Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium
tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit
tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup
bersama dengan kuman tuberkulosis.
Tuberkulosis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara
(droplet dahak pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi
droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau
berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi
Tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu
penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDG’s.

Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.Hal tersebut


menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun dan menduduki peringkat ke dua
sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia setelah HIV. Pada tahun
2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan
perempuan dan 1,0 juta anak-anak. Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014
sangat tinggi yaitu 1,5 juta kematian (1,1 juta di antara orang HIV- negatif dan 0,4 juta di
antara HIV- positif ), dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan
dan 140.000 anak-anak.

Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case Detection Rate
CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang 2 ditemukan dan pengobatan
terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan dalam wilayah tersebut
(Kemenkes, 2015). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka Penemuan Kasus) TB di
Indonesia tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2012 sebesar 61 %, tahun
2013 sebesar 60 %, dan tahun 2014 menjadi 46 % (Kemenkes RI, 2015).

1
Angka prevalensi TB pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/ 100.000 penduduk
meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insidensi tahun 2014
sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun
2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000
penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013 (WHO, Global Tuberculosis Report,
2015).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit paru Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.
2. Untuk memahami tentang materi tentang Tb Paru.
1.3 Manfaat

1. Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari, mengidentifikasi dan
mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai TB Paru
2. Bagi institute pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi bagi mahasiswa untuk kegiatan yang ada kaitannya
dengan pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan TB Paru.

2
BAB II

TUBERKULOSIS

2.1 Definisi TB

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis


complex.

1. Suspek TB

Adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB paru adalah batuk
produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan ( sesak napas, nyeri dada,
hemoptisis) dan atau gejala tambahan ( tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam, dan mudah lelah)

Dalam menentukan suspek TB harus dipertimbangkan faktor seperti usia pasien, imunitas
pasien, status HIV atau prevalens HIV dalam populasi.

2. Kasus TB pasti

Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium tuberculosis


complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik ( jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok
dll) dan kultur. Pada negara dengan keterbatasan kapasitas laboratorium dalam
mengidentifikasi M.tubercolosis maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan
satu atau lebih dahak BTA positif.

ATAU

Seorang pasien yang telah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga


didiagnosis TB oleh Dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan panduan dan
lama pengobatan yang lengkap.

3. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

3
4. Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan


tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

5. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥1 bulan dan tidak mengambil obat
2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

6. Kasus Gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

7. Kasus Kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulangan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

8. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidk aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan)
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.
- Pada kasus gambaran radiologi meragukan dan telah mendapatkan OAT 2 bulan tetapi
pada poto thorak ilang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

2.2 Patogenesis

1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalu saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening

4
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadentis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.

2. Tuberkulosis Post Primer


Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai
nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen
apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.

5
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding
tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut
akan menjadi :
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
- Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tubekuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).

2.3 Klasifikasi Tuberkulosis

a. Berdasarkan letak anatomi penyakit

 Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. TB milier


diklasifikasikan sebagai TB Paru karena lesinya yang terletak dalam paru.
 Tuberkulosis ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan atau hilus),
abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi

 TB paru BTA positif apabila :


- Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak menunjukkan
hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality external assurance
(EQA)
- Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat EQA,
maka TB paru BTA positif adalah :
 Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau

6
 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil peeriksaan
foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi, atau
 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur
M.tuberculosis positif.
 TB paru BTA negatif apabila :
- Sedikitnya dua dari hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang
memenuhi syarat EQA
- Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif untuk
memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalensi HIV > 1 % atau
pasien TB dengan kehamilan ≥ 5 %.
ATAU
Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum
memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis.Memenuhi kriteria sebagai berikut :
Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu dibawah
ini :
- Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV, atau
- Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau prevalensi rendah)
tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberiaan antibiotik spektrum luas
(kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti TB)
 Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidk aktif, atau foto serial (dalam 2
bulan) menunjukkan gambaran OAT yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

c. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :

7
 Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB atau
pernah mendapat pengobatan TB kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil BTA
positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun.
 Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah pernah
mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama satu bulan, dengan hasil
dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun.
2.4 Diagnosis TB
1) Gambaran Klinis
Gejala TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.Bila organ
yang terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori.

1. Gejala Respiratori:
 Batuk ≥ 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai gejala ringan sampai gejala yang
berat tergantung dari luas lesi. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit maka
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan
selanjutnya diperlukan membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik :
 Demam
 Gejala sitemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
3. Gejala TB Ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organyang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleurutis TB terdapat
gejala sesak nafas dan kadang nyeri pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

8
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.Pada TB
paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.Kelainan paru pada umunya
mengenai daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks
lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan antara lain :
 Suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, mediastinum dan diafragma.
 Pada perkusi ditemukan redup atau pekak.
 Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pkeak, pada auskultasi suara napas
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
 Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologi
1) Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi.
2) Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
Bahan pemeriksaan hasil Biopsi Jarum Halus (BJH), dapat dibuat sediaan apus
kering di gelas objek, atau untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat
ditambahkan NaCl 0,9 % 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiolgi dan
patologi anatomi.
3) Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

9
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, BAL( bronchoalveolar
lavage), urin,feses dan jaringan biopsi, dapat dilakukan dengan cara :
 Pemeriksaan mikroskopis
Mikroskopis biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUDTLD). Skala
IUDTLD :

 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.


 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
 Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

 Pemeriksaan biakan kuman


Pemeriksaan identifikasi M.tuberculosis dengan cara :
 Biakan
Lowenstein-Jensen
Pada identifikasi M. Tuberculosis, pemeriksaan dengan media biakan lebih
sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan biakan
dapat mendeteksi 10 -1000 mikrobakterium/ml. Media biakan terdiri dari
media padat dan media cair. Media Lowenstein-Jensen adalah media padat
yang menggunakan media basa telur.
 Uji lainnya :
Uji tuberkulin, uji ini dipakai untuk mengetahui seorang telah terinfeksi
kuman TB atau menetukan TB laten. Di Indonesia dengan prevalens TB yang
tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti
pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi,

10
bula, atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada
malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral,
top-lordotic, oblik atau CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran
bermacam – macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai TB aktif adalah :

 Bayangan berawan/nodular di segmen Apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :

 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (destroyed lung) :

 Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses
penyakit.
c. Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Analisis Cairan Peura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
3. Pemeriksaan darah

11
2.5 Penatalaksanaan TB
Pengobatan TB
Tujuan pengobatan TB adalah :
 Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
 Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
 Mencegah kekambuhan
 Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
 Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya
lama pengobatan adalah 6-8bulan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


obat yang dipakai:
1. Jenis Obat Lini Pertama adalah:
 Rifamfisin (R)
 Isoniazid (H)
 Pirazinamid (Z)
 Etambutol ( E)
 Streptromisin ( S)
2. Jenis Obat Lini Kedua adalah:
 Kanamisin
 Kapreomisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Sikloserin
 Para amino salisilat (PAS)

12
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT tunggal

Paduan Obat Anti Tuberkulosis


- OAT kategori I
TB paru kasus baru, BTA positif atau foto thoraks : lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
o 2RHZE/4HR atau
o 2RHZE/4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk :
o TB paru BTA (+), kasus baru
o TB paru BTA (-), lesi luas

- OAT kategori II
o TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE/5HRE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5bulan.
o TB paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh panduan :
3-6bulan kanamisin, ofloksasin, eitonamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan
ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase
awal dapat diberikan 2RHZES/RHZE/5HRE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji
resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama
5 bulan.
o TB paru kasus putus berobat

13
Berobat ≥ 4 bulan :
 BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, dilakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awaldengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu lebih lama.
 BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan lebih lama.
Berobat < 4 bulan
 Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
 Bila BTA negative, gambaran foto thorak positif TB aktif pengobatan
diteruskan.
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
o TB paru kasus kronik
-Jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji
resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT
yang masih sensistif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, makrolid dll.
Pengobatan minimal 18 bulan.
-Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
-Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
-Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
Kemasan

1. Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,


pirazinamid dan etambutol. Dengan dosis :
 R 10 mg / kg BB
 H 5 mg / kg BB
 Z 25 mg / kg BB
 E 20 mg / kg BB

14
 S15 mg / kg BB
Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500mg
perhari.
2. Obat kombinasi dosis tetap / KDT (fixed dose combination / FDC), kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.
International Union Against Tuberculosis and Lungs Disease (IUALTD) dan WHO
menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis Tetap (Fixe
Dose Combination) dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.

3. FDC mengandung 4 macam obat, yaitu :


 75 mg Isoniazid (INH)
 150 mg Rifampisin
 400 mg Pirazinamid
 275 mg Etambutol
2 FDC mengandung 2 macam obat : (dosis harian)

 75 mg Isoniazid (INH)
 150 mg Rifampisin
Ada 2 kategori paduan OAT di Indonesia yaitu:

a. Kategori I :

 Diberikan untuk pasien TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif dengan
gambaran radiologis sesuai gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi dan pasien TB
ekstraparu.

Tabel 2. Dosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel

Berat Badan Fase Intensif 2-3 Fase Lanjutan4 Bulan


Bulan

Harian Harian 3x/minggu

(RHZE) (RH) (RH)

150/75/400/275 150/75 150/150

15
30-37 2 2 2

38-54 3 3 3

55-70 4 4 4

>71 5 5 5

Penentuan dosis terapi FDC 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan WHO,
merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.

b. Kategori II

 Diberikan untuk pasien TB BTA positif yang telah diobati sebelumnya


Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap kategori 2
Berat Badan Tahap Intensif Tiap Hari Tahap Lanjutan 3 kali
selama 5 bulan
Selama 2 bulan Selama 1 bulan

30-37 2 Tab 4 FDC + 500 2 Tab 4 FDC 2 Tablet 2 FDC + 2 Tab


mg streptomisin Inj Etambutol

3 Tab 4 FDC + 750 3 Tablet 2 FDC + 3 Tab


38-54 3 Tab 4 FDC
mg streptomisin Inj Etambutol

4 Tab 4 FDC + 4 Tablet 2 FDC + 4 Tab


55-70 4 Tab 4 FDC Etambutol
1000 mg

streptomisin Inj
5 Tablet 2 FDC + 5 Tab
5 Tab 4 FDC +
≥ 71 5 Tab 4 FDC Etambutol
1000 mg

streptomisin Inj

Penetuan dosis terapi FDC 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan WHO,
merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.

16
Pada kasus yang mendapat obat FDC tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantaun kemungkinan terjadinya
efek samping sanagt penting dilakukan selama pengobatan. Pendekatan berdasarkan gejala
digunakan untuk penatalaksanaan efek samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya
pasien yang mengalami efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan
diberikan pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT
penyebab dapat dihentikan dan segera pasien dirujuk kepusat kesehatan yang lebih besar atau dokter
paru untuk tatalaksana selanjutnya.

Tabel 4. Efek samping OAT dan Tatalaksananya.

Hentikan obat penyebab dan


Mayor
rujuk kepada dokter ahli segera
Ruam kulit dengan atau tanpa gatal Sterptomisin, Hentikan OAT
isoniazid,
rifampisin,
pirazinamid
Tuli (tidak didapatkan kotoran yang Streptomisin Hentikan streptomisin
mneyumbat telinga pada pemeriksaan
otoskopi)
Pusing (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Hentikan streptomisin
Kuning (penyebab lain disingkirkan), Isoniazid, Hentikan OAT
hepatitis pirazinamid,
rifampisin
Bingung (curigai gagal hati akut Sebagian besar Hentikan OAT
terinduksi obat bila terdapat jaundis) OAT
Gangguan penglihatan (singkirkan Etambutol Hentikan etambutol
penyebab lainnya)
Syok, purpura, gagal ginjal akut Rifampisin Hentikan rifampisin
Minor Lanjutkan OAT, cek dosis OAT

17
Anoreksia, mual, nyeri perut Pirazinamid, Berikan obat dengan bantuan sedikit
rifampisin, makanan atau menelan OAT sebelum
isoniazid tidur, dan sarankan untuk menelan
pil secara lambat dengan sedikit air.
Bila gejala menetap atau memburuk,
atau muntah berkepanjangan atau
terdapat tanda-tanda perdarahan,
pertimbangkan kemungkinan ETD
mayor dan rujuk ke dokter ahli segera

Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin atau obat antiinflamasi


nonsteroid, atau parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau kesemutan Isoniazid Piridoksin 100-200 mg/
di tangan dan kaki hari(selama 3 minggu)
Rasa mengantuk Isoniazid Pastikan untuk memberi obat
sebelum tidur
Air kemih berwarna kemerahan Rifampisin Pastikan pasien diberitahukan
sebelum mulai minum obat dan bila
hal ini terjadi adalah normal
Sindrom flu (demam, menggigil, Pemberian Ubah pemberian rifampisin

malaise, sakit kepala, nyeri tulang) Rifampisin intermiten menjadi setiap hari
intermiten

Pengobatan Suportif/Simptomatis
a) Pasien rawat jalan
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dilakukan rawat jalan. Selain OAT
kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya
tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
Terdapat banyak bukti bahwa pajanan klinis dan hasil akhir penyakit termasuk
TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Makanan sebaiknya tinggi kalori-
protein.
Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah :
 Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6 kali perhari lebih
diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali perhari.

18
 Bahan-bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak nabati, mentega,
kacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak, dll dapat menambah kalori dan
protein tanpa menambah besar ukuran makanan.
 Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi untuk mencukupi
asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat.
 Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi setia hari
 Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver sereal, polong, kentang,
pisang dan tepung haver.
 Alcohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidak
memiliki vitamin juga dapat memperberat fungsi hepar.
 Menjaga asupan cairan adekuat (minum minimal 6-8 gelas/hari).
 Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
Bila pasien demam dapat diberikan obat penurun panas/demam, bila perlu dapat
diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain

b) Pasien rawat inap


Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
 Batuk darah masif
 Keadaan umum buruk
 Pneumotoraks
 Empiema
 Efusi pleura masif/bilateral
 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :

 TB paru milier
 Meningitis TB
Pengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat.

19
A.Evaluasi Pengobatan
1) Evaluasi klinis
 Pasien dievaluasi secara periodik
 Evaluasi terhadap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidak nya komplikasi penyakit
 Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis.
2) Evaluasi bakteriologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)
 Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
 Pemeriksaan evaluasi pemeriksaan mikroskopis
o Sebelum pengobatan dimulai
o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fae intensif)
o Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaa biakan dan uji kepekaan
3) Evaluasi radiologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)
 Sebelm pengobatan
 Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang dipirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
 Pada akhir pengobatan
Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan.Hal yang dievaluasi
adalah mikrskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi bila ada gejala).

B) Definisi Kasus Hasil Pengobatan


1) Sembuh
 Pasien dengan hasil sputum BTA positif atau kultur positif sebelum pengobatan, dan
hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu
kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif
 Pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/perbaikan
 Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
2) Pengobatan lengkap

20
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki hasil pemeriksaan
sputum atau kultur pada akhir pengobatan
3) Gagal pengobatan
Pasein dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan ke lima atau lebih dalam
pengobatan
4) Meninggal
Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama dalam pengobatan
5) Lalai berobat
Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut – turut atau lebih
6) Pindah
Pasien yang pindah ke unit (pencatat dan pelaporan) berbeda dan hasil akhir pengobatan
belum diketahui
7) Pengobatan sukses/berhasil
Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap

C) Komplikasi TB
Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan maupun setelah
selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah:4
 Batuk darah
 Pneumothorak
 Luluh paru
 Gagal napas
 Gagal jantung
 Efusi pleura
Pada keadaan komplikasi harus dirujuk ke fasilitas yang memadai.

21
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. Desriyanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 Tahun

Anamnesis
- Keluhan Utama
Batuk darah sejak ±1 hari sebelum masuk rumah sakit
- Riwayat Penyakit Sekarang
o Batuk darah ±1 hari SMRS, batuk sebanyak ± 2 sendok makan dan bewarna
merah merah segar. Batuk sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, hilang
timbul.
o Sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak menciut hilang timbul. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, emosi dan makanan.
o Nyeri dada sejak 1 hari SMRS, nyeri dada tidak menjalar kebahu, nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri bertambah ketika batuk dan berkurang ketika
istirahat.
o Keringat malam sejak 2 minggu lalu SMRS
o Nafsu makan menurun, sejak ±1 bulan lalu SMRS
o Penurunan berat badan, sebanyak 10 kg dari 48 kg menjadi 38 kg
o Batuk berdahak sejak ±2 bulan lalu, kental bewarna putih dan mudah
dikeluarkan.
o Riwayat demam sejak 2 bulan lalu sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul
tidak menggigil. Saat ini pasien tidak demam.
o BAK dan BAB normal

22
- Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat jantung disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat jantung disangkal
- Riwayat asma disangkal

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Kebiasaan


Pekerjaan : Penjahit
Kebiasaan :
Merokok : Tidak ada
Usia : -
Berhenti Merokok : -
Jumlah batang/hari : -
Indeks Brigman : -
Narkoba :-
Alkohol :-
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 98 x/i , Reguler
Frekuensi Napas : 26 x/i
Suhu : 36,8 ºC

23
Berat Badan : 38 kg
Tinggi Badan : 150 cm

KEPALA
- Mata : Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
- Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran kelenjer getah bening dan
kelenjer tiroid.

THORAK
- PARU
Inspeksi : Simetris, hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Focal fremitus sama pada paru kanan dan kiri
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : vesikuler kedua lapang paru, Rhonki (+/+), Ekspirasi memanjang (-/-),
wheezing (-/-)

- JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari medial di RIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama reguler, Murmur (-), Gallop (-)

- ABDOMEN
Inspeksi : Perut tidak tampak mencekung
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Udem (-/-)

24
- CRT < 2 detik (+/+)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
- Hemoglobin : 6,2 g/dl
- Leukosit : 9.300 uL
- Trombosit : 502.000 uL

Diagnosa Kerja
Hemaptoe ec Suspect TB Kasus Baru

Diagnosa Banding
Hemaptoe ec Suspect Bronkopneumi

Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Istirahat, kurangi aktivitas
Farmakologi
- IVFD RL 500 cc 12 Jam/kolf
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg (jika demam)
- Inj. Vit K 3 x 10 mg
- Inj. Vit C 3 x 100 mg
Pemeriksaan Anjuran
- Cek BTA sputum
- Foto Rotngen Thorak PA

25
FOLLOW UP
Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Maret 2019
Anamnesis
- Sesak Nafas : Ada
- Demam : Tidak ada
- Batuk/ Batuk Darah : Batuk berdahak
- Nyeri dada : Ada, saat batuk
- Nafsu Makan : Menurun
Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD/ HR : 100/70 mmHg, 88 x/i
- Nafas : 24 x/i
Paru
Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Focal Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+), Wheezeng (-/-), Ekspirasi memanjang (+/+)

Kesan
Hemaptoe ec Suspect TB paru Kasus Baru

Anjuran
- Cek sputum
- Terapi lanjut

Terapi
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Curcuma 2 x 200 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Inj. Vit K 3 x 10 mg
- Inj. Vit C 3 x 100 mg

26
FOLLOW UP
Hari/Tanggal : Senin, 11 Maret 2019
Anamnesis
- Sesak Nafas : Ada
- Demam : Ada, hilang timbul
- Batuk/ Batuk Darah : Ada batuk berdahak
- Nyeri dada : Saat batuk
- Nafsu Makan : Menurun
Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD/ HR : 100/80 mmHg, 82 x/i
- Nafas : 22 x/i

Paru
Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Focal Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+), Wheezeng (-/-), Ekspirasi memanjang (+/+)

Kesan
Dalam Perbaikan

Anjuran
- BTA +
- Terapi lanjut

Terapi
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Curcuma 2 x 200 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Vit.K 3 x 1
- Vit.C 3 x 1

27
FOLLOW UP
Hari/Tanggal : Selasa, 12 Maret 2019
Anamnesis
- Sesak Nafas : Tidak ada
- Demam : Ada
- Batuk/ Batuk Darah : Ada, batuk berdahak
- Nyeri dada : Ada, saat batuk
- Nafsu Makan : Menurun
Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Composmentis Kooperatif
- TD/ HR : 100/70 mmHg, 86 x/i
- Nafas : 22 x/i

Paru
Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Focal Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+), Wheezeng (-/-), Ekspirasi memanjang (-/-)

Kesan
Dalam perbaikan

Anjuran
Terapi Lanjut, terapi OAT

Terapi
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Tab Curcuma 2 x 200 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Rimpafisin 1 x 600 mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 500 mg
- Etambutol 1 x 1200 mg

28
FOLLOW UP
Hari/Tanggal : Rabu, 13 Maret 2019
Anamnesis
- Sesak Nafas : Tidak ada
- Demam : Ada, hilang timbul
- Batuk/ Batuk Darah : Batuk berdahak
- Nyeri dada : Ada, saat batuk
- Nafsu Makan : Menurun
Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD/ HR : 100/80 mmhg, 90 x/i
- Nafas : 22 x/i
Paru
Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Focal Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+), Wheezeng (-/-), Ekspirasi memanjang (-/-)

Kesan
Dalam perbaikan

Anjuran
Terapi lanjut

Terapi
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Tab Curcuma 2 x 200 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Rimpafisin 1 x 600 mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 500 mg
- Etambutol 1 x 1200 mg

29
Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Editor Tim Kelompok kerja TB.
Jakarta, 2006.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Editor Tim Kelompok Kerja TB.
Jakarta, 2011.

30

Anda mungkin juga menyukai