BAB II
22
Kerajaan Rajagaluh merupakan Kerajaan yang masih dibawah naungan kerajaan induk yaitu
Pakuan Pajajaran RH Unang Sunardjo, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan
Kerajaan Cirebon 1479-1809, (Bandung : Tarsito, 1983)
23
Kata Caruban berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya campuran. Dalam konteks sejarah
Cirebon bercampurnya penduduk yang berasal dari berbagai wilayah nusantara dan luar nusantara
dalam proses akulturasi kebudayaan. Interaksi yang sangat intensif tersebut dimungkinkan di
Cirebon pada masa itu, karena lokasinya yang sangat strategis baik dari jalur pelayaran antarpantai
dan juga perjalanan darat dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. Sedangkan Cirebon berasal dari kata Ci
yang berarti air atau aliran sungai, Rebon berarti ikan atau udang kecil. Lihat, Mardiwarsito,
Kamus Jawa Kuno Indonesia, (Ende : Nusa Indah, 1986), hlm. 137.
17
24
Intruksinya adalah : Dalam pelayaran ini dari Shun-Ta ke timur sepanjang Pantai Utara Jawa,
kapal-kapal menuju arah 187,5 selama empat penjagaan sampai tiba di Che-Li-Wen (Cirebon)
setelah menyusuri pantai Indramayu. Kapal-kapal Wan-Tan (Banten) menuju arah timur sepanjang
pantai Utara Jawa melalui Chia-Liu-Pa (Sunda Kelapa). Manuskrip Cina tersebut yang
menceritakan intruksi jalur pelayaran disusun sekitar tahun 1430 M sekarang tersimpan di
Bodleian Library (Oxford). Hsiang Ta (ed). 1982, hlm. 66-68.
25
Armando Cortesao (ed), The Summa Oriental of Time Pires : An Account of The East, (London:
Haklyut Society), hlm. 183. Hingga penulisan ini dimuat, penulis belum berhasil menemukan buku
karya Armando Cortesao, hanya mengutip dari Edi S. Ekajati, Babad Cirebon Edisi Brandes
Tinjauan Sastra dan Sejarah, (Bandung : Fak. Sastra UNPAD, 1978) hlm. 52 dan Dennys
Lombard, op. Cit, hlm 55-56.
26
R.A. Kern dan Hoesein Djaiadiningrat, Masa Awal Kerajaan Cirebon (Terj), (Jakarta :
Bhratara), hlm. 14-15, 24.
27
Kata Pesambangan berasal dari kata Sambang yang berarti datang atau berkunjung.
Pesambangan merupakan bentukan dari Pa+Sambang+an yang berarti tempat yang dikunjngi.
Mardisuwoto, op. Cit, hlm. 498.
18
28
Atja & Ayatrohaedi, Nagarakretabhumi karya Kelompok Kerja di bawah Tanggungjawab
Pangeran Wangsakerta Panembahan Cirebon, (Bandung : P&K, 1986), 1986, hlm 14.
29
K. Muslim Malawi, Sekelumit Sejarah Sunan Gunung Jati dan Silsilahnya, (Cirebon: Cahaya,
1980), hlm. 7-8.
30
Achmad Opan Safari, Peta Naskah Cirebon, Makalah disampaikan dalam forum diskusi bulanan
Pusat Kajian Naskah Sejarah dan Budaya (PKSB) jurusan Adab STAIN Cirebon, 7 Maret 2009.
19
sosial, politik dan budaya serta merasakan berbagai situasi dari mulai masa-
masa sulit hingga kejayaan dan kewibawaan Cirebon.31
31
RH. Unang Sunardjo, op. Cit, hlm. 70-75.
32
Pangeran Wangsakerta, op. Cit, hlm. 13.
33
Wilayah bawahan Kerajaan Cirebon hingga tahun 1530 sudah meliputi lebih dari separoh
Propinsi Jawa Barat sekarang dan dihuni oleh banyak penduduk. Sekalipun demikian sebagian
besar penduduk masih beragaman non-Islam. Hal tersebut akan dapat menimbulkan bahaya bagi
kelangsungan hidup kerajaan Cirebon yang berdasarkan Islam. Unang Sunardjo, Masa Kejayaan
20
kebutuhan sesuai situasi, kondisi sosial dan budaya saat itu. Sunan Gunung
Jati telah menata gelar jabatan yang ada, antara lain untuk kepala persekutuan
masyarakat terkecil yang penduduknya sebanyak 20 somah (kepala keluarga)
dipimpin oleh Ki Buyut; beberapa unit kebuyutan disebut sebuah dukuh/desa
yang dipimpin oleh kuwu; kumpulan beberapa dukuh/desa dipimpin oleh Ki
Gede (Ki Ageng istilah yang dipakai di Jawa Tengah), beberapa Gede
dipimpin oleh Bupati atau Adipati atau Tumenggung.34 Para Adipati, Bupati,
Tumenggung wajib menghadiri rapat bulanan dalam istilah lama disebut Seba
Keliwonan di ibukota negara setiap hari Jum'at Kliwon. Rapat bertempat di
Masjid Agung Sang Ciptarasa dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Jati
sebagai kepala negara. Tujuan mendasar dari seba adalah agar pemerintah
pusat mengetahui secara langsung kesetiaan para pejabat pejabat daerah
terhadap pemerintah pusat. Dengan kata lain, seba adalah alat kontrol
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Sistem pengendalian
pemerintahan di pusat dan di daerah dilakukan dengan mengangkat para
kerabat dan ulama menjadi pejabat penting untuk mengurus bidang-bidang
tertentu, termasuk sebagai kepala daerah. Hal ini merupakan salah satu bagian
dari sistem pemerintahan kerajaan. Pada awal pemerintahannya Sunan
Gunung Jati membenahi kota Cirebon (sebagai pusat kerajaan) dengan
membangun berbagai sarana, baik sarana untuk kepentingan pemerintahan
atau perkembangan kota Cirebon sebagai pusat pemerintahan, maupun untuk
kepentingan syiar Islam. Kiranya Sunan Gunung Jati memahami bahwa dalam
pemerintahan tradisional, keraton atau pendopo, alun-alun, dan masjid agung
merupakan komponen (infrastuktur) utama di pusat pemerintahan. Sekitar
tahun 1483, Sunan Gunung Jati memperluas komplek Keraton Pakungwati, 35
sehingga memiliki luas lebih kurang 20 hektar. Pada areal seluas itu didirikan
bangunan-bangunan pelengkap keraton, dikelilingi oleh pagar tembok dua
setengah meter dan tebal delapan puluh sentimeter. Sejalan atau bersamaan
Kerajaan Cirebon Kajian dari Aspek Politik dan Pemerintahan, Cirebon: Yayasan Keraton
Kasepuhan Cirebon, t.t., halm. 38.
34
Ibid, hlm. 39.
35
Bangunan Keraton Pakungwati adalah Keraton Kasepuhan yang sekarang.
21
dengan kegiatan itu, dibangun alun-alun di arah depan komplek keraton. Alun-
alun di sebut “Sangka Buana”, di tengahnya ditanam pohon beringin jenggot.
Untuk kepentingan peribadatan umat dan syiar Islam, dibangun masjid
agung yang setelah berdiri diberi nama “Sang Cipta Rasa”.36 Dalam Babad
Cirebon disebutkan bahwa masjid agung itu dibangun pada tahun 1489.
Arsitek utamanya adalah Raden Sepat, mantan arsitek kerajaan Majapahit.
Pembangunan masjid tentu berkaitan erat dengan keberadaan pemeluk agama
Islam di daerah setempat yang jumlahnya terus meningkat. Pada sisi lain,
pembangunan sarana ibadah itu berkaitan dengan Cirebon sebagai kota
pelabuhan. Cirebon merupakan negara maritim yang pada zamannya banyak
disinggahi oleh para pedagang-pedagang muslim dari berbagai negara, mereka
itu di antaranya pedagang dari Cina, Arab, Persia, India, Malaka, Tumasik,
Pasai, Jawa Timur, dan Palembang. 37 Dengan kata lain, keberadaan Masjid
Agug Sang Cipta Rasa merupakan salah satu potensi Islam di Cirebon, yang
penting artinya bagi pengembangan dan penegakkan syiar Islam.
Beberapa waktu kemudian, dibangun jalan besar dari alun-alun keraton ke
pelabuhan. Tujuan utama pembangunan jalan itu adalah sebagai fasilitas
utama bagi utusan-utusan negara lain atau saudagar asing yang
berkepentingan untuk menemui Raja Cirebon. Jalan itu dibangun untuk
memudahkan hubungan keraton dengan pelabuhan. Dibangun pula istal kuda
kerajaan dan beberapa pos penjagaan. Keberadaan sarana yang penting bagi
lalu lintas orang, menyebabkan mobilitas orang ke Cirebon menjadi
meningkat. Dalam kondisi itu, agama Islam pun turut menyebar. Sejalan
dengan kegiatan penyebaran agama Islam di luar daerah Cirebon, wilayah
kerajaan Cirebon makin meluas. 38
Dalam perkembangannya Sunan Gunung Jati lebih banyak
mengkhususkan diri dalam masalah syiar Islam ke daerah pedalaman dari
pada pemerintahan. Ia menyerahkan mandat kekuasaannya kepada Pangeran
36
Masjid ini berlokasi di sebelah kiri keraton,sebelah barat alun-alun, menghadap ke arah timur.
37
Sunardjo Unang, 1983: 16.
38
A Sobana Hardjasaputra dkk, Cirebon Dalam Lima Zaman (Disbudpar Provinsi Jawabarat:
2011), hlm 66-67.
22
39
Putranya dari hasil pernikahan dengan Nyai Tepang Sari. Syang, Pangeran Pesarean gugur di
Demak pada tahun 1546. Setelah Pangeran Pesarean meninggal menantu Sunan Gunung Jati lah
yang mempin kekuasaan yaitu Fattahillah atau Fadillah Khan. Karena Sunan Gunung Jati masih
berfokus pada penyebaran syiar Islam di daerah-daerah pedalaman.
40
Luragung adalah suatu daerah yang berada di wilayah Kabupaten Kuningan. Di selatan wilayah
tersebut berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis dan di sebelah timur daerah tersebut
berbatasan langsung dengan wilayah Jawa Tengah.
41
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kota Dagang Cirebon Sebagai
Bandar Jalur Sutera, Jakarta: 1998, hlm 29.
42
Talaga adalah suatu wilayah bekas Kerajaan Galuh yang sekarang berada di Kabupaten
Majalengka.
23
Jati dengan pengawal Prabu Pucuk Umum. 43 Akhirnya peperangan pun tak
terelakan. Dalam peperangan itu, pengawal Prabu Pucuk Umum terdesak dan
Putra Mahkota Prabu Pucuk Umum, Arya Salingsingan turun tangan dengan
bersenjatakan Ki Cuntabarang milik Ayahandanya. Pengawal Sunan Gunung
Jati terdesak dan mundur sampai ke posisi kedua di mana Sunan Gunung Jati
berada. Melihat kejadian tersebut, Sunan Gung Jati maju ke depan untuk
menghadapi Arya Salingsingan. Arya Salingsingan begitu berhadapan dengan
Sunan Gunung Jati menjadi tidak berdaya, karena melihat penampilannya
yang begitu berwibawa dan agung serta tidak mencerminkan sikap
bermusuhan. Akhirnya Arya Salingsingan memohon maaf dan bersedia masuk
agama Islam beserta para pengawalnya. Mengetahui kejadian tersebut Prabu
Pucukumum dan putrinya Nhay (Nyai) Mas Tanjungrangagang melarikan diri
ke Gunung Ciremai, karena tidak mau tunduk kepada Sunan Gunung Jati. 44
45
Begitu pula proses pengislaman di Rajagaluh dilakukan melalui
peperangan. Hal itu disebabkan adanya utusan dari Prabu Cakraningrat yang
dipimpin oleh Demang Dipasara, supaya Kerajaan Cirebon mengakui sebagai
bagian atau bawahan dari Negara Rajagaluh. Akan tetapi, utusan Rajagaluh
ditolak oleh penjaga Kerajaan Cirebon dan disuruh pulang kembali. Adanya
penolakan ini, maka Raja Galuh memerintahkan kepada Dipati Kiban
Panglima Rajagaluh supaya membuat garis pertahanan di daerah Palimanan
untuk kemudian mengadakan penyerangan ke Cirebon. 46 Adanya pasuka
Prabu Cakraningrat di Palimanan dengan keadaan siap tempur. Dipati Aria
47
Kemuning memberi tahu kepada Sunan Gunung Jati. Kemudian Sunan
Gunung Jati memerintahkan kepada putranya Dipati Aria Kemuning lengkap
dengan pasukannya pergi ke Palimanan untuk menyampaikan pesan kepada
utusan Prabu Cakraningrat supaya Prabu Cakraningrat beserta rakyatnya
43
Raden Rangga Mantri (Prabu Pucuk Umum) putra Raden Munding Sari Agung, keturunan
Prabu Siliwangi atau Pajajaran. Wikipedia Bahasa Indonesia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Talaga_Manggung, Di Unduh pada jam 01.30. tanggal 20
Agustus 2017.
44
Sunardjo Unang,1983, hlm 86-87 : Sulendraningrat, 1984, hlm 86-88.
45
Sekarang Masuk Wilayah Kabupaten Majalengka.
46
Sulendra. 1975, hlm 24-25 : Rais: 1986, hlm 133-134.
47
Putra Angkat Syarif Hidayatullah dengan Ong Tien dari anak Ki Gedeng Luragung.
24
memeluk agama Islam dan jangan terjadi pertumpahan darah di kedua belah
pihak. Akan tetapi, perdamaian ini gagal dan terjadilah perang yang
berkecamuk. Pasukan Rajagaluh dapat dihancurkan pada tahun 1528 Masehi
dan Raja Prabu Cakraningrat melarikan diri, sedangkan rakyat dan pasukan
menyatakan masuk agama Islam. 48
Menilik peliknya persoalan proses pengislaman di tanah Rajagaluh yang
berakhir dengan pertumpahan darah, Sunan Gunung Jati tetap melakukan
dakwahnya di berbagai daerah. Perjuangannya kali ini tidak menimbulkan
pertikaian, melainkan berlangsung dengan baik dan efektif. Dalam dakwahnya
kali ini Sunan Gunung Jati menggunakan metode syiarnya melalui pendekatan
sosial budaya yang akomodatif. Yaitu dengan cara mengajak masyarakat
untuk memahami tentang pengetahuannya akan mitos dan legenda.
Keberhasilan dakwah yang diperoleh Sunan Gunung Jati dalam mengislamkan
masyarakat tidak lepas pula dari peranannya sebagai seorang da’i yang shalih
dan penuh keteladanan sehingga akhirnya wilayah dakwahnya meluas
meliputi berbagai daerah seperti daerah Pegadingan (wilayah barat dan selatan
Sumedang), Ukur Cibaliung (Kabupaten Bandung), Batu Layang,
Timbanganten (sekarang kabupaten Garut) dan pasir luhur.
Figur yang pantang menyerah yang dimiliki Sunan Gunung Jati telah
banyak mendulang kesuksesan pengislaman di berbagai daerah. Kali ini Sunan
Gunung Jati berdakwah di daerah yang sekarang telah menjadi Indramayu dan
Tasikmalaya. Penyebaran agama yang dinilai begitu baik dan bijaksana
mendulang kesuksesan pengislaman tanpa pertumpahan darah. Hal ini pun
tidak membutakan dari peranan sejumlah santri pilihan yang dimandatkan
oleh Sunan Gunung Jati sebagai pendakwah di berbagai daerah yang telah di
bagi perwilayahnya. Seperti halnya di daerah Sumedang yang mendulang
keberhasilan, yang dipimpin oleh Pangeran Santri. 49 Serta kesuksesannya
48
Depdikbud, Kota Dagang Cirebon Dan Kebudayaan RI, Jakarta: 1998, hlm 30- 31.
49
Beliau adalah cucu Pangeran Panjunan nama asliya adalah Pangeran Koesoemadinata I atau Ki
Gedeng Sumedang. Beliau juga adalah penerus Kerajaan Sumedang Larang setelah menikah
dengan Ratu Pucuk Umun .
25
b. Metode Kultural
Sebelum masyarakat memeluk agama Islam, Sunan Gunung Jati sudah
memasukan nila-nilai Islam secara tersirat. Dalam paparan Pak Elang
Haryono, Sunan Gunung Jati mengajarkan empat tingkatan ibadah, yakni
syari’at, tarekat, hakikat, dan ma’rifat kedalam bentuk kesenian agar
mudah diterima oleh masyarakat. Kesenian wayang merupakan bentuk
dari Syari’at. Dalam hal ini wayang disimbolkan sebagai manusia dan
dalang sebagai Tuhan semesta alam (Allah Swt). Barong adalah simbol
dari tarekat, topeng disimbolkan sebagai hakekat dan Ronggeng
disimbolkan sebagai ma’refat.
Disisi lain menurut pak Tatang Subandi selaku staf ahli Keraton
Kasepuhan memaparkan bahwa terdapat media yang digunakan Sunan
Gunung Jati dalam berdakwah menggunakan metode kultural. Adapun
media yang digunakan ialah seni wayang, seni tari, dan gamelan sekanten.
Dalam pertunjukan seni ini masyarakat yang ingin menonton diminta
bayaran dengan membaca kalimat syahadat.
Lepas dari media dakwah Sunan Gunung Jati yang menaungi tentang
kesenian, kali ini muncul sebuah tradisi lisan yang diajarkan oleh Sunan
Gunung Jati sebagai media dakwah dalam penyebaran Islam, Pepatah-
pepitih. Pepatah-pepitih merupakan salah satu media yang unik dalam
menyebarkan dakwah Sunan Gunung Jati yang hingga saat ini dijadikan
sebagai budaya turun-menurun. Dalam hal ini Effendi memaparkan
pendapatnya dalam buku yang berjudul Sunan Gunung Jati. Didalamnya
Pepatah-pepitih yang di gunakan oleh Sunan Gunung Jati mengandung
27
50
Sarana ini dibangun khusus untuk kepentingan kapal kerajaan. Pangkalan ini dibangun di tepi
Sungai Kriyan sebelah tenggara Keraton. Untuk kepentingan pelayaran, mercusuar di pelabuhan
Muarajati yang di banging oleh juru labuhan Ki Gedeng Tapa dengan bantuan Laksamana
Chengho, direnovasi dan disempurnakan. Di kawasan pelabuhan Cirebon dibangun bengkel untuk
memperbaiki dan membuat perahu/kapal ukuran cukup besar. Tenaga utama di bengkel itu adalah
beberapa orang Cina ahli membuat perahu jenis jung.
29
51
Raden Trunojoyo merupakan sosok yang sangat berpengaruh atas bebasnya Cirebon dari
kekuasaan Mataram dan menempatkan Cirebon di bawah Banten. Hal ini menjadi ancaman bagi
kompeni. Beliaulah yang mengangkat Pangeran Martawidjaya (Pangeran Samsudin) sebagai
Sultan Sepuh/Kasepuhanyang pertama. Pangeran Kartawidjaya sebagai Sultan Anom/Kanoman
yang pertama, serta Pangeran Wangsakerta sebagai Panembahan Cirebon.
52
Zaenal Masqudi, Cirebon dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial, hml. 22
30
53
Ibid, hml.85
54
Omi Busytoni: 2013, hlm.87-88
55
Nama aslinya adalah Sultan Badrudin beliau adalah anak kedua dari Sultan Abdul Karim
(Pangeran Girilaya atau yang lebih dikenal dengan Panembahan Ratu II)
31
atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran. Tahta Sultan Anom V 56
dikomandoi oleh Sultan Anum Abu Soleh Imaduddin. Sejak saat adanya
kerajaan Kacirebonan maka di Kesultanan Cirebon menambah satu
kesultanan lagi yaitu pecahan dari Kesultanan Kanoman.
56
Kesultanan Kacirebonan adalah berdiri pada tahun 1808 sebagai hasil perundingan keluarga
besar Kesultanan Kanoman dikarenakan telah bertahtanya Sultan Anom V Pangeran Raja Abu
Soleh Immamudin yang merupakan adik dari Pangeran Raja Kanoman (putera tertua Sultan Anom
IV Pangeran Raja Adipati Muhammad Chaerudin), hasil dari perundingan besar menghasilkan
bahwa Kesultanan Kanoman dibagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Kanoman dengan sultannya
Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin dan Kesultanan Kacirebonan dengan
sultannya adalah Pangeran Raja Kanoman yang diberi gelar Sultan Kacirebonan I Sultan Cerbon
Kacirebonan Amirul Mukminin. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Kanoman). Diambil
pada tanggal 27 agustus 2018, jam 19.30.
57
Raden Trunojoyo adalah seorang bangsawan asal Madura yang pernah melakukan
pemberontakan terhadap pemerintahan Amangkurat I dan Amangkutrat II. Beliau adalah anak dari
R. Demang Mloyo Kusumo atau Raden Maluyo.
32
58
Keraton Kesepuhan bertempat di keraton Pakungwati, sedangkan keraton Kanoman bertempat
di bekas rumah Pangeran Cakrabuana yang dibangun pada tahun 1675 M.
33
59
Beliau diketahui lahir di Banten pada tahun 1631. Sejak kecil beliau memiliki banyak nama
namun nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa adalah Abdul Fatah atau Abu al-Fath Abdulfattah.
Ayahnya bernama Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang merupakan sultan Banten dan ibunya
bernama Ratu Martakusuma. Sultan Ageng Tirtayasa masih memiliki darah keturunan Sunan
Gunung Jati dari Cirebon melalui anaknya Sultan Maulana Hasanuddin. Diketahi bahwa Sunan
Gunung Jati merupakan pendiri dari Kesultanan Banten. Sejak kecil sebelum diberi gelar Sultan
Ageng Tirtayasa, Abdul Fatah diberi gelar Pangeran Surya.Beliau diangkat sebagai Sultan Muda
dengan gelar Pangeran Dipati ketika ayahnya Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad wafat. Abdul Fatah
atau pangeran Dipati merupakan pewaris tahta kesultanan Banten. Namun saat ayahnya wafat
belum belum menjadi sultan sebab kesultanan Banten ketika itu kembali dipimpin oleh kakeknya
Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.
60
Para Sultan di Cirebon benar benar merasakan Demiliterisasi dan Depolitisasi ketika VOC
pertama kalinya menetapkan seorang residen yang berprofesi sebagai pedagang(koopman) yakni
Marteen Samson pada tahun 1685. Kemudian pada tanggal 4 Desember 1685 di tandatangani suatu
perjanjian baru antara Kompeni dengan Cirebon. Serta pada tanggal 8 september 1988 diadakan
kontrak persetujuan kembali antara Kompeni yang diwakili oleh Johanes de Hartog dengan
34
penguasa-penguasa di Cirebon. Pihak Cirebon di wakili oleh Sultan Sepuh I, Sultan Anom I
Panembahan Cirebon I, dan 12 orang mantri mereka adalah Raksanagara, Raksawinata,
Suradimarta, Aria Raksadipura, Raksadimanggala, Aria Suradimanta, Suradinata, Mantejegara,
Natanagara, Raksamanggala, Lingganata dan Wiratmaka. Serta perjanjian selanjutnya terjadi pada
tanggal 4 Agustus 1699, perjanjian ini pada dasarnya menegaskan perjanjian sebelumnya masalah
utama yang ditegaskan kembali adalah pembagian warisan kedua anak dari Sultan Sepuh I yakni
Dipati Anom dan Aria Wijaya.
61
Tarekat Syattariyah masuk di lingkungan Keraton Cirebon sejalan dengan masuk dan tersebar
agama Islam di tanah Cirebon. Ini dimulai dengan datangnya Syaikh Nurjati atau Syaikh Dzatul
Kahfi yang datang ke tanah Carbon (nama Cirebon zaman dahulu) jauh sebelum Sunan Gunung
Jati. Syaikh Nurjati menyebarkan agama Islam sekaligus mengajarkan ajaran dan amalan
Syattariyah kepada masyarakat Cirebon. Dalam perkembangannya sepeninggal Syekh Nurjati
dilanjutkan oleh Pangeran Cakrabuana hingga ke Sunan Gunung Jati. Setelah Sunan Gunung Jati
mangkat, tongkat kepemimpinan Tarekat Syattariyah terbagi-bagi kepada para putranya namun
masih dalam satu komunitas tunggal yang dipimpin oleh sultan-sultan Keraton Cirebon. Hal
tersebut terus berlangsung sampai pada abad 17. Akan tetapi semenjak terpecahnya Kerajaan
Cirebon menjadi beberapa bagian Tarekat Syattariyyah tidak bisa difokuskan lagi di lingkungan
Keraton hal ini mengakibatkan Adipati Raja Keprabon (puta kedua Sultan Anom II) menyingkir
dan membuat Keraton sendiri yang di fokuskan untuk kegiatan tarekat, Keraton ini kemudian
dikenal dengan Kaprabonan.
35