Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN

MENGGUNAKAN H-NMR

OLEH:

Salsabila Aqila Putri


1711012220010

DOSEN PEMBIMBING:

Ahmad Budi Junaidi, S.Si., M.Si.


19760304 2001121003

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang Analisis Derajat Deasetilasi pada Kitosan menggunakan 1H-NMR
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini dibuat dengan
tujuan agar dapat mengetahui salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menganalisis derajat deasetilasi pada kitosan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila
terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Banjarbaru, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II. ISI
2.1 Kitin dan Kitosan .................................................................................... 3
2.2 Derajat Deasetilasi .................................................................................. 4
2.3 Nuclear Magnetic Resonance (NMR) ..................................................... 5
2.4 Analisis Derajat Deasetilasi Kitosan dengn NMR .................................. 5
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kitin memiliki pengaturan 2,4-trans substituen dalam unit-unit
monosakaridanya, dan sangat stabil terhadap umumnya reagensia, termasuk larutan
alkali dalam air (Rokhati, 2006). Kitin dapat menghasilkan kitosan dengan
menghilangkan gugus asetil (CH3-CO) (Suhardi, 1992). Kitosan merupakan
senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl
dan HNO3 dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan mudah mengalami degradasi.
Kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik seperti protein.
Oleh sebab itu kitosan lebih banyak ada bidang industri terapan dan industri
kesehatan. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat (Azhar, et al., 2010).
Kitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari
bentuk awal kitin murni. Memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi
diantaranya biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai
rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin (Rokhati, 2006).
Ukuran besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida dikenal
dengan istilah derajat deasetilasi (DD). Jika DD 40%-100% (derajat asetilasi, DA
kecil dari 40%) disebut kitosan (Azhar, et al., 2010). Deasetilasi merupakan proses
pengubahan gugus asetamida (NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (NH2)
pada kitosan dengan penambahan NaOH pekat atau larutan basa kuat
berkonsentrasi tinggi. Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
konsentrasi basa, temperatur, waktu reaksi, perbandingan antara kitin dengan
larutan alkali, serta ukuran partikel. Secara umum derajat deasetilasi untuk kitosan
sekitar 60 %, dan sekitar 90 – 100 % untuk kitosan yang mengalami deasetilasi
penuh. Harga ini tergantung dari bahan baku kitin yang digunakan dan proses yang
dijalankan (Suhardi, 1992).
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) adalah salah satu metode analisis yang
paling mudah digunakan pada kimia modern. NMR digunakan untuk menentukan
struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru, kemurnian dari komponen,
dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam larutan yang dapat
mengalami reaksi kimia. Meskipun banyak jenis nuclei yang berbeda akan
menghasilkan spektrum, nuclei hidrogen (H) secara histori adalah salah satu yang
paling sering diamati. Spektrokopi NMR khususnya digunakan pada studi molekul
organik karena biasanya membentuk atom hidrogen dengan jumlah yang sangat
besar (Wahida, 2017). Berdasarkan uraian diatas maka pada makalah ini akan
dibahas analisis penentuan derajat deasetilasi pada kitosan menggunakan Nuclear
Magnetic Resonance (NMR).

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah
1. Bagaimana analisis derajat deasetilasi pada kitosan menggunakan Nuclear
Magnetic Resonance (NMR)?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan pada makalah ini adalah
1. Mengetahui analisis derajat deasetilasi pada kitosan menggunakan Nuclear
Magnetic Resonance (NMR).

2
BAB II
ISI

2.1 Kitin dan Kitosan


Cangkang atau kulit dari eksoskeleton arthropoda (kepiting dan udang),
insekta, alga, dinding sel fungi, dan yeast merupakan sumber kitin, namun sumber
bahan baku yang sering digunakan untuk sintesis kitin adalah cangkang udang dan
cangkang kepiting. Kitin disintesis dengan cara menghilangkan dua komponen
besar yaitu protein dan mineral. Penghilangan protein melalui deproteinasi,
penghilangan mineral berupa kalsium karbonat melalui demineralisasi, selain itu
juga sejumlah kecil pigmen dihilangkan melalui dekolorisasi. Dua metode sintesis
yang telah dilakukan untuk menghasilkan kitin murni yaitu secara enzimatis dan
kimiawi. Metode enzimatis menggunakan enzim dari bakteri sedangkan secara
kimiawi dengan penambahan senyawa asam dan basa. Deproteinisasi secara
kimiawi yang telah dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia antara lain
NaOH, Na2CO3, NaHCO3, KOH, K2C2O3, KOH, K2CO3, Ca(OH)2, Na2SO3,
NaHSO3, CaHSO3, Na3PO4 dan Na2S. NaOH merupakan senyawa kimia yang
paling banyak digunakan dengan rentang konsentrasi 0,1255 M. Mineral
dihilangkan dengan cara pengasaman menggunakan HCl. Proses pemisahan
mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2 berupa gelembung udara pada
saat larutan HCl ditambahkan dengan cangkang terdeproteinasi (Mursida, 2018).
Kitosan memiliki gugus amina (NH2) sehingga bersifat kationik dan dapat
terkonversi menjadi polielektrolit pada media asam. Sifat polielektrolit kationik
kitosan tersebut berfungsi sebagai donor eletron serta adanya gugus amina dan
hidroksil membuat kitosan menjadi reaktif untuk digunakan pada beberapa aplikasi
(Citrowati, et al., 2017). Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-
gugus fungsi amina, gugus hidroksi primer dan hidroksi sekunder. Adanya gugus
ini menyebabkan kitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi dibandingkan
kitin. Gugus-gugus fungsi tersebut menyebabkan kitosan dapat berinteraksi dengan
zat-zat organik seperti protein, sehingga kitosan relatif lebih banyak digunakan
pada berbagai bidang industri terapan dan kesehatan. Selain itu kitosan dapat
dimodifikasi strukturnya melalui gugus-gugus fungsi tersebut (Azhar, 2010).
Kitosan mempunyai banyak kegunaan dan keunggulan dibandingkan kitin
sehingga kitosan dijuluki sebagai magic of nature. Kitosan dapat digunakan pada
prosesing makanan, pengobatan, bioteknologi dan menjadi material yang menarik
pada aplikasi biomedical dan pharmaceutical. Hal ini karena kitosan tidak toksik,
biological activity, biocompatibility, biodegradability, dan dapat dimodifikasi
secara kimia dan fisika. Pada proses makanan, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai
pengawet ikan dan tahu. Kitosan dapat juga digunakan sebagai bioabsorben logam-
logam berat beracun pada limbah perairan. Dengan demikian limbah kulit udang
sangat potensial untuk dimanfaatkan. Karakteristik kitosan yang penting adalah
derajat deasetilasi (DD) (Azhar, 2010).

3
Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin
terdapat gugus asetil (CH3CO-) dalam gugus amidanya, sedangkan pada kitosan
gugus asetil tersebut telah tereliminasi, menyisakan gugus –NH2. Proses eliminasi
gugus asetil tersebut disebut deasetilasi. Deasetilasi kitin dapat dijalankan dengan
menggunakan larutan basa kuat dengan konsentrasi tinggi atau reaksi enzimatis
menggunakan enzim kitin deacetylase (Safitra, et al., 2015). Kemurnian kitosan
sangat ditentukan oleh derajat deasetilasi, semakin banyak gugus asetil yang dapat
dihilangkan maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya (Mursidah, 2018).

2.2 Derajat Deasetilasi


Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetamida (NHCOCH3)
pada kitin menjadi gugus amina (NH2) pada kitosan dengan penambahan NaOH
pekat atau larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi. Derajat deasetilasi dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti konsentrasi basa, temperature, waktu reaksi,
perbandingan antara kitin dengan larutan alkali, serta ukuran partikel (Wahyini, el
al., 2016). Pada prinsipnya, proses transformasi kitin menjadi kitosan dapat melalui
hidrolisis dengan asam dan basa. Hidrolisis dalam suasana basa terdiri atas dua
metode, secara homogen dan heterogen. Perlakuan secara heterogen dalam suasana
basa kuat merupakan metode yang umum dilakukan dalam proses deasetilasi kitin
menjadi kitosan dan menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi dan massa
molekul yang bervariasi, namun sampai saat ini belum ada metode baku untuk
proses deasetilasi kitin (Ramadhan, 2010).
Pada umumnya, dalam proses deasetilasi, tidak semua gugus asetil berhasil
tereliminasi. Prosentase gugus asetil yang berhasil dieliminasi disebut derajat
deasetilasi. Derajat deasetilasi dari kitosan bervariasi antara 56-99%, rata-rata 80%
tergantung dari sumber dan metoda pembuatannya. Derajat deasetilasi adalah
karakter paling utama dari produk kitosan yang dihasilkan sehingga dapat
mempengaruhi sifat kimia dan kegunaannya. Pada proses deasetilasi terjadi
pemutusan ikatan antara karbon dengan nitrogen pada gugus asetil kitin menjadi
gugus amina. Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
konsentrasi basa kuat, suhu, waktu, dan jumlah pengulangan (redeasetilasi) (Safira,
2015).
Ukuran besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida kitin
dikenal dengan istilah derajat deaselitilasi (DD). Jika DD 40-100% (derajat
asetilasi, DA kecil dari 40%) disebut kitosan, sedangkan ada juga sumber lain yang
menyatakan bahwa kitin dengan DD 75% atau lebih umumnya dikenal sebagai
kitosan. Derajat deasetilasi adalah salah satu karakteristik kimia yang paling
penting karena DD mempengaruhi performance kitosan pada banyak aplikasinya
(Azhar, 2010).

4
Gambar 1. Penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida

2.3 Nuclear Magnetic Resonance (NMR)


Penentuan DA kitin dan kitosan sangat penting dari sudut pandang aplikasi.
Terlepas dari UV / Vis dan FTIR, spektroskopi NMR adalah teknik yang paling
kuat untuk penelitian semacam itu. Nilai DD kitin dan kitosan dapat ditentukan
berdasarkan integral dari berbagai spektrum NMR, yaitu keadaan cair 1H, dan 13C
(spektrum dipisahkan dari 1H selama waktu akuisisi, tanpa efek NOE), dan solid-
nyatakan 13C dan 15N. Sebagai contoh, untuk spektrum 1H dan 13C NMR, DD
dapat dihitung dengan membandingkan integral dari metil karbon / proton dari
kelompok asetil dengan integral karbon / proton lain dari rantai utama. Banyak
persamaan untuk perhitungan DD telah diajukan untuk berbagai jenis spektroskopi
NMR (Kumirska, et al., 2019). Metode 1H NMR adalaha metode yang relatif akurat
dan tidak seperti metode lainnya, 1H NMR menghindari pembobotan sampel yang
tepat. Namun, peralatannya yang mahal, prosedur yang rumit, dan tenaga dengan
kualitas yang tinggi untuk metode ini membuat 1H NMR tidak sesuai untuk industri
dengan pemantauan online (Zhang, et al., 2011).

2.4 Analisis Derajar Deasetilasi Kitosan dengan NMR


Berdasarkan penelitian Zhang, et al. (2011), spektrum 1H NMR direkam pada
spektrometer JNM-ECP 600 MHz. setiap sampel dikeringkan dengan air pada suhu
80oC selama 10 jam, diikuti oleh suhu 105oC selama 1 jam, ditutup, dan didinginkan
dengan kantong es kemudian segera dilarutkan dalam D2O yang mengandung 1%
DCl, pada konsentrasi 10 mg/mL. perubahan kimia ditentukan pada skala d relatif
terhadap 2,2-dimetil-2-silapentana-5-sulfanot (DSS). DD dihitung dengan
persamaan

dengan H-1D dan H-Ac adalah integral dari puncak H-1D anomeric proton pada
monomer deasetilasi (H-1D) dan puncak dari tiga proton pada kelompok N-asetil
(H-Ac).
Pada penelitian ini didapatkan data DD kitosan dan variasi hasil eksperimen
yang rendah dan akurat sehingga metode 1H NMR digunakan sebagai nilai standar.
Pada Gambar 2. ditunjukkan hasil bahwa metode yang diusulkan tidak hanya
sederhana dan murah, tetapi juga akurat dan dapat diandalkan dalam penentuan DD
kitosan.

5
Gambar 2. Spektrum 1H NMR pada kitosan dengan derajat deasetilasi yang
berbeda dari sampel pada data Tabel 1

Nilai DD yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan penelitian Zhang,
et al. (2011), analisis DD kitosan menggunakan spektrum lain sperti FTIR dan
XRD, dapat dilakukan dengan menggunakan nilai DD yang diperoleh pada
spektrum 1H NMR sebagai nilai standar.

Tabel 1. Nilai derajat deasetilasi kitosan pada spektrum 1H NMR

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Analisis derajat deasetilasi menggunakan 1H NMR adalah metode yang bagus
karena menghasilkan data yang akurat sehingga cocok digunakan dalam sebuat
penelitian. Nilai DD kitin dan kitosan dapat ditentukan berdasarkan integral dari
berbagai spektrum NMR. Keakuratan yang diperoleh dari spektrum 1H NMR
membuat nilai DDnya dapat dijadikan sebagai nilai standar untuk analisis
menggunakan spektrum lain seperti FTIR dan XRD. Namun, kelemahan dari
metode ini menggunakan peralatan yang mahal, prosedur yang rumit, dan tenaga
dengan kualitas yang tinggi. Pada penelitian Zhang, et al. (2011) nilai DD yang
diperoleh pada tujuh sampel adalah 43.3, 51.5, 52.4, 63.3, 72.6, 79.4, dan 94.0.

7
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, M., J. Efendi, E. Syofyeni, R.M. Lesi, S. Novalina. 2010. Pengaruh


Konsentrasi NaoOH dan KOH terhadap Derajat Deasetilasi Kitin dari Limbah
Kulit Udang. EKSAKTA. 1: 1-8.

Citrowati, A.N., W.H. Satyantini, G. Mahasri. 2017. Pengaruh Kombinasi NaOH


dan Suhu Berbeda terhadap Nilai Derajat Deasetilasi Kitosan dari Cangkang
Kerang Kampak (Atrina Pectinata). Journal of Aquaculture and Fish Health.
6(2): 48-56.

Kumirska, J., M. Czerwicka, Z. Kaczynski, A. Bychowska, K. Brzozowski, J.


Thoming, P. Stepnowski. 2010. Application of Spectroscopic Methods for
Structural Analysis of Chitin and Chitosan. Marine Drugs. 8: 1567-1636.

Mursida, Tasir, Sahriawati. 2018. Efektifitas Larutan Alkali pada Proses Deasetilasi
dari Berbagai Bahan Baku Kitosan. JPHPJ. 21(2): 356-366.

Ramdhan, L.O.A.N., C.L. Radiman, D. Wahyuningrum, V. Suendo, L.O Ahmad,


Valiyaveetiil. 2010. Deasetilasi kitin secara Bertahap dan Pengaruhnya
terhadap Derajat Deasetilasi serta Massa Molekul Kitosan. Jurnal Kimia
Indonesia. 5(1): 17-21.

Rokhati, N. 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Khitosan dari Kulit Udang terhadap
Aplikasinya sebagai Pengawet Makanan. Reaktor. 10(2): 54-58

Safitri, E.R., Budhijanto, Rochmadi. 2015. Optimasi dan Pemodelan Matematis


Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan Menggunakan KOH . Jurnal Rekayasa
Proses. 9(1): 16-21.

Suhardi. 1992. Khitin dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
UGM, Yogyakarta.

Wahida, N. 2017. Nuclear Magnetic Resonance. Universitas Negeri Makasar,


Makasar.

Zhang, Y., X. Zhang, R. Ding, R. Ding, J. Zhang, J. Liu. 2011. Determination of


the Degree pf Deacetylation pf Chitosan by Potentiometric Titration Preceded
by Enzymatic Pretreatment. Carbohydrate Polymers. 83: 813-817.

Anda mungkin juga menyukai