Pendahuluan
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Diduga penyebab pterigium adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar
dan kering. Faktor lain yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator.
rekurensi lebih sering pada usia muda dibandingkan pada usia tua. Insidensi
komplikasi.
BAB II
Tinjauan pustaka
2.1 Definisi
terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva yang
sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang
2.2 Etiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang
lingkungan seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga
hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya
radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan
1. Radiasi Ultraviolet
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu
di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting
2. Faktor Genetik
3. Faktor Lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterigium. Yang
juga menunjukkan adanya “pterygium angiogenesis factor“ dan penggunaan
dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga
2.4 Patofisiologi
dari kelainan lapisan Bowman kornea serta adanya pengaruh genetik. Konjungtiva
bulbi selalu mengalami kontak dengan dunia luar, seperti sinar UV, debu, serta
udara yang kering akibat cuaca panas yang mengakibatkan terjadinya penebalan
abnormal ini dapat mengenai kedua mata (bilateral) karena kedua mata mempunyai
kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal kemudian melalui punctum
lacrimalis dialirkan ke meatus nasi infeirior. Selain itu, daerah nasal juga mendapat
UV adalah mutagen untuk p53 tumor supressor gene pada limbal basal stem
cell yang merupakan sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi,
terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea yang pada gejala muncul sebagai
defisiensi limbal stem cell interpalpebral terlokalisasi yang diduga akibat paparan
kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh
epitel pipih berlapis dan mengalami degenerasi kolagen hialin dan elastis. Pada
sebagai jaringan granulasi yang memiliki banyak pembuluh darah. Degenerasi ini
menyebuk ke dalam kornea serta merusak membran Bowman dan stroma kornea
bagian atas. Histopatologi dari kolagen pada daerah yang mengalami degenerasi
(Fisher,2013,Ilyas,2014).
Gambar2.2. Histopatologi Pterigium
2.5 Klasifikasi
tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis
menurut Youngson) :
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4
mm)
mengganggu penglihatan.
Gambar 2.3 Pterigium Grade 1 - 4
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan.
Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif
mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva
yang lain
Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang
meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi
dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel
1 Anamnesa
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
2 Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera)
pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera
dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan
Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah
kantus
A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas
pinggir pterygium.
2.7 Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau
kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin
telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada
dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih
kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan
tersebut.
2.8 Tatalaksana
1 Medikamentosa
Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati. Untuk pterigium derajat
1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan
2 Bedah
penurunan penglihatan.
2.9 Komplikasi
- Gangguan penglihatan
- Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang
- Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia
Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini
bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau
2.10 Prognosis
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau
beta radiasi(Ilyas,2014).
BAB III
Laporan kasus
3.1 ANAMNESIS
1. Identittas pasien
Nama : Tn. I
Usia : 25 tahun
Status : Menikah
Alamat :
Pendidikan : Sarjana
Agama :
Tanggal kunjungan RS :
2. Keluhan utama
Selaput tumbuh pada mata kiri sejak 1 tahun yang lalu. Mata terasa ngeres
Tidak ada
5. Riwayat terapi
Tetes insto
Tidak ada
7. Life style
GCS : 456
TB : 162 cm
BB : 58 kg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,8 °C
Pernafasan : 12x/menit
Tenggorok : uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
normal
Cor
Pulmo
Abdomen
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-)
Urogenital : dalam batas normal
5/7.5
Kedudukan
Orthoforia
Pergerakan
apex dikornea
fibrovascular 1 mm dari
tepi limbus
cahaya + cahaya +
Jernih L Jernih
Jernih V Jernih
Tidak dilakukan
OS Pterigiun grade II
1) OS Pinguekula
2) OS Pseudopterigium
V. Tatalakana
sering merah.
Riwayat
pengobatan
Pembahasan
pada mata kiri .Selaput tumbuh pada mata kiri sejak 1 tahun yang lalu. Mata terasa
berbentuk sayap dengan apex dikornea Apex jaringan fibrovascular 1 mm dari tepi
Penutup
5.1 Kesimpulan
Pterigium merupakan salah satu kelainan pada mata yang sering terjadi di
Indonesia. Hal ini di karenakan oleh letak geografis Indonesia yang berada di
sekitar garis ekuator sehingga mendapatkan paparan sinar UV yang diduga
merupakan salah satu faktor penyebab dari pterigium.
Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun
(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi
benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.