Anda di halaman 1dari 27

PAPER NAMA : RAUDHAH SARI

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER

ASTIGMATISMA

Disusun oleh :
Raudhah Sari
120100143

Supervisor :

dr. Aryani A. Amra, M.Ked(Oph),Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2017
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Astigmatisma”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di
Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Aryani
A. Amra, M.Ked(Oph),Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi


mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Astigmatisma. Dengan
demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam
proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, November 2017

Penulis

i
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata........................................................... 3
2.1.1. Anatomi Mata.................................................................. 3
2.1.2. Fisiologi Penglihatan...................................................... 7
2.2. Astigmatisma................................................................................. 9
2.2.1. Definisi............................................................................ 9
2.2.2. Etiologi............................................................................ 10
2.2.3. Klasifikasi........................................................................ 10
2.2.4. Patofisiologi..................................................................... 12
2.2.5. Manifestasi Klinis........................................................... 15
2.2.6. Diagnosis......................................................................... 16
2.2.7. Penatalaksanaan.............................................................. 18
2.2.8. Komplikasi......................................................................
2.2.9. Prognosis.........................................................................
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

LAMPIRAN

ii
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur mata............................................................................ 4
Gambar 2.2 Aliran Aqueous Humor............................................................ 5
Gambar 2.3 Refraksi oleh lensa konveks dan konkaf.................................. 7
Gambar 2.4 Jalur penglihatan...................................................................... 9
Gambar 2.5 Klasifikasi Astigmatisma......................................................... 11
Gambar 2.6 Circle of least confusion........................................................... 14
Gambar 2.7 Astigmatisma ireguler.............................................................. 15
Gambar 2.8 Topografi kornea...................................................................... 18
Gambar 2.9 Guideline umum pemilihan lensa kontak pada pasien
astigmatisma............................................................................ 21

iii
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata adalah salah satu indra yang penting bagi manusia, melalui mata
manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai
kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari
gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Secara global, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi merupakan
penyebab terbanyak dari gangguan penglihatan sebesar 43%, diikuti oleh katarak
dan glaucoma. Di Indonesia, prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi mencapai 22,1% dari total populasi.1,2,3
Kelainan refraksi terjadi ketika bentuk mata mencegah bayangan benda
dari luar difokuskan tepat pada retina. Panjang bola mata (lebih panjang atau lebih
pendek), perubahan bentuk kornea, atau penuaan lensa dapat menyebabkan
kelainan pembiasan sinar. Kebanyakan orang memiliki satu atau lebih dari kondisi
ini.2
Astigmatisma merupakan salah satu kelainan refraksi mata yang
disebabkan oleh variasi dari berbagai kekuatan refraksi pada meridian yang
berbeda-beda. Hal ini menyebabkan pantulan cahaya dari suatu benda tidak
terfokus pada satu titik di retina. 1 Diperkirakan 42% dari seluruh manusia di dunia
memiliki astigmatisma ≥ 0.5 Dioptri, 20% diantaranya lebih besar dari 1 Dioptri
dan memerlukan koreksi optik.4
Astigmatisma memiliki gejala utama berupa perubahan bentuk benda dan
penglihatan kabur serta gejala-gejala asthenopic.4 Kelainan ini dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan tajam penglihatan, keratoskopi, manifest refraction,
retinoskopi, wavefront aberrometry, keratometri, dan topografi kornea.
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa silindris atau
sferosilindris, lensa kontak, atau bedah refraksi.5

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui secara teoritis
mengenai Astigmatisma terutama kaitannya dengan kesehatan mata. Penyusunan

1
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

paper ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan


Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata


2.1.1. Anatomi Mata
a. Kornea
Kornea adalah bagian transparan avaskular pada bagian anterior bola mata.
Kornea berbentuk konveks, dengan luas sekitar 1.1 cm 2 dan membentuk sekitar
7% area tunika eksternal mata. Karena berbentuk lebih melengkung daripada
sklera, terdapat sebuah sulkus yang menandai batas sklera dan kornea yang
disebut limbus.6
Kornea memiliki ketebalan sekitar 670 µm pada bagian coneoscleral
junction dan 520 µm pada bagian tengahnya. Secara mikroskopis, kornea terdiri
dari lima lapisan,6 yaitu:

2
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1) Epitelium kornea
Memiliki ketebalan sekitar 10% tebal kornea (50 µm). Terdiri dari 5-6
lapis sel yang melindungi bagian permukaan mata dari abrasi mekanis dan
membentuk permeability barrier (untuk molekul kecil, air, dan ion) dan
mencegah patogen masuk. Sel terdalam memiliki bentuk kolumnar dengan
inti yang besar dan bulat. Di bagian luar, 2-3 lapis sel polihedral
(berbentuk sayap). Pada lapisan yang lebih superfisial, sel menjadi lebih
gepeng.6
2) Membran Bowman (Anterior limiting lamina)
Terletak dibelakang lapisan epitelium, yang mengandung serabut kolagen
yang padat (mirip dengan substansia propria) dengan ketebalan 12 µm.
lapisan ini tidak mengandung fibroblast.6
3) Substansia Propria (stroma)
Lapisan ini memiliki ketebalan 500 µm dan membentuk bagian terbesar
kornea. Lapisan ini padat dan transparan yang terdiri dari 200-250 lamela,
yaitu susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, umumnya kolagen
tipe 1. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblast yang terletak di antara serat kolagen stroma.6
4) Membran Descement (Posterior limiting lamina)
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Lapisan
ini bersifat elastik dan berkembang terus seumur hidup dengan tebal 4 µm
saat lahir, dan meningkat menjadi 12 µm pada dekade ke-8.6
5) Endotelium
Lapisan ini menutupi bagian posterior kornea dan terdiri dari selapis sel
skuamous berbentuk heksagonal. Sel-sel ini memiliki keterbatasan
kemampuan untuk mitosis. Sebagai respon terhadap trauma, penuaan, dan
pemakaian lensa kontak jangka panjang, bentuk endotel menjadi kurang
teratur dan menunjukkan variasi ukuran (pleomorfisme) dan bentuk
(polimegatisme). Banyaknya mitokondria dan retikulo endoplasma kasar
didalam sel menunjukkan aktivitas metaboliknya yang tinggi.6

3
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.1. Struktur mata.7

b. Aqueous Humor
Aqueous humor berasal dari plasma didalam kapiler prosesus siliar.
Komponen utama aqueous humor adalah air dan elektrolit. Aqueous humor
disekresikan secara aktif menuju posterior chamber oleh epitelium prosesus siliar
dan melewati pupil menuju anterior chamber. Aqueous humor memberi nutrisi
dan membuang sisa produk metabolik dari kornea dan lensa yang avaskular.
Aqueous humor dihasilkan dengan kecepatan 5 ml/hari. Cairan ini mengalir
melalui jaringan trabekula menuju kanal Sclemm pada sudut iris-kornea.
Kemudian mengalir melalui collector channels, baik menuju pleksus vena
intrasklera, dimana akan bercampur dengan darah dari pleksus vena siliar, atau
langsung menuju vena aqueous. Vena aqueous bersatu dengan vena episklera pada
bagian superfisial membentuk pembuluh darah lamina.6

4
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.2. Aliran Aqueous Humor6


c. Lensa
lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, dan transparan.
Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa tergantung pada zonula di
belakang iris, zonula menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah
anterior lensa terdapat aqueous humor, dan di sebelah posteriornya, vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeable (sedikit lebih permeable
daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.8
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
supepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang
panjang. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator
dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular.8
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril. Fibril-fibril ini
berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.8
Lensa terdiri atas 65% air, sekitar 35%-nya protein (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali
mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam

5
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau
saraf di lensa.8
d. Vitreus
Viterus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus, membran
hyaloid, normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.8
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel
pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.8
2.1.2. Fisiologi Penglihatan
Ketika cahaya masuk ke mata melalui kornea, cahaya tersebut akan
dibiaskan. Refraksi (pembiasan) cahaya merupakan pembelokan arah cahaya
karena cahaya melalui dua medium yang berbeda. Cahaya merambat lebih cepat
melalui udara dibandingkan media transparan lainnya. Pembiasan ini dapat terjadi
apabila arah berkas cahaya mengenai permukaan medium baru dengan sudut yang
tidak tegak lurus. Jika tegak lurus, cahaya hanya akan melambat dan mengalami
pemendekan panjang gelombang. Selain mengalami pembiasan, cahaya
mengalami penurunan kecepatan sesuai dengan indeks bias dari medium yang
dilalui. Indeks bias dihitung dengan membagi kecepatan cahaya pada udara
dengan kecepatan pada media. Pada udara, kecepatan cahaya adalah 300.000
km/detik.9
Ketika suatu berkas cahaya mengenai permukaan lengkung suatu benda
dengan densitas lebih besar maka arah refraksi bergantung pada sudut
kelengkungan. Permukaan konveks (melengkung keluar, cembung) menyebabkan
konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama
lain. Karena konvergensi penting untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus,
maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Sedangkan permukaan konkaf
(melengkung ke dalam, cekung) membuyarkan berkas sinar (divergensi). Lensa

6
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

konkaf bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya


berpenglihatan dekat.7,9

Gambar 2.3. Refraksi oleh lensa konveks dan konkaf7


Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah
kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur pertama yang
dilewati oleh sinar tersebut masuk ke mata, berperan paling besar dalam
kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan
udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam densitas antara lensa dan
cairan di sekitarnya. Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak berubah, karena
kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif
lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai kebutuhan
untuk melihat dekat atau jauh.7
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya yang dikendalikan oleh otot siliaris,
yaitu suatu struktur khusus lapisan koroid bagian anterior. Otot siliaris adalah
suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum
suspensorium. Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang,
dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif.
Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada
ligamentum suspensorium berkurang dan lensa menjadi lebih bulat. Hal ini akan
meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar.7
Berkas cahaya akan diterima oleh sel fotoreseptor pada retina, yaitu sel
batang dan sel kerucut. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi
sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Setiap saraf optikus yang keluar dari

7
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

retina membawa informasi dari kedua paruh retina yang disarafinya. Informasi ini
terpisah ketika kedua saraf optikus bertemu di kiasma optikum yang terletak di
bawah hipotalamus (kiasma artinya persilangan). Di dalam kiasma optikum, serat-
serat dari separuh medial masing-masing retina menyebrang ke sisi kontralateral,
tetapi yang dari separuh lateral tetap di sisi semula. Reorganisasi berkas-berkas
serat yang meninggalkan kiasma optikum dikenal sebagai traktus optikus.7
Serabut saraf pada tiap traktus optikus akan bersinaps pada nukleus
genikulatum lateral di thalamus. Bagian ini memisahkan informasi yang diterima
dari mata dan menyalurkannya melalui berkas-berkas serat yang dikenal sebagai
radiasi optik ke berbagai daerah di korteks.7

Gambar 2.4. Jalur penglihatan7


2.2. Astigmatisma
2.2.1. Definisi
Astigmatisma (berasal dari bahawa Yunani, a = tiada, stigmos = titik)
adalah suatu kondisi mata dimana pantulan cahaya dari suatu benda tidak terfokus
pada satu titik di retina karena variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda-beda.1
Kornea pada mata normal memiliki bentuk elips dengan kurvatura yang
sama, yang menghasilkan kekuatan refraksi yang sama pada seluruh
permukaannya. Pada beberapa orang, kurvatura kornea lebih besar di satu
meridian dibanding yang lain. Hal ini menyebabkan cahaya yang dipantulkan
kornea tidak terfokus pada satu titik, dan gambaran retina dari suatu benda baik
dekat maupun jauh menjadi kabur dan dapat terlihat melebar atau memanjang.5,10

8
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Astigmatisma dapat dibagi menjadi kornea (keratometrik) astigmatisma,


lentikular astigmatisma, dan retinal astigmatisma. Pada umumnya astigmatisma
berasal dari kornea. Lentikular astigmatisma merupakan hasil dari kurvatura yang
tidak rata dan indeks refraksi yang berbeda didalam lensa kristalina.5

2.2.2. Etiologi
Penyebab pasti astigmatisma masih belum diketahui. Salah satu penjelasan
yang mungkin sebagai etiologi astigmatisma adalah bahwa kelainan refraksi ini
ditentukan secara genetik. Banyak penelitian yang menyelidiki pengaruh genetik
pada perkembangan astigmatisma. Penelitian menunjukkan astigmatisma
diturunkan dan mengarah pada autosomal dominant. Penelitian lainnya
menunjukkan bahwa disamping faktor genetik, pengaruh lingkungan juga besar
dalam timbulnya astigmatisma.5 Penyebab lain yang mungkin adalah ketegangan
kelopak mata yang berlebihan yang menyebabkan perubahan pada permukaan
kornea. Hal ini terjadi pada astigmatisma reguler.4
Astigmatisma dapat dibagi menjadi kongenital dan didapat. Astigmatisma
didapat dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit tertentu atau sebagai
komplikasi dari operasi mata atau trauma dan infeksi. Contoh penyebab alamiah
astigmatisma adalah berbagai kelainan patologis kornea yang berhubungan
dengan lesi meninggi, seperti keratoconus atau Sallzmann’s nodular degeneration.
Contoh operasi mata yang menyebabkan astigmatisma adalah pengangkatan
pterigium, ekstraksi katarak, lamellar and penetrating keratoplasty, myomik
keratomileusis, radial dan astigmatic keratektomi, PRK, dan laser in situ
keratomileusis (LASIK).5
2.2.3. Klasifikasi
Astigmatisma dapat diklasifikasikan sebagai berikut4:
 Astigmatisma Eksternal: astigmatisma pada permukaan anterior kornea.
 Astigmatisma Internal: penjumlahan komponen astigmatik dari media lain.

Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan posisi garis-garis fokus ini


terhadap retina, yaitu1,11:
a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan
retina dan yang lainnya berada di retina.

9
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

b. Compound Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di


depan retina.
c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang
retina dan yang lainnya berada di retina.
d. Compound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di
belakang retina.
e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan
yang lainnya berada di belakang retina.

Gambar 2.5. Klasifikasi Astigmatisma1

Berdasarkan meridian/aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi


dua, yakni astigmatisma regular dan ireguler.1
a. Astigmatisma regular
Pada astigmatisma regular terdapat dua meridian utama, dengan orientasi
dan kekuatan konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua
garis fokus. Astigmatisma reguler memiliki meridian-meridian utamanya
saling tegak lurus (90 derajat) dan sumbu-sumbunya terletak didalam 20
derajat horizontal dan vertikal. Astigmatisma regular dapat dikoreksi
dengan kacamata lensa silindris.9 Astigmatisma ini dibagi lagi menjadi1,4,10:

10
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 With-the-rule astigmatism (bentuk paling umum): meridian vertikal


memiliki kekuatan refraksi (daya bias) yang lebih besar, antara 70 dan 100
derajat. Lebih sering ditemukan pada pasien usia muda.
 Againts-the-rule astigmatism: meridian horizontal memiliki kekuatan
refraksi lebih besar, antara 160 dan 20 derajat. Lebih sering pada orang
tua.
 Oblique astigmatism: meridian-meridian utamanya tidak terletak dalam 20
derajat horizontal dan vertikal, tetapi antara 20 dan 70 derajat atau antara
110 dan 160 derajat.
 Bioblique astigmatism: jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut
yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi
100 derajat.

b. Astigmatisma Ireguler
Yakni apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah
dari titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90
pada setiap titik, kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri,
secara keseluruhan, meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama
lain. Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma
ireguler, dan peralatan seperti topographer kornea dan wavefront aberrometer
dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan ini secara klinis.1
2.2.4. Patofisiologi
Astigmatisma adalah kondisi pada mata dimana berkas cahaya dari sebuah
benda tidak terfokus pada satu titik, karena adanya perbedaan-perbedaan pada
kelengkungan kornea ataupun lensa pada meridian-median yang berbeda. Namun
penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea, meskipun lensa
kristalina juga dapat berperan. Kornea pada mata normal melengkung seperti bola
basket, dengan sudutt dan kebulatan yang sama di semua areanya. Namun mata
dengan astigmatisma memiliki kornea yang lebih melengkung lagi seperti bola
rugby dengan beberapa area lebih curam atau lebih bulat dibandingkan yang
lainnya. Hal ini dapat menyebabkan bayangan yang muncul menjadi kabur dan
melebar.5

a. Astigmatisma Reguler

11
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pada astigmatisma regular, setiap meridian membiaskan cahaya secara


teratur dan sama, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan
meridian yang lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang
lainnya kurang. Dua jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya
saling tegak lurus.12
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan
satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih
saling tegak lurus (90 derajat) satu sama lain.12
Meridian vertikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat
daripada yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan
palpebral ke kornea. Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering
pada anak-anak. Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya
lebih kuat, ini disebut dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada
orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini
menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D).12
Ketika perbedaannya tidak lebih dari 0.5 sampai 0.75 D, maka disebut
dengan astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu koreksi, karena masih
bisa dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang.
Namun jika lebih dari 0.75 D, maka dapat mengganggu penglihatan dan
menimbulkan gejala subjektif. Akan tetapi, astigmatisma tipe regular ini jarang
yang melebihi 6-7 D.12
Permukaan lensa astigmatisma berbeda dengan lensa sferis. Lensa sferis
mempunyai permukaan kurvatura yang sama dan oleh karena itu ia mempunyai
tingkat refraksi yang sama pada setiap meridian. Pada satu lensa astigmatisma
kurvatura bervariasi dari suatu nilai yang terendah ke suatu nilai yang tertinggi,
dimana kedua nilai ini terletak pada meridian dengan perbedaan 90 derajat. Oleh
karena itu, terdapat perbedaan tingkat refraksi dari suatu meridian dengan satunya
lagi sehingga sinar cahaya tidak dapat membentuk suatu titik fokus, tetapi
membentuk dua jalur fokus. Lapisan tiga dimensi oleh sinar cahaya yang
terbentuk oleh lensa astigmatisma (lensa sferosilindris) ini dikenal sebagai conoid
of sturm.1,4

12
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.6. Circle of least confusion4


Conoid of sturm mempunyai dua jalur fokal, setiap satunya sejajar dengan
salah satu meridian utama dari lensa sferosilindris. Potongan melintang conoid of
sturm biasanya membentuk suatu bentuk bujur, tetapi pada kedua jalur tersebut
terdapat potongan melintang conoid of sturm yang akan berbentuk bulat (circular).
Sinar cahaya yang berbentuk bulat ini dikenal sebagai circle of least confusion,
yang merupakan tempat dimana fokus keseluruhan lensa astigmatisma ini paling
akurat.1
b. Astigmatisma Ireguler
Astigmatisme ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan
tidak sama pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan
konsekuensi dari perubahan patologis terutama pada kornea (macula sentral
kornea, ulkus, panus, keratokonus, dan lain-lain), atau lensa (katarak, opasifikasi
kapsul posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain).12
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami
penurunan dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau polipia. Semua
mata memiliki setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi
astigmatisma ireguler dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk
iregularitas yang lebih kuat.12
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki dua
meridian yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang berbeda sehingga bayangan menjadi

13
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma, dan distorfi
atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.5

Gambar 2.7. Astigmatisma ireguler4


2.2.5. Manifestasi Klinis
Perubahan bentuk benda atau penglihatan yang kabur, dapat terjadi saat
melihat dekat ataupun jauh merupakan keluhan utama pada astimatisma. Hal ini
dapat terjadi secara vertikal, horizontal, atau diagonal. Pasien juga dapat
mengalami gejala-gejala asthenopic, yang terdiri dari nyeri tumpul pada mata,
ketegangan mata, sakit kepala, dan mata mudah lelah setelah bekerja tidak terlalu
lama.4,13,14
2.2.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis astigmatisma dapat dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan, keratoskopi, manifest refraction, retinoskopi, wavefront aberrometry,
keratometri, dan videokeratografi (computerized corneal topography).5
Keratoskopi (Placido disk) dapat menilai secara kasar adanya
astigmatisma. Pemeriksa menilai bayangan gambar cincin pada kornea pasien.
Pada astigmatisma reguler cincin akan tampak oval, sedangkan pada astigmatisma
ireguler gambarannya tampak berubah tidak beraturan.4
a. Manifest Refraction
Lensa sferosilindris yang diperoleh dari manifest refraction menentukan
berapa banyak koreksi yang diperlukan untuk mencapai gambaran yang fokus
pada retina. Pemeriksaan ini bersifat subjektif dan bergantung pada respon pasien,
kondisi pemeriksaan, dan cenderung tidak tetap antara individu. Variasi ergonomis

14
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

oleh karena perbedaan dalam kondisi pencahayaan dan tipe kartu, jarak, dan
kontras dapat menyebabkan hasil tidak sesuai dengan data.15
b. Retinoskopi
Tingkat refraksi pada seluruh jalur optis dinilai menggunakan retinoskopi.
Retinoskopi merupakan langkah awal pada refraktometri. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menilai kelainan refraksi dan memperkirakan jenis dan kekuatan
lensa yang diperlukan untuk memperbaiki kelainan tersebut. Retinoskopi kadang
disebut sebagai refraktori objektif karena tidak membutuhkan partisipasi atau
respon dari pasien. Pada astigmatisma reguler, retinoskopi dapat menilai
perbedaan kekuatan pada dua axis yang berbeda.5,15

c. Wavefront aberrometry
Pemeriksaan diagnostik ini dapat memberikan informasi objektif
mengenai penyimpangan optik pada sistem penglihatan. Kelainan pembiasan pada
seluruh permukaan optikal dan bentuk mata dapat menghasilkan penyimpangan
optik bahkan pada mata normal dan tidak bisa diperbaiki secara efektif dengan
kacamata dan lensa kontak. Alat ini bekerja dengan cara memberikan sinar yang
difokuskan pada retina dan bayangan akan melewati media mata. Ketika
wavefront masuk melalui pupil, maka akan terdeteksi oleh sensor dan dapat
kekuatan refraksi dari tiap media dapat diukur serta menyimpulkan koreksi
spesifik pada tiap media.15
d. Keratometri
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang disebut keratometer atau
optalmometer. Keratometri mengukur kurvatura kornea pasien dan memberikan
hasil pengukuran astigmatisma kornea yang objektif dengan mengukur kurvatura
dan axis pada tiap meridian. Keratometri juga berguna dalam menentukan lensa
kontak yang tepat. Keterbatasan utama pemeriksaan ini adalah asumsi bahwa
kornea memiliki permukaan sferosilindris dengan sebuah kurvatura pada tiap
meridian, dan dengan axis mayor dan minor yang dipisahkan 90 derajat.
Keratometri hanya mengukur empat titik, dengan jarak masing-masing 3 mm dan
tidak memberikan informasi mengenai bagian tengah atau tepi kornea.
Keratometri tidak dapat mengukur kornea yang tidak sferosilindris, yang

15
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

umumnya ditemukan pada operasi refraksi, keratoconus, dan kelainan kornea


lain.5,16
e. Topografi Kornea
Pemeriksaan ini menggunakan computer-assisted videokeratography
(CAVK) dengan teknologi yang lebih maju dalam menilai astigmatisma kornea
dengan mengukur nilai pada beberapa titik pada permukaan anterior kornea.
Pemeriksaan ini bersifat objektif dan memberikan informasi berguna terkait
ketidakteraturan kornea dan membantu menganalis astigmatisma secara
kuantitatif dan kualitatif. CAVK juga dapat menghasilkan nilai kurvatura rata-rata
dari seluruh kornea, berbeda dengan keratometri.15

Gambar 2.8. Topografi kornea17


2.2.7. Penatalaksanaan
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa
konta, atau operasi refraktif.

a. Kacamata
Kacamata merupakan alat yang paling simple dan aman dalam mengoreksi
kelainan refraksi (astigmatisma), oleh karena itu kacamata harus dipertimbangkan
sebelum lensa kontak atau operasi refraktif. Kacamata dan kekuatan refraksi mata
harus dievaluasi kapanpun gejala visual bertambah. Pasien dengan kelainan
refraksi yang ringan (astigmatisma ringan) mungkin tidak memerlukan koreksi,
perubahan yang kecil saat koreksi astigmatisma pada pasien asimptomatik secara
umum tidak direkomendasi. Koreksi penuh mungkin tidak diperlukan pada
individu dengan astigmatisma reguler. Orang dewasa dengan astigmatisma

16
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

mungkin tidak menerima koreksi silinder yang penuh pada sepasang kacamatanya
atau kacamata yang selanjutnya jika astigmatismanya hanya sebagian dikoreksi.5
Lensa silindris murni, atau silinder, merupakan lensa yang mempunyai dua
meridian yang saling tegak lurus satu sama lain, dengan kekuatan refraksi hanya
pada satu meridian. Meridian yang tidak mempunyai kekuatan disebut axis. Posisi
silinder menunjukkan axis, dengan rentang dari 0o (horizontal) hingga 90o
(vertikal), dan kembali ke 180o (sama seperti 0o). berbeda dengan lensa sferis,
silinder memfokuskan sinar cahaya menjadi garis fokus daripada sebuah titik.
Kekuatan meridian selalu 90 derajat menjauh dari axis. Oleh karena itu, jika axis
45 derajat, maka kekuatan meridian pada 135 derajat. Kekuatan silinder pada
meridian axis adalah nol. Kekuatan maksimum adalah 90 derajat dari axis. Hal ini
disebut power meridian. Gambar yang terbentuk oleh power meridian adalah
garis fokus sejajar dengan axis. Tidak ada gambaran garis fokus yang terbentuk
pada meridian axis, karena meridian axis tidak mempunyai kekuatan.5
Astigmatisma with the rule dikoreksi dengan lensa silinder positif antara
60 dan 120 derajat. Astigmatisma against the rule dikoreksi dengan silinder
positif antara 150 dan 30 derajat. Oleh karena itu, astigmatisma oblik dari 30
sampai 59 dan 121 sampai 149 derajat.5
Lensa silindris murni digunakan di oftalmologi hanya untuk tujuan
pemeriksaan. Secara teoritis, lensa silindris yang memiliki kekuatan hanya pada
satu meridian dapat digunakan untuk mengoreksi astigmatisma. Akan tetapi,
banyak astigmatisma disertai hiperiopia atau myopia dan membutuhkan korekasi
pada lebih dari satu meridian. Untuk memberikan koreksi, diperlukan kombinasi
lensa silinder dan sferis yang disebut lensa sferosilindris.5
Lensa sferosilindris disebut juga lensa torik, tetapi pada praktiknya lebih
sering disebut lensa silinder karena lebih simpel. Jika lensa sferis dibayangkan
sebagai potongan benda yang berbentuk seperti bola basket, lensa sferosilindris
dapat dibayangkan seperti potongan bola rugby. Tidak seperti lensa sferis yang
memiliki kurvatura yang sama pada seluruh permukaannya, lensa sferosilindris
mempunyai kurvatura yang berbeda pada dua meridian yang tegak lurus. Bagian
meridian “bola rugby” yang panjang disebut meridian flat, dan yang dibagian
tengahnya disebut meridian “steep”. Lensa sferosilinder tidak memfokuskan

17
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

cahaya pada satu titik, tetapi membiaskan cahaya pada sepanjang kedua meridian
menjadi dua garis fokus. Gambaran terjernih terbentuk pada titik antara dua garis
fokus, yang membentuk istilah geometri “circle of least confusion”. Kemampuan
lensa sferosilinder untuk membiaskan cahaya disepanjang kedua meridian dapat
mengoreksi astigmatisma dan miopia atau hiperopia.5
b. Lensa kontak
Sebelum mencoba menggunakan lensa kontak, riwayat mata termasuk
pemakaian kontak lensa sebelumnya harus diketahui dan pemeriksaan mata yang
komprehensif harus dilakukan. Pasien harus diberitahu mengenai penggunaan
lensa kontak yang berhubungan dengan masalah okular, seperti microbial corneal
ulcers yang dapat mengancam penglihatan, dan penggunaan lensa kontak
sepanjang malam berhubungan dengan peningkatan risiko keratitis ulseratif.5
Astigmatisma ireguler timbul ketika dengan menggunakan retinoskopi
atau keratometri, meridian utama kornea, atau seluruhnya, tidak tegak lurus sama
lain. Walaupun seluruh mata memiliki sejumlah kecil astigmatisma ireguler,
istilah ini secara klinis digunakan hanya pada kornea ireguler yang jelas seperti
yang terjadi pada keratokonus dan scar kornea. Kacmata berlensa silindris dapat
sedikit memperbaiki penglihatan, akan tetapi penggunaan lensa kontak kaku lebih
baik. Kelainan astigmatisma yang berat dapat dikoreksi secara efektif dengan
rigid gas-permeable dan lensa kontak hybrid. 5

18
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.9. Guideline umum pemilihan lensa kontak pada pasien astigmatisma17
c. Bedah Refraksi
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan teknik bedah refraksi yang secara
permanen dan selektif mengubah bentuk kornea yang ireguler menjadi halus dan
simetris. Hal ini menghasilkan gambaran yang fokus pada retina.8
Laser excimer, terutama laser argon flourida dengan panjang gelombang
193 nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak
sel-sel di sekitar atau dibawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel
dan ukuran titik (-penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan
lapis demi lapis lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina
dengan bantuan computer (fororefraktif keratektomi [PRK]) dapat memperbaiki

19
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

kelainan refraksi astigmatisma secara permanen. Kesulitan-kesulitan awal berupa


terbentuknya perkabutan superfisial di kornea tampaknya telah berhasil diatasi.
PRK menghilangkan membran Bowman, lapisan tempat epitel kornea melekat;
kadang-kadang hal ini menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk mempertahankan
membran ini, dilakukan suatu prosedur alternatif yang banyak dikenal sebagai
LASIK (laser in situ keratomileusis), yang terdiri atas pembuatan falp lamelar
“berengsel” pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar-
kornea dengan laser, dan pengembalian flap yang telah dibuat. LASIK
menghasilkan perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa nyaman
dibandingkan PRK, tetapi menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang yang
sedikit lebih tinggi. Secara teori laser subepithelial keratomileusis (LASEK)
menggabungkan keuntungan-keuntungan PRK dan LASIK.8
2.2.8. Komplikasi
Mata dengan astigmatisma sering memperlihatkan ambliopia akibat mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Ambliopia
adalah suatu keadaan dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal walaupun
sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Menurunnya tajam penglihatan mata terjadi
pada astigmatisma berat (3.0 D) yang tidak dikoreksi. Perbaikan tajam
penglihatan dapat terjadi beberapa bulan setelah kaca mata dipergunakan.18
2.2.9. Prognosis
Pada anak-anak, derajat astigmatisma akan menurun secara perlahan
sepanjang masa kanak-kanak awal. Akan tetapi, penting untuk mendeteksi anak
yang memiliki astigmatisma tinggi untuk dikoreksi sehingga menurunkan risiko
ambliopia. Sedangkan pada masa dewasa, derajat astigmatisma umumnya stabil
dan tajam penglihatan yang baik dapat dicapai dengan koreksi optik.19

BAB 3
KESIMPULAN

Astigmatisma adalah suatu kondisi mata dimana pantulan cahaya dari


suatu benda tidak terfokus pada satu titik di retina karena variasi pada kurvatura
kornea atau lensa pada meridian yang berbeda-beda. Kelainan refraksi ini dapat
dibagi menjadi astigmatisma reguler dan ireguler. Penyebab pasti astigmatisma
masih belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan beberapa faktor

20
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

genetik, lingkungan, lesi pada kornea, trauma, infeksi, dan komplikasi operasi
mata. Astigmatisma dapat menimbulkan keluhan berupa perubahan bentuk benda
dan pandangan kabur, serta gejala-gejala asthenopic. Kelainan ini dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan tajam penglihatan, keratoskopi, manifest
refraction, retinoskopi, wavefront aberrometry, keratometri, dan topografi kornea.
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa silindris atau
sferosilindris, lensa kontak, atau bedah refraksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology. Clinical Optics. Section 3. San


Fransisco: Basic and Clinical Science Course. 2014-2015;84-6.

2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi


Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Jakarta: Infodatin. 2014.

3. Kalangi W, Rares L, Sumual V. Kelainan Refraksi di Poliklinik Mata RSUP


Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode: Juli 2014-Juli 2016. JKK. 2016
feb;1(1):83-91.

4. Lang GK. Ophthalmology Short Textbook. 1st ed. New York: Georg Thieme
Verlag. 2000;440-4

21
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

5. Kaimbo DKW. Astigmatism – Definition, Etiology, Classification, Diagnosis


and Non-Surgical Treatment. 2012;59-74. [Available from
http://cdn.intechopen.com/pdfs/29985, accessed on 30 October 2017].

6. Standring S. Gray’s Anatomy. 41st ed. London: Elsevier. 2016; 687-690.

7. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. 7th ed. USA:


Brooks/Cole. 2010. 195-9.

8. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. 394-5

9. Hall JE. Guyton and Hall Textbook ofMedical Physiology. 13th ed.
Philadelphia: Elsevier. 2016. 635-6.

10. Remington LA. Clinical Anatomy of The Visual System. 2nd ed. St. Louis:
Elsevier. 2005. 9.

11. Bye LA, Modi NC, Stanford M. Basic Sciences for Ophthalmology. 1st ed.
United Kingdom: Oxford University Press. 2013. 221-2.

12. Olujic SM. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. 2012. 168-90.
[Available from http://cdn.intechopen.com/pdfs/31124, accessed on 30
October 2017].

13. Jogi R. Basic Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: Jaypee Brothers Med. Pub.
2009. 53-4.

14. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International. 2007. 36-8.

15. Alpins NA, Terry C. Astigmatism: LASIK, LASEK, and PRK in Master
Techniques in Refractive Surgery. New York: Slack inc. 2003. 151-53.

16. Upadhyay S. Myopia, Hyperopia and Astigmatisma: A Complete Review with


View of Differentiation. IJSR August 2015;4(8):125-9.

22
PAPER NAMA : RAUDHAH SARI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100143
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

17. Herranz RM, Zarzuelo GR, Herraez VDJ. Contact Lens Correction of Regular
and Irregular Astigmatism. 2012. 157-60. [Available from
http://cdn.intechopen.com/pdfs/29992, accessed on 30 October 2017].

18. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI. 2014; 271.

19. Read SA, Collins MJ, Carney LG. A review of astigmatism and its possible
genesis. Clin Exp Optom. 2007;90:7-8.

23

Anda mungkin juga menyukai