Anda di halaman 1dari 10

Kebijakan Pemerintah atas Defisit BPJS Kesehatan

Paper

Disusun Oleh:

Silvana Elvianita
1-06
NPM: 2301170006

Progam Studi Diploma III Pajak


Politeknik Keuangan Negara STAN
2017
BAB I
Latar Belakang

Kesehatan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia
pada umumnya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kesehatannya agar
terhindar dari penyakit. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali faktor mengapa
seseorang menjadi sakit. Baik karena tertular, makanan yang kurang sehat, atau radikal-
radikal bebas yang membuat munculnya penyakit-penyakit tidak umum.

Tidak hanya itu, salah satu penentuan majunya sebuah negara adalah pada bidang
kesehatannya. Untuk itu jelas pemerintah ikut mengambil peran. Pemerintah akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mensejahterakan masyarakat. Sebesar 5% dari APBN
dialokasikan untuk anggaran kesehatan.

Namun, hingga saat ini BPJS terus mengalami defisit yang besar. Berdasarkan rapat
gabungan yang membahas defisit BPJS di Komisi IX DPR pada senin (19/9/18), terkuak
bahwa nilai defisit setelah melalui audit BPKP mencapai Rp 10,98 triliun. Tentu bukan angka
yang kecil apalagi melihat hal tersebut terjadi tiap tahun.

Lantas apakah pemerintah akan tetap diam dalam menghadapi hal ini? Bukankah
angka Rp 10,98 triliun itu cukup besar apabila di talangi setiap tahun? Malah bisa jadi pada
tahun selanjutnya lebih besar dari tahun ini. Oleh karena itu, terkait kebijakan publik apa
yang akan pemerintah canangkan untuk menangani hal ini akan penulis jelaskan dalam Essay
yang berjudul “Kebijakan Pemerintah atas Defisit BPJS Kesehatan”
BAB II
Fakta Empiris

2.1 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Kesehatan) merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi
seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS
dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa.

BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek)


merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak
tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.

BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola


oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT.
Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.

2.2 Fasilitas BPJS kesehatan

Fasilitas dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi pelayanan
kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, hingga rawat inap.
Berikut adalah rincian pelayanan yang diberikan:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan non spesialistik


mencakup:

 Administrasi pelayanan
 Pelayanan promotif dan preventif
 Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
 Tindakan medis non spesialis, baik operatif maupun non operatif
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
 Pemerikasaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
 Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan mencakup:

A. Rawat jalan, meliputi:

 Administrasi pelayanan.
 Pemeriksaan, pengbatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis
 Tindakan medis spesiaistik sesuai dengan indikasi medis
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Pelayanan alay kesehatan implant
 Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai denagn indikasi medis
 Rehabilitasi medis
 Pelayanan darah
 Pelayanan dokter forensik
 Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

B. Rawat inap, meliputi:

 Perawatan inap non intesif


 Perawatan inap ruang intensif
 Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

2.3 Kelebihan dan Kekurangan BPJS Kesehatan

Kelebihan BPJS Kesehatan, antara lain:

 Murah

Dibandingkan dengan asuransi kesehatan lain, BPJS Kesehatan menawarkan harga yang
relatif lebih murah. Dengan harga yang murah ini tentu saja perawatan dan pengobatan yang
diberikan tidak kalah baik dengan asuransi lainnya. Terdapat tiga pilihan kelas dengan harga
yang berbeda yaitu untuk kelas 3, premi sebesar Rp25.500,00 per bulan, kelas 2 sebesar Rp
51.000,00 dan kelas 3 sebesar Rp 80.000,00.
 Jaminan Seumur Hidup

Kebanyakan asuransi kesehatan hanya membatasi jaminan hingga penerima asuransi berumur
100 tahun. Sedangkan pengguna BPJS Kesehatan, jaminan berlaku hingga seumur hidup
tanpa batasan umur.

 Tanpa Pengecualian

Beberapa asuransi kesehatan lain mengharuskan adanya medical check up dan adanya
penyakit kronis bisa memungkinkan premi yang lebih mahal atau bahkan berakhir dengan
penolakan pengajuan polis. Ketika mendaftarkan BPJS Kesehatan, kita tidak perlu memberi
keterangan penyakit yang diderita dan harga premi tetap sama seusai dengan kelas yang
dipilih.

Kekurangan BPJS Kesehatan, antara lain:

 Adanya Sistem Berjenjang

Adanya sistem berjenjang dimana peserta harus memeriksakan penyakitnya ke faskes


(fasilitas kesehatan) terlebih dahulu yang berupa puksesmas atau klinik. Jika dirasa harus ke
rumah sakit, barulah pasien akan dirujuk ke rumah sakit. Namun, terdapat pengecualian
untuk keadaan darurat.

 Hanya Berlaku dalam Negeri

Beberapa asuransi swasta mungkin menawarkan pelayanan kesehatan yang bisa berlaku di
seluruh dunia. Tetapi untuk BPJS Kesehatan, layanannya hanya bisa kita nikmati di wilayah
Indonesia saja.

 Antri

Calon peserta harus merasakan antri dalam berbagai hal yang berkaitan dengan BPJS
Kesehatan. Mulai dari saat mendaftar, ketika ingin melakukan perubahan data, bahkan ketika
ingin berobat seringkali kita harus mengantri sangat panjang sebelum mendapatkan
pelayanan.
2.4 Defisit BPJS Kesehatan

Terdapat beberapa penyebab dibalik defisitnya BPJS Kesehatan, salah satunya yakni
minimnya iuran dana yang diberikan oleh masyarakat penerima manfaat. Diungkapkan oleh
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, berdasarkan data premi sejak 2016, biaya per
orang setiap bulannya mencapai Rp 35.802, padahal premi per orang hanya Rp 33.776.
Sementara pada 2017, biaya per orang mencapai Rp 39.744, tetapi premi per orang Rp
34.119. Artinya pada 2016 ada selisih Rp 2.026 dan pada 2017 Rp 5.625. Sehinnga biaya per
orang per bulan lebih besar dibandingkan premi per orang per bulan.

Menurut Fachmi, Posisi ini belum menjadi puncak defisit yang dialami oleh BPJS
Kesehatan, karena pemanfaatan belum sampai tingkat paling optimal. Defisit yang terjadi ini
sebenarnya cukup masuk akal, hingga pada bulan September 2018 jumlah peserta BPJS
Kesehatan tembus 204,4 juta jiwa, dan separih dari jumlah itu atau sekitar 118 juta
merupakan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mana tidak perlu membayar premi untuk
mendapat klaim BPJS..

Disisi lain, BPJS Kesehatan menggunakan prinsip anggaran berimbang, dimana pos
pengeluaran harus sama dengan pos pendapatan, Sayangnya, konsep ini sekedar konsep di
atas kertas. Pengeluaran ternyata jauh lebih besar dari pendapatan. Menurut Fachmi, titik
masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuaria.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio, mengaku telah


lama mengkritisi mekanisme BPJS Kesehatan. Bahkan sejak diterbitkannya UU 24 Tahun
2011 tentang BPJS. Menurutnya, besaran iuran yang murah akan menjadi petaka bagi
keuangan BPJS Kesehatan. Dimana, iuran yang terlampau murah padahal hampir seluruh
jenis penyakit ditanggung BPJS Kesehatan. Ditambah, kenaikan iuran BPJS Kesehatan jarang
dilakukan. Sementara, pelayanan kesehatan mengalami inflasi setiap tahunnya. Kenaikan
iuran terakhir adalah pada 1 April 2016 silam.

Tak hanya itu, kepatuhan peserta membayar iuran pun masih sangat lemah. Dalam
sebuah observasi, peserta BPJS Kesehatan malas membayar iurannya, meski sebelumnya
telah mengklaim fasilitas BPJS Kesehatan dalam jumlah besar.
BAB III
Pembahasan

Kebijakan-kebijakan baru pun muncul untuk menangani permasalahan defisit BPJS


tersebut. Kondisi yang tidak defisit sama sekali mungkin akan sulit terjadi, namun setidaknya
defisit yang terjadi tidaklah hingga sebesar Rp 10,98 triliun. Adapun hal- hal yang
dicanangkan pemerintah adalah:

1. Mengalokasikan Pajak Rokok untuk Menutup Defisit BPJS Kesehatan


Dalam hal ini pemerintah memastikan besaran alokasi pajak rokok yang
dikucurkan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkat dari
tahun ke tahun. Kenaikan tersebut seiring tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan tarif membuat penerimaan CHT
meningkat. Sementara itu, pajak rokok sendiri merupakan pungutan atas cukai rokok
yang dilakukan pemerintah daerah. Karena dasar pengenaan pajaknya adalah CHT,
maka ketika CHT naik, pajak rokok akan ikut naik.
Meskipun atas kebijakan ini masih banyak pro dan kontra bahwa bagaimana
mungkin uang untuk menyembuhkan diambil dari pemakaian atas barang yang bisa
menyebabkan penyakit itu sendiri. Namun sepertinya pemerintah telah
mempertimbangkan kebijakan ini masak-masak , bahwa meskipun filosofi seolah
tidak benar, kita tidak dapat memungkiri bahwa pemberhentian atas penyerahan
rokok adalah mustahil karena hanya akan memutuskan proses bisnis yang sehat dan
malah menimbulkan banyak black market karena mayoritas pengguna bergantung
atas konsumsi rokok.

2. Kemenkeu Beri Dana Talangan ke BPJS Kesehatan Rp 5 Triliun


Salah satu upaya untuk memperingan defisit dari BPJS Kesehatan adalah dana
talangan yang diberikan Kementrian Keuangan sebesar Rp 5 Triliun. Namun,
menurut beberapa pihak jumlah ini masih terlalu kecil dengan defisit yang mencapai
dua kali lipatnya.

3. Berencana untuk meningkatkan iuran premi


Pembayar premi kelas I tentulah bukan dari kalangan miskin, namun menengah
keatas. Sehingga kenaikan iuran premi tentunya tidak terlalu memberatkan bagi
kalangan kelas I. Selain itu, untuk kelas II dan III tentu juga harus mengalami
kenaikan iuran, karena sudah seharunya menyesuaikan dengan adanya inflasi.

4. Peningkatan efesiensi dan efektivitas layanan kesehatan.


Yakni diantaranya perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan. Perbaikan sistem
rujukan dan rujuk balik serta pelaksanan strategic purchasing. Strategic purchasing
merupakan sebuah fungsi penting dalam meningkatkan performa sistem kesehatan
suatu Negara. Dimana purchasing yang aktif secara inovatif dapat meningkatkan
fungsi pada kualitas pelayanan kesehatan, kepuasan peserta, efisiensi, akses
pelayanan kesehatan dan akuntabilitas.

5. Adanya peningkatan pengawasan terhadap kecurangan


Adanya peningkatan pengawasan oleh pemerintah, Kementrian Kesehatan,
pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, hingga Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS)
terhadap fasilitas kesehatan karena akibat kecurangan INA CBGs (Indonesian Case
Based Groups). Contohnya: pasien peserta BPJS belum waktunya pulang namun
sudah diminta pulang kerumahnya tetapi sepekan kemudian disuruh masuk kembali
ke fasilitas kesehatan yang sama. Artinya, satu pasien bisa disembuhkan dua hingga
tiga kali INA CBGs. Hal itu yang disebut fraud (kecurangan).

6. Mencanangkan program-program mencegah lebih baik daripada mengobati


Peningkatan pemberian subsidi vitamin gratis, imunisasi, dan hal-hal terkait lainnya
yang berguna untuk mencegah masyarakat dalam penyakit yang lebih berbahaya
tentu adalah hal yang bagus. Menanamkan pola hidup sehat pada diri masyarakat,
bahwa mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.
BAB IV
Kesimpulan

Kesehatan adalah penting, semua manusia mengakui itu. Segala kenikmatan yang
dirasakan tidak akan ada apa-apanya jika sedang sakit. Untuk itu, manusia akan berusaha
selalu sehat. Apabila sakit, maka manusia berobat. Berusaha untuk segera sembuh, dan
seperti sedia kala.

Pemerintah dalam hal ini, akan turun tangan apabila ada masyarakatnya yang sulit
meraih fasilitas kesehatan. Inilah BPJS. Program wajib bagi seluruh masyarakat indonesia
untuk mewujudkan peningkatan kesehatan warga indonesia. Dimana dalam berjalannya
program ini pemerintah menemukan banyak kesulitan dan hambatan, termasuk salah satunya
yang paling besar adalah defisit yang tidak main-main nilainya.

Kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam pembahasan belum tentu memberi dampak


signifikan terhadap defisit yang terjadi, namun tidak mungkin pemerintah diam saja. Sisi
tersulitnya adalah bagaimana membawa defisit BPJS ini bukan hanya masalah pemerintah
namun seluruh masyarakat Indonesia, sehingga kita sebagai masyarakat Indonesia dapat
menjadi lebih patuh untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang ada.
Daftar Pustaka

Harsono, Fitri Haryanti.2018. Strategi BPJS Kesehatan atasi Defisit. Diambil


dari: liputan6.com (16 November 2018)

Shemi, Helmi.2018. Langkah Pemerintah Kurangi Defisit BPJS Kesehatan.


Diambil dari: idntimes.com (16 November 2018)

Putera, Andri Donnal. Ini Rincian Langkah Menutup Defisit BPJS Kesehatan.
Diambil dari: kompas.com (16 November 2018)

www. bpjs-kesehatan.go.id

Anda mungkin juga menyukai