Anda di halaman 1dari 31

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangunan, pangatur, serta memelihara sel-sel dari
jaringan tubuh. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-
unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung
unsur logam seperti besi dan tembaga. (Winarno, F.G: 1997)

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-


jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses
pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan
proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga
mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama
protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang telah ada. (Winarno, F.G: 1997)

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada
di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam
kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. (Rohman,
Abdul:2007)

Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak


sebagai bahan membrane sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya
kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti rambut dan kuku.
Disamping itu protein dapat bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma
(albumin), membentuk antibody, membentuk kompleks dengan molekul lain, serta
dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak (protein otot). Kekurangan
protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. (Winarno, F.G: 1997)

1|Protein
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud protein?
2. Apa saja jenis dan golongan protein?
3. Apa saja fungsi protein?
4. Bagaimana sifat fisika dan kimia dari protein?
5. Bagaimana metabolism protein dalam tubuh?
6. Bagaimana cara analisis protein secara kualitatif?
7. Bagaimana cara analisis protein scara kuantitatif?

1.3 Tujuan
1. Makalah ini dibuat untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan protein.
2. Makalah ini dibuat untuk mengetahui jenis, golongan, sifat fisika dan kimia,
fungsi, metabolisme dalam tubuh, serta analisis kualitatif dan kuantitatif
protein.
3. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisa Makanan dan
Minuman.

1.4 Manfaat
Makalah ini memiliki manfaat, yaitu sebagai salah satu sumber informasi dan
pengetahuan tentang protein.

2|Protein
BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1 Protein
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang
utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia
Belanda, Gerardus Johannes Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa
protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme. (Almatsier,
Sunita:2005)
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam
amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan petida. Asam amino terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino
disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sodium, dan kobalt. Unsur
nitrogen adalah unsut utama protein karena terdapat di dalam semua protein, tetapi
tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lrmak. Unsur nitrogen merupakan 16%
dari berat protein. (Almatsier, Sunita:2005)
Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam
hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya.
Berat molekul protein bisa mencapai empat puluh juta; bandingkan dengan berat
molekul glukosa yang besarnya 180. Jenis protein sangat banyak, mungkin sampai
1010 – 1012. Ini dapat dibayangkan bila diketahui bahwa protein terdiri atas sekian
kombinasi berbagai jenis dan jumlah asam amino. Ada dua puluh jenis asam
amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas sembilan asam amino
esensial (asam amino yang tidak dapat dan harus didatangkan dari makanan) dan
sebelas asam amino nonesensial. (Almatsier, Sunita:2005)

2.2 Asam Amino


Asam amino terdiri atas karbon yang terikat pada satu gugus karboksi
(-COOH), satu gugus amino (-NH2), satu atom hidrogen (-H), dan satu gugus
radikal (-R) atau rantai cabang, sebagaimana tampak pada Gambar 2.1 (Almatsier,
Sunita:2005)

3|Protein
Gambar 2.1 Struktur asam amino
Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hidroksilat
merupakan alfa-asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom
karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah ranti
cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hidrogen (H) sebagaimana
terdapat pada asam amino paling sederhana glisin ke rantai karbon lebih panjang,
yaitu hingga tujuh atom karbon. (Almatsier, Sunita:2005)

2.3 Klasifikasi Asam Amino


Klasifikasi asam amino menurut jumlah gugus asam (karboksil) dan
basa (amino) yang dimiliki adalah; (1) asam amino netral yaitu asam amino yang
mengandung satu gugus asam dan satu gugus amino; (2) asam amino asam (rantai
cabang asam) yaitu asam amino yang mempunyai kelebihan gugus asam
dibandingkan dengan gugus basa; (3) asam amino basa (rantai cabang basa) yaitu
asam amino yang mempunyai kelebihan gugus basa; (4) asam amino yang
mengandung nitrogen imino pengganti gugus amino primer dinamakan asam
imino. (Almatsier, Sunita:2005)
A. Asam Amino Netral
Asam Amino netral terdiri atas asam amino alifatik (rantai cabang
terdiri atas hidrokarbon). Asam amino dengan rantai cabang hidroksil, asam
amino dengan rantai cabang aromatik, dan asam amino dengan rantai cabang
yang mengandung sulfur. (lihat gambar 2.2) (Almatsier, Sunita:2005)

4|Protein
Gambar 2.2 Asam amino netral
B. Asam Amino Asam
Beberapa asam amino dengan rantai cabang asam dapat dilihat pada
Gambar 2.3. (Almatsier, Sunita:2005)

5|Protein
Gambar 2.3 Asam amino dengan rantai cabang asam
C. Asam Amino Basa
Beberapa asam amino dengan rantai cabang basa dapat dilihat pada
Gambar 2.4. (Almatsier, Sunita:2005)

Gambar 2.4 Asam amino basa

2.4 Klasifikasi Asam Amino menurut Esensial dan Tidak Esensial


Dalam buku Prinsip Dasar Ilmu Gizi oleh Sunita Almatsier tahun 2005,
Dr. William Rose (1917) seorang piornir dalam penelitian protein dengan
menggunakan berbagai campuran asam amino dan meneliti pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tikus percobaan dan manusia, membagi asam amino dalam dua
golongan, yaitu asam amino esensial dan tidak esensial. Satu per satu asam amino
dikeluarkan dari diet semula yang terdiri dari atas campuran asam amino dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tikus diamati. Pengeluaran beberapa asam

6|Protein
amino tertentu ternyata mengganggu pertumbuhan, sedangkan yang lain tidak.
Ternyata ada sepuluh macam asam amino yang dibutuhkan tikus untuk
pertumbuhan yang tidak dapat di sintesis tubuh. Asam amino ini dinamakan asam
amino esensial. Asam amino lain dinamakan asam amino tidak esensial. Asam
amino tidak esesnsial juga penting untuk pembentukan protein tubuh, tetapi asam
amino ini bila tidak terdapat dalam tubuh dapat di sintesis tubuh dalam jumlah
yang diperlukan. (Almatsier, Sunita:2005)
Penelitian yang sama kemudian dilakukan terhadap manusia dengan
menggunakan campuran asam amino yang dianggap esensial untuk tikus. Satu
persatu asam amino dikeluarkan dari campuran tersebut dan pengaruhnya terhadap
keseimbangan nitrogen pada manusia diamati. Ternyata ada sembilan jenis asam
amino esensial untuk manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan tubuh. Kesembilan asam amino ini tidak dapat di sintesis
tubuh, yang berarti harus ada dalam makanan sehari-hari. Bila tubuh mengandung
cukup nitrogen, tubuh mampu mensintesis sebelas jenis asam amino lain, yaitu
asam amino tidak esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan tubuh. Nitrogen ini dapat berasal dari asam amino tidak esensial lain atau
dari asam amino esensial yang berlebihan. (Almatsier, Sunita:2005)
Belakangan ini asam amino tidak esensial dibagi mnejadi dua
kelompok yaitu asam amino tidak esensial bersyarat dan asam amino yang betul-
betul tidak esensial. (lihat Tabel 2.1) (Almatsier, Sunita:2005)
Tabel 2.1 Klasifikasi asam amino menurut esensial, tidak esensial bersyarat, dan
tidak esensial.

Esensial
Tidak esensial bersyarat Tidak esensial

Leusin Prolin Glutamat

Isoleusin Sering Alanin

Valin Arginine Aspartat

Triptofan Tirosin Glutamin

Fenilalanin Sistein
7|Protein
Treonin Trionin

Lisin Glisin

Histidine

Metionin

Asam amino yang betul-betul tidak esensial adalah asam amino yang
dapat di sintesis melalui aminase reduktif asam keton atau melalui transaminase.
(Almatsier, Sunita:2005)
Asam amino tidak esensial bersyarat adalah asam amino yang disintesis
dari asam amino lain atau metabolit transaminase sederhana. Ternyata nitrogen
amino tidak bebas bisa dipertukarkan antar semua asam amino. Sistein ternyata
disintesis dari metionin atau serin, tirosin, dan fenil alanine, arginine dan prolin
dari glutamate dan aspartate, dan histidin dari adenine dan glutamin. Asam amino
yang diperlukan untuk mensitesis asam amino tidak esensial ini dinamakan
precursor asam amino tersebut. (Almatsier, Sunita:2005)
Istilah tidak esensial bersyarat menyatakan bahwa asam amino ini
diperlukan dalam makanan sehari-hari, kecuali bila prekursornya berada dalam
jumlah banyak dalam tubuh sehingga memungkinkan sintesisnya pada saat
dibutuhkan. (Almatsier, Sunita:2005)

2.5 Ikatan Peptida


Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptide dengan
melepas sebuah molekul air. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan
kearah hidrolisis daripada sintesis. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan
banyak energi, sedang untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Menurut
Emil Fischer, asam-asam amino digabungkan oleh suatu ikatan peptide (-CONH-).
Gugus karboksil suatu asam amino berkaitan dengan gugus amino dari molekul
asam amino lain menghasilkan suatu dipeptide dengan melepaskan molekul air.
(Winarno, F.G:1997)

8|Protein
Beberapa asam amino, biasanya lebih dari 100 buah, dapat mengadakan
ikatan peptide dan membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang. (Winarno,
F.G:1997)
Rantai polipeptid memounyai arah karena mempunyai dua residu ujung
yang berbeda yaitu gugus amino ujung dengan gugus karboksil ujung. (Winarno,
F.G:1997)
Ujung amino diambil sebagai ujung awal dari rantai polipeptida.
Karena itu dalam tripeptide seperti alanine-glisin-triptofan, alanine merupakan
ujung amino dan triptofan merupakan ujung karboksil. (Winarno, F.G:1997)
Pada beberapa protein terdapat rantai canagn yang mengadakan ikatan
silang yang disebut ikatan disulfide. Adanya ikatan disulfide diakibatkan
terjadinya oksidasi dari dua residu sistein menghasilkan suatu senyawa baru sistin.
(Winarno, F.G:1997)

2.6 Fungsi Protein


A. Pertumbuhan dan pemeliharaan
Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia semua
asam amino esensial yang diperlukan. Pertumbuhan atau penambahan otot
hanya mungkin bila tersedia cukup campuran asam amino yang sesuai
termasuk untuk pemeliharaan dan perbaikan. Beberapa jenis jaringan tubuh
membutuhkan asam-asam amino tertentu dalam jumlah lebih besar. Rambut,
kulit, dan kuku membutuhkan lebih banyak asam amino yang mengandung
sulfur. Protein kolagen merupakan protein utama otot urat-urat dan jaringan
ikat. Fibrin dan miosin adalah protein lain yang terdapat didalam otot-otot.
(Almatsier, Sunita:2005)
Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis, yang secara bergantian
dipecah dan disintesis kembali. Tiap hari sebanyak 3% jumlah protein total
berada dalam keadaan berubah ini. Dinding usus yang setiap 4-6 hari harus
diganti, membutuhkan sintesis 70 gram protein setiap hari. Tubuh sangat
efisien dalam memelihara protein yang ada dan menggunakan kembali asam
amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali
jaringan yang sama atau jaringan lain. (Almatsier, Sunita:2005)

9|Protein
B. Pembentukan ikatan-ikatan Esensial Tubuh
Hormon-hormon, seperti tiroid, insulin, dan epinefrin adalah protein,
demikian pula beberapa enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak sebagai katalisator
atau membantu perubahan-perubahan biokimia yang terjadi didalam tubuh.
(Almatsier, Sunita:2005)
Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein.
Begitupun bahan-bahan lain yang berperan dalam penggumpalan darah.
Protein lain adalah fotoreseptor pada mata. (Almatsier, Sunita:2005)

Asam amino triptofan berfungsi sebagai prekursor vitamin niasin dan


pengantar saraf serotonin yang berperan dalam membawa pesan dari sel saraf
yang satu ke yang lain. (Almatsier, Sunita:2005)

Dalam hal kekurangan protein, tampaknya tubuh memprioritaskan


pembentukan ikatan-ikatan tubuh yang vital ini. (Almatsier, Sunita:2005)

C. Mengatur Keseimbangan Air


Cairan tubuh terdapat didalam tiga kompartemen: intraselular (didalam
sel), ekstraselular/interselular (diantara sel), dan intravaskular (didalam
pembuluh darah). Kompartemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain
oleh membran sel. Distribusi cairan didalam kompartemen-kompartemen ini
harus dijaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis. Keseimbangan ini
diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit.
Penumpukan cairan didalam jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda
awal kekurangan protein. (Almatsier, Sunita:2005)

D. Memelihara Netralitas Tubuh


Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan
basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan tubuh
berfungsi dalam keadaan pH netral atau sedikit alkali (pH 7,35 - 7,45)
(Almatsier, Sunita:2005).

10 | P r o t e i n
E. Pembentukan Antibodi
Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada
kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap organisme yang
menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki
tubuh. Tingginya tingkat kematian pada anak-anak yang menderita gizi-kurang
kebanyakan disebabkan oleh menurunnya daya tahan terhadap infeksi
(muntaber, dan sebagainya) karena ketidak mampuannya membentuk antibodi
dalam jumlah yang cukup. (Almatsier, Sunita:2005)

Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-


bahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat didalam hati.
Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi
pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang. Seseorang yang menderita
kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan racun dan obat-obatan.
(Almatsier, Sunita:2005)

F. Mengangkut Zat-zat Gizi


Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari
saluran cerna melalui dinding saluran cerna kedalam darah, dari darah ke
jaringan-jaringan, dan melalui membran sel kedalam sel-sel. Sebagian besar
bahan yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein. Alat angkut protein ini
dapat bertindak secara khusus, misalnya protein pengikat-retinol yang hanya
mengangkut vitamin A. Atau dapat mengangkut beberapa jenis zat gizi seperti
mangan dan zat besi, yaitu transferin; atau mengangkut lipida dan bahan
sejenis-lipida yaitu lipoprotein. (Almatsier, Sunita:2005)
Kekurangan protein, menyebabkan gangguan pada absorpsi dan
transportasi zat-zat gizi. (Almatsier, Sunita:2005)

G. Sumber Energi
Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena
menghasilkan 4 kkal/g protein. Namun, protein sebagai sumber energi relatif
lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan
untuk metabolisme energi. (Almatsier, Sunita:2005)

11 | P r o t e i n
2.7 Sifat Fisika dan Kimia Protein

Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan
jenis asam aminonya. Berat molekul protein sangat besar sehingga bila protein
dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Molekul protein
tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi masih dapat menimbulkan
tegangan pada membran tersebut. (Winarno, F.G:1997)

Ada protein yang larut dalam air, adapula yang tidak larut dalam air,
tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Bila
dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang,
akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini
disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi,
maka protein akan mengendap. (Winarno, F.G:1997)

Garam-garam logam berat dan asam-asam mineral kuat ternyata baik


digunakan untuk mengendapkan protein. Prinsip ini dipakai untuk mengobati
orang yang keracunan logam berat dengan memberi minum susu atau makan telur
mentah kepada pasien. (Winarno, F.G:1997)

Apabila protein dipanaskan atau ditambah alkohol, maka protein akan


menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi
molekul-molekul protein; selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena
aktivitas enzim-enzim proteolitik. (Winarno, F.G:1997)

Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai


molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit)
dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa). Daya
reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari
jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam
(pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H + , sehingga protein bermuatan
protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul
protein akan bergerak ke arah katoda. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga
molekul protein akan bergerak menuju anoda. Pada pH tertentu yang disebut titik
isolistrik (pI), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetrelkan
sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isolistrik
12 | P r o t e i n
yang berlainan. Pengendapan paling cepat terjadi pada titik isolistrik ini, dan
prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan serta pemurnian protein.
(Winarno, F.G:1997)

2.8 Klasifikasi Protein


A. Struktur Susunan Molekul
1) Protein fibriler / skleroprotein adalah protein berbentuk serabut terdiri atas
beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang terjalin satu sama lain sehingga
menyerupai batang yang kaku. Tidak larut dalam pelarut encer, baik larutan
garam, asam, basa, alkohol.protein ini terdapat dalam unsur – unsur struktur
tubuh. Kegunaan protein ini untuk membentuk struktur bahan dan jaringan.
Protein ini disebut albuminoid dan sklerin. Contoh : kolagen pada tulang
rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
(Winarno, F.G:1997)
1. Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Kolagen tidak larut dalam
air, mudah berubah menjadi gelatin bila direbus dalam air, asam encer atau
alkali.
2. Elastin terdapat terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan
jaringan lain. Elastin tidak dapat diubah menjadi gelatin.
3. Keratin adalah protein rambut dan kuku. Protein ini mengandung banyak
sulfur dalam bentuk sistein. Rambut manusia mengandung 14% sistein.
4. Miosin merupakan protein utama serat otot. (Winarno, F.G:1997)

2) Protein globuler / sferoprotein adalah protein berbentuk bola. Terdapat dalam


cairan jaringan tubuh. Larut dalam larutan garam dan asam encer. Protein ini
mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah diikuti dengan
perubahan fisik dan fisiologinya seperti yang dialami enzim dan hormon.
(Winarno, F.G:1997)

B. Kelarutan
1. Albumin : terdapat dalam telur, susu, plasma, dan hemoglobin. larut dalam
air dan terkoagulasi oleh panas

13 | P r o t e i n
2. Globulin : terdapat dalam otot, serum, kuning telur dan biji tumbuh –
tumbuhan. tidak larut dalam air, tetapi larut dalam garam encer dan garam
dapur dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi. terkoagulasi
bila dipanaskan.
3. Glutelin : larut dalam pelarut asam / basa encer
4. Prolamin : larut dalam alkohol 70 – 80%
5. Histon : terdapat dalam jaringan kelenjar tertentu seperti timus dan
pancreas. Histon di dalam sel terikat dengan asam nukleat. larut dalam air,
tidak larut dalam ammonia encer
6. Protamin : dihubungkan dengan asam nukleat. larut dalam air, tidak
terkoagulasi oleh panas (Winarno, F.G:1997)

C. Protein konjugasi
Protein konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dengan bahan – bahan
non asam amino. Gugus non asam amino ini dinamakan gugus prostetik.
(Winarno, F.G:1997)
1. Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan asam nukleat dan
mengandung 9-10% fosfat. Hidrolisis asam nukleat menghasilkan
purin,pirimidin, gula dan asam fosfat. Larut dalam air, tidak mudah
didenaturasi oleh panas. terdapat pada kecambah biji-bijian
2. Glikoprotein terdapat pada musin pada kelenjar ludah, tendomusin pada
tendon
3. Fosfoprotein protein yang terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat
terdapat pada kasein susu, kuning telur
4. Kromoprotein terdapat pada hemoglobin
5. Lipoprotein protein larut air yang berkonjugasi dengan lipida, seperti lesitin
dan kolestrol. terdapat pada serum darah, plasma dan berfungsi sebagai
pengangkut lipida dalam tubuh
6. Metaloprotein protein yang terikat dengan mineral, seperti feritin dan
hemosiderin dimana mineralnya adalah zat besi,tembaga dan seng.
(Winarno, F.G:1997)

14 | P r o t e i n
D. Tingkat degradasi
Tingkat permulaan denaturasi
1. Protein alami adalah protein dalam keadaaan seperti protein dalam sel
2. Turunan protein merupakan hasil degradasi protein pada tingkat permulaan
denaturasi. Dibedakan menjadi protein turunan primer (protean,
metaprotein) dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton, dan peptida).
3. Protein primer merupakan hasil hidrolisis yang ringan, sedangkan protein
sekunder merupakan hasil hidrolisis yang berat.
4. Protean adalah hasil hidrolisis oleh air, asam encer, yang bersifat tak larut.
Contoh : miosan dan edestan
5. Metaprotein merupakan hasil hidrolisis lebih lanjut oleh asam dan alkali
larut dalam asam dan alkali encer. Contoh: asam albuminat, alkali
albuminat.
6. Proteosa larut dalam air, tidak terkoagulasi oleh panas
7. Pepton larut dalam air, tidak terkoagulasi oleh panas, mengendap oleh
pereaksi alkaloid seperti asam fosfo tungstate.
8. Peptida yaitu gabungan dua atau lebih asam amino yang terikat melalui
ikatan peptida. (Winarno, F.G:1997)

2.9 Metabolisme Protein


1) Pencernaan
Sebagian besar protein dicernakan menjadi asam amino, selebihnya menjadi
tripeptida dan dipeptida. (Almatsier, Sunita:2005)
a. Lambung
Pencernaan protein dimulai di dalam lambung. Asam klorida lambung
membuka gulungan protein (proses denaturasi) , sehingga enzim
pencernaan dapat memecah ikatan peptide. Asam klorida mengubah enzim
pepsinogen tidak aktif yang dikeluarkan oleh mukosa lambung menjdi
bentuk aktif pepsin. Karena makanan hanya sebentar tinggal di dalam
lambung, pencernaan protein hanya terjadi hingga dibentuknya campuran
polipetida, proteose dan pepton. (Almatsier, Sunita:2005)

15 | P r o t e i n
b. Usus halus
Pencernaan protein dilanjutkan di dalam usus halus oleh campuran enzim
protease. Sentuhan kimus terhadap mukosa usus halus merangsang
dikeluarkannya enzim enterokinase yan mengubah tripsinogen tidak aktif
yang berasal dari pankres menjadi tripsin aktif. Tripsin dapat mengaktifkan
enzim-enzim proteolitik lain berasal dari pancreas. Kimotripsinogen diubah
menjadi karboksipeptidase dan elastase aktif. Enzim-enzim pancreas
memecah protein dari polipeptida menjadi peptide lebih pendek, yaitu
tripeptida, dipeptida dan sebagian menjadi asam amino. Enzim – enzim
proteolitik yang ada dalam lambung dan usus halus pada akhirnya dapat
mencernakan sebagian besar protein makanan menjadi asam amino bebas.
(Almatsier, Sunita:2005)

2) Absorpsi dan Transportasi


Absorpsi terutama terjadi di dalam usus halus berupa empat sistem
absorpsi aktif yang membutuhkan energi, yaitu masing-masing untuk asam
amino netral, asam amino asam dan basa, serta untuk prolin dan hidroksiprolin.
Absorpsi ini menggunakan mekanisme transport natrium seperti halnya pada
absorpsi glukosa. Asam amino yang diabsorpsi memasuki sirkulasi darah
melalui vena porta dan dibawa ke hati. Sebagian asam amino digunakan oleh
hati dan sebagian lagi melalui sirkulasi darah. Sebagian asam amino digunakan
oleh hati dan sebagian lagi melalui sirkulasi darah dibawa ke sel-sel jaringan.
Sebagian besar asam amino telah diabsorpi ada saat asam amino sampai di
ujng usus halus. Hanya 1% protein yang dimakan ditemukan dalam feses.
Protein endogen yang bersal dari sekresi saluran cerna dan sel-sel yang rusak
juga dicerna dan diabsorpsi. (Almatsier, Sunita:2005)

3) Sekresi
Beberapa jenis protein karena struktur fisika atau kimianya tidak dapat
dicerna dan dikeluarkan melalui usus halus tanpa perubahan. Di samping itu

16 | P r o t e i n
absorpsi asam amino bebas dan peptide mungkin tidak terjadi 100% terutama
bila fugsi usus halus terganggu, seperti pada infeksi saluran cerna atau
kehadiran factor-faktor antigizi seperti lesitin atau protein yang mencegah
terbentuknya tripsin dalam makanan. Protein atau asam amino yang tidak
diabsorpsi ini masuk ke dalam usus besar. (Almatsier, Sunita:2005)

4) Metabolisme protein
a. Penggunaan protein untuk membentuk protein atau asam amino tidak
esensial
Jika sel membutuhkan protein tertentu, sel tersebut akan membentuknya
dari asam amino yang tersedia. Jika sel membutuhkan asam amino tidak
esensial tertentu ntuk pembentukan protein, sel akan membuatnya degan
cara memecah asam amino lain yang tersedia dan mengggabungkan gugus
aminonya dengan unit-unit karbon-karbon fragmen yang berasal dari
glukosa. (Almatsier, Sunita:2005)

b. Penggunaan asam amino untuk membentuk ikatan-ikatan lain


Sel juga dapat membentuk asam amino. Misalnya asam amino titrosin
merupakan prekursor pengantar saraf norepinefrin dan epinefrin yang
mengantarkan pesan-pesa saraf ke seluruh tubuh. Tirosin juga dapat diubah
menjadi melanin, yaitu pigmen tubuh atau menjadi tiroksin, hormon yang
mengatur laju metabolisme. Triptofan merupakan prekursor pengantar saraf
serotonin dan vitamin niasin. (Almatsier, Sunita:2005)

c. Penggunaan asama amino sebagai energi


Fungsi utama protein yaitu untuk pertumbuhan namun bila tubuh
kekurangan zat energy fungsi protein untuk menghasilkanenergi atau
membentuk glokusa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak di
dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk
glukosa dan eneri. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energy sel-sel otak
s dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh guna memenuhi kebutuhan
energy dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot-
otot. Kelebihan asam amino dalam tubuh, setelah terlebih dahulu melepas

17 | P r o t e i n
gugus NH2 nya melalui proses deaminase, akan memsuki jalur metabolism
yang sama dengan yang digunakan oleh karbohidrat dan lipida. (Almatsier,
Sunita:2005)

d. Deaminase asam amino


Deaminase atau melepaskan gugus amino (NH2) dari asam amino akan
menghasilkan sisa berupa amoia dalam sel. Amonia yang bersifat racun
akan masuk akan masuk dalam peredaran darah dan dibawa ke hati. Hati
akan mengubah ammonia menjadi ureum yang sifat racunnya lebih rendah,
dan mengembalikannya ke peredaran darah. Ureum dikeluarkan dari tubuh
melalui ginjal dan urine. Ureum diproduksi dari asam amino bebas di
dalam tubuh yang tidak digunaan dan dari pemcehan protein jaringan
tubuh. (Almatsier, Sunita:2005)

e. Penggunaan kelebihan protein untuk pembetukan lemak


Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase. Nitrogen
dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi
lemak dan disimpan di dalam tubuh. Kelebihan protein dapat menyebabkan
kegemukan. (Almatsier, Sunita:2005)

f. Persediaan metabolik asam amino


Kelebihan asam amino untuk keperluan sintesis protein dan berbagai ikatan
nitrogen-bukan ikatan protein akan dimetabolisme. Akan tetapi di dalam
protein sel-sel ada persediaan metabolic asam amino yang berada dalam
keseimbanan dinamis yang dapat setiap waktu digunakan. Perubahan
protein secara terus-menerus pada orang dewasa diperlukan untuk
memelihara persediaan asam amino untuk memenuhi kebutuhan segera
asam amino oleh berbagai sel dan jaringan pada pebentukan protein.
(Almatsier, Sunita:2005)

18 | P r o t e i n
BAB III

Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Protein

3.1 Analisa Kualitatif Protein


Uji kualitatif protein meliputi: uji susunan elementer protein, uji
kelarutan protein, uji pengendapan protein dengan garam,uji pengendapan
protein dengan logam dan asam organic, uji biuret, uji nihidrin, uji
xantoproteat, uji pengendapan dengan alcohol, uji koagulasi, uji denaturasi dan
uji millon.(Yazid, Estien: 2006)
A. Uji Biuret
Masukkan zat yang akan diuji sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml NaOH 10% dan 3 tetes CuSO4 0,2%. Campur dengan baik
dan amati warna yang terjadi. ( Yazid, Estien: 2006 )
Biuret berasal dari kata bi-uret atau dua urea.Uji biuret didasarkan pada
reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptide dalam suasana basa. Larutan protein
dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Ion
Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein dan membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Intensitas warna yang dihasilkan
merupakan ukuran jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein.Reaksi ini
positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih. (Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Nasional)

B. Uji nihidrin
Masukkan 2 ml zat yang akan diuji ke dalam tabung reaksi, tambahkan
5 tetes pereaksi nihidrin, lalu panaskan di atas penangas air selama 5 menit,
kemuadian amati perubahan yang terjadi. ( Yazid, Estien: 2006 )

19 | P r o t e i n
Reaksi nihidrin harus didahului oleh reaksi hidrolisa protein karena
reaksi nihidrin berdasarkan adanya asam amino. Berlaku untuk semua
polipeptida, protein dan peptida karena hidraliaatnya mengandung asam amino.
(Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional)

C. Uji millon
Protein ditambah larutan merkuro nitrat Hg2(NO3)2 dan asam nitrat
pekat maka akan terbentuk warna merah. Adanya warna merah ini disebabkan
oleh oksidasi asam nitrat pada asam amino yang mempunyai gugus OH seperti
tirosin. ( Yazid, Estien: 2006 )

D. Uji susunan elemen protein


Untuk mrngetahui jenis protein mengandung unsur C, H, O dan N
dan sedikit S dan P. yaitu dengan melakukan pengujian sebagai berikut:
1) Uji adanya unsur C, H dan O
Masukkan 1 ml albumin telur ke dalam cawan porselen lalu tutup dengan
kaca objek diatasnya. Amati perubahan kaca objek tersebut, jika ada
pengembunan menunjukkan adanya atom H dan O. kemudian periksa
apakah tercium bau rambut terbakar, jika tercium berarti menujukkan
adanya atom C. ( Yazid, Estien: 2006 )
2) Uji adanya unsur N
Masukkan 1 ml larutan albumin telur dan 1 ml NaOH 10 % ke dalam
tabung reaksi lalu panaskan. Perhatikan bau ammonia yang terjadi, jika
tercium menunjukkan adanya unsur N. lalu ujilah uapnya dengan kertas
lakmus merah yang telah dibasahi aquadest. ( Yazid, Estien: 2006 )
3) Uji adanya unsur S
Masukkan 1 ml albumin telur dan 1 ml NaOH 10% lalu panaskan,
tambahkan 4 tetes larutan Pb-Asetat 5%, bila larutan menghitam
berate PbS terbentuk. Kemudian tambahkan 4 tetes HCl pekat dan jika
tercium bau belerang yang khas menunjukkan adanya unsur S.( Yazid,
Estien: 2006)

E. Uji kelarutan protein

20 | P r o t e i n
Masukkan ke dalam 5 tabung reaksi berturut-turut air suling, HCl 10%,
NaOH 40%, alkohol 96% dan kloroform masing- masing sebanyak 1 ml.
tambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 2 ml albumin telur
dan kemudian kocok kuat dan amati kelarutannya. ( Yazid, Estien: 2006 )

F. Uji pengendapan protein dengan garam


Masukkan 2 ml albumin ke dalam 5 tabung reaksi , masing-masing
tabung reaksi berturut-turut diisi larutan NaCl 1%, BaCl 5%, CaCl2 5%,
MgSO4 5% dan (NH4) 2SO4 jenuh setetes demi tetes sampai terbentuk
endapan. Tambahkan kembali larutan garamnya secara berlebihan. Kemudian
kocok kuat dan amati perubahan yang terjadi. ( Yazid, Estien: 2006 )

G. Uji pengendapan protein dengan logam berat dan asam organik


1. Masukkan 3 ml albumin ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 5 tetes
HgCl2 5% kemudian diamati perubahan yang terjadi
2. Masukkan 3 ml albumin ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 5 tetes Pb-
Asetat 5% kemudian amati perubahan yang terjadi
3. Masukkan 3 ml albumin ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 5 tetes
AgNO3 5% kemudian diamati perubahan yang terjadi
4. Masukkan 3 ml albumin ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 5 tetes
CuSOa 5 % kemudian diamati perubahan yang terjadi. (Yazid, Estien:
2006)

H. Uji xantoproteat
Masukkan 2 ml zat yang akan diuji ke dalam tabung reaksi. Tambahkan
1 ml asam nitrat pekat, perhatikan endapan putih yang terjadi. Kemudian
panaskan selama 1 menit dan amati terbentuknnya warna kuning. Lalu
dinginkan di bawah air kran dan tambahkan NaOH 10% setetes demi tetes
melalui dinding tabung hingga terbentuk lapisan dan perhatikan perubahan
yang terjadi. ( Yazid, Estien: 2006 )

21 | P r o t e i n
I. Uji pengendapan oleh alkohol
1. Masukkan 5 ml albumin ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml HCl 0,1
M ditambahkan 6 ml etanol 95%
2. Masukkan 5 ml albumin ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml NaOH
0,1 M ditambahkan 6 ml etanol 95%
3. Masukkan 5 ml albumin ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml buffer
asetat pH 4,7 ditambahkan 6 ml etanol 95%. ( Yazid, Estien: 2006 )

J. Uji koagulasi
Masukkan 5 ml albumin ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 tetes
asam asetat 1 M kemudian tabung reaksi di letakkan pada air mendidih selama
5 menit.Kemudian endapan diambil 1 gram dilarutkan dengan air dan diamati
kelarutannya. ( Yazid, Estien: 2006 )
Uji endapan dengan uji millon yaitu engan cara : masukkan 3 tetes
peraksi millon ke dalam tabung reaksi lalu dipanaskan ke dalam air mendidih
dan amati warna yang terjadi. ( Yazid, Estien: 2006 )

K. Uji percobaan denaturasi


Disiapkan 3 tabung reaksi yaitu:
1. Dimasukkan 9 ml albumin ditambahkan 1 ml HCl 0,1 M
2. Dimasukkan 9 ml albumin ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 M
3. Dimasukkan 9 ml albumin ditambahkan 1 ml buffer asetat pH 4,7
Ketiga tabung reaksi tersebut dipanaskan ke dalam air mendidih selama 15
menit kemudian di dinginkan dan di amati. Lalu untuk tabung a dan b di
tambahkan 10 ml buffer asetat pH 4,7 lalu diamati. ( Yazid, Estien: 2006 )

3.2 Analisa Kuantitatif Protein


Dapat dilakukan dengan beberapa metode: volumetri, gasometri,
spektrofotometri, spektrofluorometri, turbidimetri, pengikatan zat warna dan
kromatografi. (Winarno, F.G: 1997)
A. Metode volumetri
Metode Kjedahl

22 | P r o t e i n
Untuk menentukan kadar protein dalam bahan makanan. Kadar protein
ditentukan atas dasar kadar nitrogen. Protein rata-rata mengandung 16%
nitrogen.Prinsipnya yaitu bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat
menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang
terjadi ditampungdan dititrasi dengan bantuan indikator. (Winarno, F.G: 1997)
Prinsip metode kjedahl:
1. Nitrogen organik dalam protein didestruksi menjadi nitrogen anorganik
yang berbentuk NH3
2. NH3 dipisahkan dengan cara destilasi uap air
3. Kadar nitrogen ditentukan dengan titrasi
4. Perhitungan kadar protein atas dasar kadar nitrogen
Oleh karena itu, protein bahan makanan mengandung rata-rata 16 %,
maka kadar protein: 100x kadar nitrogen = 6,2516 kadar nitrogen. Protein
nabati umumnya mengandung nitrogen lebih dari pada 16%, sehingga faktor
untuk memperhitungkan kadar protein adalah kurang dari 6,25. (Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional)
Cara Kjeldahl pada umumnya dibedakan menjadi dua cara yaitu makro
dan semi makro. Dengan cara makro digunakan untuk contoh yang sukar
dihomogenisasi dan ukuran besar yaitu 1-3 gram. Sedangkan cara semimakro
dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300mg dari bahanyan
homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen
dala bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah
yang besar. (Winarno, F.G: 1997)
Kekurangan cara analisis ini adalah bahwa purina, pirimidina, vitamin-
vitamin, asam amino besar, kreartina dan kreatinina ikut teranalisis dan
terukur sebagai nitrogen protein. Metode ini cocok untuk menetapkan kadar
protein yang tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat
proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada
makanan. (Winarno, F.G: 1997)
Secara umum pada metode kjedahl ada tiga tahap kerja yaitu tahap
destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi. (Rohman, Abdul:2007)
1. Destruksi

23 | P r o t e i n
Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehigga terjadi destruksi
menjadi unsur-unsurnya.Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi
menjadi karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan H2O.
Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat atau (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat destruksi maka ditambah katalisator Natrium sulfat
dan merkuri oksida (20:1).Gunning menganjurkan menggunakan kalium
sulfat atau tembaga II sulfat. (Rohman, Abdul:2007)
Protein yang kaya asam amino histidin dan triptofan umumnya
memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar untuk
destruksinya.Untuk sampel seperti ini maka diperlukan kaatalisator yang
relatif banyak. Selan katalisator yang telah disebutkan, kadang-kadang juga
ditambahkan selenium yang dapat mempercepat proses oksidasi, karena
selenium sealin dapat meningkatkan titik didih juga mampu
mengadakan perubahan valensi dari tinggi ke rendah atau sebaliknya.
(Rohman, Abdul:2007)
2. Destilasi
Pada tahap destilasi, amonium sulfat dipecah menjadi amonia
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan.Supaya destilasi
tidak menimbulkan superheating atau percikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar, maka ditambah dengan logam seng (Zn).
Amonia yang di bebaskan selanjutnya ditangkap dengan larutan baku asam.
Asam yang digunakan dapat berupa asam klorida 4% dalam jumlah yang
berlebihan.Supaya kontak antara asam dengan amonia lebih baik maka
ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebih, maka ditamabah dengan
indikator fenolftalein (pp). Pada tahap destilasi ini, reaksi yang terjadi
adalah (Rohman, Abdul:2007)
(NH4)2SO4 + HgSO4 +NaOH +Na2S + Zn +H2O → NH3 + Na2SO4 +
ZnS + HgS + H2O
3. Titrasi
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah asam klorida maka
sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan
larutan baku NaOH 0,1 N. Bila menggunakan indikator pp, titik akhir

24 | P r o t e i n
titrasi ditandai dengan munculnya warna merah muda yang pertama denga
tetap selama 30 detik. (Rohman, Abdul:2007)
Pada tahap titrasi ini (jika menggunakan HCl sebagai penampung
destilat) akan terjadi reaksi sebagai berikut (Rohman, Abdul:2007):
NH3 (aq) + HCl →NH4Cl
HCl (sisa) + NaOH → NaCl + H2O

Kadar protein dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Rohman,


Abdul:2007):
V NaOHblanko − V NaOHsampel X N NaOH X14,008 X 100% X FK
Kadar Protein =
berat sampel (mg)
Fk = faktor konversi

Besarnya faktor konversi dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:


Faktor konversi dari bermacam-macam bahan (Rohman, Abdul:2007)

Faktor
No Bahan Konversi
Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak,
1 buauh-buahan, teh, anggur 6,25

2 Beras 5,95

3 Roti, gandum, macaroni, bakmi 5,70

4 Kacang tanah 5,46

5 Kedelai 5,75

6 Kemari 5,18

7 Susu kental manis 6,38

B. Metode gasometri

25 | P r o t e i n
Metode gasometri dari van slyke lebih selektif dari pada metode
kjeldahl karena metode ini digunakan untuk amin alifatik primer.Metode ini
didasarkan pada reaksi antara amin alifatik primer dengan asam nitrit
menghasilkan N2.Gugus alfa amino primer dari asam amino bereaksi dengan
asam nitrit dan menghasilkan gas nitrogen.Asam nitrit ini dibuat dengan
mereaksikan natrium nitrit dengan asam asetat.Gas nitrogen yang terjadi
dimurnikan dengan mengalirkannya pada kalium permanganate, lalu
dikumpulkan dan diukur volumenya.Gas nitrogen yang terjadi sesuai dengan
jumlah asam amino yang ada. (Rohman, Abdul:2007)

C. Metode spektrofotometri
Metode ini hanya dapat digunakan untuk protein terlarut. Pada
penetapan kadar protein secara spektrofotometri, digunakan bovin serum
albumin (BSA) sebagai pembanding karena memberikan reprodusibilitas yang
tinggi. (Rohman, Abdul:2007)

D. Metode spektrofluorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluoresensi dengan panjang
gelombang eksitasi 280 nm dan panjang gelombang emisi 348 nm.
Keuntungan metode spektrofluorometri adalah lebih sensitive jika
dibandingkan dengan spektrofotometri UV, karena pada metode
spektrofluorometri kadar yang kecil mampu memberikan respon absorbsi yang
lebih tajam. Disamping itu, metode ini juga lebih selektif karena tidak semua
senyawa bisa berfluoresensi. (Rohman, Abdul:2007)

E. Metode turbidimetri
Protein dapat diendapkan dengan pereaksi tertentu sehingga timbul
kekeruhan.Untuk dapat dilakukan analisis dengan metode ini, protein harus
dalam bentuk larutan. Oleh karena itu, protein diendapkan dahulu deangan
ditambah bahan pengendap protein seperti: asam trikloroasaetat, kalium feri
sianida, asam sulfosalisilat atau pereaksi nessler. (Rohman, Abdul:2007)

26 | P r o t e i n
Kurva baku dibuat dengan menghubungkan antara kekeruhan dengan
kadar protein. Kekeruhan sampel diabandingkan dengan kurva baku. Makin
keruh sampel berarti makin tinggi kadar protein. (Rohman, Abdul:2007)

F. Metode pengikatan zat warna


Gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan
berlawanan dengan muatan pada protein membentuk kompleks protein-zat
warna yang tidak larut.Zat warna yang bersifat basa mengikat gugus asidik
pada permukaan protein seperti asam glutamate dan asam aspartat. Zat warna
yang memiliki gugus asam seperti COO- dan SO -akan mengikat rantai
samping asam amino yang bersifat basa seperti lisin, histidin dan arginin.
(Rohman, Abdul:2007)
Zat warna yang sering digunakan adalah zat warna asidik seperti amino
black 10B, dan orange G. kedua zat warna ini bersifat asam karena punya 2
gugus –SO3H. Prinsip metode ini adalah pada kondisi pH rendah, gugus yang
bersifat basa dari protein bermuatan positif akan terikat secara kuantitatif
dengan gugus yang bersifat asam (bermuatan negative) yang terdapat pada zat
warna. (Rohman, Abdul:2007)

G. Metode kromatografi
Asam-asam amino yang menyusun susatu protein dapt ditetapkan
kadarnya dengan kromatografi, baik dengan menggunakan KLT-
densitometri (bersifat semi-kuantitatif) ataupun dengan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) dan dengan kromatografi gas (KG). (Rohman,
Abdul:2007)
Sebelum asam amino dianalisis, protein harus terlebih dahulu di hidrolisis
sehingga menghasilkan asam amino bebas. Masalah yang perlu diperhatikan
adalah rusaknya asam amino selama hidrolisis.Oleh karena itu, selama
hidrolisis harus dilakukan secara hati-hati sehingga asam aminonya tidak
rusak. (Rohman, Abdul:2007)
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kertas
Kedua teknik ini tergantung pada perbedaan migrasi asam-asam amino
secara individual pada fase diam. Asam-asam amino bebas tidak berwarna

27 | P r o t e i n
oleh karena itu, dilakukan derivatisasi suapaya asam amino menjadi
derivatnya yang berwarna atau dapat di deteksi dengan sinar UV.
Derivarisasi asam amino dapat digunakan dengan pereaksi – peraksi
sebagai berikut (Rohman, Abdul:2007):
1) Nihidrin
2) Dinitrofluorobenzena
Pereaksi ini dapat beraksi dengan asam amino bebas atau pada residu N
pada struktur peptida untuk menghasilkan derivate asam amino-
dinitrobenzen yang berwarna kuning, karenanya bisa dilakukan
kuantifikasi baik dengan kromatografi lapis tipis atau dengan
kromatografi kertas.
3) Dansil klorida
Dansil klorida (5-dimetilaminoaftalensulfonil klorida) dapat beraksi
dengan asam amino bebas atau pada residu N pada struktur peptida
untuk menghasilkan derivate dansil-asam amino yang berfluoresensi,
sehingga bisa dilakukan kuantifikasi dengan kromatografi lapis
tipis.
4) Fenilisotiosianat (PITC)
Disebut juga dengan pereaksi edman dapt bereaksi dengan asam amino
bebas atau pada residu N pada struktur peptide menghasilkan derivate
asam amino-feniltiohidatoin yang bisa dilakukan kuantifikasi dengan
kromatografi lapis tipis. (Rohman, Abdul:2007)

2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


KCKT merupakan metode analisis asam-asam amino karena KCKT
metode yang serba guna, mempunyai kapasitas yang tinggi, dan dapat
dipercaya. Karena kebanyakan asam amino tidak mempunyai serapan baik
di daerah ultraviolet atau daerah visibel, maka asam- asam amino tidak
dapat dideteksi dengan menggunakan detector spektrofotometer UV-Vis.
Pereaksi –pereaksi yang sering digunakan untuk menderivatisasi asam
amino sebelum dilakukan analisis dengan KCKT, yaitu fenil
isotiosianat (PITC), butil isotiosianat (BITC), o- ftalaldehid (OPA) dan

28 | P r o t e i n
6-aminokuinolil-N- hidroksisuksinimidil karbamat (AQC). (Rohman,
Abdul:2007)

3. Kromatografi Gas
Melakukan derivatisasi menggunakan agen penderivat tertentu, asam
amino dapat diubah menjadi derivatnya yang lebih bersifat volatile
sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi gas. Asam amino
dapat dibuat dalam bentuk N-isobutiloksi karbonil (IsoBOC), lalu
dilakukan ektraksi fase padat dan ditambah dengan ter-butil metilsilil
(TBDMS). Derivat yang dihasilkan bersifat volatile karenanya sesuai untuk
dilakukan analisis dengan kromatografi gas. (Rohman, Abdul:2007)

29 | P r o t e i n
Daftar Pustaka
Sumber Buku

Almatsier, Sunita.2005.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.Metode


Analisis Makanan dan Minuman. Jakarta:
Badan POM

Rohman, Abdul dan Sumantri.2007.Analisis


Makanan.Yogyakarta: Gajah Mada University
Press

Winarnno, F. G.1997.Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta:


Gramedia Pustaka Utara

Sumber Daring

Adicahyo, Hikmatullah. 2014. “Pengujian Protein Secara


Kuantitatif dan kualitatif”. https://www.academia.edu/9725743/Pe
ngujian_Protein_secara_Kuantitatif_dan_Kualitatif. (Diakses pada 21
februari 2019)

30 | P r o t e i n

Anda mungkin juga menyukai