Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN ANAK I

DIARE
DOSEN: Ns. Ignasia Nila Siwi, M.Kep

Disusun Oleh :

Agra Nabilfavian.E.

Alfi Zunan Ahmada

Muhammad Firlyansah

Muhammad Habbib

Muhammad Lutfhi MNA

Muhammad Fathoni

Abdullah Umair

Imam Dwi Atmaji

Ahmad Miftah Harits

S1 KEPERAWATAN 2019/2020

STIKES MADANI YOGYAKARTA

1
A. Latar Belakang

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan

konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak-

lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari). Di Indonesia penyakit diare masih

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, dimana

insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk, secara

proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode

diare balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun.

Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut

akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari

Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh

kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang paru atau

pneumonia. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit

diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor resiko yang sering diteliti

adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sanitasi, jamban, saluran

pembuangan air limbah, kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah.

Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama

diare akut adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan

dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau

lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari, dan yang kedua yaitu diare

bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare persisten, diare dengan kurang

energi protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.

2
A. Pengertian Diare

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan

buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki

kandungan air berlebihan. Di dunia diare adalah penyebab kematian paling umum

kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Diare

kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari

racun bacteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi

dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam

beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau

kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-

jiwa bila tanpa perawatan.

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan

tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih

banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut Simadibrata

(2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih

dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi

pencernaan,peneyerapan dan sekresi.Diare disebabkan oleh transportasi air dan

elektrolit yang abnormal dalam usus.Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta

anak yang menderita diare setiap tahunnya,dan 20 % dari seluruh kematian pada

anak yang hidup dinegara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi

(Sazawal dkk,1996).

3
Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis),usus

halus (enteritis),kolon (kolitis) atau kolon dan usus (enterokolitis).Diare biasanya

diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis.

B. Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi

diare akut dibagi atas empat penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium

perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,

Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,

imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

C. Patofisiologi Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan

osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan

ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua

akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas

usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltic

usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya

4
dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya

mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam

lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan

toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare (Latief, Abdul dkk, 2007)

Menurut Latief, Abdul dkk (2007) mekanisme dasar yang menyebabkan diare

adalah sebagai berikut :

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sahingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus

yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga

terjadilah diare.

2. Gangguan Seksresi

Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic

usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang

selanjutnya akan menimbulkan diare juga.

D. Jenis dan Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2000) diare menurut jenisnya dibagi :

1. Diare Akut

5
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari atau dua

minggu.Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi adalah penyebab

utama kematian pada penderita diare.

2. Diare Disentri

Diare disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinjanya.Akibat

diare disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan

kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

3. Diare Persisten

Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau dua

minggu dan terjadi secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah

penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut atau diare persisten) mungkin

juga disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit

lainnya.

E. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau

minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak

langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku

Faktor perilaku antara lain:

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan

Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap

kuman.

6
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit

diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu .

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi

ASI/makan,setelah Buang Air Besar (BAB),setelah membersihkan BAB anak.

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

2. Faktor lingkungan

Faktro lingkungan antara lain:

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan

Mandi Cuci Kakus (MCK).

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari

penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara

lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit

imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI,

2011).

F. Tanda dan Gejala Diare

Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu

badan mungkin menigkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul

diare. Feses makin cair, mungkin mengandung darah atau lender, dan warna feses

berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Akibat sering

defekasi, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena sifat feses makin lama makin

asam, hal ini terjadi akibat banyaknya asam laktat dari pemecahan laktosa yang

tidak dapat diabsorbsi oleh usus.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Apabila penderita

telah banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala

7
dehidrasi. Berat badan turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan

tugor kulit berkurang, dan selaput kering pada mulut bibir terlihat kering. Gejala

klinis menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan yang hilang.

G. Akibat Diare

1. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari

pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena

kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna

sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam

laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat

asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi

oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler

kedalam cairan intraseluler.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare. Hal ini

terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati

dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika

kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada

anakanak.

3. Gangguan Gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat disebabkan

oleh karena asupan makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut

diare atau muntah yang bertambah hebat dan makanan yang diberikan sering

tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

8
4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (syock) hipovolemik,

akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah

berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila

tidak segera diatasi klien akan meninggal.

H. Penatalaksanaan Terapeutik

Tujuan utama dalam penatalaksaan diare akut meliputi :

1) Pengkajian terhadap gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit

2) Rehidrasi

3) Terapi cairan rumatan

4) Tindakan memulai kembali diet yang memadai

Tindakan pertama yang harus dilakukan bagi bayi dan anak-anak yang

menderita diare akut dan dehidrasi adalah terapi rehidrasi oral atau pemberian

oralit.pemakaian oralit merupakan salah satu kemajuan dalam bidang pelayanan

kesehatan di dunia selama dasawarsa yang lalu.Cara ini dipandang lebih efektif,lebih

aman,tidak memberikan rasa nyeri,dan juga biayanya lebih murah dibandingkan

dengan terapi rehidrasi intravena (pemberian infuse cairan).Sebagai

hasilnya,American Academy of pediatrics,World Health Organization (WHO) dan

Centers For Disease Control and prevention merekomendasikan pengunaan oralit

sebagai terapi pilihan bagi sebagian besar kasus dehidrasi karena diare (American

Academy of Pediatric,1996; Gastanaduy dan Begue,1999; Hugger,Harkless dan

Rentschler,1998;Lasche dan Duggan,1999). Larutan oralit meningkatkan dan

mempermudah reabsorpsi natrium serta air,dan sejumlah penelitian menunjukan

bahwa larutan ini sangat mengurangi gejala muntah,kehilangan cairan akibat diare

serta lamanya sakit.Oralit kini tersedia di Amerika Serikat sebagai preparat yang

9
dijual di apotik atau took obat dengan nama Pedialyte,Infalyte(dahulunya disebut

Ricelyte) serta Rehydralyte; larutan ini memberikan hasil yang memuaskan dalam

pengobatan sejumlah besar bayi dengan dehidrasi isotonik,hipotonik,atau

hipertonik. Pedoman tentang terapi rehidrasi yang direkomendasikan oleh American

Academy of Pediatrics tercantum dalam table

Setelah rehidrasi,larutan oralit dapat digunakan dalam rumatan cairan lewat

pemberian oralit secara bergantian dengan cairan rendah natrium seperti air,air

susu ibu,formula susu bebas-laktosa atau yang kandungan laktosanya rendah .Pada

anak-anak yang lebih besar,dapat diberiakn larutan oralit,sedangkan makanan yang

biasa dikonsumsi diteruskan.Kehilangan cairan lewat diare harus digantikan dengan

pemberian oralit dengan perbandingan 1:1.Jika volume fesenya tidak diketahui

untuk menentukan jumlah kehilangan cairan tersebut,pemberian oralit dengan

takaran kurang kebih 10 ml/kgBB (4 hingga 8 ons) harus dilakukan pada setiap kali

diare.

Larutan oralit sangat bermanfaat pada sebagian besar kasus

dehidrasi,vomitus bukan merupakan kontraindikasi bagi pemberian oralit.Anak yang

muntah harus mendapatkan oralit dengan pemberian sedikit demi sedikit tetapi

sering.Pada anak kecil,pemberian oralit dapat dilakukan oleh perawatnya dengan

menggunakan sendok atau semprit kecil dan pemberian sebanyak 5 hingga 10 ml

setiap 1 hingga 5 menit sekali.Oralit dapat pula diberikan lewat slang nasogastrik

atau slang gastrostomi dengan cara infus.Bayi tanpa tanda-tanda klinis dehidrasi

tidak memerlukan terapi rehidrasi oral.Akan tetapi,bayi tersebut harus

mendapatkan cairan seperti yang direkomendasikan bagi bayi dengan tanda-tanda

10
dehidrasi dalam fase rumatan;pemberian cairan oralit ini dilakukan untuk

menggantikan kehilangan cairan yang sedang terjadi.

Pemberian kembali nutrient secara dini merupakan tindakan yang

diperlukan dan semakin banyak diterima orang.Tindakan meneruskan ASI atau

mengembalikan secara dini diet normal tidak menimbulkan efek merugikan dan

sebenarnya akan mengurangi intensitas serta lamanya sakit dan menambah berat

badan jika dibandingkan dengan tindakan mengembalikan diet normal secara

bertahap (American Academy of Pediatrics,1996;Lasche dan Duggan,1999).Bayi yang

disusui oleh ibunya harus terus mendapat ASI dan pemberian oralit dilakukan hanya

untuk menggantikan cairan yang hilang pada bayi ini.

Penggunaan susu formula non-ASI bagi bayi dan anak diare tetap menjadi

persoalan yang kontroversi.Susu sapi dan formula susu sapi memperoleh perhatian

yang besar karena gangguan pencernaaan laktosa dapat terjadi pada anak-anak

yang diare infeksius.Akan tetapi,beberapa penelitian menunjukan bahwa bayi yang

mendapatkan terapi hidrasi yang baik dapat terus meminum formula non-ASI

dengan pengenceran seperti semula tanpa menimbulkan reaksi yang merugikan

(Duggan dan Nurko,1997).

Banyak bayi dan anak yang dapat ditangani secara aman dengan diet yang

mengandung susu sapi.Sebagian praktisi menyarankan pemakaian susu formula

bebas laktosa hanya jika susu atau formula yang biasa diberikan tidak dapat

ditoleransi oleh bayi atau anak yang menderita diare.Pada anak yang besar,diet

regular umumnya diterapkan begitu rehidrasi tercapai.Pada todler,tidak terdapat

kontraindikasi untuk meneruskan makanan lunak atau saring.Diet yang terdiri atas

11
makanan yang mudah dicerna seperti sereal,sayuran matang,dan daging cukup

memadai bagi anak yang lebih besar.

Pada kasus dehidrasi berat dan syok,pemberian infuse cairan dapat dimulai

ketika anak tidak dapat mengonsumsi cairan dan elektrolit dengan jumlah yang

cukup untuk (1) memenuhi kehilangan fisiologis harian yang tengah berlangsung,(2)

menggantikan deficit sebelumnya,dan (3) menggantikan kehilangan abnormal yang

tengah berlangsung.Biasanya pasien yang mendapatkan infuse adalah pasien

dehidrasi berat,pasien muntah tidak terkendali,pasien yang tidak bisa minum

dengan sebab apapun (mis,kelelahan berat,koma) dan pasien dengan distensi

lambung berat.

Larutan IV dipilih berdasarkan pengetahuan tentang tipe dan penyebab

dehidrasi biasanya larutan tersebut berupa larutan salin yang mengandung

dekstrosa 5% dalam air.Natrium bikarbonat dapat ditambahkan karena biasanya

asidosis akan menyertai keadaan dehidrasi berat.Meskipun fase awal penggantian

cairan dilaksanakan dengan cepat pada dehidrasi isotonic maupun hipotonik,namun

tindakan ini merupakan kontraindikasi pada dehidrasi hipertonik karena terdapat

risiko intoksikasi air,khususnya didalam sel-sel otak.

Setelah efek deidrasi berat berhasil dikendalikan,tindakan diagnostik dan

teraupetik yang spesifik harus segera dimulai untuk mendeteksi dan menangani

penyebab diare.Infeksi usus umumnya merupakan keadaan yang sembuh

sendiri.Terapi antimikroba yang spesifik merupakan indikasi hanya untuk infeksi

bakteri atau parasit dengan lama sakit,intensitas gejalanya,eliminasi

mikroorganisme dan penyebaran sekunder mikroorganisme tersebut yang dapat

dikurangi.Terapi antimikroba yang efektif biasanya tidak diperlukan pada diare

12
infeksius akut dan terapi ini dapat menimbulkan efek samping yang merugikan

seperti keadaan diare yang semakin memburuk karena pelambatan motilities usus

atau pencegahan absorpsi obat dan nutrien di dalam usus.

13
1. Diagnosa keperawatan :

Kurang volume cairan berhubungan dengan GI berlebihan melalui feses atau emesis

 Intervensi keperawatan / rasional :

1. Beri larutan rehidrasi oral (LRO) untuk rehidrasi dang penggantian cairan

melalui feses.

2. Beri LRO sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah karena muntah

kecuali jika muntah itu hebat bukanlah kontraindikasi untuk penggunaan

LRO.

3. Berikan dan pantau cairan IV sesuai ketentuan untuk dehidrasi hebat dan

muntah

4. Beri agens antinikroba sesuai ketentuan untuk mengobati pathogen

khusus yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan.

5. Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi karena

karena penelitian menunjukan pemeberian ulang diet normal secara dini

bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan

penurunan berat badan serta pemendekan durasi penyakit.

6. Ganti LRO dengan cairan rendah natrium seperti air,ASI,formula bebas-

laktosa atau formula yang mengandung setengah laktosa untuk

mempertahankan terapi cairan.

7. Pertahankan pencatatan yang ketat terhadap masukan dan keluaran

(urine,feses dan emesis) untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.

8. Pantau berat jenis urine setiap 8 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji

hidrasi.

9. Timbang berat badan anak untuk mengkaji dehidrasi.

14
10. Kaji tanda tanda vital turgor kulit membrane mukosa dan status mental

setiap 4 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji hidrasi.

11. Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah,minuman berkarbonat,dan

gelatin karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat,rendah elektrolit,dan

mempunyai osmolalitas tinggi.

12. Intruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat,pemantauan

masukan dan keluaran,dan mengkaji tanda tanda dehidrasi untuk

menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan aturan teraupetik.

 Hasil yang diharapkan

Anak menunjukan tanda-tanda hidrasi yang adekuat (uraikan)

2. Diagnose keperawatan:

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan

cairan melalui diare,masukan yang tidak adekuat

 Intervensi keperawatan/rasional

1. Setelah rehidrasi,intruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian

ASI karena hal ini cenderung mengurangi kehebatan dan durasi penyakit.

2. Hindari pemeberian diet dengan pisang beras apel,dan roti panggang atau

the karena diet ini rendah dalam energy dan protein,terlalu tinggi dalam

karbohidrat dan rendah elektrolit.

3. Observasi dan catat respons terhadap pemberian makan untuk mengkaji

toleransi pemberian makan.

4. Intruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat untuk

meningkatkan kepatuhan terhadap program teraupetik

5. Gali masalah dan prioritas anggota keluarga untuk memperbaiki kepatuhan

terhadap program teraupetik.

15
 Hasil yang diharapkan

Anak mengkonsumsi nutrisi yang ditentukan dan menunjukan penambahan

berat badan yang memuaskan.

3. Diagnosa Keperawatan :

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran

GI

 Intervensi Keperawatan/Rasional

1. Implementasikan isolasi substansi tubuh atau praktik pengendalian infeksi

rumah sakit, termasuk pembuangan feses dan pencucian yang tepat, serta

penanganan specimen yang tepat untuk mencegah penyebaran infeksi.

2. Pertahankan pencucian tangan yang benar untuk mengurangi risiko

penyebaran infeksi

3. Pakaikan popok dengan tepat untuk mengurangi kemungkinan penyebaran

feses.

4. Gunakan popok sekali pakai superabsorbent untuk menamoung feses dan

menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis popok.

5. Upayakan untuk mempertahankan bayi dan anak kecil dari menempatkan

tangan dan objek dalam area terkontaminasi

6. Ajarkan anak, bila mungkin, tindakan perlindungan untuk mencegah

penyebaran infeksi seperti pencucian taangan setelah menggunakan toilet.

7. Instruksikan anggota keluarga dan pengunjung, dalam praktik isolasi,

khususnya mencuci tangan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi

 Hal yang Diharapkan

Infeksi tidak menyebar ke orang lain

4. Diagnosa Keperawatan :

16
Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan iritasi karena diare.

 Intervensi Keperawatan/Rasional

1. Ganti popol dengan sering untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan

kering.

2. Bersihkan bokong perlahan-lahan dengan sabun lunak, non-alkalin dan air

atau celupkan anak dalam bak untuk pembersihan yang lembut karena

feses diare sangat mengiritasi kulit.

3. Beri salep seperti seng oksida untuk melindungi kulit dari iritasi (tipe salep

dapat bervariasi untuk setiap anak dan memerlukan periode percobaan).

4. Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika

mungkin untuk meningkatkan penyembuhan; berikan salep pelindung pada

kulit yang sangat teritasi atau kulit terekskoriasi untuk memudahkan

penyembuhan.

5. Hindari menggunakan tisu basah yang dijual bebas yang mengandung

alcohol pada kulit yang terekskoriasi karena akan menyebabkan rasa

menyengat.

6. Observasi bokong dan perineum akan adanya infeksi, seperti kandida,

sehingga yang dapat dimulai.

7. Berikan obat antijamur yang tepat untuk mengobati infeksi jamur kulit.

 Hail yang Diharapkan

Anak tidak mengalami bukti-bukti kerusakan kulit.

5. Diagnosa Keperawatan

Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orangtua, lingkungan tidak

dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.

 Intervensi Keperawatan/Raional

17
1. Beri perawatan mulut dan empeng untuk bayi untuk memberikan rasa

nyaman

2. Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan sebanyak

yang mampu dilakukan keluarga untuk mencegah stress yang

berhubungan dengan perpisahan

3. Sentuh, gendong, dan bicara pada anak sebanyak mungkin untuk

memberikan rasa nyaman dan menghilangkan stress

4. Beri stimulasi sensoris dan pengalihan yang sesuai denga tingkat

perkembangan anak dan kondisinya untuk meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal.

 Hasil yang Diharapkan

1. Anak menunjukkan tanda-tanda distress fisik atau emosional yang

minimal.

2. Keluarga berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak mungkin.

18
DAFTAR PUSTAKA

Wong Dona L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta:

EGC

Wong Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:

EGC

19

Anda mungkin juga menyukai