Makalah Fatwa Bunga Bank Oleh Nurmaya Ri
Makalah Fatwa Bunga Bank Oleh Nurmaya Ri
Dosen Pengampu :
Tri Eka Putra Muhtarivansyah Waruwu, SH.i, MH.i
Disusun oleh :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya serta kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menyusun makalah
yang berjudul Fatwa Bunga Bank ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqih
Muamalah III yang harus dipenuhi.
Saya menyadari bahwa makalah ini pun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, saya tetap berharap kepada bapak dosen dan kepada teman-teman untuk
memberikan masukan baik berupa kritik ataupun saran yang sifatnya membangun
guna kesempurnaan makalah berikutnya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar .................................................................................................. i
Daftar isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah ............................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fatwa Bunga Bank ................................................................. 3
2.2 Fatwa Bunga Bank oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ....................... 5
2.3 Fatwa Bunga Bank oleh Nadhatul Ulama (NU)........................................ 8
2.4 Fatwa Bunga Bank oleh Muhammadiyah ...............................................9
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ...............................................11
Daftar Pustaka ...............................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
2. Agar dapat memahami fatwa bunga bank yang dikeluarkan Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
3. Agar dapat memahami fatwa bunga bank yang dikeluarkan Nahdatul Ulama
(NU).
BAB 2
PEMBAHASAN
Fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta, yang berarti memberikan
penjelasan.Secara defenitif fatwa yaitu usaha memberikan penjelasan tentang hukum
syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya.1
Fatwa secara syariat bermakna, penjelasan hukum syariat atas suatu
permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada, yang didukung oleh dalil
yang berasal dari Al-Qur’an, Sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad.2
Bank merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai
macam kalangan dalam menepatkan dananya secara aman. Disisi lain, bank berperan
menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank dapat memberikan pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat
pinjaman dari bank, sepanjang peminjam dapat memenuhi persyaratan yang diberikan
oleh pihak bank.3
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud
dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan Bunga Bank adalah bank interest yaitu sejumlah imbalan yang
1 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.429
2Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama,2011),
hlm.212
3 Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana,2017), Cet-5, hlm.30
4
diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank yang dihitung
sebesar persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu simpanan ataupun
tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan bank kepada
debiturnya.
Jadi dapat dipahami bahwa Fatwa Bunga Bank adalah penjelasan hukum
syara’ tentang imbalan dan tingkat bunga terhadap pinjaman yang diberikan oleh
bank yang disampaikan oleh ahlinya (Ulama) kepada yang belum mengetahuinya.
Dalam Al-Quran, hukum melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT.
Begitupun dengan bunga bank, dalam praktiknya sistem pemberian bunga di
perbankan konvensional cenderung menyerupai riba, yaitu melipat gandakan
pembayaran. Padahal dalam islam hukum hutang-piutang haruslah sama antara uang
dipinjamkan dengan dibayarkan.
Sebelum Konferensi II Konsul Kajian Islam Dunia bulan Mei 1965, para
ulama berbeda pandangan tentang apakah bunga bank tergolong kepada riba yang
diharamkan oleh Al-qur`an. Pandangan mengenai riba bunga bank ketika itu adalah
Pandangan Pragmatis dan Pandangan konservatif. Menurut pandangan pragmatis,
bunga bank tidak dilarang, sepanjang tidak berlipat ganda dan tidak mengeksploitasi
penerima pembiayaan. Sedangkan menurut pandangan konservatif riba sama denngan
bunga (interest) maupun usury. Bunga adalah imbalan yang ditentukan dimuka karena
pembayaran tertunda atas pembiayaan tanpa melihat unsure besar atau kecil,
berganda atau tidak. Ini tergolong kepada riba nasi`ah.4
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S
Ar-Rum : 39)
Jika kita renungi secara mendalam, sebenarnya ayat diatas telah menjelaskan
definisi riba secara gamblang, dimana riba dinilai sebagai harga yang ditambahkan
kepada harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain. Apabila mengacu pada
ayat ini, jelas bahwa bunga bank menurut islam merupakan riba.
Surat Ar-Rum ayat 39 juga menjelaskan bahwa Allah SWT membenci orang-
orang yang melakukan riba (memberikan harta dengan maksud agar diberikan ganti
yang lebih banyak). Mereka tidak akan memperoleh pahala di sisi Allah SWT, sebab
perbuatannya itu dilakukan demi memperoleh keuntungan duniawi tanpa ada
keikhlasan.
5 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,2014) cet-10, hlm.25
6 Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana,2017), Cet-5, hlm.30
7
Salah satu keputusan hukum tentang bunga bank yang selama ini telah beredar
dalam kalangan umat Islam diantaranya adalah keputusan Mu’tamar NU XII di
Malang pada tanggal 12 Rabi’ah as-Sani 1356 H atau 25 Maret 1937 No 204.
Menjadi pertanyaan masalah bunga bank ini dalam mu’tamar NU, terjadilah
pembahasan yang begitu panjang tentang bagaimana hukum menitipkan uang dalam
bank, hingga kemudian pemerintah menetapkan pajak kerena alasan mendapatkan
bunga.
Apakah bunga itu halal dan bagaimana hukumnya menitipkan uang dalam
bank karena menjaga keamanan saja dan tidak menginginkan bunga penjelasan
terkait hal tersebut diambil dengan merujuk pada keputusan Mu’tamar NU II di
Surabaya pada tanggal 12 Rabi’ah as-Sani 1346 H atau 9 Oktober 1927 No. 28.
yang memutuskan bahwa hukum bunga bank dan sehubunganya itu sama dengan
hukum gadai yang telah ditetapkan dalam mu’tamar tersebut. Di antara hasil
keputusan Mu’tamar NU II di Surabaya, tentang gadai telah menghasilkan tiga
pendapat yaitu :
a. Haram : sebab termasuk hutang yang dipungut manfaatnya (rente).
b. Halal : sebab tidak ada syarat sewaktu akad, menurut para ahli hukum bahwa
adat yang berlaku itu tidak termasuk menjadi syarat.
c. Syubhat (tidak tentu haram halalnya) : sebab para ahli hukum masih terjadi
selisih pendapat.
Sebagai catatan penting dalam keputusan mu’tamar tersebut bahwa untuk
lebih berhati-hati ialah dengan mengambil pendapat pertama, yakni yang telah
mengharamkannya. Adapun menitipkan uang dalam bank karena untuk keamanannya
9
saja hukumnya makruh, dengan syarat apabila telah diyakini kalau uang tersebut akan
digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Sementara keputusan Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tanggal
21-25 Januari 1992. mengenai keputusan hukum bunga bank ditempuh melalui
prosedur yang lebih metodologis lagi, sebagai penyeimbang keputusan Muktamar NU
XII di Malang. Adapun hasil keputusannya sebagai berikut :
a. Haram, kerena bunga bank dipersamakan dengan riba secara mutlak
b. Boleh, kerena bunga bank tidak dipersamakan dengan riba
c. Subhat, kerena masih belum jelas
Dalam musyawarah nasional alim ulama NU pada 1992 di Lampung tersebut,
para ulama NU tidak memutus hukum bunga bank haram mutlak. Memang ada
beberapa ulama yang mengharamkan, tetapi ada juga yang membolehkan karena
alasan darurat dan alasan-alasan lainnya sehingga keputusan tersebut tidak bersifat
mutlak.
Munas alim ulama tidak membuat keputusan tunggal, karena menghargai
adanya perbedaan yang terjadi antara ulama dengan dalilnya masing-masing. Oleh
kareba itu hukum bunga bank masih khilafiyah (ada perbedaan).
Namun demikian, dalam Munas saat itu, ulama NU sudah merekomendasikan
kepada negara agar segera memfasilitasi terbentuknya perbankan syariah atau
perbankan yang menggunakan asas-asas dan dasar hukum Islami dalam bertransaksi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bagi sebagian besar ulama telah ditetapkan bunga bank adalah riba yang
hukumnya haram, hal ini didasari atas hukum dari Al-qur`an dan Hadis serta Ijtima`
para ulama sehingga ditetapkanlah fatwa haramnya bunga bank, namun bagi sebagian
ulama lainnya masih berbeda pendapat atas status hukum bunga bank beberapa ulama
membolehkan praktek bunga bank karena dianggap bukan riba dan beberapa ulama
menganggap boleh melakukan praktek pembungaan apabila dalam keadaan darurat
saja. Dalam hal ini sebagian besar ulama seperti MUI dan Muhammadiyah
menetapkan fatwa haramnya bunga bang sedangkan NU masih ada ulama yang
berbeda pendapat sehingga muncul tiga pendapat tentang bunga.
12
Daftar Pustaka