Anda di halaman 1dari 5

TTINGKAT KESADARAN

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-


teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang


lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini
bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6
tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah


(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)


Cara pemeriksaan nervus cranialis :

a. N.I : olfaktorius (daya penciuman) : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang
dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)

b. N.II : optikus (tajam penglihatan) : dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.

c. N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata) : tes
putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.

d. N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam) : sama seperti N.III

e. N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks
kedip) : menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas
pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan
air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.

f. N.VI : abducend (deviasi mata ke lateral) : sama seperti N.III.

g. N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah) : senyum, bersiul,
mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan
lidah untuk membedakan gula dengan garam.

h. N.VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan) : tes webber dan rinne.

i. N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah) : membedakan rasa manis dan asam
(gula dan garam).

j. N.X : vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan
ludah / air, disuruh mengucap “ah…!”.

k. N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) : palpasi dan catat
kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien
memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.

l. N.XII : hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari
sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien
melawan tekanan tadi.

Anda mungkin juga menyukai