Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PATOLOGI

INFLAMASI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


PATOLOGI
Dosen : Lisana Sidqi Aliya,s.Farm.,M.Biomed.,Apt

Disusun Oleh :

Meidinda Ayu Putri (15330127)


Rizka Hannum Lubis (15330129)
Brilliany Chairunnisa (15330149)

Kelas : A

PROGRAM STUDI FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kekuatan dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak
agar kita tidak merasa kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-Nya
yang setia sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul “INFLAMASI ” ini, disusun sebagai salah satu tugas mata

kuliah Patologi di Fakultas Farmasi Institut Sains Dan Tekhnologi Nasional . Dalam

penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran,

serta dorongan dari berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala yang begitu banyak.

Akhir kata semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis,
Amin yarobbal ‘alamiin.

Jakarta, September
2018

,
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

2.1 Definisi Inflamasi ...................................................................................... 3

2.2 Penyebab Inflamasi .................................................................................. 3

2.3 Patofisiologi Inflamasi .............................................................................. 4

2.4 Pola Morfologi Inflamasi Akut ............................................................... 9

2.5 Manifestasi Klinik Inflamasi ................................................................... 10

2.6 Sel-Sel yang Terlibat dalam Peradangan Akut dan Kronis ................. 11

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap inflamasi atau


peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena inflamasi dapat
menyebabkan keadaan yang menggelisahkan. Tetapi inflamasi sebenarnya adalah
gejala yang menguntungkan dan merupakan suatu pertahanan, yang hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan
nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan
pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi inflamasi secara dramatis diperlihatkan
dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi inflamasi
yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan
yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi inflamasi. Dalam hal ini, ,
ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau
infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya.
Reaksi inflamasi itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan
baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi inflamasi, maka
jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah
jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan
sirkulasi yang utuh. Jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada
petunjuk adanya reaksi inflamasi, karena untuk timbulnya reaksi inflamasi
diperlukan waktu.
Sebab-sebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting
sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan
demikian, maka infeksi (adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan) hanya
merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan
mudah steril sempurna, seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya
suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan inflamasi, maka
pemahaman proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa
memahami proses ini, orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit
manular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma
atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan,
sperti stroke, serangan jantung dan sebagainya.
Walaupun ada banyak sekali penyebab inflamasi dan ada berbagai keadaan
dimana dapat timbulnya inflamasi, kejadiannya secara garis besar cenderung sama,
hanya saja pada pada berbagai jenis inflamasi terdapat perbedaan secara
kuanntitatif. Oleh karena itu, reaksi inflamasi dapat dipelajari sebagai gejala umum
dan memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dibuat beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian inflamasi?
2. Apa saja penyebab inflamasi?
3. Apa saja patofisologi inflamasi ?
4. Apa pola morfolofi dari inflamasi akut ?
5. Apa manifestasi klinik dari inflamasi ?
6. Apa saja sel-sel yang terlibat dalam pathogenesis inflamasi akut dan kronis ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan yang dapat disampaikan oleh penulis terkait dengan makalah ini,
yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian inflamasi.
2. Untuk mengetahui sebab inflamasi dapat terjadi.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari inflamasi
4. Untuk mengetahui morfologi inflamasi akut
5. Untuk mnegetahui manifestasi klinik inflamasi
6. Untuk mnegetahui sel-sel yang terlibat dalam pathogenesis inflamasi akut
dan kronis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Inflamasi

Inflamasi adalah salah satu respons protektif yang ditunjukan untuk


menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal. Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya
dengan mengencerkan, menghancurkan, atau menetralkan agen berbahaya
(misalnya, mikroba atau toksik) inflamasi kemudian menggerakan berbagai
kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya
jejas. Dengan demikian, infalamasi juga saling terkait erat dengan proses perbaikan,
yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim dan atau
pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa.

Inflamasi terbagi menjadi dua pola besar. Inflamasi akut adalah radang yang
berlangsung reaktif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai
dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik
yang menonjol. Inflamsi kronik berlangsung lebih lama ( berhari – hari sampai
bertahun – tahun )dan ditandai khas dengan influks limfosit dan makrofag disertai
dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan sel parut.

2.2 Penyebab Inflamasi

2.2.1 Penyebab Inflamasi Akut

Contoh penyakit, kondisi, dan situasi yang dapat menyebabkan


peradangan akut meliputi bronkitis akut, kuku yang tumbuh ke dalam
yang terinfeksi, sakit tenggorokan karena pilek atau flu, goresan atau luka
di kulit, latihan intensitas tinggi, apendisitis akut, infeksi kulit, radang
amandel, meningitis infektif, radang dlm selaput lendir, trauma fisik
2.2.2 Penyebab Inflamasi Kronis

Inflamasi kronik terjadi pada keadaan sebagai berikut :


1. Infeksi virus
Infeksi intrasel apa pun secara khusus memerlukan limfosit (dan
makrofag) untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang
terinfeksi.
2. Infeksi mikroba persisten
Disebagian besar ditandai dengan adanya serangkaian
mikroorganisme terpilih, termasuk mikrobakterium ( basilus tuberkel
), Treponema pallidum ( organisme penyebab sifilis ), dan fungus
tertentu. Organisme ini memiliki patogenisitas langsung yang lemah,
tetapi secara khusus dapat menimbulkan respons imun yang disebut
hipersensitivitas lambat, yang bisa berpuncak pada suatu reaksi
granulomatosa.
3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik.
Contohnhya adalah material eksogen yang tidak dapat didegradasi
seperti partikel silika terinhalasi, yang dapat menginduksi respons
radang kronik pada paru, dan agen endogen , seperti komponen lipid
plasma yang meningkat secara kronik, yang berperan pada
aterosklerosis.
4. Penyakit autoimun
Seseorang mengalami respons imun terhadap antigen dan jaringan
tubuhnya sendiri. Karena antigen yang bertanggung jawab sebagian
besar diperbaharui secara konstan, terjadi reaksi imun terhadap
dirinya sendiri yang berlangsung terus menerus ( misalnya : artritis
rheumatoid atau sklerosis multipel).

2.3 Patofisiologi Inflamasi

2.3.1 Patofisiologi Inflamasi Akut

Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri
khas utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda
umum berupa rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor
(pain), Functio laesa (lose of function). bersihkan setiap mikroba dengan
dua proses utama, perubahan vaskular (vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen dan aktivasi selular).
Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa hiperem terjadi
karena tujuan utama : mengirim leukosit ke tempat jejasia yang
memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan
penampakan edema, dan emigrasi leukosit.

1. Hyperaemia

Jejas yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi


arteri lokal (didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar, aliran darah mengalami
perlambatan, dan terjadi bendungan darah yang berisi eritrosit pada
bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti terlihat pada Gambar
1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna merah
(eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini terlihat setelah
10-30 menit.

2. Exudating

Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai


keluarnya protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular
yang disebut eksudasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam
darah terkonsentrasi, viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada
pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang sisebut stasis.

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi


mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan
cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein
plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar,
dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran
limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan
larutan sampai berat jenis 10.000 dalton
3. Eksudat

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis


tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg%
serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun
sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran
darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya

Mekanisme :

1. Protein passage, membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan


permeabilitas antar endothelial. Sinyal kimiawi merangsang kontraksi
endotelial
2. Fluid movement
3. Emigration of leucocyte, penimbunan sel-sel darah putih, terutama
neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting
reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang
bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim
lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh
dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan
penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan
kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil, maupun sel berinti
tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan
menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target.

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan


menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk
agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut
hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian
tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian
tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung
pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat
tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan
endotel.

4. Proses emigrasi leukosit, emigrasi adalah proses perpindahan sel darah


putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama
emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun
pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi
leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel
endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata
5. Kemotaksis, setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak
menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang
terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat
berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih
dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang
berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang
kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang
lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih.
Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma
atau eksogen, misalnya produk bakteri berupa protein maupun
polipeptida
6. Fagositosis, setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan
bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi
oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah
bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel,
disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom,
sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil
menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu
proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme
yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit
yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

2.3.2 Patofisiologi Inflamasi Kronis

Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana


peradangan aktif, kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang
berjalan secara bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya sebagai
kelanjutan radang akut, infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu,
seperti basil tuberkel, treponema pallidum, beberapa virus dan jamur, dan
parasit, terpapat toksik dalam waktu berkepanjangan (endogen maupun
eksogen), dan jika terjadi autoimun, tubuh dikenali sebagai benda asing,
sehingga seakan-akan terdapat benda asing dalam tubbuh secara terus
menerus.

Ciri-ciri dari inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan


peradangan akut, yang dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema,
dan infiltrasi neutrofil, peradangan kronis dicirikan oleh:

1. Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma


2. Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus
mengganggu atau oleh sel-sel inflamasi
3. Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian
jaringan yang rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil
(angiogenesis), dan khususnya, fibrosis
4. Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang
terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.
5. Adanya radang akut yang berulang
6. Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut
klasik akibat dari Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang
mempunyai toksisitas rendah tapi sudah mencetuskan reaksi
imunologik.
7. Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur ( zat nondegradable)
silikosis & asbestosis pada paru
8. Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)

2.4 Pola Morfologi Inflamasi Akut

Tingkah keparahan respon inflamsi, penyebab spesifiknya dan jaringan


khusus yang terlibat, semuanya dapat mnegubah gambaran morfologi dasar
inflamasi akut dan kronik.

1. Inflamasi serosa
Radang ini ditandai dengan keluarnya cairan yang berair dan realtif sedikit
protein ( efusi ) yang bergantung pada tempat jejas dibentuk dari serum
ataupun dari sekresi sel mesotelium yang melapisi rongga peritoneum , rongga
pleura, dan rongga perikard. Lepuh pada kulit yang berasal dari infeksi karena
luka bakar atau virus merupakan contoh yang baik dari efusi serosa, yang
terakumulasi didalam ataupun serta merta di bawah epidermis kulit.
2. Inflamasi fibrosa
Radang ini terjadi akibat jejas yang lebih berat , dengan permeabilitas
vaskularnya yang lebih besar memungkinan molekul yang lebih besar (
khususnya fibrinogen ) dapat melewati barier endotel. Secara histologis,
akumulasi fibrin ekstravaskular tampak sebagai suatu anyaman filamen
eosinofilik, atau terkadang merupakan koagulum amorf. Eskudat fibrinosa
dapat di degradasi melalui fibrinolisis dan debris yang terakumulasi dapat
disingkirkan oleh makrofag sehingga menyebabkan perbaikan pada struktur
jaringan normal ( resolusi ). Namun kegagalan menyingkirkan fibrin dengan
sempurna menyebabkan fibroblas dan pembuluh darah tumbuh ke dalam,
menimbulkan terutama pembentukan jaringan parut ( organisasi ). Sebagai
contoh oraganisasi suatu eskudat perikard fibrinosa membentuk jaringan parut
fibrosa padat yang menghilangkan rongga perikard dan membatasi fungsi
mikard .
3. Inflamasi supurativa
Radang ini terlihat dengan adanya sejumlah besar eskudat purulen ( pus )
yang terdiri atas neutrofil, sel nekrotik, dan cairan edema. Organisme tertentu (
misalnya stafilokokus ) lebih mungkin untuk menginduksi supurasi
terlokalisasi ini sehingga disebut sebagai piogenik. Abses merupakan
sekumpulan fus fokal yang dapat disebabkan oleh penyamaian organisme
piogenik yang dalam ke dalam jaringan atau oleh infeksi sekunder fokus
nekrotik. Abses secara khusus memiliki daerah nekrotik sentral yang luas yang
dikelilingi oleh selapis neutrofil yang terlindungi, disertai suatu zona yang
dikelilingi pembuluh darah yang mengalami dilatasi dan proliferasi
fibroblastik, yang menunjukan perbaikan dini. Abses pada waktunya dapat
hilang sempurna dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat.
4. Ulserasi
Ulserasi menunjukkan tempat inflamasi yang permukaan epitelnya ( kulit,
epitel gaster, mukosa kolon, epitel vesika urinaria ) telah menjadi nekrotik dan
terkikis, sering kali karena inflamasi akut dan inflamasi kronik subepitel.
Ulserasi dapat terjadi akibat cedera toksik atau cedera traumatik pada
permukaan epitel ( yaitu ulkus peptikum) atau mungkin akibat gangguan
vaskular ( seperti pada ulkus pedis akibat vaskulopati diabetik). Ulkus peptik
pada lambung atau duodenum. Biasanya terdapat infiltrat neutrofilik padat dini
disertai dilatasi vaskular. Pada lesi kronik yang terdapat kerusakan berulang,
area yang mengelilingi ulkus mengalami proliferasi fibroblastik, pembentukan
jaringan parut, dan akumulasi sel radang kronik.

2.5 Manifestasi Klinik Inflamasi

Secara garis besar, inflamasi ditandai dengan vasodilatasi pembuluh


darah lokal yangmengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapilerdisertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstisial, pembekuancairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocordari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit
ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan.

Gejala- gejala nyeri seperti color yaitu sirkulasi darah meningkat, panas,
kemerahan, timbulnya reaksi peradangan akut; rubor yaitu kemerahan/ memerah;
dolor yaitu rasa sakit/ nyeri; tumor/ pembengkakan; functio laesa yaitu fungsi
cedera/ hilangnya fungsi; immobilitas yaitu hilangnya beberapa fungsi, seperti
tidak bergerak.

2.6 Sel-Sel yang Terlibat dalam Patogenesis Peradangan Akut dan Kronis

2.6.1 Sel-Sel Yang Terlibat Dalam Patogenesis Peradangan Akut

Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah. Perubahan ini


dimulai relatif lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapet berkembang
dengan kecepatan yang beragam, tergantung pada sifat dan keparahan
jejas aslinya.

1. Setelah vasokontraksi sementara ( beberapa detik), terjadi vaso


dilatasi arteriol,yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan
penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapilar selanjutnya.
Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna
merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi
akut.
2. Selanjutnya, mikrovaskular menjadi lebih permeabel, mengakibatkan
masuknya cairan kaya protein ke dlam jaringan ekstravaskular. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan
baik sehingga meningkatkan konsentrasi dengan baik sehingga
meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara
mikrokopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah
pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut
dimanakan stasis.
3. Saat terjadi statis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari
aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel
pembuluh darah. Proses ini disebutkan dengan marginasi. Setelah
melekat pada sel endotel (lihat bahasan selanjutnya), leukosit
menyelip diantara sel endotel tersebut dan bermigrasi melewati
dinding pembuluh darah menuju jaringan innterstisial.
2.6.2 Sel-Sel Yang Terlibat Dalam Patogenesis Peradangan Kronis

Jenis sel lain yang muncul pada inflamasi kronik adalah limfosit, sel
plasma,eosinofil, dan sel mast. Limfosil T dan B, keduanya berimigrasi
ketempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul
adhesi dan kemokin serupa yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi
pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik ( infeksi) dan pada
inflamasi yang diperantarai non imun ( karena infark atau trauma jaringan
). Limfosit T memiliki hubungan timbal balik terhadap makrofag pada
inflamasi kronik. Limfosit T pada mulanya teraktivasi oleh interaksi
dengan makrofag yang menyajikan fragmen antigen “terproses” pada
permukaan selnya. Limfosit teraktivasi kemudian menghasilkan berbagai
mediator , termasuk IFN-y , suatu sitokin perangsang utama untuk
mengaktivasi monosit dan makrofag. Makrofag teraktivasi selanjutnya
melepaskan sitokin , yaitu IL-1 dan TNF yang lebih jauh mengaktivasi
limfosit dan jenis sel lainnya. Hasil akhirnya adalah adanya suatu fokus
radang, yaitu tempat makrofag dan sel T secara persisten dapat saling
merangsang satu sama lain sampai antigen pemicu hilang, atau terjadi
beberapa proses pengaturan.

Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang


mengalami diferensiasi akhir, sel plasma dapat menghasilkan antibodi
yang diarahkan untuk melawan antigen ditempat radang atau melawan
komponen jaringan yang berubah.

Eosinofil secara khusus ditemukan ditempat radang sekitar


terjadinya infeksi parasit atau sebagai bagian reaksi imun yang
diperantarai oleh IgE, yang berkaitan khusus dengan alergi. Emigrasi
eosinofil dikendalikan oleh molekul adhesi yang serupa dengan molekul
adhesi yang digunakan oleh neutrofil dan oleh kemokin spesifik
(eotaksin) yang berasal dari sel leukosit atau sel epitel. Granula spesifik
eosinofil mengandung protein dasar utama yaitu suatu protein kationik
bermuatan besar, yang toksik terhadap parasit, tetapi juga menyebabkan
lisis sel epitel.
Sel mast merupakan sel sentinel yang tersebar luas dalam jaringan
ikat diseluruh tubuh dan dapat berperan serta dalam respons radang akut
maupun kronik. Sel mast “ dipersenjatai ” dengan IgE terhadap antigen
tertentu. Bila antigen ini ditemukan sel mast sebelum dipersenjatai dipicu
untuk melepaskan histamin dan metabolit AA yang menyebabkan
perubahan vaskular dini pada suatu inflamasi akut. Sel mast yang
dipersenjatai IgE merupakan pemain utama pada syok anafilaktik, tetapi
sel mast juga memainkan peranan yang menguntungkan dalam berbagai
infeksi, terutama infeksi parasit. Sel mast juga dapat mengelaborasi
sitokin, seperti TNF , sehingga berperan pada respon kronik yang lebih
besar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Inflamasi adalah salah satu respons protektif yang ditunjukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal.

Inflamasi terbagi menjadi dua pola besar. Inflamasi akut adalah radang yang
berlangsung reaktif singkat. Inflamsi kronik berlangsung lebih lama ( berhari – hari
sampai bertahun – tahun )dan ditandai khas dengan influks limfosit dan makrofag
disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan sel parut.

Inflamasi akut dapat disebabkan oleh bronkitis akut, kuku yang tumbuh ke
dalam yang terinfeksi, sakit tenggorokan karena pilek atau flu, goresan atau luka di
kulit, latihan intensitas tinggi, apendisitis akut, infeksi kulit, radang amandel,
meningitis infektif, radang dlm selaput lendir, trauma fisik. Sedangkan inflamasi
kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi mikroba persisten, pajanan yang
lama terhadap agen yang berpotensi toksik, dan penyakit autoimun.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007

Anda mungkin juga menyukai