Anda di halaman 1dari 9

Majalah Kedokteran UKI 2016 Vol XXXII No.

1
Januari - Maret
Tinjauan Pustaka

Bell’s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana

Edho Yuwono, Agus Yudawijaya*

Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK UKI / RSU UKI

Abstrak
Bell’s palsy adalah kelemahan perifer pada otot wajah, bersifat akut, ipsilateral, berhubungan dengan kelumpuhan
nervus fasialis dengan penyebab yang tidak diketahui. Terdapat lima teori penyebab etiologi Bell’s palsy, namun
teori virus, yakni reaktivasi infeksi laten herpes virus di ganglion genikulatum yang menyebar ke saraf fasialis,
merupakan teori yang paling banyak dibahas menjadi penyebab utama. Pemahaman mengenai anatomi nervus
fasialis yang baik dan penegakkan diagnosis dini serta penatalaksanaan yang tepat merupakan kunci keberhasilan
dalam penyembuhan dan pencegahan komplikasi akibat Bell’s palsy.

Kata kunci: Bell’s palsy, nervus fasialis, diagnosis

Bell’s palsy : from Anatomy to Medical Treatment

Abstract
Bell’s palsy is an acute, ipsilateral, peripheral paralysis of the facial nerve that results in weakness of the facial
expression muscles with unknown etiology. From five theories of Bell’s palsy aetiology, viral theory, which is
reactivation of herpes virus in geniculatum ganglion that spread to the facial nerve, is more discussed than others.
The well knowledge of facial nerve anatomy and early diagnosis is the key success of medical treatment, as well as
prevention of the long-term complication caused by Bell’s palsy.

Key words: Bell’s palsy, facial nerve, diagnosis

*AY: Penulis Koresponden; E-mail: ayurweda@yahoo.com

49
Pendahuluan Anatomi dan Topografi Nervus Fasialis

Bell’s palsy mewakili lebih dari 70% Nervus fasialis merupakan saraf
kasus kelumpuhan perifer fasialis akut campuran yang terdiri dari serabut saraf eferen
yang bersifat idiopatik, tersebar di seluruh (motorik dan otonom) dan aferen (sensorik).5
dunia dengan insiden yang berbeda di Serabut eferen motorik murni diurus nervus
setiap wilayah dengan kisaran 10-40 per fasialis sedangkan serabut aferen somatik dan
10000 orang. Sindrom ini pertama kali viseral serta serabut eferen otonom diurus
dideskripsikan oleh seorang ahli anatomi oleh nervus intermedius yang merupakan
dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell bagian nervus fasialis. (Gambar 1).6
pada tahun 1821. Bell’s palsy merupakan Komponen motorik nervus fasialis
kelemahan perifer otot ekspresi wajah dan dibentuk oleh inti motorik nervus fasialis
platisma yang bersifat akut, ipsilateral, yang yang terletak di ventrolateral tegmentum
disebabkan oleh kelumpuhan saraf fasialis pontis. Di dalam batang otak, serabut saraf
dengan penyebab yang tidak diketahui. Bell’s inti motorik berjalan mengelilingi nervus
palsy umumnya mengenai separuh wajah/ abdusen sehingga membentuk tonjolan kecil
ipsilateral, walaupun pada kasus yang jarang yang disebut kolikulus fasialis. Serabut
dapat melibatkan kedua belahan wajah/ saraf kemudian berjalan ventromedial
bilateral.1-3 menuju bagian kaudal pons dan keluar dari
Bell’s palsy merupakan penyakit utama batang otak melintasi ruang subaraknoid di
saraf fasialis yaitu sekitar 80%, diikuti oleh dalam sudut serebelopontin dan masuk ke
sindrom Ramsay-Hunt. Penyakit tersebut meatus akustikus internus bersama dengan
mengenai baik pria maupun perempuan, nervus intermedius dan nervus vestibulo-
dengan puncak usia antara 15 tahun-50 kokhlearis. Di dalam meatus tersebut, nervus
tahun. Perempuan hamil trimester ketiga fasialis dan nervus intermedius berpisah
dan perempuan post partum memiliki resiko dengan nervus vestibulo-kokhlearis dan
dan insiden tinggi terkena penyakit tersebut berjalan lateral di kanalis fasialis menuju
yaitu tiga kali lebih besar dibandingkan ganglion genikulatum. Saat setinggi
populasi umum. Kelompok rentan lainnya ganglion, kanalis fasialis berubah mengarah
adalah penderita diabetes, usia lanjut dan ke bawah. Pada bagian akhir kanalis fasialis,
hipotiroid.2,4

Gambar 1 ( A ) Persarafan motorik nervus fasialis. ( B ) Persarafan parasimpatis nervus fasialis.


Dimodifikasi dari: Zandian, et al 2

50
nervus fasialis keluar dari rongga tengkorak berasal dari nukleus salivatorius superior
melalui foramen stilomastoideus. Serabut yang terletak medial dan kaudal dari inti
motorik ini kemudian mempersarafi seluruh motorik nervus fasialis. Sebagian serabut
otot ekspresi wajah seperti orbikularis okuli berasal dari nukleus salivatorius superior
dan orbikularis oris, oksipitalis, buccinator meninggalkan badan utama nervus fasialis
dan frontalis; serta otot kecil stapedius, setinggi ganglion genikulatum dan berlanjut
platisma, stilohioid dan otot digastrikus sebagai ganglion pterigopalatina dan
bagian posterior.6 seterusnya ke kelenjar lakrimalis dan kelenjar
Inti nervus fasialis bagian atas mukosa nasal. Bagian lain serabut nukleus
menerima persarafan bilateral dari kedua salivatorius superior berjalan kaudal melalui
korteks hemisfer serebri melalui traktus korda timpani dan nervus lingualis menuju
kortikobulbar. Untuk bagian bawah wajah, ganglion submandibula. Serabut postganglion
inti nervus fasialis bagian bawah hanya mempersarafi kelenjar submandibularis dan
menerima persarafan kontralateral dari satu sublingualis untuk sekresi saliva.6
korteks hemisfer serebri melalui traktus Refleks yang berperan dalam nervus
kortikobulbar.5 fasialis meliputi refleks kornea, blink
Nervus intermedius terdiri dari (kedip) dan stapedius. Pada refleks kornea,
komponen aferen viseral, somatik dan impuls sensorik dari membran mukosa
eferen otonom. Komponen aferen viseral kornea berjalan menuju nervus oftalmika
yaitu serabut aferen gustatorik terdiri ke inti sensorik nervus trigeminal. Setelah
dari badan sel serabut aferen pengecapan bersinaps ditempat tersebut, impuls berjalan
terletak di dalam ganglion genikulatum, menuju inti nervus fasialis dan kemudian
yang terdiri dari neuron pseudounipolar. melalui nervus fasialis menuju muskulus
Serabut aferen ini mempersarafi pengecapan orbikularis okuli kedua sisi dan menyebabkan
2/3 lidah bagian depan. Serabut aferen ini tertutupnya kedua mata. Refleks blink (kedip)
berjalan bersama dengan nervus lingualis dirangsang oleh stimulus visual yang kuat
(cabang dari nervus mandibularis) dan dan merangsang kolikulus superior untuk
berjalan melalui korda timpani ke ganglion mengirimkan impuls menuju inti nervus
genikulatum kemudian nervus intermedius fasialis di pons melalui traktus tectobulbar
menuju nukleus solitarius. Nukleus solitarius sehingga menyebabkan kedua mata
juga menerima serabut pengecapan dari menutup. Refleks stapedius dirangsang oleh
nervus glossofaringeus untuk mempersarafi impuls suara yang dihantarkan melalui inti
1/3 belakang lidah dan dari nervus vagus korpus trapezoid bagian dorsal menuju inti
untuk pengecapan epiglotis. Komponen nervus fasialis yang menyebabkan kontraksi
somatik yaitu beberapa serabut somatik yang maupun relaksasi muskulus stapedius yang
mewakili persarafan di daerah telinga luar, tergantung dari kuatnya stimulus suara.6
meatus akustikus eksterna dan permukaan
luar dari membran timpani yang berjalan Etiologi
bersama nervus fasialis menuju ganglion
genikulatum dan kemudian menuju nukleus Banyak perdebatan mengenai etiologi
sensorik nervus trigeminus. Lesi kulit oleh penyakit ini. Ada lima teori yang kemungkin-
herpes zoster otikus berhubungan dengan an menyebabkan terjadinya penyakit ini yaitu
serabut aferen somatik ini. iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter
Komponen eferen otonom /sekretorik dan imunologi.3 Teori virus lebih banyak
terdiri atas serabut eferen parasimpatis yang dibahas sebagai etiologi penyakit ini, yang

51
berhubungan dengan reaktivasi infeksi laten berupa sudut mulut yang jatuh/tidak dapat
herpes virus di ganglion genikulatum yang terangkat, ketika makan/minum keluar
menyebar ke saraf fasialis.2, 3 dari sisi mulut, pengecapan terganggu,
Virus herpes simpleks 1 dan virus herpes kebas pada separuh wajahnya, nyeri pada
zoster merupakan virus yang diduga sebagai telinga, sensitif/peka terhadap suara yang
penyebab dan virus herpes zoster dipercaya normal tidak menyakitkan (hiperakusis),
lebih agresif dalam penyebarannya menuju rasa berdenging pada telinga (tinitus),
saraf melalui sel satelit. Murakami, (dikutip produksi air mata berkurang sehingga
dari Zandian et al. 2), adalah orang yang mata menjadi kering. Tanda yang dapat
pertama kali menemukan virus tersebut dan ditemukan, mencerminkan kelumpuhan otot
berhasil mengisolasi DNA virus herpes fasialis, seperti tidak mampu mengerutkan
simpleks 1 dari cairan endoneural di saraf dahi, kelopak mata tidak dapat menutup
fasialis dengan metode PCR pada fase akut dengan rapat, fenomena Bell yaitu ketika
Bell’s palsy. Infeksi virus akan memicu reaksi pasien berusaha memejamkan kelopak
inflamasi sehingga menimbulkan kompresi matanya bola mata berputar ke atas, sulkus
pada saraf fasialis dan menimbulkan gejala nasolabialis yang mendatar, sudut mulut yang
klinis yang sejalan. tidak dapat terangkat/jatuh dan pengecapan
Selain teori virus, terdapat laporan mengenai 2
/3 lidah depan menurun (hipogeusia).2,4,9
vaksin influenza intranasal inactivated Jika ditinjau dari letak lesinya, tidak
dihubungkan dengan kejadian Bell’s semua gejala dan tanda tersebut muncul.
palsy.2,4,7,8 Mengenai hal tersebut, Mutsch, Terdapat lima letak lesi yang dapat
(dikutip dari Zandian et al.2), menemukan memberikan petunjuk munculnya gejala
bahwa Bell’s palsy yang timbul setelah dan tanda Bell’s palsy yaitu bila lesi setinggi
pemberian vaksin influenza bukan disebabkan meatus akustikus internus menyebabkan
vaksin influenza melainkan disebabkan kelemahan seluruh otot wajah ipsilateral,
gangguan autoimun atau reaktivasi infeksi gangguan pendengaran berupa tuli dan
herpes simpleks. gangguan keseimbangan. Pada lesi yang
Selain virus herpes, virus lain yang terletak setinggi ganglion genikulatum
diketahui menyebabkan Bell’s palsy adalah akan terjadi kelemahan seluruh otot wajah
adenovirus, virus Coxsackie, cytomegalovirus, ipsilateral serta gangguan pengecapan,
virus Epstein-Barr, influenza, mumps dan lakrimasi dan salivasi. Sementara itu lesi
rubella. Penyebab non infeksi dari Bell’s setinggi nervus stapedius menyebabkan
palsy meliputi proses autoimun seperti kelemahan seluruh otot wajah ipsilateral,
ensefalopati Hashimoto, iskemik akibat gangguan pengecapan dan salivasi serta
proses aterosklerosis yang menyebabkan hiperakusis. Selanjutnya pada lesi setinggi
edema pada saraf fasialis dan faktor genetik. kanalis fasialis (diatas persimpangan dengan
Sekitar 4-8% pasien Bell’s palsy memiliki korda timpani tetapi dibawah ganglion
keluarga dengan riwayat penyakit Bell’s genikulatum) akan terjadi kelemahan
palsy.2 seluruh otot wajah ipsilateral, gangguan
pengecapan dan salivasi. Yang terakhir, lesi
Manifestasi Klinis yang terletak setinggi foramen stylomastoid
akan menyebabkan kelemahan seluruh otot
Pasien Bell’s palsy biasanya mengeluhkan wajah ipsilateral. (Gambar 2) 6,10
kelemahan atau kelumpuhan pada separuh
wajahnya pada sisi yang sakit. Keluhan

52
Gambar 2. Letak lesi dari perjalanan nervus fasialis. Dimodifikasi dari: Baehr dan Frotscher 6

Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis Bell’s palsy biasanya dapat


ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
Dalam mendiagnosis suatu kelemahan pemeriksaan fisik.2, 9 Selain itu, awitan yang
atau kelumpuhan pada wajah yang disebabkan cepat (kurang dari 72 jam) dan tidak ditemu-
oleh lesi nervus fasialis maka perlu dibedakan kan etiologi yang menyebabkan kelemahan
antara lesi sentral dan perifer. (Gambar 3)7 perifer pada wajah yang diakibatkan oleh lesi
Pada lesi sentral, terdapat kelemahan nervus fasialis dapat mendukung diagnosis
unilateral otot wajah bagian bawah dan Bell’s palsy.9
biasanya disertai hemiparese/hemiplegia Dalam menilai derajat keparahan dan
kontralateral namun tanpa disertai gangguan memprediksi kemungkinan kesembuhan
otonom seperti gangguan pengecapan atau kelemahan nervus fasialis, dapat digunakan
salivasi, seperti yang terlihat pada stroke. skala modifikasi House-Brackmann yang
Lesi perifer memberikan gambaran berupa telah dipakai secara luas. Derajat yang
kelemahan wajah unilateral pada seluruh dipakai dalam skala ini dari 1 sampai 6,
otot wajah baik atas maupun bawah, seperti dengan derajat 6 yang paling berat yaitu
pada Bell’s palsy.6, 7 terdapat kelumpuhan total. (Tabel 1) 2, 9

53
Gambar 3. Perbedaan lesi perifer ( A ) dengan lesi sentral ( B ).
Dimodifikasi dari : Tiemstra dan Khatkhate 4

Diagnosis banding terhadap kelemahan/ metabolik seperti diabetes melitus, serta


kelumpuhan nervus fasialis dapat dibagi penyakit Lyme. Penyebab yang lokasinya
menurut lokasi lesi sentral dan perifer. sentral antara lain stroke, sklerosis multipel,
Penyebab yang terletak di lokasi perifer tumor otak primer atau metastasis, infeksi
misalnya otitis media supuratif dan HIV, fraktur basis kranii atau fraktur pada
mastoiditis, sindrom Ramsay-Hunt, sindrom tulang temporal pars petrosus karena
Guillain-Barre, tumor sudut serebelopontin trauma.2-4
dan tumor kelenjar parotis, gangguan

Tabel 1. Skala House-Brackmann.

Derajat Pengertian
1 Normal Fungsi wajah normal
2 Disfungsi ringan Kerut dahi baik, menutup mata komplit dengan usaha minimal, asimetri
ringan, sudut mulut bergerak dengan usaha maksimal & asimetri ringan.
3 Disfungsi sedang Kerut dahi sedikit asimetris, menutup mata komplit dengan usaha maksimal
dan jelas terlihat asimetri, sudut mulut bergerak dengan usaha maksimal dan
asimetri tampak jelas
4 Disfungsi sedang-berat Tidak dapat mengerutkan dahi & menutup mata, meskipun dengan usaha
maksimal
5 Disfungsi berat Tidak dapat mengerutkan dahi, menutup mata
sudut mulut hanya bergerak sedikit
6 Lumpuh total Tidak ada pergerakan wajah sama sekali

Dimodifikasi dari: Baugh, et al 9

54
Pemeriksaan Penunjang mencapai 94%. Sebanyak 30% penderita
tidak mengalami perbaikan sempurna.
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan Pertimbangan mengenai segi kosmetik/
seperti foto polos kepala, CT scan atau penampilan, kualitas hidup dan faktor
magnetic resonance imaging (MRI) tidak psikologis bagi penderita menyebabkan
rutin dilakukan. Pemeriksaan tersebut terapi medikamentosa perlu diberikan.
dilakukan jika terdapat perburukan atau Kortikosteroid dan antiviral merupakan
tidak ada perbaikan gejala klinis setelah tiga terapi yang sekarang direkomendasikan
minggu terapi.2 untuk pengobatan Bell’s palsy.9
Pemeriksaan elektrodiagnostik/neurofisiologi Tatalaksana yang diberikan untuk
pada Bell’s palsy sudah dikenal sejak tahun penderita Bell’s palsy meliputi terapi non
1970 sebagai prediktor kesembuhan, bahkan farmakologi dan farmakologi yang akan
dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat dibahas dibawah ini.
tindakan dekompresi intrakanikular.3, 11 Terapi non farmakologi meliputi (1)
Elektromiografi (EMG) dan elektroneurografi Penggunaan air mata buatan, pelumas (saat
(ENG) telah digunakan sebagai pemeriksaan tidur), kacamata, plester mata, penjahitan
penunjang dalam diagnostik Bell’s palsy. kelopak mata atas atau tarsorafi lateral
Selain itu keduanya memiliki nilai prognostik (penjahitan bagian lateral kelopak mata
yang dapat digunakan untuk meramalkan atas dan bawah), (2) Rehabilitasi fasial
keberhasilan terapi. Grosheva et al.11 meliputi edukasi, pelatihan neuromuskular,
melakukan penelitian untuk membedakan mengurut otot wajah yang lemah (dengan
pengaruh pemakaian elektromiografi (EMG) mengangkat wajah ke atas dan membuat
dengan elektroneurografi (ENG) pada Bell’s gerakan melingkar), meditasi-relaksasi dan
palsy. Ternyata pemakaian EMG dapat program pelatihan di rumah, (3) Pembedahan
memberikan prognosis lebih baik. Hasil dekompresi. Survei yang dilakukan oleh
pemeriksaan EMG pada hari ke-15 memiliki American Otological Society dan American
positive-predictive-value (PPV) 100% dan Neurotology Society, menunjukkan lebih
negative-predictive-value (NPV) 96%. dari 2/3 responden akan merekomendasikan
Menurut panduan yang dikeluarkan oleh pembedahan kepada penderita jika memenuhi
American Academy of Otolaringology-Head kriteria elektrofisiologi. Namun bukti ilmiah
and Neck Surgery Foundation (AAO-HNSF) kegunaan pembedahan lemah, sehingga
tahun 2013, penggunaan elektrodiagnostik pembedahan tidak direkomendasikan.2,3,7,9,12
dapat dipertimbangkan pada Bell’s palsy Untuk terapi farmakologi, pemberian
dengan skala House-Brackmann 6 (complete kortikosteroid oral direkomendasikan,
paralysis) 9 sedangkan kombinasi kortikosteroid oral
dengan antiviral oral dapat dipertimbangkan
Tatalaksana pada penderita Bell’s palsy akut, namun,
pemberian antiviral oral tanpa kortikosteroid
Kebanyakan penderita dengan Bell’s oral tidak direkomendasikan. Steroid
palsy dapat mengalami perbaikan klinis tanpa yang sering digunakan adalah prednison
intervensi dalam waktu 2-3 minggu setelah dan prednisolon dengan dosis prednison
awitan dan pulih sempurna dalam waktu 3-4 oral maksimal 40-60 mg/hari sedangkan
bulan. Tanpa pengobatan, fungsi wajah dapat pemberian prednisolon dengan dosisnya 1
mengalami perbaikan sempurna pada 70% mg/kgBB/hari (maksimal 70 mg) selama
pasien paralisis wajah komplit. Sementara enam hari diikuti empat hari tappering off.
pada paralisis wajah yang inkomplit perbaikan Dosis pemberian antiviral oral yaitu asiklovir

55
untuk usia > 2 tahun adalah 80 mg/kgBB/ komplikasi. Keterlambatan dalam diagnosis
hari dibagi empat kali pemberian selama 10 dan pengobatan maupun beratnya reaksi
hari. Untuk dewasa diberikan 2000-4000 inflamasi dan kompresi pada nervus fasialis
mg/hari dibagi dalam lima kali pemberian mempengaruhi prognosis.2
selama 7-10 hari. Pemberian valasiklovir Faktor yang mendukung ke arah
oral untuk dewasa adalah 1000-3000 mg/ prognosis buruk adalah kelumpuhan fasialis
hari dibagi 2-3 kali selama 5 hari.2,3,9,12-14 komplit, riwayat rekurensi, diabetes, nyeri
hebat post-auricula, gangguan pengecapan
Komplikasi dan penderita perempuan. Faktor yang
mendukung ke arah prognosis baik adalah
Beberapa komplikasi Bell’s palsy kelumpuhan fasialis yang inkomplit,
yaitu regenerasi motor inkomplit yang pengobatan dini dan perbaikan fungsi
menyebabkan lumpuhnya beberapa atau pengecapan dalam minggu pertama.3
seluruh otot wajah, regenerasi sensorik Pemeriksaan neurofisiologi dan skala
inkomplit menyebabkan terjadinya disgeusia House-Brackmann yang dimodifikasi dapat
(gangguan pengecapan) atau augesia digunakan untuk mengukur keparahan
(hilangnya pengecapan) dan disestesia serangan dan menentukan prognosis Bell’s
(gangguan sensasi atau sensasi yang tidak palsy.2, 3
sama dengan stimulus normal) dan reinervasi
salah nervus fasialis. Reinervasi yang Penutup
salah dapat menyebabkan sinkinesis yaitu
gerakan involunter yang mengikuti gerakan Bell’s palsy disebabkan oleh kelumpuhan
volunter, contohnya timbul gerakan elevasi saraf fasialis dengan penyebab yang
involunter sudut mata, kontraksi platisma sampai sekarang masih tidak diketahui,
atau pengerutan dahi saat memejamkan walaupun diduga keterlibatan virus herpes
mata. Crocodile tear phenomenon yang sebagai penyebab. Diagnosis tepat dan
timbul beberapa bulan kemudian akibat menyingkirkan diagnosis banding serta
disregenerasi serabut otonom. Contohnya penanganan dini, akan dapat memberikan
air mata pasien keluar saat mengkonsumsi prognosis yang baik.
makanan; clonic facial spasm/hemifacial
spasm yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba Daftar Pustaka
pada wajah yang dapat terjadi pada satu
1. De Seta D, Mancini P, Minni A, Prosperini
sisi wajah pada stadium awal, kemudian L, De Seta E, Attanasio G, et al. Bell’s Palsy:
mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak Symptoms preceding and accompanying the
terjadi bersamaan).2,3 facial paresis. TSWJ. 2014; 2014: 1-6.
2. Zandian A, Osiro S, Hudson R, Ali IM, Matusz
Prognosis P, Tubbs SR, et al. The neurologist’s dilemma:
A comprehensive clinical review of Bell’s palsy,
with emphasis on current management trends.
Dalam waktu kurang lebih 3 minggu Intl Med J Exp Clin Res. 2014; 20: 83-90.
kebanyakan pasien dengan Bell’s palsy 3. Lowis H, Gaharu MN. Bell’s Palsy, Diagnosis
mengalami perbaikan fungsi dengan atau dan tatalaksana di pelayanan primer. J Indon
tanpa terapi. Pada beberapa kasus, pemulihan Med Assoc. 2012; 62(01); 32-7.
4. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell’s palsy:
sempurna membutuhkan waktu sembilan diagnosis and management. Am Fam Phys.
bulan tetapi sekitar 30% tidak mengalami 2007; 76(7): 997-1004.
pemulihan sempurna atau mendapatkan

56
5. Toulgoat F, Sarrazin J, Benoudiba F, Pereon Adams and Victor’s Principles of Neurology.
Y, Auffray-Calvier E, Daumas-Duport B, et United States of America: The McGraw-Hill
al. Facial nerve: from anatomy to pathology. Companies, Inc; 2009; h.1180-2
Diagnostic and interventional imaging. J Radiol. 11. Grosheva M, Wittekindt C, Guntinas-Lichius
2013; 94(10): 1033-42. O. Prognostic value of electroneurography and
6. Baehr M, Frotscher M. Brainstem : Cranial electromyography in facial palsy. Laryngoscope.
nerves. Dalam : Baehr M, Frotscher M (eds). 2008; 118(3): 394-7.
Duus’ topical diagnosis in neurology: anatomy, 12. Albers JR, Tamang S. Common questions about
physiology, signs, symptoms. Edisi ke-4. New Bell palsy. Am Fam Physician. 2014; 89(3): 209-
York: Thieme; 2005; h.167-174 12.
7. Gilden DH. Bell’s palsy. N Engl J Med. 2004; 13. Gronseth GS, Paduga R. Evidence-based
351(13): 1323-31. guideline update: Steroids and antivirals for Bell
8. Taylor D, Keegan M. Bell palsy. Diunduh dari: palsy. Report of the Guideline Development
http://emedicine.medscape.com/article/1146903 Subcommittee of the American Academy of
-overview, 04 Juli 2015 Neurology. Am Acad Neurol. 2012; 79(22):
9. Baugh RF, Basura GJ, Ishii LE, Schwartz SR, 2209-13.
Drumheller CM, Burkholder R, et al. Clinical 14. Dong Y, Zhu Y, Ma C, Zhao H. Steroid-antivirals
practice guideline bell’s palsy. Otolaryngol Head treatment versus steroids alone for the treatment
Neck Surg. 2013; 149(S3): S1-S27; 34-42. of Bell’s palsy: a meta-analysis. Int J Clin Exp
10. Ropper AH, Samuels MA. Diseases of the cranial Med. 2015; 8(1): 413-21.
nerves. Dalam: Ropper AH, Samuels MA.

57

Anda mungkin juga menyukai