261-279
Novran Harisa
Dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu
pihak-pihak tertentu dalam suatu suatu sebab yang halal (R. Subekti,
kegiatan perdagangan. Kegiatan 2002:15).1
perdagangan merupakan salah satu Perjanjian atau kontrak berawal
bentuk yang menunjang kegiatan dari perbedaan kepentingan yang
perekonomian dalam masyarakat dan dipertemukan, selanjutnya dibingkai
juga memiliki peranan yang sangat dengan perangkat hukum sehingga
besar dalam mempengaruhi kondisi mengikat para pihak (Agus Yudha
perekonomian nasional. Selain itu, Hernoko, 2008:2).2
perdagangan juga memiliki arti yang Konsekuensinya, hukum
sangat penting dalam meningkatkan membiarkan manusia atau individual
pertumbuhan ekonomi secara untuk bebas menentukan apa yang
berkesinambungan. hendak disepakati. Manusia tidak
Kegiatan perdagangan hanya bebas untuk melakukan atau
merupakan salah satu bentuk tidak melakukan suatu perbuatan
hubungan hukum perikatan yang lahir yang dirumuskan oleh undang-
karena perjanjian. Perjanjian diawali undang, melainkan dalam arti lebih
dengan negosiasi (bargaining luas, karena dengan kebebasan itulah
process) para pihak sehingga ia dapat menentukan pengaturan yang
menghasilkan kesepakatan yang paling baik bagi dirinya (Siti
tertuang secara tertulis dalam kontrak Soemarti Hartono, 1992:22).3
perdagangan. Kontrak perdagangan Kebebasan berkontrak merupakan
dapat dikatakan sah menurut hukum “ruh” atau “nafas” dari sebuah
apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian, yang dilandaskan pada
perjanjian yang diatur dalam Pasal kesadaran bahwa hanya para pihaklah
1320 KUHPerdata, yaitu sepakat yang mengetahui kebutuhannya untuk
mereka yang mengikatkan dirinya, 1
R. Subekti,Hukum Perjanjian, PT.
cakap untuk membuat suatu Intermassa, Jakarta, 2002, hlm. 15
2
Agus Yudha Hernoko, Hukum
perjanjian, suatu hal tertentu dan Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam
Kontrak Komersial, LaksBang
Mediatama, Yogyakarta, 2008, hlm. 2.
3
Siti Soemarti Hartono, Penuntun dalam
Mempelajari Hukum Perdata Belanda:
Bagian Umum, University Press,
Yogyakarta, 1992, hlm. 22.
21 22
Ibid., hlm. 80-81. Bruggink, Op.Cit., hlm. 132.
23 24
Ibid., hlm. 82-83. Ibid., hlm. 85.
25
Satjipto Rahardjo, Loc.Cit.
26 27
Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata Ibid, hlm. 38
menurut yang sepatutnya, serasi dan manusia, akan tetapi terletak pada
layak menurut yang seharusnya sesuai tindakan yang dilakukan oleh kedua
dengan ketentuan yang telah belah pihak dalam melaksanakan
disepakati dalam kontrak (Yahya janji, jadi kejujuran disini bersifat
Harahap, 1992:57).28 dinamis. Kejujuran dalam arti
Seorang pembeli barang yang dinamis atau kepatutan ini berakar
beritikad baik adalah orang yang pada sifat peranan hukum pada
membeli barang dengan penuh umumnya, yaitu usaha untuk
kepercayaan bahwa si penjual mengadakan keseimbangan dari
sungguh-sungguh pemilik dari barang berbagai kepentingan yang ada dalam
yang dibelinya tersebut. Ia sama masyarakat
sekali tidak mengetahui jika Beranjak dari pemahaman
seandainya ia membeli dari orang tentang itikad baik objektif, maka
yang tidak berhak. Itu mengapa ia pelaksanaan perjanjian tidak hanya
disebut sebagai seorang pembeli yang tergantung pada klausula yang telah
jujur. Dalam anasir ini, itikad baik dirumuskan tetapi juga harus
memiliki arti kejujuran atau bersih. 29 dilakukan secara patut dan masuk
Dalam bahasa Indonesia, itikad akal (redelijkheid en billijkheid). Ini
baik dalam arti subyektif disebut didasarkan dari suatu sifat peraturan
kejujuran. Hal itu terdapat dalam hukum pada umumnya, yaitu usaha
pasal 530 KUHP Perdata dan untuk mengadakan keseimbangan
seterusnya yang mengatur mengenai berbagai kepentingan yang ada dalam
kedudukan berkuasa (bezit). Itikad masyarakat.30 Di sini, itikad baik
baik dalam arti subyektif ini objektif dalam arti kepatutan dan
merupakan sikap batin atau suatu masuk akal (redelijkheid en
keadaan jiwa. Berdasarkan pasal 1338 billijkheid) sebagai penguji jika salah
(3) KUH Perdata, kejujuran (itikad satu pihak mengatakan sudah
baik) tidak terletak pada keadaan jiwa bertindak jujur namun ternyata ia
28
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum
Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm.
57.
29 30
Ridwan Khairandy, Op.Cit, hlm. 181. Herlien Budiono, Op.Cit., hlm. 322.
lawan janji apa yang menjadi haknya kualitas teknis dan taktis aparat
dan tidak mencari–cari celah untuk penyidik. Lemahnya koordinasi
melepaskan diri dari apa yang telah penyidikan mengakibatkan
diperjanjikan berdasarkan kepatutan terjadinya tarik-menarik
dan kerasionalan. kewenangan dalam penyidikan
Dengan adanya pengaturan tindak pidana korupsi terutama
itikad baik secara limitatif tersebut, yang melibatkan personel
hakim mempunyai standar dalam Kepolisian, Kejaksaan dan KPK
menilai ada tidaknya itikad buruk dari yang menciptakan situasi
penggugat yang ingin membatalkan disharmonis antar lembaga
putusan arbitrase. Jika permohonan penegak hukum dan berujung
pembatalan putusan arbitrase terjadinya pelambatan
dilakukan dengan melakukan tipu penyelesaian perkara tindak
daya, kelicikan, mengada-ngada dan pidana korupsi sehingga
melakukan cara-cara yang tidak patut implementasi koordinasi
dalam pandangan hukum dan sosial, penyidikan terhadap tindak
maka hakim harus menolak pidana korupsi belum sesuai
permohonan tersebut sehingga dengan asas peradilan cepat,
putusan arbitrase dapat segera sederhana dan biaya ringan
dilaksanakan. yang mensyaratkan adanya
sinkronisasi atau keserempakan
C. SIMPULAN
dan keselarasan dalam
1. Implementasi koordinasi
hubungan antar penegak hukum
penyidikan tindak pidana
(structural syncronization).
korupsi antar lembaga penegak
2. Penyidikan tindak pidana
hukum belum berjalan
korupsi selama ini hanya
maksimal karena adanya ego
memberi ruang koordinasi
sektoral yang memicu
kepada penyidik dan penuntut
disintegrasi dan melahirkan
umum tetapi tidak dengan
rivalitas antar institusi penegak
dengan hakim Tipikor.
hukum serta dipengaruhi
Ketiadaan koordinasi dan