Makalah Aik Kel 5
Makalah Aik Kel 5
PENDAHULUAN
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh)
Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar
utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadhl
Pertukaan antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah
Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan berubah selama periode tertentu
sesuai kesepakatan. Jika tingkat suku bunga pasar (market interest rate) berubah
(naik atau turun), bank akan tetap konsisten pada suku bunga yang telah ditetapkan.
Lembaga pembiayaan yang menerapkan sistem bunga tetap menetapkan jangka
waktu kredit antara 1-5 tahun.
Keuntungannya adalah jika suku bunga pasar naik, maka tidak akan terbebani
bunga tambahan. Sebaliknya jika suku bunga pasar turun dan selisihnya lumayan
besar, maka ada baiknya mempertimbangkan untuk melakukan refinancing. mesti
menyelesaikan kredit lebih cepat dan mengganti dengan kontrak baru yang
berbunga rendah (Pinjaman Tunai).
2. Bunga Mengambang (Floating Interest)
Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan mengikuti naik-turunnya suku
bunga pasar. Jika suku bunga ini diterapkan untuk kredit jangka panjang, seperti
kredit kepemilikan rumah, modal kerja, usaha dan investasi.
Pada sistem bunga flat, jumlah pembayaran pokok dan bunga kredit besarnya sama
setiap bulan. Bunga flat biasanya diperuntukkan untuk kredit jangka pendek.
contoh, kredit mobil, kredit motor dan kredit tanpa agunan.
Pada sistem ini, perhitungan beban bunga dihitung setiap akhir periode
pembayaran angsuran berdasarkan saldo pokok. Beban bunga akan semakin
menurun setiap bulan karena pokok utang juga berkurang seiring dengan cicilan.
Jangan membandingkan sistem bunga flat dengan efektif hanya dari angkanya saja.
Bunga flat 6% tidak sama dengan bunga efektif 6%. Besar bunga efektif biasanya
1,8-2 kali bunga flat. jadi, bunga flat 6% sama dengan bunga efektif 10,8%-12%.
Bunga anuitas boleh disetarakan dengan bunga efektif. Bedanya, ada rumus
anuitas yang bisa menetapkan besarnya cicilan sama secara terus-menerus
sepanjang waktu kredit. Jika tingkat bunga berubah, angsuran akan menyesuaikan.
Dalam perhitungan anuitas, porsi bunga pada masa awal sangat besar
sedangkan porsi angsuran pokok sangat kecil. Mendekati berakhirnya masa kredit,
keadaan akan menjadi berbalik. porsi angsuran pokok akan sangat besar sedangkan
porsi bunga menjadi lebih kecil. Bunga pasar naik, maka bunga kredit anda juga
akan ikut naik, demikian pula sebaliknya.
3. Konsep Riba dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
Menurut Al Quran surat Ar Rum: 39, An Nisa: 160-161, dan Ali Imran telah memuat
larangan praktik riba dan menunjukkan karakteristik sebagai berikut :
1. Riba menjadikan pelakunya dalam kesesatan. Tidak dapat membedakan
antara baik dan buruk, seperti tidak dapat membedakan jual beli yang jelas
halal dan riba yang haram.
2. Riba merupakan transaksi utang-piutang dengan tambahan yang
diperjanjikan di depan dengan dampak zalim ditandai dengan “lipat ganda”.
3. Dari sikap Al Quran yang selalu menghadapkan riba dengan sedekah, zakat,
infak, dan hibah, maka diketahui bahwa riba mempunyai watak
“menjauhkan persaudaraan” bahkan menuju permusuhan.
“ dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).” (Ar-Rum:39)
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu
siksa yang pedih.” (An-Nisa’ 160-161)
Selanjutnya, larangan riba ini juga dipertegas lebih rinci dalam beberapa hadits
Nabi Muhammad SAW, ada hadits yang memperjelas pengharaman atau pelarangan
riba yang sudah diatur dalam Al Quran secara jelas. Juga ada hadits yang
memperluas atau menambah kegiatan muamalah atau perniagaan yang
dikategorikan sebagai riba dalam berbagai bentuk usaha. Pada dasarnya, hadits-
hadits tersebut mempertegas pelarangan riba dalam bentuk usaha yang disertai
ancaman atau hukuman masuk neraka bagi mereka yang mempraktikkannya.
Hadits-haditsnya di bawah ini :
Hadis Nabi yang Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berkata “Pada malam
perjalanan mi’raj aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah,
didalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada
Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang yang
memakan riba. (H.R Muslim)
Menurut Yusuf Qardhawi bunga bank haram berdasarkan hasil ijma’ yang
dilakukan oleh tiga lembaga ilmiah terkenal, yaitu pusat Islam Al Azhar di Mesir,
Lembaga Fiqh Rabithah Alam Al Islami di Makah, dan lembaga Fiqh Islam di
Makah, Serta OKI di Jeddah. Hasil ijma’ tidak bias dibatalkan kecuali dengan ijma’
lain yang setara.
Selain itu, Yusuf Qardhawi juga memaparkan mengapa bunga bank
diharamkan :
1. Fungsi utama bank sebagai financial intermidation menurutnya sama
dengan riba akar dan juga calo riba yang memakan dan memberi riba.
2. Dalam praktik perbankan tambahan harus diberikan dan hal ini disyaratkan
sebelumnya, hal ini termasuk dalam kategori riba.
3. Pada saat batas pinjaman berakhir dan peminjam belum bias melunasi
utangnya, maka terdapat dua pilihan lunasi atau hutang bertambah, praktik
ini juga berlaku pada bank konvensional.
Fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta, yang berarti memberikan
penjelasan.Secara defenitif fatwa yaitu usaha memberikan penjelasan tentang
hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya.1
Fatwa secara syariat bermakna, penjelasan hukum syariat atas suatu
permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada, yang didukung oleh dalil
yang berasal dari Al-Qur’an, Sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad.2
Bank merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai
macam kalangan dalam menepatkan dananya secara aman. Disisi lain, bank
berperan menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank dapat memberikan pinjaman
kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung
mendapat pinjaman dari bank, sepanjang peminjam dapat memenuhi persyaratan
1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.429
Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama,2011),
2
hlm.212
yang diberikan oleh pihak bank.3
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang
dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Sedangkan Bunga Bank adalah bank interest yaitu sejumlah
imbalan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank
yang dihitung sebesar persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu
simpanan ataupun tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan
bank kepada debiturnya.
Jadi dapat dipahami bahwa Fatwa Bunga Bank adalah penjelasan hukum
syara’ tentang imbalan dan tingkat bunga terhadap pinjaman yang diberikan oleh
bank yang disampaikan oleh ahlinya (Ulama) kepada yang belum mengetahuinya.
Dalam Al-Quran, hukum melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT.
Begitupun dengan bunga bank, dalam praktiknya sistem pemberian bunga di
perbankan konvensional cenderung menyerupai riba, yaitu melipat gandakan
pembayaran. Padahal dalam islam hukum hutang-piutang haruslah sama antara
uang dipinjamkan dengan dibayarkan.
Sebelum Konferensi II Konsul Kajian Islam Dunia bulan Mei 1965, para
ulama berbeda pandangan tentang apakah bunga bank tergolong kepada riba yang
diharamkan oleh Al-qur`an. Pandangan mengenai riba bunga bank ketika itu adalah
Pandangan Pragmatis dan Pandangan konservatif. Menurut pandangan pragmatis,
bunga bank tidak dilarang, sepanjang tidak berlipat ganda dan tidak
mengeksploitasi penerima pembiayaan. Sedangkan menurut pandangan konservatif
riba sama denngan bunga (interest) maupun usury. Bunga adalah imbalan yang
ditentukan dimuka karena pembayaran tertunda atas pembiayaan tanpa melihat
unsure besar atau kecil, berganda atau tidak. Ini tergolong kepada riba nasi`ah.4
3
Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana,2017), Cet-5, hlm.30
4
Hendra, Manajemen Operasional Bank Syariah, (Medan:2016), hlm.15
Dalil yang Menjelaskan Kesamaan Bunga Bank dengan Riba
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).” (Q.S Ar-Rum : 39)
5
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,2014) cet-10, hlm.25
6
Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana,2017), Cet-5, hlm.30
mengarahkan bank syariah, sehingga terbentuklah Dewan Syariah Nasional.
Selanjutnya pada tahun 1999, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa
keharaman bunga bank, walaupun belum secara tegas, kemudian dijadikan dasar
Bank Indonesia dalam mengeluarkan regulasi perbankan syariah.Namun yang
menjadi persoalan yang muncul sebenarnya bukan pada keharaman itu sendiri.Tapi
keharaman itu dimasyarakat perbankan syariah (masyarakat yang mengharamkan
bunga bank dan menganggapnya sebagai bentuk riba) yang oleh beberapa kalangan
dianggap belum siap. Di sisi lain perbankan konvensional tidak mungkin dimatikan.
Alasan kondisional itu akhirnya justru ditarik kembali ke persoalan haram tidaknya
bunga bank. Pada tanggal 16 Desember 2003
berlanjut pada Sidang Ijtima Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan
bunga bank adalah riba dan riba adalah hukumnya haram. Tugas dari Komisi Fatwa
adalah melaporkan apa yang telah ditetapkan kepimpinan Majelis Ulama Indonesia
(MUI), yang pada saat itu komisi Fatwa dipegang oleh KH.Maruf Amin. Menurut
Ma'ruf Amin lahirnya Fatwa MUI tentang pelarangan bunga bank adalah tuntutan
dari masyarakat dengan tujuan memberikan motivasi dan dorongan terhadap
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Lalu ditetapkanlah Fatwa MUI
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Intersat/Fa`idah). Berdasarkan
Ketetapan Fatwa MUI tentang bunga tersebut maka diputuskan tiga hal yaitu
mengenai pengertian bunga, hukum bunga dan bermuamallah dengan lembaga
konvensional, dengan berlandaskan Al-Qur`an dan hadist serta ijtima’ para ulama
menanggapi permasalahan hukum terhadap pembungaan uang maka ditetapkanlah
bahwa membungakan uang termasuk praktek riba dan riba haram hukumnya. Dan
pelarangan praktek membungakan uang baikyang di lakukan oleh Bank,
Asuransi,Pasar Modal, Pengadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya
maupun yang dilakukan oleh individu di tegaskan keharamannya dalam ketetapan
tersebut. Namun dalam hal ini para MUI juga memberikan jalan keluar bagi wilayah
yang belum memiliki instansi atau lembaga keuangan syari`ah yang
memperbolehkan melakukan kegiatan transaksi tersebut namun hanya karena atau
dalam keadaan darurat saja sedangkan praktek kegiatan pembungaan uang yang
dilakukan di wilayah yang sudah tersedia instansi/lembaga keuangan syariah maka
dilarang bertransaksi dengan menggunakan sistem pembungaan.
3.2 Saran
Semoga ulasan ini menjadi bahan pemikiran untuk menambah informasi ilmu
pengetahuan dan keyakinan yang kuat kepada pembaca bahwa tidak ada perbedaan
pendapat tentang keharaman bunga bank yang pada awalnya sebagian para ulama
menghukum bahwa riba dinyatakan haram dalam Al Quran.