharap semoga ikhtikad baik penulis makalah ini bernilai iba di
mata Allah SWT, dan memberikan pemahaman utuh kepada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................... 2
1. Pengertian...................................................................... 3
1. Pengertian ..................................................................... 15
A. Kesimpulan........................................................................... 20
B. Saran..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang merupakan landasan hukum yang yang menjadi dasar pelaksanaan dari
keseluruhan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahaan. “legal policy” yang dituangkan dalam
undang-undang, menjadi sebuah sarana rekayasa sosial, yang membuat kebijaksanaan yang
hendak dicapai pemerintah, untuk mengarahkan masyarakat menerima nilai-nilai baru.
Didalam negara yang berdasarkan atas hukum moderen (verzorgingsstaat), tujuan utama
dari pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodipikasi bagi normanorma dan
nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama
pembentukan undang-undang itu adalah menciptakan modipikasi atau perubahan dalam
kehidupan masyarakat.
Menindaklanjuti amanah dari ketentuan pasal 18 ayat (3) UU NO. 11 Tahun 2011 dalam
ihwal urgensi pembentukan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur ketentuan ketenutan
lebih lanjut tata cara mempersiapkan RUU, Presiden RI menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
68 Tahun 2005 Tentang Cara Mempersiapkan Rancangan UU, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Racangan Peraturtan Presiden.
(Penulisan selanjutnya disingkat dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005-Penulis)
Dalam makalah ini kita akan mengupas bagaimana Proses RUU dari pemerintah dan dari
DPR-RI. Serta Asas asas Pembentukan Peraturan yang baik digunakan dalam proses RUU, yang
akan dibahas di dalam makalah ini. Dan bagaimana cara pengaturan pembentukan peraturan
perundang–undangan di indonesia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
c. Perintah UU lainya;
Penyusunan Prolegnas memuat judul RUU, materi yang diatur, dan keterkaitanya dengan
peraturan perundang-undangan lainya. Materi yang diatur dan keterkaitanya dengan peraturan
perundang-undang lainya merupakan keterangan mengenai konsep RUU yang meliputi:
Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non
departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan
RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu,
pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan
permohonan izin prakarsa kepada Presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai
dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi (i) urgensi dan tujuan
penyusunan, (ii) sasaran yang ingin diwujudkan, (iii) pokok pikiran, lingkup, atau objek yang
akan diatur, dan (iv) jangkauan serta arah pengaturan.
Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan keadaan tertentu yang memungkinkan
pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas yaitu (a) menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; (b) meratifikasi konvensi atau perjanjian
internasional; (c) melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi; (d) mengatasi keadaan luar
biasa, keadaan konflik atau bencana alam; atau (e) keadaan tertentu lainnya yang memastikan
adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR
dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-
undangan.
Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas maka penyusunannya tidak
memerlukan persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat
terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan
naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Saat ini departemen yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan adalah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham). Selanjutnya, pelaksanaan
penyusunan naskah akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga
lainnya yang mempunyai keahlian.
Proses ini diawali dengan pembentukan panitia antar departemen oleh pemrakarsa.
Keanggotaan panitia ini terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah non departemen
yang terkait dengan substansi RUU. Panitia ini akan dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk
oleh pemrakarsa. Sementara itu, sekretaris panitia antar departemen dijabat oleh kepala biro
hukum atau kepala satuan kerja yang emnyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan
pada lembaga pemrakarsa.
Dalam setiap panitia antar departemen diikutsertakan wakil dari Dephukham untuk
melakukan pengharmonisasian RUU dan teknis perancangan perundang-undangan. Panitia antar
departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsipil mengenai
objek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan. Sedangkan kegiatan perancangan yang
meliputi penyiapan, pengolahan dan perumusan RUU dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan
kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan perundang-undangan pada lembaga
pemrakarsa.
Pemrakarsa menyampaikan RUU kepada menteri yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab di bidang peraturan perundang-undangan yang saat ini dilakukan oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia (Menhukham) dan menteri atau pimpinan lembaga terkait untuk memperoleh
pertimbangan dan paraf persetujuan. Pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menhukham
diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan teknik perancangan perundang-undangan.
Pertimbangan dan paraf persetujuan diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
RUU diterima.
Apabila pemrakarsa melihat ada perbedaan dalam pertimbangan yang telah diterima
maka pemrakarsa bersama dengan Menhukham menyelesaikan perbedaan tersebut dengan
menteri/pimpinan lembaga terkait. Apabila upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil maka
Menhukham melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada presiden untuk memperoleh
keputusan. Selanjutnya, perumusan ulang RUU dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama
dengan Menhukham.
Dalam hal RUU tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi substansi maupun segi
teknik perancangan perundang-undangan maka pemrakarsa mengajukan RUU tersebut kepada
presiden untuk disampaikan kepada DPR. Namun, apabila presiden berpendapat RUU masih
mengandung permasalahan maka presiden menugaskan kepada Menhukham dan pemrakarsa
untuk mengkoordinasikan kembali penyempurnaan RUU tersebut dan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja sejak diterima penugasan maka pemrakarsa harus menyampaikan kembali
RUU kepada presiden.[6]
Pada dasarnya Proses penyusunan RUU diluar Prolegnas sama dengan penyusunan RUU
berdasarkan Prolegnas. Hanya saja, dalam menyusun RUU diluar prolegnas ada tahapan awal
yang wajib dijalankan sebelum masuk dalam tahapan penyusunan undang-undang sebagaimana
diuraikan sebelumnya. Tahapan awal ini dimaksudkan untuk melakukan pengharmonisasian,
pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang telah disiapkan oleh pemrakarsa. Proses ini
dilakukan melalui metode konsultasi antara pemrakarsa dengan Menhukham.
Apabila koordinasi tersebut tidak berhasil maka Menhukham dan pemrakarsa melaporkan
kepada presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat atau pandangan yang
muncul. Pelaporan kepada presiden ini ditujukan untuk mendapatkan keputusan atau arahan yang
sekaligus merupakan izin prakarsa penyusunan RUU.
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada DPR
untuk dilakukan pembahasan. Menteri Sekretaris Negara menyiapkan surat Presiden kepada
Pimpinan DPR guna menyampaikan RUU disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai
Rancangan Undang-Undang dimaksud. Surat Presiden sebagaimana dimaksud Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005 yang terdapat pada Pasal 26 ayat (2) paling sedikit memuat :
1) Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-
Undang di Dewan Perwakilan Rakyat;
Surat Presiden ditembuskan kepada Wakil Presiden, para menteri koordinator, menteri
yang ditugasi untuk mewakili Presiden/Pemrakarsa, dan Menteri. Dalam rangka pembahasan
Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemrakarsa memperbanyak
Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
RUU yang berasal dari usul inisiatif DPR dapat dilakukan melalui beberapa pintu, yaitu
1) Badan Legislasi;
2) Komisi;
3) Gabungan komisi;
Usul RUU yang diajukan oleh Baleg, Komisi, Gabungan Komisi ataupun anggota
diserahkan kepada pimpinan DPR beserta dengan keterangan pengusul atau naskah akademis.
Dalam rapat paripurna selanjutnya, pimpinan sidang akan mengumumkan kepada anggota
tentang adanya RUU yang masuk, kemudian RUU tersebut dibagikan kepada seluruh anggota.
Rapat paripurna akan memutuskan apakah RUU tersebut secara prinsip dapat diterima sebagai
RUU dari DPR. Sebelum keputusan diiterima atau tidaknya RUU, diberikan kesempatan kepada
fraksi-fraksi untuk memberikan pendapat.
Apabila usul RUU disetujui dengan perubahan, maka DPR akan menugaskan kepada
Komisi, Baleg ataupun Panitia Khusus (Pansus) untuk menyempurnakan RUU tersebut. Apabila
RUU disetujui tanpa perubahan atau RUU telah selesai disempurnakan oleh Komisi, Baleg
ataupun Pansus maka RUU tersebut disampaikan kepada Presiden dan pimpinan DPD (dalam hal
RUU yang diajukan berhubungan dengan kewenangan DPD). Presiden harus menunjuk seorang
Menteri yang akan mewakilinya dalam pembahasan, paling lambat 60 hari setelah diterimanya
surat dari DPR. Demikian pula halnya, DPD harus menunjuk alat kelengkapan yang akan
mewakili dalam proses pembahasan.[9]
a. Tahap Perencanaan
1) Proses Penyusunan
2) Keputusan Prolegnas
Daftar judul RUU yang ada dalam Prolegnas yang merupakan hasil dari pembahasan
bersama antara Pemerintah dan DPR kemudian ditetapkan di Rapat Paripurna DPR untuk
kemudian dimuat dalam keputusan DPR RI.
Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa RUU (baik itu Pemerintah atau DPR) dapat
mengajukan RUU dari luar daftar Prolegnas. Rancangan undang-undang (yang diajukan di luar
Prolegnas) terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi dan selanjutnya Badan Legislasi
melakukan koordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan untuk mendapatkan persetujuan bersama, dan hasilnya dilaporkan dalam
rapat paripurna untuk ditetapkan.
b. Tahap Penyusunan
Didalam tahap penyusunan UU, proses penyusunanya dilakukan mulai dari perencanaan
rancangan UU berdasarkan daftar prioritas Prolegnas. Selanjutnya penyiapan RUU yang
diajukan oleh Presiden atau DPR. Dalam pengajuan RUU, baik yang berasal dari DPR, Presiden
atau DPD harus disertai Naskah Akademik. UU PPP menjadikan Naskah Akademik sebagai
persyaratan dalam pengajuan sebuah RUU, kecuali terhadap RUU, mengenai:
1) APBN;
3) Pencabutan UU atau pecabutan Perpu; yang cukup disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan meteri muatan yang diatur.
Kemudian hal penting yang terkait dengan Naskah Akademik adalah sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 44 UU PPP bahwa penyusunan Naskah Akademik yang tercantum dalam
Lampiran 1 UU PPP, sehingga didapatkan formula Naskah Akademik yang sama, baik dari sisi
sistematika, teknis penyusunanya maupun kedalam substansi yang akan diatur.
Untuk memastikan bahwa penyusunan RUU berjalan baik seusuai prosedur dan teknik
penyusunan perundang-undangan, maka diatur ketentuan bahwa setiap RUU yang diajukan
kepada DPR oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau DPD harus dilakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU oleh Badan Legislasi DPR RI.
Demikian halnya terhadap RUU yang diajukan oleh Presiden yang penyiapanya dilakukan oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas
tanggung jawabnya, dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU
oleh Menteri Hukum dan HAM. Ketentuan mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU didalam Pasal 46 dan 47 UU PPP diatur lebih jelas, tersetruktur, dan
masing-masing terintegrasi didalam peraturan DPR maupun Perpres tentang tata cara
mempersiapkan RUU.[10]
c. Tahap Pembahasan
Ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU PPP menjelaskan bahwa pembahasan RUU dilakukan
oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Hal ini sesuai bunyi Pasal 20 ayat (2)
UUD NKRI Tahun 1945, yakni “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Adapun pelibatan atau keikutsertaan DPD dalam
pembahsan RUU hanya dilakukan apabila RUU yang dibahas berkaitan dengan:
1) Otonomi daerah;
lainya; dan
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU dilakukan hanya pada pembicara tingkat I
(Satu), kemudian dalam pembahsan tersebut DPD diwakili oleh alat kelengkapan yang
membidangi materi muatan RUU tersebut.
d. Tahap Pengesahan
Sesuai ketentuan Pasal 72 PPP bahwa RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Peresiden untuk disahkan menjadi UU.
Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal persetujuan bersama. Penentuan tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak
untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan RUU kelembaran resmi
Presdiden sampai dengan penandatangan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan
sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) oleh Mentri Hukum
dan HAM.
e. Tahap Pengundangan
f. Tahap Penyebarluasan
1. Pengertian
Bagir Manan dan Kuntana Magnar (1987) memberikan pengertian peraturan perundang-
undangan ialah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga
dan/atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara
yang berlaku.
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
Dalam Proses pembentukan Peraturan yang baik, tidak terlepas dari asas-asas yang baik,
Sama halnya dengan Proses Penyiapan RUU juga memerlukan pedoman dalam penyiapannya.
Asas asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas hukum yabg
memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke dalam bentuk dan
susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaaan metodenya, serta mengikuti proses dan prosedur
pembentukan yang telah ditentukan.
Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik ini dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Kejelasan tujuan;
d. Dapat dilaksanakan;
g. Keterbukaan.
Sementara itu, asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan peraturan
perundang-undangan dirumuskan dalam pasal 6 sebagai berikut :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
g. Keadilan;
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada juga Proses Penyiapan RUU dari DPR-RI yang mana harus telah disetujui dulu oleh
presiden lalu disampaikan kepada DPR-RI Untuk pembahasan, Proses ini diawali dengan
penyampaian surat presiden yang disiapkan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada pimpinan
DPR guna menyampaikan RUU disertai dengan keterangan pemerintah mengenai RUU yang
dimaksud. Dalam Pembentukan Proses Penyiapan RUU Juga memerlukan asas-asas yang baik
sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 5 dan 6 UU No.12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
B. Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya
konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dengan
konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas
kita sebagai warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Syamsyudin. Proses dan Teknik Penyusunan Undang - Undang, Jakarta Timur; Sinar Grafik
(2014)
Erni Setyowati dan M. Nur Sholikin, Bagaimana Undang-Undang Dibuat, sebuah artikel,
diunduh dari http://pengacaraku.com/site/legal-articles/75-bagaimana-undang-undang-
dibuat-.html di Akses pada pukul 19.55 Tanggal 26 Maret 2017