Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Demam Thypoid

Disusun oleh:
dr. Jorgi Neforinaldy M

Pembimbing:
dr. Ritha Allo Somba

PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS


JAKARTA TIMUR
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syuku rkehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
besertasalam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pembimbing kami dr.
Ritha Allo Somba dan para dokter di Puskesmas Kecamatan Ciracas yang telah
memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus. Keterbatasan
dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap laporan kasus ini demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica
serotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain
dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut
nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung,
splenomegali dan leukopenia.

Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap


merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk
memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Sebaliknya di negara maju
seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan
lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih
yang cukup, mampu menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19
demam tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika,
namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang.

Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga
berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan karier
kronik. Di negara berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90 - 95
% penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita yang dirawat di
rumahsakit dapat lebih rendah 15 – 25 kali dari keadaan yang sebenarnya.

Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 – 16, 6 juta kasus baru demam tifoid
ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13
juta kasus setiap tahunnya. Di Jawa Barat menurut laporan tahun 2000 ditemukan
38.668 kasus baru yang terdiri atas 18.949 kasus rawat jalan dan 19.719 kasus rawat
inap.

3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung rambutan RT 6/12, Jakarta Timur
Pekerjaan : Belum Bekerja
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
HP/ Telp :-
Nomor RM : 4998/16
Tanggal Periksa : 15 Agustus 2018

Anamnesis
- Keluhan Utama :
Demam sejak 6 hari yang lalu.
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh ibunya ke puskesmas dengan keluhan demam sejak 6
hari. Demam dirasakan naik turun. Demam terutama saat sore menjelang malam hari.
Dan biasanya tidak demam pada pagi dan siang hari. Terdapat keluhan tambahan
pusing,mual, batuk dan pilek. Batuk dan pilek sudah 6 hari dan awal muncul
bersamaan dengan demam.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
- Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), asma (-), diabetes melitus (-)

- Riwayat Kehamilan dan Perkembangan


Pasien dikandung cukup bulan dan sesuai masa kehamilan. Ibu pasien
memeriksakan kehamilannya secara teratur selama hamil. Ibu pasien tidak memiliki
keluhan yang berarti.

4
Pasien dilahirkan di klinik di Bantu oleh dokter. Lahir spontan, langsung
menangis, pergerakan aktif dan tidak ada cacat fisik maupun trauma lahir.

Berat badan lahir 3600 gr

Panjang badan lahir 51 cm.

Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

- Riwayat Imunisasi
Lengkap sesuai usia

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Berat badan : 24 kg
Tinggi badan : 100 cm
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6

Tanda vital
Tekanan darah : Tidak diukur
Frekuensi nadi : 82 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu badan : 39oC

Kepala dan leher


Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, JVP tidak meningkat, tidak ada
pembesaran KGB.

Toraks
Cor : BJ I dan BJ II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen
Tidak teraba massa. Terdapat nyeri tekan epigastrium.

Ekstremitas
Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 Agustus 2018 :
Pemeriksaan Hasil

5
Hemoglobin 12,1 g/dL

Leukosit 8.645/uL

Eritrosit 4,6 juta/uL

Hematokrit 42 Vol%

Trombosit 289.000/uL

Widal :
- S Thypi O : 1/320
- S Parathypi B-O : 1/160
- S Parathypi B-H : 1/80

Diagnosis
Demam Thypoid dengan Ispa

Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue
Demam dengue

Medikamentosa :

Amoxycilin Syrup 3x2 cth (Seharusnya 2,5 cth)


Paracetamol sirup 3x1 cth
Antasida doen 3x½ cth
GG dan Ctm puyer untuk batuk dan pilek
Edukasi :

1. Istirahat total
2. Makanan bergizi dan mudah dicerna
3. Antibiotik diminum sampai 2 minggu, jika obat habis control untuk
mendapatkan antibiotic lanjutan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Tifus alias demam tifoid adalah penyakit akut yang disertai dengan demam,
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphi atau Salmonella paratyphi. Bakteri
tersebut ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi dan disebarkan oleh orang
lain di area yang sama.

Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam

air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 C) selama
15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Genus Salmonella terdiri dari dua species, yaitu Salmonella enterica dan
Salmonella bongori (disebut juga subspecies V). Salmonella enterica dibagi ke dalam
enam subspecies yang dibedakan berdasarkan komposisi karbohidrat, flagell, dan
struktur lipopolisakarida. Subspecies dari Salmonella enterica antara lain subsp.
Enterica, subsp. Salamae, subsp. Arizonae, subsp. Diarizonae, subsp. Houtenae, subsp.
Indica.

7
Semua serotipe Salmonella dapat ditunjuk olehformula antigen berdasarkan
somatik(O) dan flagellar(H) antigen selain kapsuler(Vi) :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau
pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. AntigenVi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas didalam tubuh penderita akan


menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Patofisiologi

8
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.

Bila respon imun kurang baik maka kuman akan menembus


sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit
dan kemudian berkembang biak dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua
kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi

9
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit
perut

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis demam tifoid bervariasi dari gejala ringan


seperti demam, malaise dan batuk kering serta rasa tidak nyaman
ringan di perut. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
keparahan dan seluruh manifestasi klinis yang muncul. Faktor
tersebut antara lain durasi penyakit sebelum dimulainya
terapiyang tepat, pemilihan antimikroba, usia, paparan atau
riwayat vaksinasi, virulensi strain bakteri, jumlah inokulum
tertelan, faktor host (misalnya jenis HLA, AIDS atau imunosupresi
lainnya) dan apakah individu mengkonsumsi obat lain seperti H2
blocker atau antasida untuk mengurangi asam lambung. Pasien
yang terinfeksi HIV meningkatkan risiko infeksi klinis dengan
S.typhi dan S.Paratyphi secara signifikan. Adanya infeksi
Helicobacter pylori juga merupakan risiko tertular demam tifoid.

a. Akut non-komplikasi
Demam tifoid akut ditandai dengan demam berkepanjangan,
gangguan fungsi usus (sembelit pada orang dewasa, diare
pada anak-anak), sakit kepala, malaise dan anoreksia. Batuk
bronkitis adalah gejala umum dalam tahap awal penyakit.
Selama periode demam, hingga 25% dari pasien
menunjukkan exanthem (mawar bintik-bintik), di dada, perut
dan punggung.
b. Dengan Komplikasi
Demam tifoid akut bisa berat. Tergantung pada pengaturan
klinis dan kualitas perawatan medis yang tersedia, hingga
10% dari pasien tifoid dapat berkembang ke komplikasi yang
serius. Karena jaringan limfoid usus terkait

10
menunjukkan kelainan yg menonjol, pada 10-20% pasien
ditemukan adanya darah mikroskopis pada tinja dan hingga
3% pasien mungkin memiliki melena. Perforasi usus juga
telah dilaporkan hingga 3% dari kasus dirawat di rumah
sakit. Rasa tidak nyaman pada perut akan berkembang dan
meningkat. Hal ini sering terbatas pada kuadran kanan
bawah tetapi bisa juga menyebar. Gejala dan tanda-tanda
perforasi usus dan peritonitis kadang-kadang mengikuti,
disertai dengan kenaikan tiba-tiba denyut nadi, hipotensi,
ditandai dengan nyeri perut, nyeri lepas, dan selanjutnya
kekakuan perut. Peningkatan jumlah sel darah putih dengan
pergeseran kiri dan udara bebas pada radiografi abdomen
biasanya terlihat.
Diagnosis

Diagnosis pasti demam tifoid tergantung pada isolasi S.typhi


dari
darah, sumsum tulang atau lesi anatomis tertentu. Adanya gejala
klinis demam tifoid atau deteksi respon antibodi spesifik sugestif
demam tifoid tetapi tidak definitif. Kultur darah adalah gold
standart diagnosis penyakit ini.

Media oxbile (Oxgall) dianjurkan untuk kultur darah bakteri


patogen demam enteri kini (S.typhi dan S.paratyphi), karena hanya
patogen ini dapat tumbuh di atasnya. Dalam laboratorium
diagnostik umum, dimana patogen lainnya yang diduga, medium
kultur darah umum harus digunakan. Lebih dari 80% pasien
dengan demam tifoid memiliki organisme penyebab dalam darah
mereka.
Kegagalan untuk mengisolasi organisme mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor: (i) keterbatasan media laboratorium; (ii)
adanya antibiotik; (iii) volume spesimen yang di kultur; atau (iv)
waktu koleksi, pasien dengan riwayat demam selama 7-10 hari

11
menjadi lebih mungkin dibandingkan orang lain untuk memiliki
kultur darah positif.
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi,
urinalis, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu
diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit
dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi
penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering
rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis
relatif. LED (LajuEndapDarah): Meningkat. Jumlah trombosit
normal atau menurun (trombositopenia).
2. Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan
terjadi penyulit.
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis akut.
4. Imunologi
a. Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk
mendeteksi adanya antibodi (di dalam darah) terhadap
antigen kuman Samonella typhi/paratyphi (reagen). Uji
ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan
paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit
ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd
test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi

12
jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor
sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp),
reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor
rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan
oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan
terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan
adanya penyakit imunologi klain.
Diagnosis Demam Tifoid/ Paratifoid dinyatakan bila
titer O=1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas
tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam
tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah
akhir minggu. Melihat hal-hal diatas maka permintaan tes
widal ini pada penderita yang baru menderita demam
beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif)
maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh
penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.
b. Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih
baru,yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/
Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga
dapat segera diketahui. Diagnosis Demam Typhoid/
Paratyphoid dinyatakan (1) bila lgM positif menandakan
infeksi akut; (2) jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
5. Mikrobiologi
a. Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

13
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk
pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi
hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk
Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif,
belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil
biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke
dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika dan sudah mendapat
vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat
segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan
kuman (biasanya positif antara 2-7 hari,bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7hari). Pilihan
bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah
darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan
urin dan tinja.

6. Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak
dipergunakan. Pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman
yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik.
Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam
jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas)
yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

PENATALAKSANAAN
Management atau penatalaksanaan secara umum, asuhan

14
keperawatan yang baik serta asupan gizi yang baik merupakan
aspek penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian
antibiotik. Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan
demam tifoid,yaitu:
1. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan
sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum, mandi,
buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai. Pasien demam tifoid perlu
dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi
pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus
diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan
retensi air kemih.

2. Managemen Nutrisi
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani
perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan
oleh dokter untuk dikonsumsi, antara lain:
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

15
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan
untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang
sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat
membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran
cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk
menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran
cerna atau perforasi usus. Syarat-syarat diet sisa rendah
adalah:
a. Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan
aktivitas
b. Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi
total
c. Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi
total
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total
e. Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang
sehingga asupan serat maksimal 8gr/hari.
Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi
perorangan
f. Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar
(liat) sesuai dengan toleransi perorangan.
g. Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu
manis, terlalu asam dan berbumbu tajam.
h. Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada
suhu tidak terlalu panas dan dingin
i. Makanan sering diberikan dalam porsi kecil
j. Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam
keadaan khusus, diet perlu disertai suplemen vitamin
dan mineral, makanan formula, atau makanan
parenteral.

16
TATALAKSANA FARMAKOLOGI
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-
gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit,
mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari
perlu dibantu dengan paraffin. Obat bentuk laksan ataupun enema
tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan
maupun perforasi intestinal.

Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki


keadaan penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila
terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh.

A. Pemberian antimikroba
Pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan
mencegah penyebaran kuman.
a. Kloramfenikol
Dierapre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid
masih tinggi sekitar 15%. Terapi dengan kloramfenikol
diperkenalkan pada 1948, mengubah perjalanan penyakit,
menurunkan angka mortalitas hingga <1% dan durasi
demam dari 14-28 hari menjadi 3-5 hari. Dosis untuk
orang dewasa adalah 4 kali 500mg perhari oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan
intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Kloramfenikol menjadi obat pilihan untuk demam enterik
hingga munculnya resistensi pada tahun 1970. Tingginya
angka kekambuhan (10-25%), masa penyakit yang
memanjang dan karier kronik, toksisitas terhadap
sumsum tulang (anemia aplastik), angka mortalitas yang
tinggi di beberapa negara berkembang merupakan

17
perhatian terhadap kloramfenikol. Kekambuhan dapat
diobati dengan obat yang sama. Penurunan demam
terjadi rata-rata pada hari ke-5.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid
hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi
komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya
anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x500mg, demam
rata-rata menurun pada hari ke-6 sampai ke-6.

c. Ampisilin dan Kotrimoksazol


Diberikan karena meningkatnya angka mortalitas akibat
resistensi kloramfenikol. Ampicilin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol (TPM-SMZ) menjadi pengobatan yang
utama. Munculnya strain MDR S.typhi, dengan resisten
terhadap ampicillin dan kotrimoksazol telah mengurangi
kemanjuran obat ini. Pada tahun 1989, muncul MDR
S.Typhi. Bakteri ini resisten terhadap kloramfenikol,
ampicilin, Trimetoprim-Sulfametoksazol (TPM-SMZ),
streptomycin, sulfonamid dan tertacyklin. Di daerah
dengan prevalensi tinggi infeksi S.typhi MDR (India, Asia
Tenggara, dan Afrika), seluruh pasien diduga demam -
tifoid dan diterapi dengan quinolon atau sefalosporin
generas III hingga hasil kultur dan tersensitive aster sedia.

d. Quinolon
Quinolon memiliki aktivitas tinggi terhadap Salmonellae
invitro, dengan efektif penetrasi terhadap makrofag,
mencapai konsentrasi tinggi di usus dan lumen empedu,
dan memiliki potensi yang tinggi diantara antibiotik lain

18
dalam terapi demam tifoid. Ciprofloksasin terbukti
memiliki efektivitas yang tingi, tidak ada karier S.Typhi
yang muncul, faktanya, pada studi lainnya, indikasi utama
untuk menggunakan antibiotik quinolon. Ciprofloksasin
juga telah ditemukan memiliki efek terapi terhadap strain
S.typhi dan S.paratyphi MDR. Resistensi terhadap
ciprofloksasin mulai muncul khususnya di daerah India.
Quinolon lainnya, seperti ofloxacin, norfloxacin dan
pefloxacin, terbukti efektif dalam percobaan klinis skala
kecil. Terapi singkat dengan ofloxacin (10-15mg/kg dibagi
dua selama 2-3 hari) muncul lebih simpel, aman dan
efektif dalam terapi inkomplit MDR demam tifoid. Demam
pada umumnya turun pada hari ke-3 atau menjelang hari
ke-4.
e. Sefalosporin Generasi 1
Cefotaxim, ceftriaxon, dan cefoperazon telah digunakan
untuk mengobati demam tifoid, dengan pemberian
selama 3hari memberikan efek terapi sama dengan
regimen obat yang diberikan 10-14 hari. Respon yang
baik juga dilaporkan dengan pemberian ceftriaxon selama
5-7hari, tetapi laporan angka kekambuhan ditemukan
tidak lengkap. Obat-obat ini sebaiknya diberikan untuk
kasus resisten quinolon. Direkomendasikan diberikan
untuk 10-14 hari.
f. Antibiotik lainnya
Beberapa studi kecil telah melaporkan kesuksesan
pengobatan demam tifoid dengan aztreonam, antibiotik
monobaktam. Antibiotik ini menunjukan lebih efektif dari
pada kloramfenikol dalam membasmi organisme dalam
darah. Penelitian prospektifdi Malaysia terhenti akibat
tingginya kegagalan dengan aztreonam. Azitromycin,
antibiotik makrolida baru diberikan dengan dosis 1 gr

19
sekali sehari selama 5hari juga bermanfaat untuk
pengobatan demam tifoid. Keuntungan lainnya
penggunaan aztreonam dan azitromycin adalah kedua
obat ini dapat digunakan pada anak-anak,ibu hamil dan
menyusui.

B. Penggunaan Glukokortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien demam tifoid berat dengan gangguan
kesadaran (delirium, stupor, koma, shok). Dexametason diberikan dengan dosis
awal 3mg/kg IV, selanjutnya 1mg/kg tiap 6 jam sebanyak delapan kali
pemberian. Selain itu, juga diberikan kepada pasien dengan demam yang tidak
turun-turun.
 Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral
 Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral
 Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral
 Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral
 Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral

C. Antipiretik
Pireksia dapat di atasi dengan kompres. Salisilat dan
antipiretik lainnya sebaiknya tidak diberikan karena dapat
menyebabkan keringat yang banyak dan penurunan tekanan
darah (bradikardi relatif).

2.6 KOMPLIKASI
S
ebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ
utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat
terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid

7
yaitu:

20
1. Komplikasi Intestinal

Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan


intestinal perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.

Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis) dapat terbentuk tukan/luka berbentuk lonjong
dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus
maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka,
perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi
darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25%
penderitademam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat
dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara
klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor
hemostasis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat,
mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang
melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak
dapat mengimbangi perdarahan yang
terjadi,makatindakanbedahperlu dipertimbangkan.
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat.
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula
terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam
tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama
di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar
ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.

21
Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di
abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,
tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis
dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3
posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau
subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang
cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada
demam tifoid.Beberapa faktor yang dapat
meningkatkankejadian perforasi adalah umur (biasanya20-
30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya
penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
mengobati kuman S.Typhi tetapi juga untuk mengatasi
kuman yang bersifat fakultatif dan aerobik pada flora usus.
Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan
kombinasikloramfenikoldan ampisilinintravena. Untuk
kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/ metronidazol.
Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta
penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube.
Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan
darah akibat perdarahan intestinal.

2. Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia,
hipofibrino-genemia, peningkatan protombin time,
peningkatan partialthromboplastin time, peningkatan
fbrindegradation product sampai koagulasi intravaskular

22
diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien
demam tifoid. Trombositopenia sering dijumpai, hal ini
mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di
sum-sum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan
juga memiliki peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-
hal yang sering dikemukakan adalah endotoksin
mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan
fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin
menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel
pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan
perangsangan mekanisme koagulasi ;baik KID kompensata
maupundekompensata.
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan
transfusi darah, substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor
koagulasi bahkan heparin, meskipun adapula yang tidak
sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada
demam tifoid.

b. Hepatitistifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai
pada 50% kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak
dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. untuk
membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,
malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik,
parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati.
Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak
relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis
tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan
sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang,

23
komplikasi hepato ensefalopati dapat terjadi.

c. Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada
demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh
mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat
farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta
USG/ CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini
dengan akurat.
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti
penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang
diberikan adalah antibiotik intravena seperti ceftriakson atau
quinolon.

d. Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid
sedangkan kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi
pada 10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya
tanpa gejala kardiovaskuler atau dapat berupa keluhan sakit
dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok
kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi.
Perubahan EKG yang menetap disertai aritmia mempunyai
prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan kerusakan
miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering
sebagai penyebab kematian. Biasanya pada pasien yang
sakit berat, keadaan akut dan fulminan.

e. Manifestasi neuropsikiatrik/ tifoidtoksik


Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium
dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma,
parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindroma otak

24
akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia
sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillen-Bare, dan
psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom
klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut
(kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor atau
koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam
batas normal. Sindrom klinik seperti ini oleh beberapa
peneliti disebut sebagai tifoidtoksik, sedangkan penulis
lainnya menyebutkan dengan demam tifoid berat, demam
tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia.
Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang buruk, tingkat
pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi,
kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih
terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan
akibatnya meningkatkan angka kematian.
Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis
sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan
kombinasi kloramfenikol 4x400 mg ditambah ampisilin
4x1gram dan deksametason 3x5mg.

Prognosis

Umumnya prognosis pada anak baik asal penderita cepat berobat dan debobat
dengan tuntas. Mortalitas pd penderita yg dirawat 6%.
Prognosis kurang baik / buruk bila terdapat gejala klinis berat seperti :
1. panas tinggi (hiperpireksia) / febris kontinua
2. kesadaran ↓: sopor, koma, delirium
3. komplikasi berat: dehidrasi & asidosis, peritonitis, bronkopneumoni
4. gizi buruk (malnutrisi energi protein)

25
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien datang diantar oleh ibunya ke puskesmas dengan keluhan
demam sejak 6 hari. Demam dirasakan naik turun. Demam terutama saat sore
menjelang malam hari. Dan biasanya tidak demam pada pagi dan siang hari. Terdapat
keluhan tambahan pusing,mual, batuk dan pilek. Batuk dan pilek sudah 6 hari dan awal
muncul bersamaan dengan demam. Pada pemeriksaan fisik pasien, Keadaan umum
pasien tampak lemah dengan kesadaran compos mentis. Didapatkan tanda vital Nadi :
82 x/mnt, RR : 20 x/mnt, S : 39oC, Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan
epigastrium. Dari hasil laboratorium darah rutin yang dilakukan, didapatkan kadar Hb
12,1 g/dL, leukosit 8.645, eritrosit 4,6 juta, hematokrit 42 vol%, trombosit 289 ribu.

Pada pemeriksaan widal didapatkan titer S. Thypi O 1/320. S Parathypi B-O 1/160 dan
S Parathypi B-H 1/80. Pasien didiagnosis terkena demam Thypoid dari hasil
anamnesis,Pemeriksaan fisik dan penunjang yang mana menunjukan gejala demam
tifoid.

Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini berupa pengobatan suportif seperti
paracetamol sebagai antipiretik dan antasida doen untuk mengurangi nyeri perut. Serta
pemberian antibiotic untuk membunuh kuman Salmonella tersebut.

Pasien juga diedukasi untuk istirahat total serta dianjurkan untuk makan
makanan lunak dengan tinggi karbohidrat dan protein agar nyeri perut tidak semakin
bertambah serta diwajibkan control sampai 2 minggu untuk pengobatan dengan
antibiotic lanjutan sampai 5 hari bebas demam.

26
27
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen


L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
2. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
3. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
4. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
5. Purba IE et all. Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: tantangan
dan peluang. Medan . 2016

28

Anda mungkin juga menyukai