Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM BLUES DAN SENAM NIFAS

Dosen:

DR. APRINA, S.Kp.,M.Kes

Disusun oleh :

1. Arlena (1714401008)
2. Meysi Nur (1714401025)
3. Fitri Andriyani (1714401040)
4. Desi Maharani (1714401047)

Tingkat 2 / Reguler 1

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Segalapujidansyukurkepada Tuhan Yang Maha Esa karenaatasberkatrahmatdankarunia-


Nya makalahmatakuliahKeperawatanMaternitasinidapatdiselesaikan.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliahKeperawatanMaternitas. Adapun isi dari makalah yaitu menjelaskan
tentangasuhankeperawatan postpartum blues dansenamhamil. Penyusun berterima kasih kepada
DR. APRINA. S.Kp,.M.Kes selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas yang telah
memberikan arahan serta bimbingan, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu baik
langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena
keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan
saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih
baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Bandar Lampung, 28 Januari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................2


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Post Partum Blues .............................................................................................................3


2.2 SenamNifas .......................................................................................................................4

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................20
3.2 Saran ...............................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................21


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah
menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin
yang disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB)
atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau
pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Senam nifas
adalah senam yang di lakukan pada saat seorang ibu menjalani masa nifas atau masa setelah
melahirkan (Idamaryanti,2009).Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat
mungkin setelah melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan
dan persalinan dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula (Ervinasby,2008).Senam
nifas dapat di mulai 6 jam setelah melahirkan dan dalam pelaksanaanya harus dilakukan
secara bertahap, sistematis dan kontinyu (Alijahbana,2008).
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud post partum blues ?
2 Bagaimana etiologi post partum blues ?
3 Bagaimana manifestasi klisnis post partum blues ?
4 Bagaimana cara mencegah post partum blues ?
5 Bagaimana asuhan keperawaatan post partum blues ?
6 Apa yang dimaksud senam nifas ?
7 Apa manfaat senam nifas ?
8 Apa kerugian tidak melakukan senam nifas ?
9 Bagaimana cara melakukan senam nifas ?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat agar mahasiswa dapat memahami materi tentang post partum
blues dan senam nifas
b. Tujuan Khusus
1 Mahasiswa memahami definisi post partum blues
2 Mahasiswa memahami etiologi post partum blues
3 Mahasiswa memahami manifestasi klisnis post partum blues
4 Mahasiswa memahami cara mencegah post partum blues
5 Mahasiswa memehami asuhan keperawaatan post partum blues
6 Mahasiswa memahami definisi senam nifas
7 Mahasiswa memahami manfaat senam nifas
8 Mahasiswa memahami apa saja kerugian tidak melakukan senam nifas
9 Mahasiswa memahami bagaimana cara melakukan senam nifas ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis
referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang
disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau
sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan
afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase
taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan
sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga
tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi
masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak
nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang
mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami
dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat
bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan
mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Baby
blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau
kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya
dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat
persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen
dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.
Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan
estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang
berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang
tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-
kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang
tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,
problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai
12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan
depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami
peristiwa kehidupan yang menakan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh
beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen
(1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi
medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi
postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk
punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca
melahirkan juga dapat dianggap pemicu.

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala
tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan
sikap tersebut diantaranya sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak
mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung
(iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap
hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat
keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan ,
insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya
akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih
berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada
gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa
angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala
tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian
yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
5. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu
memperhatikan si ibu
b. Menu makanan yang seimbang
c. Olah raga secara teratur
d. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
e. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
f. Rekreasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post
partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa
(fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar
tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan
pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner
dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama
7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner
ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan
jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang
dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12
(dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian
post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda,
Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca
salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak
ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah
melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar
mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-
sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat
atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan
mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan
penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-
partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan
dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.
Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa
gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka
mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya
dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk
kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang
tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat
sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang
proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-
masatersebutsertapenanganannya. Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar
tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan,
ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi,
membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan
kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-
bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan
mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat
perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari
gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang
spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat
perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-
lain
2. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu
sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa
karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua
tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi
orang tua.
3. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi
perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku
seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang
baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri
atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
4. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua
dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini
kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk
menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau
kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda
yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat
orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan
mereka.
5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang
tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika
mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan
untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi
emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka
dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif
terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat
merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat
anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang
menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang
disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk
dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya
sebagai anak yang sehat dan gembira.
6. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan
anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan
mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu
merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
a. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
kelahiran).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa
dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu
matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah :
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan
atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi,
tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
d. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil
pada ibu
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis (sangat gembira,
ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan
kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri
muncul ke permukaan.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran
jaringan atau distensi,efek-efekhormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan
vasodilatasi.
4) Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada
jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung
pada perineum.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat
karena pelepasan oksitosin.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan
teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana
perawatan.
2) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman
menyusui dengan berhasil.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan
putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau
mengganggu keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka,
memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya
menyusu.
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam
Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ).
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan
peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru
lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar
belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber-sumber pendukung, yang
mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
2) Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin
dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman
selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka
sendiri menjadi model peran.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran
pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan
emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau
pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu
dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang
diharapkan.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ;
selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
8) Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap
aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah
menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan
perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
d. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi
orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem
pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu
dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien
tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan
keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan
menyusui.
2) Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari
pengalaman fantasi.
3) Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-
3 pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi
ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa
setelah melahirkan.
4) Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan
rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
5) Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran
baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari.
6) Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang
kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan
mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
7) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua,
pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala –
gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan
kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam,
meningkatkan tingkat kelelahan.
2) Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.
3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta
tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
4) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan
refleks secara psikologis.
5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk
mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak
mengenal sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan
alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
1) Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan
klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan
tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan bayi.
2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat
untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan
fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan
berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
4) Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi
dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan
minggu ke-6.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif,
memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja
sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan
terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan
menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
2) Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu
mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
3) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode
pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami,
menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
4) Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang
bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan
penggantian atau penolakan.
5) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan
anak.
4. Implementasi
Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-
intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap
implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon
pasien terhadap asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu
meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan keluarga akan
mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika
kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi
masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat.

2. 1. Senam nifas
Senam nifas adalah senam yang di lakukan pada saat seorang ibu menjalani masa nifas
atau masa setelah melahirkan (Idamaryanti,2009).Senam nifas adalah latihan gerak yang
dilakukan secepat mungkin setelah melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan
selama kehamilan dan persalinan dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula
(Ervinasby,2008).Senam nifas dapat di mulai 6 jam setelah melahirkan dan dalam
pelaksanaanya harus dilakukan secara bertahap, sistematis dan kontinyu (Alijahbana,2008).

A. Tujuan senam nifas


a. Memperlancar terjadinya proses involusi uteri (kembalinya rahim ke bentuk semula).
b. Mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan pada kondisi semula
c. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul selama menjalani masa nifas.
d. Memelihara dan memperkuat kekuatan otot perut, otot dasar panggul, serta otot
pergerakan.
e. Memperbaiki sirkulasi darah, sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan, tonus otot
pelvis, regangan otot tungkai bawah.
f. Menghindaripembengkakan pada pergelangan kaki dan mencegah timbulnya varises
B. Manfaat senam nifas
a. Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami trauma
serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut kebentuk normal.
b. Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar diakibatkan kehamilan.
c. Menghasilkan manfaat psikologis menambah kemampuan menghadapi stress dan
bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.

C. Syarat senam nifas


a. Untuk ibu melahirkan yang sehat dan tidak ada kelainan.
b. Senam ini dilakukan setelah 6 jam persalinan dan dilakukan di rumah sakit atau
rumah bersalin, dan diulang terus di rumah

D. Kerugian Bila Tidak Melakukan senam nifas


a. Infeksi karena involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat
dikeluarkan.
b. Perdarahan yang abnormal, kontraksi uterus baik sehingga resiko perdarahan yang
abnormal dapat dihindarkan
c. Trombosis vena (sumbatan vena oleh bekuan darah)
d. Timbul varises.

E. Cara melakukan senam nifas


a. Latihan senam nifas
1. Hari pertama, sikap tubih terlentang dan rileks, kemudian lakukan pernafasan perut
diawali dengan mengambil nafas melalui hidung dan tahan 3 detik kemudian buang
melalui mulut, Lakukan 5-10 kali.
Manfaat: Setelah melahirkan peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal.
Latihan pernafasan ini ditujukan untuk memperlancar peredaran darah dan pernafasan.
Seluruh organ-organ tubuh akan teroksigenasi dengan baik sehingga hal ini juga akan
membantu proses pemulihan tubuh
2. Hari kedua, sikap tubuh terlentang, Kedua tangan dibuka lebar hingga sejajar dengan
bahu kemudian pertemukan kedua tangan tersebut tepat di atas muka. Lakukan 5-10 kali.
Manfaat : Latihan ini di tujukan untuk memulihakan dan menguatkan kembali otot-otot
lengan.
3. Hari ketiga, sikap tubuh terlentang, kedua kaki agak dibengkokkan sehingga kedua
telapak kaki berada dibawah. Lalu angkat pantat ibu dan tahan hingga hitungan ketiga
lalu turunkan pantat keposisi semula.Ulangi 5-10 kali.
Manfaat : Latihan ini di tujukan untuk menguatkan kembali otot-otot daar panggul yang
sebelumnya otot-otot ini bekerja dengan keras selama kehamilan dan persalinan.
4. Hari keempat, tidur terlentang dan kaki ditekuk ± 45°, kemudian salah satu tangan
memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu ± 45° dan tahan hingga hitungan ketiga.
Manfaat : Latihan ini di tujukan untuk memulihakan dan menguatkan kembali otot-otot
punggung.
5. Hari kelima, tidur terlentang, salah satu kaki ditekuk ± 45°, kemudian angkat tubuh
dan tangan yang berseberangan dengan kaki yang ditekuk usahakan tangan menyentuh
lutut. Gerakan ini dilakukan secara bergantian hingga 5 kali.
Manfaat : Latihan ini bertujuan untuk elatih sekaligus otot-otot tubuh diantaranya otot-
otot punggung, otot-otot bagian perut, dan otot-otot paha
6. Hari keenam, Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki sehingga paha membentuk
90° lakukan secara bergantian hingga 5 kali.
Manfaat : Latihan ini ditujukan untuk menguatkan otot-otot di kaki yang selama
kehamilan menyangga beban yang berat. Selain itu untuk memperlancar sirkulasi di
daerah kaki sehingga mengurangi resiko edema kaki.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada
saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan
estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin setelah melahirkan,
supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan dan persalinan dapat kembali
kepada kondisi normal seperti semula
1.2 Saran

Semoga dengan membaca makalah ini mahasiswa mampu memahami tentang post
partum blues dan senam nifas
DAFTAR PUSTAKA

Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan – Nanda 2005-2006. Prima Medika : Jakarta
Http://Www.Scribd.Com/Doc/23775250/Depresi-Post-Partum
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Bidankusholihah.blogspot.com/2009/04/kebutuhan-dasar-ibu-nifas-dan-menyusui.html diunduh
tgl 21 okt.2010,10.13 AM

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/kebutuhan-dasar-ibu-nifas-latihan senam.html

Anda mungkin juga menyukai