Anda di halaman 1dari 3

Kabar bohong atau hoax beredar di dunia maya, disebar dari satu akun ke akun lain, berpindah

dari Facebook ke Twitter, Twitter ke WhatsApp, dan dalam beberapa jam tanpa diketahui siapa
yang pertama menyebarnya pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut pengguna.

Contoh kasus pada berita hoax ini adalah terkait Gubernur Jakarta yaitu Ahok. Setelah Gubernur
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituding melakukan penistaan agama sebuah
tuduhan masih diselidiki oleh kepolisian. Satu kata bisa mengubah arti. Itulah yang tercermin
dalam sebuah hoax yang tersebar di media sosial. Seseorang mengambil berita Kompas.com dan
mengganti satu kata dalam judul sehingga membuat artinya menjadi sama sekali berbeda.
Contoh kasus hoax dalam kalimat Ahok. Ahok berkata “Kamu kira kami BOHONG bangun
masjid dan naikkan haji marbut?” diubah menjadi “Kamu kira kami NIAT bangun masjid dan
naikkan haji marbut?”

Selain itu kabar tentang Ahok yang tersebar akhir Oktober tahun 2016 masih banyak ditemukan di
internet. Isinya seakan-akan seperti laporan via WhatsApp antara anggota polisi dan komandannya
terkait kedatangan ''pasukan Cina yang akan menghadapi demo bela Islam untuk membela Ahok''. Polisi
telah menegaskan berita ini tidak benar.
Selanjutnya tentang kasus hoax foto Habib Rizieq yang berjabat tangan dengan Ahok adalah foto
editan yang diolah oleh seorang seniman Photoshop' bernama Agan Harahap

Dia mengunggah foto editan itu dalam akun Facebook-nya dan mendatangkan reaksi yang
beragam. Orang-orang yang rajin mengikuti karyanya langsung mengerti bahwa itu adalah editan
yang disengaja. "Damai dunia," kata satu pengguna. Padahal ini adalah foto hoax yang
menimbulkan fitnah.

Masih tentang Ahok selanutnya ada kasus tentang berita bohong terkait video yang diunggah
Buni Yani terkait Ahok yang mengutip surat Al-Maidah memicu debat terkait apakah sebuah
pesan bisa memiliki arti beda ketika dikutip sepotong-sepotong.

Dalam video yang diunggah Buni Yani, video dimulai di tengah kalimat. ''.....bapak/ibu gak bisa
pilih saya, ya kan karena dibohongin pakai surat Al-Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak
ibu.'' Dalam video yang utuh, kalimat lengkapnya adalah: ''Jadi jangan percaya sama orang. Kan
bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongin pakai surat Al
Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak
bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan
panggilan pribadi bapak ibu.''

Polisi mengatakan bahwa Buni Yani tidak terbukti melakukan pengeditan atas video seperti yang
banyak dituduhkan. Dalam Facebook-nya, Buni Yani mengklaim dirinya telah menjadi sasaran
teror setelah mengunggah video tersebut. Yang jelas belum diketahui siapa peneror yang
mengatasnamakan Buna Yani sebagai penyebar berita Hoax tersebut.

Selanjutnya ada kasus terkait pengamanan unjuk rasa besar yang rencananya dilakukan 4
November 2016.
Isinya cukup mengkhawatirkan, menjabarkan kemungkinan kerusuhan dibeberapa titik seperti di
Balai Kota, Monas, Bekasi, Tangerang, dan lainnya. Juga memuat adanya pelaku teror yang
menyiapkan aksi bom, penembakan, dan pembunuhan dengan sasaran kantor kedutaan dan
rencana penyerangan ke perumahan elite dan mal. Nyatanya? Ini hanya karangan belaka, kata
polisi. Kepolisian telah mengeluarkan pengumuman di Twitter resmi mereka dan menegaskan
kabar tersebut bohong belaka. "Jangan dipercaya," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat
Polri Boy Rafli Amar kepada wartawan.

Anda mungkin juga menyukai