Anda di halaman 1dari 10

Tugas 1

Mata kuliah PPnBM

Ketidaktepatan Penghapusan Arloji dari Objek Barang


Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Oleh

Silvana Elvianita
2301170006
3-08/ 32
2017

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PAJAK

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2018
Daftar Isi

Bab I Latar Belakang.................................................................................................................3

Bab II Fakta Empiris..................................................................................................................4

Bab III Pembahasan...................................................................................................................5

Bab IV Kesimpulan....................................................................................................................8

Daftar Pustaka............................................................................................................................9

Daftar Lampiran.........................................................................................................................9

Biodata Penulis........................................................................................................................10

2
BAB I
LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu negara yang masih berkembang dengan populasi mencapai 300 juta, Indonesia
jelas membutuhkan banyak dana dalam membenahi dan meningkatkan baik kualitas masyarakat
maupun infrastruktur.

Adapun dana tersebut dapat diperoleh dari penerimaan perpajakan yang terdiri dari semua
penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasionaln,
penerimaan negara bukan pajak yakni penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas
laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan
badan layanan umum (BLU) , dan yang terakhit adalah penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar
negeri.

Dewasa ini, tak dapat dipungkiri penerimaan atas pajak merupakan bagian perolehan terbesar bagi
APBN Indonesia. Pajak sendiri adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Secara garis besar terdapat dua fungsi pajak, yakni fungsi budgeter dan fungsi reguleren. Sebagai
fungsi budgeter atau finansial maka pajak memiliki fungsi untuk memasukkan uang ke kas negara
atau dengan kata lain fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk
pengeluaran negara. Sedangkan, fungsi reguleren atau mengatur yakni pajak berfungsi untuk
mengatur suatu keadaan di masyarakat, dibidang sosial atau ekonomi sesuai dengan kebijakan
pemerintah.

Salah satu jenis pajak di Indonesia adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen
(pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya. Pada prinsipnya PPnBM mengedepankan fungsi reguleren daripada budgetair. Artinya,
pemerintah mengenakan PPnBM untuk tujuan mengatur suatu mekanisme agar sesuai dengan yang
diharapkan bukan semata-mata untuk tujuan menghimpun pendapatan negara.

3
Mekanisme yang diatur pemerintah adalah untuk menurunkan tingkat regresifitas Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumen, dimana PPN dikenakan kepada siapapun yang
mengkonsumsi BKP atau JKP tanpa melihat status subjektifnya. Sedangkan PPnBM dikenakan pada
barang yang tergolong mewah saja, dimana hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat tertentu dengan
penghasilan tertentu saja. Disinilah letak dimana fungsi reguleren PPnBM untuk mengurangi
regresifitas PPN.

Namun sudahkah tujuan dari PPnBM ini tercapai masihlah sebuah pertanyaan. Pada tahun 2015
sebagaimana terbitnya PMK 106/PMK.010/2015 sejumlah objek Barang Kena Pajak (BKP) tergolong
mewah dihapuskan dari pengenaan PPnBM. Salah satu dari barang yang dihapuskan itu adalah Arloji
dengan nilai 40 juta atau lebih yang diatur dalam PMK sebelumnya yakni PMK 121/PMK.011/2013.

Alasan dihapuskannya beberapa kelompok barang yang sebelumnya dikategorikan sebagai


Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah karena biaya pengawasannya yang rumit
dan tinggi serta untuk meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Dilain sisi, untuk mengurangi potensial lost dari penghapusan tersebut, pemerintah
menaikkan tarif PPh 22 Impor non- API dari 7,5% menjadi 10%.

Dengan membawa beberapa sudut pandang dan perspektif, penulis akan mengulik sudah tepatkah
penghapusan Arloji tersebut dari objek PPnBM dan Apakah Arloji dengan nilai 40 juta atau lebih
tidak tergolong barang mewah sehingga pantas untuk dihapuskan dari BKP tergolong mewah.

BAB II
FAKTA EMPIRIS

Pengertian pajak berdasarkan Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan salah satu
sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.

Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: pajak daerah
dan pajak pusat. Salah satu macam dari pajak pusat adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau
yang disingkat PPnBM. PPnBM berdasarkan UU PPN merupakan pajak yang dikenakan pada barang

4
yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau
mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Aturan mengenai jenis BKP yang dikenai PPnBM diatur dengan PMK 121/PMK.011/2013
sebagaimana telah diubah dengan PMK 106/PMK.010/2015. Adapun salah satu objek yang
dihapuskan dengan adanya perubahan PMK tersebut adalah arloji. Arloji dalam hal ini adalah
arloji tangan, arloji saku dan arloji lainnya, termasuk penghitung detik, dengan badan arloji
dari logam mulia atau dari logam kerajang dengan nilai impor atau harga jual Rp 40.000.000
per unit.

BAB III
PEMBAHASAN

Kemewahan, suatu unsur yang merasuk pada nilai subjektifitas. Sebagian orang menganggap
suatu hal mewah dan sebagian lagi menganggap tidak. Tergantung dari mata siapa barang tersebut
dinilai. Seorang yang sangat kaya mungkin tidak keberatan menghabiskan Rp 90 juta untuk
mengoleksi jam tangan dari brand favoritnya. Namun bagi sebagian orang itu adalah nilai yang
terlampau fantastis untuk sebuah jam tangan. Lantas darimanakah acuan itu seharusnya dilihat? Dari
mata si kaya kah? Atau orang yang kurang mampu?.

Berdasarkan UU PPN terdapat definisi penting untuk barang yang dikategorikan mewah, yakni
barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok, hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu dan oleh
masyarakat dengan penghasilan tinggi, serta dikonsumsi untuk menunjukkan status. Definisi ini terasa
kuat dan tegas. Dipenuhi batasan- batasan tersurat dalam menggolongkan barang mewah. Definisi
yang tidak subjektif dan basa-basi.

Namun sepertinya definisi tersebut tidak setegas itu, banyak kelompok barang- barang tertentu
yang memenuhi definisi mewah tersebut namun dihapus dari objek BKP barang mewah. Salah
satunya adalah Arloji dengan harga 40 juta atau lebih. Apakah arloji dengan batasan harga tersebut
merupakan kebutuhan pokok? Apakah semua masyarakat dapat mengonsumsinya? Bukankah
sebagian besar orang membelinya untuk menunjukkan status diri?. Lantas ada apa dengan definisi ini?
Apakah definisi barang mewah telah berubah?.

Jam tangan mewah adalah salah satu objek yang memiliki nilai simbolik untuk menunjukkan
ekspresi diri, dimana nilai simbolik ini merupakan salah satu komponen pembentuk nilai mewah.

5
Merujuk pada slogan “You are what you wear”, seseorang yang ingin menunjukkan kekayaan dirinya
akan menggunakan barang- barang mewah di tubuhnya dan salah satunya tentu jam tangan mewah.

Jam tangan mewah bukan merupakan kebutuhan pokok. Seseorang tidak akan mati hanya dengan
tidak mengenakan jam tangan mewah. Fungsi utama jam tangan bernilai 1 juta sama dengan jam
tangan bernilai 100 juta, yang membedakannya adalah pernak pernik yang melingkupi dalam jam
tangan tersebut. Apakah itu bongkahan berlian atau batu rubi. Jelas, jam tangan mewah adalah
kebutuhan tersier.

Hanya masyarakat tertentu dengan penghasilan sangat tinggi yang mampu membeli jam tangan
seharga lebih dari 40 juta . Seorang dengan penghasilan rata-rata akan memalingkan mukanya ketika
melihat harga yang fantastis hanya untuk sebuah jam tangan. Masyarakat tertentu dengan penghasilan
sangat tinggi akan merasa bahwa sebuah kebutuhan untuk menggunakan barang bernilai demi
menunjukkan identitas dirinya.

Sebagaimana dalam penjelasan dari pasal 5 ayat 1 UU PPN, pertimbangan pengenaan


PPnBM ini adalah:

1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah


dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah;
3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Penghapusan pembebanan PPnBM pada sejumlah barang yang tergolong mewah akan
menyebabkan ketidakseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasialn
rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi. Sebagaimana yang kita tahu fungsi reguleren
PPnBM terletak dari fungsinya untuk mengurangi regresifitas dari pengenaan PPN. Namun,
apabila sudah banyak barang mewah yang tidak dikenakan PPnBM lagi, untuk apa tujuan
PPnBM sebenarnya?

Penghapusan jam tangan mewah meningkatkan impor barang mewah bagi kaum sosialita.
Jumlah impor semakin meningkat, sedangkan jumlah ekspor tidak berkembang. Pola hidup
konsumtif masyarakat seolah-olah semakin di fasilitasi oleh pemerintah dengan adanya
kebijakan ini. Seolah-olah pemerintah sangat mendukung peningkatan impor barang mewah
yang hanya akan menekan nilai rupiah.

6
Tingginya impor barang dari luar negeri menyebabkan industri dalam negeri semakin
terancam keberadaannya. Lagi-lagi kebijakan menghapuskan Pengenaan PPnBM terhadap
barang yang tergolong mewah seolah-olah memfasilitasi faktor kegagalan produksi anak
bangsa dalam negeri. Pertimbangan PPnBM untuk menciptakan perlindungan terhadap
produsen kecil atau tradisional seolah basa-basi.

Disisi lain, meskipun fungsi reguleren lebih ditekankan daripada fungsi reguleren, bukan
berarti fungsi ini tidak terlalu dihiraukan. Sebagaimana pertimbangan ke-empat dari
pengenaan PPnBM adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. Maka, menghapuskan
pengenaannya atas barang yang tergolong mewah hanya akan menurunkan penerimaan
negara. Potensi lost yang mencapai ratusa miliar ini adalah suatu kesia-siaan. Meskipun
pemerintah berdalih dengan meningkatkan PPh 22 dari 7.5 % menjadi 10% untuk tarif non-
api.

Alasan dibalik dihapusnya pengenaan PPnBM untuk jam tangan mewah adalah karena
sulitnya pengawasan, dilain sisi untuk mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi.
Berdasarkan hukum ekonomi, konsumsi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun
peningkatan impor akan menekan pertumbuhan tersebut. Ketika peningkatan konsumsi yang
dihasilkan tidak terlalu signifikan terhadap dampak pertumbuhan ekonomi maka pemerintah
mendapatkan potensial lost yang besar, tidak hanya dari sisi budgeter namun juga pemaknaan
filosofi atas PPnBM itu sendiri.

Penghapusan PPnBM jam tangan mewah dari kelompok branded goods karena sulitnya
pengawasan dan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menambah
konsumsi adalah alasan yang egois. Seolah tujuan utama untuk mengurangi regresifitas tidak
penting lagi dan yang penting adalah pertumbuhan ekonomi. Seolah berkata biarkan saja
masyarakat yang kaya raya itu menghabiskan uang lebih banyak untuk konsumsi mereka,
lupakan saja dulu dengan keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Lupakan dulu industri-
industri dalam negeri yang sedang merintih usahanya. Lupakan dulu, lupakan saja dulu.

Seharusnya dilakukan evaluasi lagi mana barang yang benar-benar tergolong mewah dan
mana yang merupakan kebutuhan. Agar keadilan dari pengenaan pajak tetap dapat
dipertahankan.

7
BAB IV

KESIMPULAN

Ketika sebuah rasa kemewahan adalah nilai yang merujuk pada subjektifitas, maka
acuan satu-satunya terhadap apa itu mewah adalah dari aturannya. Pendefinisian tegas akan
apa itu barang mewah dan berapa batasan sebuah nilai disebut mewah diatur dalam undang
undang sebagai acuan. Lantas ketika berbagai anomali muncul, barang yang mewah dianggap
tidak mewah. Barang yang mewah berdasarkan nilai ekonomi dan simbolik, dipandang tidak
mewah sesuai dengan perubahan hukum.

Arloji dengan harga 40 juta atau lebih memenuhi keempat definisi dari barang mewah
berdasarkan UU PPN. Arloji dengan harga 40 juta atau lebih adalah suatu kemewahan bagi
mayoritas masyarakat umum. Lantas mengapa, pengenaan PPnBM terhadap barang yang
jelas-jelas mewah tersebut harus dihapuskan?

Sudah seharusnya pemerintah kembali mengevaluasi aturan-aturan terkait mengenai


objek pengenaan PPnBM ini, karena tujuan awal dari jenis pajak ini adalah untuk mengatur
dan mengendalikan pembebanan pajak serta konsumsi masyarakat penghasilan tinggi.

8
Daftar Pustaka

Djuanda, Gustian, dan Irwansyah Lubis Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah. Jakarta, PT Gramedia,2003.

Sukardji, Untung. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia.Jakarta, PT RajaGrafindo


Persada, 2015

Diana, Anastasia, dan Lilis Setiawati. Teori Perpajakan dan Peraturan Terkini.Yogyakarta,
Penerbit Andi Yogyakarta,2014.

Suryowati,Estu.2015. Penghapusan PPnBM berpeluang picu banjir impor. Diambil dari:


ekonomi.kompas.com (21 September 2018)

Sari, Elisa Valenta. 2015. Kebijakan Kemenkeu Hapus PPnBM. Diambil dari:
www.cnnindonesia.com (21 September 2018)

Daftar Lampiran

LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :


121/PMK.011/2013 TENTANG : JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH
SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 /PMK.010/ 2015


TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN
KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

9
BIODATA PENULIS

NAMA : Silvana Elvianita

TTL : Aceh Utara, 20 Oktober 1999

NO. HP/WA : 081274640662

GMAIL : silvanaelvianita2010@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN :

NO TINGKATAN LULUS TAHUN


1 SD Swasta Yapena 2011
2 SMP Negeri Arun 2014
3 SMAN Modal Bangsa Aceh 2017

10

Anda mungkin juga menyukai