FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU
REFLEKSI KASUS
FEBRUARI 2018
Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Abdul Faris, Sp.OG(K)
1
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan
salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan
infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu
hamil. Pada tahun 2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi
gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu,
Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian
yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 - 1997
adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan
kehamila.
4
hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat,
kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu hamil
nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4-
18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat terjadi 25%.
Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya kurang dari 34
minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat
preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada ibu hamil
primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia
dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah usia ibu hamil
dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan
diabetes.(2)
6
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:(3)
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita
hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita
dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia
dalam keluarga.
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian
lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka
kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat
yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang
cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam
kehamilan.
7
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus
mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan
ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya preeklampsia
jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada wanita dengan Body
Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita dengan Body Mass
Index (BMI) > 35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari
105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena
eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya
ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin
lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai
jumlah janin lebih dari satu.
2.3 ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia meningkat
prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan mola hidatidosa.
Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi
8
preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan
keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, dan penyebab timbulnya
gejala-gejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-
teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya,
oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Namun belum ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab
preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Teori ini pun belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.(2,4)
Adapun teori-teori tersebut adalah:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat.
Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma.(3,4)
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral
dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.(3,4)
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
9
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
10
5. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita
hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan
kemajuan kehamilan.(2)
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut
disfungsi endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif
sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan
permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria.
Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan
molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan
intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble
VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan
serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi
lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai
peranan pada preeklampsia.(2)
Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum
mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga
mengakibatkan permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik,
sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat
diperiksa D-dimer, kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2
atau fibrin monomer.(5)
11
2.4 PATOFISIOLOGI
2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan
hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada
jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi
gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan.
Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi
janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat
(Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.(2)
12
cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada
sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu
sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi
vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa
preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat
nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan
sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah
ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia berat. Vasospasme bisa
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin,
tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator (nitritoksida,
prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan
pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran endotelial berupa konstituen darah
termasuk platelet dan fibrinogen.(2,6)
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara
simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,
serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena
penurunan perfusi uteroplasenta.(6)
13
2.5 KLASIFIKASI PREEKLAMSI
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan
tirah baring
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik
c. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum
e. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
f. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
karena teregangnya kapsula Glisson
14
g. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangiopatik
i. Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
j. Pertumbuhan janin terhambat
k. Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat
l. Sindroma Hellp.
2.6 DIAGNOSIS
a. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan
darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat.(7)
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan
diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat ≥ 140/90 mmHg pada
preeklampsia ringan dan ≥ 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita
juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan otak.(7)
15
c. Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada
preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif ≥ +3.(7)
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi benang
fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6
mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia
berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien
preeklampsia biasanya dalam batas normal.(2)
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
16
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi
glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan
ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.(2,8)
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan
yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan
obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam
hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.(2,8)
Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah
a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu.
b) Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik.
Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya
17
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress
test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung dan lain
lain.(8)
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativ yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.(2)
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.(8)
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.(8)
18
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu
pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya
ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan
hemodinamika sudah stabil.(8)
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input
cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
berupa:
a. 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam
b. infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.(8)
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.(8)
19
Pemberian obat antikejang(8)
a. MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897
penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang
pada preeklampsia atau eklampsia.
20
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium
sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman
pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
b. Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid.
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
c. Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan
cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi
ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110
21
mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari
tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP <
125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang
harus dihindari secara mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan
nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg iv/kg/5
menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
d. Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat
kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat
menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
22
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
a. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
b. Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
23
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan
eklampsia.
24
Komplikasi yang terjadi pada janin :
1. Prematuritas
2. Dismaturitas
3. Kematian janin intra uterine
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
A. KELUHAN UTAMA
26
C. RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
E. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
F. RIWAYAT PENGOBATAN
G. RIWAYAT PERSALINAN
H. RIWAYAT ANTENATALCARE
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, teratur, sering terasa sakit saat haid
namun setelah menikah sudah jarang sakit saat haid, durasi haid 5 hari, siklus 28 hari,
HPHT 12 Mei 2017.
J. RIWAYAT ALERGI
27
K. RIWAYAT OPERASI
L. RIWAYAT KB
C. TANDA VITAL :
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (+/+)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
28
Thorax :
Paru paru :
Jantung :
Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (+/+), Tremor (-/-)
E. STATUS OBSTETRI
Abdomen :
29
Pemeriksaan dalam vagina : tidak dilakukan.
F. HASIL LABORATORIUM
G. DIAGNOSIS
H. PENTALAKSANAAN
1. Pemasangan O2 2 liter/menit
2. Ibu diminta tidur miring kesebelah kiri
3. MgSO4 40% : pertama 4 gram dalam 100cc NaCl 0,9% habis dalam 30 menit
kemudian dilanjutkan 6 gram dalam 500cc RL 28tpm
4. Inj. Dexametasone 5 mg/6 jam/im
5. Inj. Piracetam 1 gr/8 jam/iv
6. Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
7. Nevedipin 3x10 mg
8. Pasang kateter, pantau produksi urin
9. Obs TTV, PPV, Kontraksi, produksi urine
30
I. FOLLOW UP
Subject :
Anemis(-), Penglihatan Kabur (-) , Sesak (-), Sakit kepala (+), Nyeri Perut (+), Mual
(-), Muntah (-), Nyeri Ulu Hati (-), BAK (+) menggunakan kateter, BAB (+)
Object :
KU : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TD :150/90 mmHg Nadi : 80x/menit
RR :21x/menit Suhu : 36.50C,
BJF :140x/menit His : (-)
TFU : 29 cm Edema: (+)
Assessment :
G3P2A0 + Gravid 35 – 36 minggu + PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Inj. Piracetam 1 gr/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Nifedipine 3x10mg
31
2. Perawatan hari kedua, Senin, 15/02-2018
Subject :
Anemis(-), Penglihatan Kabur (-) , Sesak (-), Sakit kepala (-), Nyeri perut (+), Mual
(-), Muntah (-), Nyeri Ulu Hati (-), BAK (+) menggunakan kateter, BAB (+).
Object :
KU : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/80 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
BJF : 142x/menit His : (-)
TFU : 29cm Edema: (+)
Assesment :
G3P2A0 + Gravid 35 – 36 minggu + PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Nifedipine 3x10mg
Furosemide 1x40 mg
Sanobiat 1x1 tab
Subject :
Anemis(-), Penglihatan Kabur (-) , Sesak (-), Sakit kepala (-), Nyeri perut (+), Mual
(-), Muntah (-), Nyeri Ulu Hati (-), demam (+) BAK (+) menggunakan kateter, BAB
(+).
32
Object :
KU : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TD :180/100 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 38.10C
BJF : 154x/menit His : (-)
TFU : 29 cm Edema: (+)
Assesment :
G3P2A0 + Gravid 35 – 36 minggu + PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Nifedipine 3x10mg
Furosemide 1x40 mg
Sanobiat 1x1 tab
Paracetamol 3x500 mg
Rencana USG hari ini
Hasil USG :
33
FL : 65.2 nn
GA : 33W.6D
EFW : 2015.9 gram
EDD : 2018-02-28
Instruksi :
Rencana SC besok
Priksa DL
Inj. Cefotaxime 1 gr/12jam/iv
Subject :
Anemis(-), Penglihatan Kabur (-) , Sesak (-), Pusing (+), Sakit kepala (-), Nyeri
perut (-), Mual (+), Muntah (-), Nyeri Ulu Hati (-), demam (+) BAK (+)
menggunakan kateter, BAB (+).
34
Object :
KU : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/100 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 37.10C
BJF : 140x/menit His : (-)
TFU : 29 cm Edema: (+)
Hasil Lab :
Assesment :
G3P2A0 + Gravid 35 – 36 minggu + PEB dengan tanda impending
Planing :
SCTP + Tubektomi
35
Dilakukan Operasi Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda + Tubektomi
Operator : dr. Abdul Faris, Sp.OG(K)
Laporan Operasi :
Pasien dibaringkan dengan posisi supine dibawah pengaruh spinal anesteshia
Desinfeksi area operasi dengan kasa steril dan betadine
Insisi abdomen dengan metode pfannenstic, lapis demi lapis menembus
rongga perut secara tajam dan tumpul, menembus kulit, lemak, otot, facia, dan
peritoneum, kontrol perdarahan
Eksplorasi cavum abdomen, insisi uterus pada segmen bawah rahim, lapis
demi lapis, menembus plica vesicouterina, myometrium, endometrium secara
tajam dan tumpul, kontrol perdarahan
Pecahkan ketuban, warna ketuban putih keruh, volume cukup
Bayi dilahirkan dengan keadaan hidup dengan presentasi kepala, jenis
kelamin laki – laki
Plasenta dilahirkan secara manual dan lengkap
Eksplorasi dan bersihkan cavum uteri dengan kasa steril dan betadine
Jahit uterus lapis demi lapis, kontrol perdarahan
Dilakukan pengikatan pada kedua tuba fallopi
Eksplorasi dan bersihkan cavum abdomen, kontrol perdarahan
Jait abdomen lapis demi lapis dari peritoneum, otot, facia, lemak dan kulit,
kontrol perdarahan
Bersihkan luka dan tutup luka menggunakan kasa steril dan betadine
Vaginal toilet
Operasi Selesai
36
5. Post SC hari pertama, Kamis, 18/01-2018
Subject :
Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), pusing (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
Flatus (+), BAK (+) menggunakan kateter, BAB (-)
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :130/80 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
Kontraksi : Baik TFU : 2 jari dibawah pusat
ASI : -/- Edema : (+) sudah berkurang
Assesment :
P3A0 + post SC H1 a/I PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
Inj. Kalnex 500 mg/8 jam/iv
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv
Drips metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Nifedipine 3x10mg
37
6. Post SC hari kedua, Jum’at, 19/01-2018
Subject :
Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), pusing (-), sakit kepala (-), batuk (+), mual (-),
muntah (-), Flatus (+), BAK (+) menggunakan kateter, BAB (-)
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/90 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
Kontraksi : Baik TFU : 2 jari dibawah pusat
ASI : -/- Edema : (-)
Assesment :
P3A0 + post SC H2 a/I PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
Inj. Kalnex 500 mg/8 jam/iv
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv
Inj. Bisolvon 1 amp/8 jam/iv
Drips metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Nifedipine 3x10mg
38
7. Post SC hari ketiga, Sabtu, 20/01-2018
Subject :
Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), pusing (-), sakit kepala (-), batuk (+) sudah
berkurang, mual (-), muntah (-), Flatus (+), BAK (+) menggunakan kateter, BAB (-)
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/90 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
Kontraksi : Baik TFU : 2 jari dibawah pusat
ASI : -/- Edema : (-)
Assesment :
P3A0 + post SC H3 a/I PEB dengan tanda impending
Planing :
Ivfd RL 28 tpm
Nifedipine 3x10mg
Ganti oral
Aff kateter
Aff Infus
Subject :
Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), pusing (-), sakit kepala (-), batuk (-), mual (-),
muntah (-), Flatus (+), BAK (+), BAB (-)
39
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/80 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.80C,
Kontraksi : Baik TFU : 2 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Edema : (-)
Assesment :
P3A0 + post SC H4 a/I PEB dengan tanda impending
Planing :
Cefixime 2x100 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Sanobiat 1x1 tab
Nifedipine 3x10mg
Subject :
Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), pusing (-), sakit kepala (-), batuk (-), mual (-),
muntah (-), Flatus (+), BAK (+), BAB (-)
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :130/90 mmHg Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.80C,
Kontraksi : Baik TFU : 2 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Edema : (-)
40
Assesment :
P3A0 + post SC H5 a/I PEB dengan tanda impending
Planing :
Cefixime 2x100 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Sanobiat 1x1 tab
Nifedipine 3x10mg
Pasien boleh pulang
J. RESUME
41
BJF : 160 x/menit
Hasil laboratorium yang didapatkan bermakna : protein urin : +3
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut teori yang ada gejala yang diderita pasien ini disebabkan oleh
preeklamsi berat yang merupakan penyebab tersering terjadinya hipertensi pada
kehamilan dimana hipertensi pada kehamilan ditandai dengan kenaikan tekanan darah
yang terjadi selama kehamilan, yang diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik,
preeklamsia-eklamsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia dan
hipertensi gestasional. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai proteinuria. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala, mual
dan muntah hal ini terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan
kompensasi tubuh yang disebabkan karena hiperperfusi otak sehingga menimbulkan
vasogenik edema, sama seperti yang dialami pada pasien ini. Penglihatan kabur yang
dialami pada pasien ini disebabkan karena spasme arteri retina dan edema retina yang
menyebabkan terjadinya gangguan visus. Pada pasien ini juga didapatkan sesak nafas
hal ini disebabkan karena pada preeklamsi berat mempunyai resiko terjadinya edema
43
paru yang disebabkan karena kerusakan endotel pada pembulu darah kapiler paru dan
menurunnya diuresis bisa juga karena payah jantung kiri. Nyeri epigastrium pada
pasien ini juga didapatkan karena subscapular hematoma dimana terjadi perdarahan
pada sel perioral lobus perifer yang meluas hingga dibawah kapsula hepar sehingga
akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Hal inilah yang
mendasari terjadinya keluhan pada pasien ini yang mengarahkan pada tanda
impending dalam preeklamsi berat.(1)
Pada pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium pada pasien ini didapatkan TD
: 200/140 mmHg, Nadi : 68x/menit, Pernafasan : 30x/menit, Suhu : 36.8 oC Axilla,
BJF : 160x/menit, protein urin : +3.
Terapi yang diberikan pada pasien ini MgSO4 40% : pertama 4 gram dalam
100cc NaCl 0,9% habis dalam 30 menit kemudian dilanjutkan 6 gram dalam
44
500cc RL 28tpm, Inj. Dexametasone 5 mg/6 jam/im, Inj. Piracetam 1 gr/8
jam/iv, Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv, Nevedipin 3x10 mg, pasang kateter,
pantau produksi urin.
Terapi ini sesuai dengan teori karena pemberian magnesium sulfat sebagai
antikejang lebih efektif Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan
tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang
pada preeklampsia atau eklampsia.(1)
45
sehingga pemberian piracetam pada pasien ini untuk mencegah terjadinya perdarahan
otak.(9)
Pada pasien ini setelah 3 hari perawatan tidak ada perbaikan dimana tekanan
darah pada pasien ini tetap tinggi dimana pada hari pertama perawatan TD : 150/90
mmHg, hari kedua perawatan TD : 140/90 mmHg disetai didapatkan edema
tungkai, hari ketiga TD : 180/100 mmHg dan edema tungkai.
Menurut teori Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap
meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh
dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada
sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu
sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi
vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa
preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat
nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem,
yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada
kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia berat. Vasospasme bisa merupakan akibat
46
dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi
imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain)
dengan vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.(2,6)
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek
terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara simultan.
Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada
sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah
regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi
uteroplasenta.(6)
Pada pasien ini diberikan obat ini berdasarkan teori pemberian furosemide
yang merupakan golongan diuretik yang berfungsi mengurangi volume cairan
ekstrasel, aliran balik vena dan tekanan pengisian ventrikel ventrikel. Dengan
demikian edema perifer dan kongesti paru akan berkurang, selain itu tujuan agar
deuresis cukup mencapai euvolemik dan mempertahankannya karena pada
preeklamsia berat terjadi hipovolemik.(9)
47
DAFTAR PUSTAKA
48