Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa masuknya Islam di
Indonesia, Kennet W. Morgan menerangkan bahwa berita yang dapat
dipercaya tentang islam di Indonesia yang mula-mula sekali terdapat
dalam berita Marcopolo. Menurut Marcopolo, penduduk Perlak ketika itu
diislamkan oleh pedagang yang dia sebut kaum Saracen. Menurut
pendapat lain, dalam kesimpulan Andi Faisal Bakti, Islamisasi di
Indonesia telah ada semenjak abad ke-13, 16, dan 17. Cara penyebaran
Islam pun tatkala itu yaitu dengan cara perdagangan, pendidikan,
perkawinan, tasawuf dan kesenian.
Adapun juga beberapa kerajaan Islam yang berhasil berdiri di
Indonesia antara lain, Kerajaan Islam Samudera Pasai, Kerajaan Islam
Demak, Kerajaan Islam Mataram, Kerajaan Islam Banjar, Kerajaan Islam
Banten dan lain-lain.
Semoga dengan makalah ini bisa memberikan pengetahuan yang
tentunya menambah wawasan bagi pembacanya dan juga kami sebagai
penulis makalah berharap juga kepada para pembaca baik itu kritikan
ataupun saran yang bertujuan untuk menjadi lebih baik untuk kedepannya
bagi kami para penulis dalam pembuatan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kedatangan Islam di Indonesia?
2. Apa saja sumber-sumber berita masuknya agama dan kebudayaan Islam
di Indonesia?
3. Bagaimana penyebaran Islam di Indonesia?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui teori kedatangan Islam di Nusantara
2. Mengetahui sumber-sumber berita masuknya agama dan kebudayaan
Islam di Indonesia
3. Mengetahui penyebaran Islam di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI KEDATANGAN ISLAM DI NUSANTARA
Suatu kenyataan bahwa datangnya Islam ke Indonesia di lakukan secara
damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dalam beberapa
kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam
batas tertentu di sebabkan oleh pedagang , kemdian dilanjutkan oleh guru agam
(da`i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah pertama
itu tidak bertendensi apa pun selain bertanggung jawab menunaikan kewajiban
tanpa pamrih, sehingga nama mereka berlalu begitu saja. Tidak ada catatan
sejarah atau prasasti pribadi yang sengaja dibuat mereka untuk mengabadikan
peran mereka, ditambah lagi wilayah indonesia yang sangat luas dengan
perbedaan kondisi dan situasi. Oleh karena itu wajar kalau terjadi perbedaan
pendapat tentang kapan, dari mana, dan di mana pertama kali islam datang ke
Nusantara. 1
Islam sudah masuk ke Indonesia mulai abad ke-7 dan telah dianut
sebagian besar orang Indonesia, baik sebagai agama maupun sebagai hukum.
Setelah masuknya agama Islam, selalu ada pegawai khusus yang mempunyai
keahlian dalam hukum Islam, yang kadang-kadang menangani urusan mu’amalah,
iddah, hadhanah, waris, dan lainnya, pegawai yang berlaku untuk seluruh
masyarakat Indonesia. secara ideologis dan politis, hukum Islam sudah ada di
Indonesia sejak abad ke-8 Masehi.
Dalam kesimpulan Andi Faisal Bakti, Islamisasi di Indonesia telah ada
semenjak abad ke-13, 16, dan 17. Berikut ini kutipannya (terjemahan bebas) :
“.... Pasai, negara Islam telah berdiri pada abad ke-13. Perkembanganyang
signifikan terjadi pada akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17, dengan berdirinya
beberapa negara Islam, seperti Aceh, Banten, Mataram, Gowa-Tallo, Ternate,
danTidore. Penggunaan “sultan” (sultan Arab) adalah simbol nyata Islam yang
dipakai oleh beberapa raja, seperti:
1. Sultan Iskandar Muda; Sultan Iskandar Thani – Aceh
1
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 7-8
3
2. Sultan Ageng Tirtayasa – Banten
3. Sultan Hasanuddin – Gowa Tallo
4. Sultan Agung – Mataram
5. Sultan Baabullah – Ternate
Pada periode ini juga muncul beberapa ulama Islam, seperti Hamzah
Fansuri, Syams Ad-Din As-Sumatrani, Abd Ar-Rauf As-Sinkili yang
menyebarkan Islamdari Aceh, Syekh Abu Yusuf dari Makassar ke Banten, dan
Wali Songo di Jawa. Dari mereka inilah, Islam lokal dibuka...).2
Kedatangan Islam di wilayah Nusantara tidaklah bersamaan. Demikian pula
dengan kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatangi mempunyai situasi
politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada masa kerajaan Sriwijaya
mengembangkan kekuasaanya sekitar abad ke-7 M, dan ke-8 M., kegiatan
kerajaan Islam dibawah Bani Umayyah dibagian barat maupun kerajaan Cina
pada masa T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara
menyebabkan berkembangnya pelayaran dan perdagangan yang bersifat
internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur.
Islam telah menyebar dari Timur Tengah menuju Asia Tengah dan dari
Afganistan menuju India maka Islam menyebar dari berbagai wilayah India dan
Arabian ke Semenanjung dan kepulauan Indonesia pada akhir abad ke-13, 14, dan
15.3
Berikut disampaikan sebagian orang-orang yang berjasa dalam syiar Islam, yakni:
a. Masuknya Islam melalui Pedagang Gujarat
Keberadaan para pedagang Gujarat itu bertolak dari catatan perjalanan
Marcopolo, yang mengatakan bahwa selama kunjungannya ke Pureula,tahun 1292
M,ia telah menyaksikan banyak pedagang asal Gujarat giat menyiarkan agama
Islam. Pendapat itu diperkuat dengan adanya batu nisan Sultan Malik ash-Sholeh.
b. Masuknya Islam melalui Pedagang Persia
Pendapat ini didukung oleh Umar Amin Husein,dengan alasan bahwa di
Persia ada suku yang bernama Laren dan Jawi. Kemungkinan para pedagang dari
2
Andi Faisal Bakti. Islam and Nation Formation in Indonesia. Jakarta: Logos, 2000,hlm. 156-157.
3
Dedi Supriyadi, M.Ag. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: pustaka setia, 2008
4
dua duku inilah yang mengajarkan huruf Arab di Pulau Jawa yang dikenal dengan
huruf Pegon.ahli lain yang mendukung pendapat ini adalah Hossein
Djajadiningrat yang mengatakan bahwa terdapat pasangan dalam bahasa Arab
yang disebut Jabar Jer. Istilah ini termasuk bahasa Iran yang dalam bahasa Arab
disebut fathah kasrah. Selain itu, di sebagian wilayah Nusantara terdapat tradisi
Muharram, yang dihubungkan dengan Hussein putra Sayyidina Ali ra meninggal
di Karbala. Di Persia, upacara peringatan meninggalnya Hussein ini ditandai
dengan mengarak peti yang disebut tabut. Oleh karena itu, bulan Muharram
dikenal juga dengan sebutan bulan tabut dan diramaikan dengan perayaan yang
semisal, oleh masyarakat antara lain Aceh dan Minangkabau. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh Persia.
c. Masuknya Islam melalui Pedagang Arab
Pendapat ini datang antara lain dari Hamka,menurutnya : (1) Raja-Raja
Samudera Pasai menganut madzab Syafi’i. Penganut madzayafi’I terbesar saat itu
adalah masyarakat Mesir. Dan Makkah. Bila agama Islam yang masuk di
Nusantara berasal dari Persia tentu banyak masyarakat Indonesia yang menganut
faham Syiah seperti di Persia. Atau bermadzab Hanafi, seperti di India;(2) Gelar
al-Malik yang digunakan oleh raja-raja Samudera Pasai, berasal dari Mesir.
Sedangkan gelar Syah yang berasal dari Persia, baru digunakan oleh raja-raja
Malaka pada awal abad ke-15 M.4
d. Menurut Sarjana muslim kontemporer
Sarjana muslim kontemporer seperti Taufik Abdulah menurut pendapatnya
memang benar islam sudah datang ke Indonesia sejak abadd pertama Hijriyah
atau abad ke-7 atau 8 masehi, tetapi baru di anut oleh para pedagang timur tengah
di pelabuhan-pelabuhan. Barulah islam masuk secara besar-besaran dan
mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan
Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibu kota
Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran Baghdad menyebab kan pedagang muslim
4
Taufik Abdullah(ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991) hal 39
5
mengalihkan aktivitas perdagangan ke aras Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia
Tenggara. 5
Banyak juga teori yang menjelaskan mengenai kedatangan islam di
indonesia, baik dari sisi waktu, pembawa, tempat dan cara-cara atau metode yang
dipergunakan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa agama islam telah masuk
ke Indonesia sejak masa-masa awal perkembangan Islam disekitar abad ke-7M/
abad ke-1H, dan langsung dari Arab atau Persia. Namun ada pula yang
mengatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia baru terjadi pada abad ke-
11M/5H. Bahkan ada juga yang berpendapat Islam masui ke Indonesia pada abad
ke-13M dan berasal dari Gujarat atau India. Teori-teori tersebut memiliki landasan
dan argumentasi masing-masing, sehingga antara satu teori dengan teori lainnya
sebenarnya tidak bertentangan, melainkan menjadi pelengkap dari berbagai teori
yang ada.
Diantara para ahli yang mengatakan bahwa agama Islam telah datang ke
Indonesia (Nusantara) sejak masa awal-awal perkembangannya di Timur Tengah
antara lain adalah Thomas W. Arnold, Azyumardi Azra, Hamka, Uka
Tjandrasasmita, A. Hasyim, dan lain-lain.
Para ahli mengatakan bahwa berdasarkan data yang dicatat oleh pendeta
Budha Cina bernama I-Tsing, yang melakukan perjalanan dari Canton menunu
India dengan menggunakan kapal Po-sse dan singgah di Bhoga (diduga
Palembang, Sumatera Selatan) bahwa sekitar tahun 674M Arab atau Persia
muslim, yang disebutnya sebagai komunitas Ta-Shih dan Po-sse. Mereka
umumnya adalah para pedagang yang telah lama menjalin hubungan perdagangan
dengan kerajaan Sriwijaya. Karena hubungan itu dianggap saling menguntungkan,
maka Sriwijaya memberikan daerah khusus bagi pedagang tersebut.
Selain data tersebut, Azyumardi menemukan adanya indikator lain berupa
kata bersila. Kata ini menunjukkan bahwa tradisi itu bukan berasal dari tradisi
keraton, tetapi berasal dari tradisi Arab atau Persia yang egaliter. Sebab, kalau kita
lihat dari tradisi keraton, bilamana seseorang ingin bertemu dengan raja, maka
orang tersebut harus merangkak ke depan dan ketika berhadapan dengan raja, ia
5
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 9
6
harus bersujud. Dalam tradisi Arab Islam, sujud hanya diperbolehkan di hadapan
Allah, bukan di hadapan makhluk-Nya.
Berdasarkan teori itu, dapat dipahami bahwa sebenarnya agama Islam telah
datang ke wilayah Nusantara sejak abad ke-7M atau abad ke-1H. Agama Islam ini
langsung dibawa oleh para saudagar dan mubaligh yang berasal dari negeri Arab
atau Persia.
Pendapat kedua, mengatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia baru
terjadi sekitar abad ke-11M / abad ke-5H. Data ini didasari atas temuan arkeologis
berupa batu nisan. Bukti arkeologis tersebut kebanyakan ditemukan di daerah
jalur perdagangan internasional serta jalur persimpangan. Batu nisan tertua yang
ditemukan di Indonesia berupa batu nisan kuburan Fatimah binti Maimun bin
Hibatullah yang wafat pada tanggal 7 Rajab 475H / Desember 1082M. Bentuk
nisan dan tulisannya sama dengan batu nisan Ahmad bin Abu Ibrahim bin Arradh
Rahdar alias Abu Kamil (w. Kamis Malam, 29 Shafar 431H / 1039M) yang
ditemukan di Phanrang, Vietnam. Pada kedua batu nisan tersebut terdapat
kaligrafi Arab dengan jenis huruf Kufi bercorak Timur Tengah, yaitu dengan
tanda hiasan bentuk kali atau lengkungan pada bagian ujung yang tegak. Gaya
huruf Kufi seperti itu berkembang di Persia pada akhir abad ke-10M.
Berdasarkan data arkeologis ini, maka dapat dipikirkan bahwa pesisir Utara
Jawa Timur, khususnya di Leran, Gresik, telah terdapat sekelompok komunitas
muslim yang berasal dari Timur Tengah. Dengan kata lain, Isam masuk ke
Indonesia berasal dari Timur Tengah yang dibawa oleh para sudagar dan
mubaligh Arab atau Persia muslim.
Sementara teori lain, terdapat teori lain yang mengatakan bahwa agama
Islam masuk ke Nusantara(Indonesia) sekitar abad ke-13M dan berasal dari
Gujarat , India. Teori ini didasari atas data-data arkeologis berupa batu nisan pada
makam raja Malikus Saleh yang ditemukan di kerajaan Islam Samudera Pasai.
Batu nisan ini bertuliskan angka tahun 686H/1297M. Berdasarkan hasil
penelitian arkeologis, batu nisan ini berasal dari Gujarat India, dan jenis batu ini
sering dipergunakan oleh pemeluk Hindu Gujarat untuk membangun kuil-kuil
7
mereka, selain sebagai barang dagangan. Hubungan dagang antara Samudera
Pasai terus berlanjut, hingga kedua bangsa ini memeluk Islam.
Teori ini diperkuat oleh pendapat Christian Snouck Hurgronye. Snouck
mengatakan bahwa agama Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M berasal
dari Gujarat, India. Teori ini didasari atas data-data arkeologis berupa batu nisan
pada makam raja Malikus Saleh yang ditemukan di kerajaan Islam Samudera
Pasai. Batu nisan ini bertuliskan angka tahun 686 H/1297 M. Berdasarkan hasil
penelitian arkeologis, batu nisan ini berasal dari Gujarat India, dan jenis batu ini
sering di pergunakan oleh pemeluk Hindu Gujarat untuk membangun kuil-kuil
mereka, selain sebagai barang dagangan. Hubungan dagang antara Samudera
Pasai terus berlanjut, hingga kedua bangsa ini memeluk Islam.
Teori ini diperkuat oleh pendapat Christian Snouck Hurgronye. Snouck
mengatakan bahwa agama Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dan
berasal dari Gujarat, India. teori ini didasari atas hasil analisisnya mengenai
adanya unsur-unsur lokal berupa animisme dan dinamisme yang terdapat dalam
ajaran Islam pada masa itu.
Menurutnya, ajaran Islam yang diterima oleh pemeluknya di Indonesia,
telah tercemar oleh ajaran mistisisme. Lebih jauh Snouck menggambarkan hal
tersebut dengan aliran air sungai yang mengalir. Indonesia digambarkannya
sebgai hilir, tempat air sungai berhenti. Sementara Arab, Timur tengah
digambarkannya dengan hulu sungai. Kalau agama Islam datang dari Arab, maka
ajaran yang diterima masyarakat masih murni. Tetapi kenyataannya, ajaran Islam
yang dianut masyarakat Muslim Indonesia pada masa itu telah tercemar oleh
tradisi lokal berupa ajaran animisme dan dinamisme yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad di Mekkah dan Madinah.
Meskipun teori ini tidak begitu kuat, banyak ahli atau sejarawan Indonesia
yang berpedoman pada teori ini. Hal itu didasari atas kenyataan sejarah bahwa
masih banyak sejarawan Indonesia yang mampu mengungkap data-data penting
yang diambil dari manuskrip yang banyak terdapat di Indonesia. meskipun begitu
8
teori ini menjadi pelengkap dari beberapa teori yang telah dikemukakan para ahli
sejarah Indonesia.6
B. Sumber-sumber berita masuknya agama dan kebudayaan Islam di
Indonesia
1. Sumber-sumber luar negeri
Berita Arab : para pedagang Arab telah datang ke Indonesia sejak masa
kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di
Indonesia bagian barat termasuk selat malaka pada masa itu.
Berita Eropa : berita ini datangnya dari Marcopolo. Ketika suatu saat dia
ditugaskan untuk mengantar puterinya yang dipersembahkan kepada Kaisar
Romawi
Berita India : berita ini menyebutkan bahwa para para pedagang India dari
Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Berita Cina : berita ini berhasil diketahui melalui catatan dari ma-huan,
seorang penulis yang mengikuti perjalanan laksamana cheng-ho. Ia menyatakan
melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar
Islam yang bertempat tinggal di pantai utara pulau Jawa.
2. Sumber dalam negeri
a. islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, sailng
menghormati dan tolong menolong.
b. islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama,
kecuali takwanya.
c. islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Es, Maha
Pengasih dan Penyayang dan mengharamkan manusia saling berselisih,
bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
d. islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan
tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap
sesama manusia tanpa pilih kasih.
C. Penyebaran Agama Islam di Indonesia
6
Dr. Murodi, MA, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Karya Toha Putra, 2006), hal 45
9
Seperti ditegaskan pada bagian terdahulu bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia terjadi secara periodik, tidak sekaligus. Pada bagian ini akan diuraikan
mengenai penyebaran Islam dan media yang dipergunakan oleh para pedagang
dan muballigh dalam penyebaran Islam di Indonesia. paling tidak terdapat
beberapa cara yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti
perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan Tasawuf. Berikut uraian
singkat mengenai hal tersebut.
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di
Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan
lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas
perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa
Arab, Persia, India, Cina, dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam
perdagangan di negeri-negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamiisasi melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan,
karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitasperdagangan tersebut.
Bahkan mereka menjadi pemilik kapal saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini
dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires
bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di Pesisir pulau Jawa yang
ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid
dan mendatangkan mullah-mullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin
bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka
menjadi penduduk Muslim yang kaya raya.
Pada beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-
bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk
Islam. Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam
negeri yang tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi
dengan para pedagang muslim. Hubungan ekonomi perdagangan ini sangat
menguntungkan secara meterial bagi mereka, yang pada akhirnya memperkuat
posisi dan kedudukan sosial mereka dimasyarakat Jawa. Kemudian dalam
10
perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan
ditempat tinggal mereka.
Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim
sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam setiap muslim memiliki
kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa
paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi
dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh dalam
aktivitas perdagangan, banyak diantara mereka yang memeluk Islam. Karena pada
saat itu, jalur jalur strategis perdagangan Internasional hampir sebagian besar
dikuasai oleh para pedagang muslim. Oleh karena itu, bila para penguasa lokal di
Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional , maka mereka
harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering
berinteraksi dengan para pedagang muslim.
2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini
menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik
menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum
Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus di Islamkan terlebih dahulu.
Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses
pengislaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara
atau ritual rumit lainnya.
Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri.
Keislaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial
dan ekonomi cukup tiggi. Sebab, mereka bukan lagi orang Jawa atau Indonesia
yang kafir, tapi muslim yang kaya dan berstatus sosial. Kemudian setelah mereka
memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampung-
kampung dan pusat-pusat kekuasan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang
dikawini oleh keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan
tersebut harus diisamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi
11
keluarga muslim dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di
Masyarakat.
Jalur perkawinan ini lebil menguntungkan lagi apabila terjadi antara
saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena
raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya,
sehingga mempercepat proses Islamisasi. Di antara salah satu contoh yang dapat
dikemukakan di sini adlah perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel
dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten,
Briwijaya dengan Puteri Campa, orang tua Raden Patah, raja kerajaan Islam
Demak dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan.
Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa
pesantren. Pada lembaga inilah para ulama memberi pengajaran keilmuan Islam
melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri yang mempelajari
keilmuan Islam mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik. Setelah
mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung halaman untuk
mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan
demikian, semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami perkembangan,
baik dari segi jumlah maupun mutunya.
Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan kelas,
siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan
keagamaan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini. Dengan
demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah memainkan peran yang
cukup penting didalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat, sehingga
banyak masyarakat yang kemudian tertarik masuk Islam.
Diantara lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal
Islam di Jawa adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel
Denta. Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui
batas pulau Jawa hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku,
terutama Hitu, banyak yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar
12
ilmu agama Islam. Bahkan Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke
Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak diantara mereka yang
menjadi Khatib, Muadzin, Hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan
memperoleh imbalan cengkeh.
Dengan cara-cara seperti itu,maka agama Islam terus tersebar keseluruh
penjuru nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi
muslim. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang
tidak mengenal kelas menjadi media penting didalam proses penyebaran Islam di
Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan
keagamaan pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.
4. Tasawuf
Media lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di
Indonesia adalah Tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi
terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang
tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar Tasawuf atau
para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka menghayati
kemiskinan, mereka juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka
mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat Islam. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan
menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para
bangsawan setempat.
Dengan Tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk
pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya
memeluk agama Hindu, sehingga ajaran islam dengan mudah diterima mereka.
Diantara para sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan
alam pikiran Indonesia pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut
bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui
pertunjukan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang
13
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi
dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta
kepada para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimah syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan
Mahabarata, tetapi muatannya berisi ajaran islam dan nama-nama pahlawan
muslim.
Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di
indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik,
dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilakan dari perkembangan Islam awal
adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kesepuhan,
Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang
ada, merupakan bentuk akultrasidari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada
sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang
dapat kita saksikan hingga kini adalah masjid Kudus dengan menaranya yang
sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran
Islam di Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara
damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif
untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi
yang dilakukan oleh para muballigh, sehingga lambat laun mereka memeluk
Islam. 7
7
Uka Tjandrasamita, Sejarah Nasional III, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1976) hlmn 86
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beragam teori tentang masuknya Islam ke Indonesia, Kennet W.
Morgan menerangkan bahwa berita yang dapat dipercaya tentang islam di
Indonesia yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marcopolo.
Menurut Marcopolo, penduduk Perlak ketika itu diislamkan oleh pedagang
yang dia sebut kaum Saracen.Banyak juga teori yang menjelaskan
mengenai kedatangan islam di indonesia, baik dari sisi waktu, pembawa,
tempat dan cara-cara atau metode yang dipergunakan. Terdapat teori yang
mengatakan bahwa agama islam telah masuk ke Indonesia sejak masa-
masa awal perkembangan Islam disekitar abad ke-7M/ abad ke-1H, dan
langsung dari Arab atau Persia. Namun ada pula yang mengatakan bahwa
agama Islam masuk ke Indonesia baru terjadi pada abad ke-11M/5H.
Bahkan ada juga yang berpendapat Islam masui ke Indonesia pada abad
ke-13M dan berasal dari Gujarat atau India.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bakti, Andi Faisal. 2000. Islam and Nation Formation in Indonesia. Jakarta:
Logos
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia
Murodi. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Karya Toha Putra,
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Abdullah, Taufik. 1991. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: MUI
Tjandrasamit Uka. 1976. Sejarah Nasional III. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
16