Anda di halaman 1dari 34

MENTERIKcSEHATAN

REPUBllK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1023/M EN KES/SK/Xl/2008

TENT ANG

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa untuk menghadapi masalah penyakit asma akibat


terjadinya transisi epidemiologi yang dapat berpengaruh terhadap
kualitas hidup dan produktifitas masyarakat, perlu dilakukan
peningkatan upaya pengendalian penyakit asma dengan
menyusun kebijakan teknis, standarisasi, bimbingan teknis,
pemantauan, dan evaluasi di bidang penyakit asma;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, perlu


ditetapkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma dengan
Keputusan Menteri Kesehatan;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 8737);

6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 - 2009;

I
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,


Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/Vlll/2003


tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan;

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003


tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Terpadu;

10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/Xl/2005


tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XI1/2007;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan

Kesatu KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN


PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA.

Kedua Pedoman Pengendalian Penyakit Asma sebagaimana tercantum dalam


Lampiran Keputusan ini.

Ketiga Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua digunakan


sebagai acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan program
pengendalian penyakit Asma bagi petugas kesehatan di Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, Puskesmas, dan Unit
Pelayanan Kesehatan lainnya.

Keempat Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pedoman ini


dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Keli ma Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Nopember 2008

MENTERI KESEHATAN,

ttd

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP(K)

2
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1023/Menkes/SK/Xl/2008
Tanggal : 3 Nopember 2008

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang


ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan
saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma
mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak
ditemukan dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150
juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah
sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma
sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan
akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang
serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru
dan alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter
lainnya 20%-40%. Tidak mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan
yang diharapkan. Di lapangan masih banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang
kurang tepat dan masih tingginya kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan
inap, bahkan perawatan intensif.

Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja
akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropah.
Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan
melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan
manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang
direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).

Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada
kongres asma sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998
sebagai "Hari Asma Sedunia" untuk pertama kalinya.

Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian
pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(lntemationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma
masih 2, 1 %, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma
pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi
asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada
anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur

3
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius.

Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,


Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik
dan Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya
upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya
ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma
difasilitas kesehatan.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan


program pengendalian asma terutama bagi pengelola program penyakit tidak menular
di Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, RS, BP4 dan unit
pelayanan kesehatan lainnya.

C. Manfaat

Buku pedoman pengendalian asma ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak
terutama pengelola program penyakit tidak menular di Dinas Kesehatan Propinsi,
Kabupaten/Kota termasuk puskesmas dalam:
1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat
2. Melakukan upaya pencegahan dan penaggulangan asma
3. Mengendalikan faktor risiko asma
4. Memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien asma
5. Membuat perencanaan, pelaksanaan dan penilaian upaya pengendalian asma
6. Meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu upaya
penting dalam mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat khususnya
dalam pencegahan asma.
7. Mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja secara multidisiplin dan lintas sektor.

II. ASMA DAN FAKTOR RISIKO

A. DefinisiAsma

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa
berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.

4
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

B. Patofisiologi dan Mekanismeterjadinya Asma

Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.

Faktor risiko Faktor risiko

Inflamasi

Hipereaktifitas
bronkus
k lk
--------t-------~~
Fa tor nsi o
Obstruksi BR
Gejala ---~

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas


bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter
objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang
pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara
lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun
inhalasi zat nonspesifik.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late
asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses
dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini
terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama
eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran
basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain
yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel
jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.

lnhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag
akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke
dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan


serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens.
Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.

5
MENTERI KESEHAT.AN
R~PUBLIK INDONESIA

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducerlsensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.
Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi
yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan
dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)

Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap
rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua
faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan
metakolin

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Hipereaktifitas bronkus obstruksi

Faktor genetik
-
~----.,.......
<,
Sensitisasi ---- inflamasi --- ........ Gejala Asma

Faktor lingkungan ~ I
Pemicu (inducer)
I
Pemacu (enhancer)
I
Pencetus (trigger)

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan


menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan
risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
• Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak
• Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan I dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
• Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
• Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang


telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau debu rumah.

6
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak


yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter
yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan
bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi
dan lgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan
kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada
penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

C. Faktor Risiko Asma

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan
faktor lingkungan.
I. Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/etnik

2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur
dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, 13 bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
1. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktifitas tertentu
J. Perubahan cuaca

Ill. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ASMA

A. Diagnosis

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani
dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik
awal untuk menegakkan diagnosis.

Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang .

1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?

7
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (command cold) merasakan


sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olah raga?
e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya


kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda
asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien
asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat
berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam
keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal•
hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
lnspeksi
- pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
- sianosis
Palpasi
- biasanya tidak ditemukan kelainan
- pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
- biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi
- ekspirasi memanjang,
- mengi,
- suara lendir

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
- Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.

8
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

B. Diagnosis Banding

Dewasa
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Bronkitis kronik
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain-lain
- Disfungsi larings
- Obstruksi mekanis
- Emboli paru

Anak
- Rinosinusitis
- Refluks gastroesofageal
- lnfeksi respiratorik bawah viral berulang
- Displasia bronkopulmoner
- Tuberkulosis
- Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik
intratorakal
- Aspirasi benda asing
- Sindrom diskinesia silier primer
- Defisiensi imun
- Penyakit jantung bawaan

C. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi
13-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma
(jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan
adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut
berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut).

1. Asma saat tanpa serangan


Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
lntermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel
1)

9
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan APE~80%


- Gejala<lx/minggu. :S 2 kali sebulan - VEP1~80% nilai prediksi
- Tanpa gejala diluar APE~80%
serangan. nilai terbaik.
- Serangan singkat. - Variabiliti APE<20%.
Persisten ringan Mingguan APE>80%
- Gejala> lx/minggu >2 kali sebulan - VEP1~80% nilai prediksi
tetapi<lx/hari. APE~80% nilai terbaik.
- Serangan dapat - Variabiliti APE 20-30%.
mengganggu aktifiti
dan tidur
Persisten sedang Harian APE 60-80%
- Gejala setiap hari. >2 kali sebulan - VEP1 60-80% nilai
- Serangan prediksi APE 60-
mengganggu aktifiti 80% nilai terbaik.
dan tidur. - Variabiliti APE>30%.
- Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat Kontinyu APE 60:S%
- Gejala terus menerus Sering - VEP1:S60% nilai prediksi
- Sering kambuh APE:S60% nilai terbaik
- Aktifiti fisik terbatas - Variabiliti APE> 3 0%
Sumber : Perhimpunan Dokter Pam Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004

Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik
sering; dan 3) Asma persisten (Tabel 2)

10
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak


Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik Asma persisten
kebutuhan obat jarang sering
dan faal paru asma

I Frekuensi <lx/bulan >lx/bulan Sering


serangan
2 Lama serangan <lminggu >lminggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan
3 Intensitas Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
serangan

4 Diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan


serangan malam

5 Tidur dan Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangattergganggu


aktifitas

6 Pemeriksaan Normal ( tidak Mungkin tergganggu Tidak pernah normal


fisik diluar ditemukan kelainan) ( ditemukan kelainan)
serangan

7 Obat Tidak perlu Perlu Perlu


pengendali( anti
inflamasi)

8 Uji faal PEFatauFEV1>80% PEFatauFEV1<60- PEVatauFEV<60%


paru( diluar 80%
serangan)
9 Variabilitas faal Variabilitas>l5% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.
paru(bila ada Variabilitas >50%
serangan)
PEF=Peakexpiratoryflow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1Yorced expiratory volume in
second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)

Sumber: Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan
menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan
ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian.
11
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap


untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam
menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang
ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien
memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk
dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi (lihat bagan 1, bagan 2 dan bagan 6).

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan


Parameter klinis, fungsi faal Ringan Sedang Berat Ancaman henti
paru, laboratorium nap as

Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat


Bayi: Bayi: Bayi:
Menangis keras -Tangis pendek dan Tidakmau
lemah makan/minum
-Kesulitan
menetek/makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidakada Tidakada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering hanya Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar
pada akhir ekspirasi ekspirasi ± inspirasi terdengar tanpa
stetosko
Penggunaan otot bantu respiratorik Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi Sedang, ditambah Dalam, ditambah Dangkal I hilang
interkostal retraksi suprasternal napas cuping hidung
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia Frekuensi napas normal per menit
< 2 bulan <60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Dradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110

Pulsus paradoksus Tidakada Ada Ada Tidak ada, tanda


(pemeriksaannya tidak praktis) (< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg) kelelahan otot
res iratorik
PEFR atau FEVl
(o/onilai dugaan/o/onilaiterbaik)
Pra bonkodilator >60% 40-60% <40%
Pasca bronkodilator >80% 60-80% <60%, respon<2 jam
Sa02% >95% 91-95% S90%
Pa02 Normal (biasanya >60mmHg <60mmHg
tidak perlu diperiksa)
PaC02 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Sumber : GINA, 2006

D. TatalaksanaPasienAsma

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan:
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;

12
MENTERIKcSEHATAN
Rl:'PUBllK INDONESIA

- Mencegah eksaserbasi akut;


- Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
- Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
- Menghindari efek samping obat;
- Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
- Mencegah kematian karena asma.
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter
dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya
komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan
pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.

Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma,


yaitu:
- KIE dan hubungan dokter-pasien
- ldentifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
- Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
- Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
- Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan


asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat
bagan 1 ), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan
yang tepat dan cepat.

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :


• bronkodilator (132 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
• kortikosteroid sistemik

Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 132 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan 132 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada
dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau

13
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV.
Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 132 agonis
kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus
atau drip). Apabila 132 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan
adrenalin subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.

Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan


nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

Untuk lebih jelasnya lihat pada algoritma (bagan 3, bagan 4).

2. Penatalaksanaanasma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan


mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol
dan pelega); dan Menjaga kebugaran.

Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
• Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
• Mengenali gejala serangan asma secara dini
• Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
• Mengenali dan menghindari faktor pencetus
• Kontrol teratur

Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah
pelangi asma (bagan 6), sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat
serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan
asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol
asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan
mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua
sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :


• lnhalasi kortikosteroid
• 132 agonis kerja panjang
• antileukotrien
• teofilin lepas lambat

14
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Tabel 4. Jenis Obat Asma

Jenis obat Golongan N ama generik Bentuk/kemasan obat

Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT


(Antiinflamasi) Budesonide IDT, turbuhaler

Antileukokotrin Zafirlukast Oral(tablet)

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral(inj eksi)


sistemik Prednison Oral

Agonis beta-2 Prokaterol Oral


kerjalama Formoterol Turbuhaler
Salmeterol IDT

kombinasi steroid dan Flutikason + Salmeterol. IDT


Agonis beta-2 Budesonide + formoterol Turbuhaler
kerjalama

Pelega Agonis beta-2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap


(Bronkodilator) cepat solution

Terbutalin Oral, IDT, turbuhaler,


solution, ampul (injeksi)

Prokaterol IDT

Fenoterol IDT, solution


Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solution

Metilsantin Teofilin Oral


Aminofilin Oral, injeksi
Teofilin lepas lambat Oral

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler


sistemik Prednison Oral

• IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer
• Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
• Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
• Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain
dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia
yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat
menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.

15
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan


asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol
sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 5).

Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma

Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkonrol Tidak


Sebazian Terkonrol
Gejala harian Tidak ada (dua kali Lebih dari dua Tiga atau lebih gejala
atau kurang kali seminggu dalam kategori Asma
perminggu) Terkontrol Sebagian,
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu muncul sewaktu - waktu
dalam seminggu dalam seminggu
Gejala Tidak ada Sewaktu - waktu
nokturnal/gangguan dalam seminggu
tidur (terbangun)
Kebutuhan akan Tidak ada (dua kali Lebih dari dua
reliever atau tempi atau kurang dalam kali seminggu
rescue seminggu)

Fingsi Paru (PEF atau Normal < 80% (perkiraan


FEVI *) atau dari kondisi
terbaik bila
diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih Sekali dalam seminggu"?
dalm setahun**)

Keterangan :
*) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**)
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekwat
***)
Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol
Sumber : GINA 2006

E. Rujukan Kasus Asma

Dokter umum I puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi tertentu ke RS
yang memiliki pelayanan spesialistik seperti :
• Serangan berat
• Serangan yang mengancam jiwa
• Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi
dosis rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan
dewasa 400 mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak
terkontrol).
• Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll

16
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

IV. PENGENDALIAN ASMA

A. Visi
Masyarakat yang mandiri dalam menghindari asma

B. Misi
Membuat masyarakat terhindar dari asma dengan melaksanakan KIE
(Komunikasi, lnformasi dan Edukasi), kemitraan, perlindungan khusus, penemuan
dan tatalaksana kasus (termasuk deteksi dini), surveilans epidemiologi (kasus
termasuk kematian dan faktor risiko), upaya peningkatan peran serta masyarakat
dalam pencegahan dan penanggulangan asma serta pemantauan dan penilaian.

C. Kebijakan
1. Pengendalian asma didasari pada pendekatan pelayanan komprehensif,
terintegrasi, sepajang hayat yang didukung partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat dalam pencegahan asma serta sesuai dengan kondisi masing•
masing daerah (local area spesific)
2. Pengendalian asma dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja secara multidisiplin dan lintas sektor.
3. Pengendalian asma dikelola secara profesional, berkualitas dan terjangkau
oleh masyarakat serta didukung oleh sumber daya yang memadai.
4. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengendalian asma
5. Pengembangan sentra rujukan, surveilans epidemiologi dan sentinel penyakit
tidak menular khususnya asma

D. Strategi
1 . Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan asma
2. Memfasilitasi dan mendorong tumbuhnya gerakan dalam pencegahan asma di
masyarakat.
3. Memfasilitasi kebijakan publik dalam pengendalian asma
4. Meningkatkan kemampuan SOM (Sumber Daya Manusia) dalam pengendalian
asma
5. Meningkatkan sistem surveilans epidemiologi (kasus termasuk kematian dan
faktor risiko) asma
6. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan (penemuan/deteksi dini,
dan tatalaksana) asma yang berkualitas.
7. Melaksanakan sosialisasi dan advokasi pada Pemerintah Daerah, legislatif dan
stakeholder dalam memberikan dukungan pendanaan dan operasional.

E. Tujuan
Tujuan umum pengendalian asma adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam upaya pencegahan
asma.
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko asma
3. Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko asma
4. Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai
standar/kriteria
5. Menurunnya angka kesakitan akibat asma
6. Menurunnya angka kematian akibat asma

17
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

F. Sasaran Program
1 . Petugas kesehatan
2. Jejaring kerja (Pemda, Dinas Kesehatan PropinsilKabupatenlKota, Unit
pelayanan kesehatan, lintas program dan litnas sektor, swasta, perguruan
tinggi, organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain-lain)
3. Masyarakat
a. Umum
b. Kelompok masyarakat khusus (kelompok masyarakat berisiko asma)

G. Program Pengendalian Asma


Program pengendalian asma, meliputi :
1. Penyuluhan (KIE)
2. Kemitraan
3. Perlindungan khusus
4. Penemuan (termasuk deteksi dini), diagnosis, penanganan segera dan rujukan
5. Surveilans Epidemiologi (surveilans kasus dan surveilans faktor risiko)
6. Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan asma
7. Pemantauan dan penilaian

1. Penyuluhan (KIE)

a. Tujuan
1) Untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi masyarakat serta
merangsang dan memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam pengendalian asma.
2) Untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat dalam pengendalian asma.
3) Untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pengendalian asma.

b. Sasaran
1 ) Tenaga kesehatan
2) Masyarakat umum (keluarga dan kelompok yang berpengaruh dan berperan di
masyarakat)
3) Masyarakat khusus (kelompok masyarakat yang berisiko asma)

c. Kegiatan
1) Menyusun materi penyuluhan dan mengadakan pelatihan KIE tentang asma
secara menyeluruh antara lain perjalanan penyakit, gejala dan tanda serta
pencegahan dan penanggulangan asma bagi petugas kesehatan (medis dan
para medis), kader kesehatan maupun tokoh masyarakat termasuk guru
disekolah.
2) Meningkatkan ketrampilan penggunaan obat/alat inhalasi pada petugas
kesehatan (medis dan para medis), pasien asma dan keluarganya.
3) Melaksanakan penyuluhan atau KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang
asma dan faktor risikonya melalui berbagai media penyuluhan, seperti:
a) Penyuluhan tatap muka.
b) Radio (radio spot) dan televisi (Filler TV) dan media elektronik lain.
c) Poster, leaflet, pamflet, surat kabar dan media cetak lain yang dianggap
efektif untuk mencapai kelompok sasaran.
4) Penyuluhan perorangan atau penyuluhan kelompok yang dilaksanakan oleh
petugas puskesmas, kader kesehatan dan lain-lain seperti klinik konseling asma.

18
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

5) Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan


asma.

d. Jenis kegiatan penyuluhan asma

Asma mempunyai faktor pencetus yang berbeda, maka setiap pasien atau keluarga
pasien perlu mengenali faktor pencetus tersebut guna menghindari serangan asma.
Adapun jenis kegiatan penyuluhan asma bagi pasien dan keluarga pasien antara lain:
a. Penyuluhan tentang strategi pengobatan asma (7 langkah mengatasi asma) yaitu:
1) Mengenal seluk beluk asma
2) Menentukan klasifikasi
3) Mengenali dan menghindari pencetus asma (Tabel 6)
4) Merencanakan pengobatan jangka panjang,
5) Mengatasi serangan asma dengan tepat
6) Memeriksakan diri dengan teratur, dan
7) Menjaga kebugaran dan olahraga misalnya senam asma

b. Penyuluhan tentang penanganan segera pada saat serangan pada pasien asma.

Tabel 6. Daftar Pertanyaan ldentifikasi Faktor Pencetus

Tabel berikut dapat membantu seseorang pasien asma untuk mengenali berbagai
faktor risiko pencetus asma.

1 Alergen yang dihirup.


• Apakah memelihara binatang di dalam rumah, dan binatang apa?
• Apakah terdapat bagian di dalam rumah lembab? (kemungkinan jamur)
• Apakah di dalam rumah ada dan banyak di dapatkan kecoa?
• Apakah menggunakan karpet berbulu atau sofa kain? (mite)
• Berapa sering mengganti tirai, alas kasur/kain sprei? (mite)
• Apakah banyak barang di dalam kamar tidur (mite)?
• Apakah pasien (asma anak) sering bermain dengan boneka berbulu? (mite)

2 Pajanan lingkungankerja
• Apakah pasien batuk, mengi, sesak napas selama bekerja, tetapi keluhan
menghilangkan bila libur kerja (hari minggu)?
• Apakah pasien mengalami lakrimasi pada mata dan hidung sebagai iritasi segera
setelah tiba di tempat kerja?
• Apakah pekerja lainnya mengalami keluhan yang sama?
• Bahan - bakan apa yang digunakan pada pabrik/pekerjaan anda?
• Anda bekerja sebagai apa?
• Apakah anda bekerja di lingkungan jalan raya?

3 Polutan & Iritan di dalam dan di luar ruangan


• Apakah kontak dengan bau-bauan merangsang seperti parfum, bahan
pembersih spray, dll
• Apakah anda menggunakan kompor berasap atau bahkan kayu bakar di dalam
rumah?
• Apakah sering memasak makanan yang menghasilkan bau merangsang
(tumisan)?
• Apakah pasien sering terpajan dengan debu jalan?

19
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

4 Asap rokok
• Apakah pasien merokok?
• Adakah orang lain yang merokok di sekitar pasien saat di rumah/di lingkungan
kerja?
• Apakah orang tua pasien (asma anak) merokok?

5 Refluks gastroesofagus
• Apakah pasien mengeluh nyeri ulu hati (heart burn)?
• Apakah pasien kadangkala regurgitasi atau bahkan makanan kembali
ketenggorokan ?
• Apakah pasien mengalami batuk, sesak dan mengi saat malam?
• Apakah pasien asma (asmak) muntah diikuti oleh batuk atau mengi malam
hari? Atau gejala memburuk setelah makan?

6 Sensitif dengan obat-obatan


• Obat apakah yang digunakan pasien?
• Apakah ada obat penghambat/beta blocker?
• Apakah pasien sering menggunakan aspirin atau antiinflamasi nonsteroid?
• Apakah pasien sering eksaserbasi setelah minum obat tersebut?

Sumber :Mangunnegoro, Hardianto dkk, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004.

2. Kemitraan dan Jejaring

a. Tujuan

Umum
Meningkatnya ketersediaan informasi dan kerjasama aktif seluruh potensi di
lingkungan pemerintah dan masyarakat untuk menekan kecenderungan
peningkatan kejadian asma dan pajanan faktor risiko.

Khusus
1) Menggalang kekuatan dengan berbagai lintas program, lintas sektor dan
masyarakat dalam pengendalian asma.
2) Meningkatnya komitmen pemerintah dan berbagai mitra potensial di masyarakat
dalam upaya pengendalian asma.
3) Adanya sinergi dan keterpaduan dalam berbagai kegiatan pengendalian asma
4) Meningkatkan kemampuan bersama dalam pengendalian asma
5) Tercapainya upaya pengendalian asma yang efektif dan efisien.

b. Sasaran
Lintas Program, Lintas Sektor, Swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), Badan lnternasional, dan lain-lain.

c. Kegiatan
1) Membangun dan memantapkan kemitraan dan jejannq kerja dengan
Dinas/lnstansi terkait (lintas program dan lintas sektor), organisasi profesi
(POPI= Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, IDAl=lkatan Dokter Anak
Indonesia, PAPDl=Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, organisasi

20
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

profesi IDl=lkatan Dokter Indonesia), dan lembaga swadaya masyarakat


(YAl=Yayasan Asma Indonesia, YAPNAS=Yayasan Penyantun Anak Asma
Indonesia, dan lain-lain) atau Lembaga lain yang diperlukan secara
berkesinambungan.
2) Membuat rencana strategis (instansi kesehatan bersama-sama mitra terkait),
sosialisasi dan advokasi program pengendalian asma kepada pemerintah
daerah, DPRD, lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, LSM dan swasta
untuk memperoleh dukungan kegiatan pengendalian dan pendanaan.

3. PerlindunganKhusus

a. Tujuan
Memberikan perlindungan dan menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang
terpajan faktor risiko asma.

b. Sasaran
Masyarakat umum dan kelompok masyarakat khusus (kelompok masyarakat
berisiko asma).

c. Kegiatan
1) Penerapan Hunian Bebas Rokok (HBR) di lingkungan masyarakat dan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai instansi/Dinas serta tempat-tempat
umum/keramaian dengan mengacu Peraturan Perundangan tentang
Pengendalian Masalah Rokok dan Peraturan Daerah tentang Kawasan
Tanpa Rokok.
2) Melakukan upaya minimalisasi pencemaran udara (asap pabrik, asap
kendaraan bermotor, asap dapur rumah tangga, dll) dengan penerapan
program udara bersih/langit biru.
3) Mencegah terjadinya sensitisasi pada pasien, seperti faktor lingkungan
(tungau debu yang sering terdapat pada debu kasur dan bantal kapuk,
selimut, lantai, karpet gordin , perabot rumah, dan lain-lain). Sebaiknya
laci/rak dibersihkan dengan lap basah, gordin dan selimut dicuci setiap 2
minggu , karpet, majalah, mainan , buku dan pakaian yang jarang dipakai
diletakkan di luar kamar tidur dan lantai dipel setiap hari), menghindari
makanan yang mempunyai tingkat alerginitis tinggi, asap rokok, inhalan,
perubahan cuaca dan emosi sebagai faktor pencetus serta aktivitas fisik yang
berlebihan, Menghindari kontak dengan hewan yang memiliki bulu lebat dan
mudah rontok yang dapat sebagai faktor pemicu asma (kucing, anjing, dan
lain lain).
4) Sosialisasi penggunaan alat pelindung diri (masker, misalnya hepha filter,
N95, dan lain-lain) pada individu atau kelompok masyarakat yang berisiko
(terpajan faktor risiko).
5) Sosialisasi ventilasi dan cerobong asap dapur rumah tangga, fasilitas umum
dan industri yang memenuhi syarat serta menghindari kondisi rumah yang
lembab. Secara umum ventilasi yang memenuhi syarat adalah dengan luas
10% dari luas lantai atau menggunakan exhouse fan.

21
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

4. Penemuan(termasuk deteksi dini) dan tatalaksana kasus

a. Deteksi dini)
Kelompok anak dibawah usia 3 tahun jika ada gejala mengi, anak dengan orang
tua asma, dermatitis atopi perlu dicurigai untuk menderita asma di kemudian
hari.

b. Penemuandan tatalaksana kasus.


1) Penemuan/surveilans kasus asma secara aktif
2) Penemuan kasus asma secara pasif di unit pelayanan kesehatan.
3) Tatalaksana pasien asma sesuai standar
a) Puskesmas (pelayanan kesehatan primer).
1 ). Penemuan dan tatalaksana pasien asma dipelayanan kesehatan
primer
2). Sistem rujukan asma.
3). Rehabilitasi pasien asma.
4). Edukasi pasien dan keluarga.
b) Rumah sakit
Tindak lanjut penaganana asma

5. Surveilans epidemiologi (kasus dan faktor risiko)

a. Surveilans Kasus
1) Tujuan
a) Terselengaranya pengumpulan data kasus (termasuk kematian) asma
b) Terselenggaranya pengolahan dan analisis data kasus asma
c) Terselenggaranya diseminasi informasi hasil kajian/analisis kasus asma
d) Terselenggaranya rencana tindak lanjut.

2) Sasaran
Seluruh pasien asma baik anak maupun dewasa untuk seluruh derajat
klasifikasi.

3) Kegiatan
Surveilans kasus (kesakitan dan kematian) dilaksanakn secara rutin dan
berjenjang (dinas kesehatan propinsi, kabupaten/kota, dan puskesmas/fasilitas
kesehatan lainnya) di seluruh wilayah Indonesia yang diintegrasikan dengan
sistim pelaporan penyakit yang telah ada termasuk surveilans terpadu penyakit
(STP) berbasis puskesmas sentinel dan surveilans terpadu penyakit (STP)
berbasis rumah sakit sentinel.

b. Surveilans faktor risiko


1) Tujuan
Tujuan Surveilans faktor risiko:
a) Terselengaranya pengumpulan data (survei secara berkala) faktor risiko
asma
b) Terselenggaranya pengolahan dan analisis data faktor risiko perilaku dan
lingkungan yang berhubungan dengan asma
c) Terselengaranya pemetaan faktor risiko menurut kabupaten/kota

22
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

d) Terselengaranya diseminasi informasi hasil kajian/analisis faktor risiko


perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan asma
e) Terselengaranya rencana tindak lanjut.

2) Sasaran
Masyarakat umum di kabupaten/kota, di seluruh Indonesia

3) Pelaksanaan
Surveilans faktor risiko dilaksanakan melalui:
a) Survei faktor risiko menggunakan instrumen survei faktor risiko PTM atau
mengacu pada instrumen yang dikembangkan oleh WHO (STEP wise).
b) Pemeriksaan HBR (rumah Hunian Bebas asap Rokok) berkala dilaksanakan
setiap tahun di Kabupaten/Kota di masing-masing propinsi, menggunakan
instrumen pemeriksaan HBR dan formulir rekapitulasi pemeriksaan HBR
c) Pendataan faktor risiko lingkungan
d) Melalui survei khusus atau memanfaatkan sistem yang sudah ada (SKRT,
Susenas, Surkenas, Surkesda, dan lain-lain) dan hasil-hasil survei yang
dilaksanakan oleh instansi terkait lainnya.

6 Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakatdalam PencegahanAsma.

Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian asma dimulai


dengan Kajian Aspek Sosial Budaya dan Perilaku Masyarakat yang kemudian
digunakan sebagai dasar dalam pengembangan program peningkatan partisipasi
masayarakat dalam pencegahan asma.

a. Tujuan
1) Diketahuinya gambaran sosial-budaya dan partisipasi masyarakat dalam
pencegahan asma serta faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi
masyarakat tersebut di masing-masing kabupaten/kota.
2) Meningkatnya pemberdayaan atau partisipasi masyarakat dalam pencegahan
asma

b. Manfaat
1) Diketahuinya potensi yang ada di masyarakat, itra kerja (melalui apa dan
siapa atau instansi mana) atau kelompok masyarakat yang mana
pencegahan asma efektif dilakukan.
2) Diperolehnya kontribusi I partisipasi masyarakat.
Tingkat aktivitas/partisipasi keluarga dan kelompok masyarakat lainnya (seperti
tokoh formal, tokoh informal, jajaran kesehatan sendiri, kader kesehatan,
instansi terkait, LSM dan pihak swasta) sehingga perlu lebih meningkatkan
kontribusi tersebut. Misalnya dengan penyuluhan yang lebih intensif kepada
masyarakat, dengan pelatihan (kader, petugas kesehatan, pengelola program),
sosialisasi, advokasi dan sebagainya.
c. Sasaran
Keluarga, kelompok masyarakat, lintas program, lintas sektor, dan
Lembaga/lnstansi terkait lainnya

23
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

d. Kegiatan
1) Melaksanakan survei/kajian aspek sosial budaya dan perilaku masyarakat di
salah satu kabupaten di masing-masing propinsi di Indonesia.
2) Pengembangan model pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan asma
yang sesuai dengan kondisi setempat di masing-masing kabupaten/kota
berdasarkan hasil survei/kajian.
3) Membuat daerah percontohan di masing-masing kabupaten/kota yang
dilakukan survei/kajian. Salah satu contoh adalah Posbindu (Pas Pembinaan
Terpadu) yang telah terbentuk dan dikembangkan di Kata Depok, Propinsi
Jawa Barat, dengan kegiatan KIE, pemeriksaan fisik dan faktor risiko, serta
pemerisaan penunjang
4) Kajian ini dapat dilakukan bersamaan dengan penyakit tidak menular lainnya
dan pelaksanaannya oleh kabupaten bersama-sama dengan perguruan
tinggi, pusat, propinsi, serta lintas program dan lintas sektor.

7. Pemantauandan Penilaian

a. Tujuan:
1) Terlaksananya kegiatan fasilitasi upaya peningkatan pengetahuan, motivasi
dan partisipasi pengelola program, dokter dan paramedis, mitra kerja dan
stakeholder lainnya dalam pengendalian asma
2) Terlaksananya kegiatan fasilitasi upaya peningkatan keinginan untuk
kemajuan diantara pengelola program dan petugas kesehatan dalam
pengendalian asma
3) Terlaksananya pemantauan, penilaian, supervisi/bimbingan teknis dan
monitoring pelaksanaan dan pencapaian program
4) Terlaksananya upaya untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program.

b. Kegiatan
1) Mengukur kemajuan pelaksanaan program dan memberikan koreksi atas
penyimpangan berdasarkan atas indikator input, proses, dan output.
2) Mengevaluasi dan mengukur pencapaian tujuan program dan bagaimana
efektifitas dan efisiensi pencapaian menggunakan indikator efek (outcome)
dan dampak.
3) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara berjenjang mulai dari pusat,
propinsi, kabupaten/kota, dan puskesmas
4) Mengevaluasi dan mengukur pencapaian program sesuai dengan target
pencapaian program yang telah ditetapkan.

24
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

V. KEGIATAN POKOK PENGENDALIAN PENYAKIT KRONIK DAN


DEGENERATIF (TERMASUK ASMA) MENURUT PUSAT, PROPINSI,
KABUPATEN/KOTA, KECAMATAN, DAN DESA/KELURAHAN

A. Kegiatan Pokokdi Pusat

1. Membuatstandarisasi/ menyusun/ medistribusikan permenkes/ kepmenkes/


pedoman/ juklak/ juknis/ modul program
2. Melaksanakan surveilans kasus (termasuk kematian) penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
3. Melaksanakan surveilans faktor risiko dengan survei khusus dan
memanfaatkan sistem yang sudah ada (misalnya Susenas, Surkenas,
Surkesda, dan lain-lain)
4. Menyelenggarakan pelatihan TOT (training of trainer) pengendalian penyakit
kronik dan degeneratif lainnya (pengelola program Dinas Kesehatan Propinsi)
5. Mengembangkan sistem informasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya
6. Membangun dan memantapkan jejaring kerja serta melakukan koordinasi
secara berjenjang dan berkesinambungan
7. Memfasilitasi pertemuan lintas program/lintas sektor
8. Merancang/membuat/menggandakan dan mendidtribusikan media penyuluhan
9. Melaksanakan penyuluhan (KIE) melalui berbagai metode dan media
penyuluhan
10. Bersama-sama propinsi membantu kabupaten/kota dalam melaksanakan
kegiatan pemberdayaan masyarakat atau peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kronik dan degeneratif lainnya
sesuai dengan kondisi masing-masing daerah (local area specific) berdasarkan
hasil survei/kajian
11. Memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam pengendalian penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
12. Mengadakan dan mendistribusikan bahan/alat deteksi dini/diagnostik dan
tatalaksana penyakit kronik dan degeneratif lainnya
13. Menyelenggarakan pelatihan TOT (training of trainer) penemuan dan
tatalaksana penyakit kronik dan degeneratif lainnya (dokter spesialis, dokter
umum, dan paramedis rumah sakit propinsi)
14. Menyelenggarakan pelatihan TOT dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan pengelola program dinas kesehatan propinsi dalam
melaksanakan analisis situasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya melalui
kajian terhadap aspek manajemen, epidemiologi, serta sosial budaya dan
perilaku masyarakat
15. Memfasilitasi upaya peningkatan pengetahuan, motivasi dan partisipasi
pengelola program, dokter dan paramedis, mitra kerja dan stakeholder lainnya
dalam pengendalian penyakit kronik dan degeneratif lainnya
16. Memfasilitasi upaya peningkatan keinginan untuk kemajuan diantara pengelola
program dan petugas kesehatan dalam pengendalian penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
17. Melakukan pemantauan, penilaian, supervisi/bimbingan teknis dan monitoring
pelaksanaan dan pencapaian program

25
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

B. Kegiatan Pokok di Propinsi

1. Menggandaan/medistribusikan permenkes/ kepmenkes/ pedoman/ juklak/


juknis/ modul program
2. Melaksanakan surveilans kasus (termasuk kematian) penyakit penyakit kronik
dan degeneratif lainnya
3. Melaksanakan surveilens faktor risiko dengan survei khusus dan
memanfaatkan sistem yang sudah ada (misalnya Susenas, Surkenas,
Surkesda, dan lain-lain)
4. Menyelenggarakan pelatihan TOT (training of trainer) pengendalian penyakit
kronik dan degeneratif lainnya (pengelola program dinas kesehatan
kabupaten/kota)
5. Mengembangkan sistem informasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya
6. Membangun dan memantapkan kemitraan dan jejaring kerja serta melakukan
koordinasi secara berjenjang dan berkesinambungan
7. Memfasilitasi pertemuan lintas program/lintas sektor
8. Menggandakan dan mendidtribusikan media penyuluhan
9. Melaksanakan penyuluhan (KIE) melalui berbagai metode dan media
penyuluhan
10. Bersama-sama kabupaten/kota melaksanakan kegiatan pemberdayaan
masyarakat atau peningkatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit kronik dan degeneratif lainnya yang sesuai dengan
kondisi masing-masing daerah (local area specific) berdasarkan hasil
survei/kajian.
11. Memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam pengendalian penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
12. Mengusulkan pengadaan dan mendistribusikan bahan/alat deteksi
dini/diagnostik dan tatalaksana penyakit kronik dan degeneratif lainnya
13. Menyelenggarakan pelatihan TOT (training of trainer) penemuan dan
tatalaksana penyakit kronik dan degeneratif lainnya (dokter spesialis, dokter
umum, dan paramedis rumah sakit kabupaten/kota)
14. Menyelenggarakan pelatihan TOT dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan pengelola program dinas kesehatan kabupaten/kota dalam
melaksanakan analisis situasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya melalui
kajian terhadap aspek manajemen, epidemiologi, serta sosial budaya dan
perilaku masyarakat
15. Memfasilitasi upaya peningkatan pengetahuan, motivasi dan partisipasi
pengelola program, dokter dan paramedis, mitra kerja dan stakeholder lainnya
dalam pengendalian penyakit kronik dan degeneratif lainnya
16. Memfasilitasi upaya peningkatan keinginan untuk kemajuan diantara pengelola
program dan petugas kesehatan dalam pengendalian penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
17. Melakukan pemantauan, penilaian, supervisi/bimbingan teknis dan monitoring
pelaksanaan dan pencapaian program
18. Mengirimkan laporan hasil program secara rutin ke pusat

C. Kegiatan Pokok di Kabupaten/Kota

1. Menggandakan/medistribusikan permenkes/ kepmenkes/ pedoman/ juklak/


juknis/ modul program.

26
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

2. Melaksanakan surveilans kasus (termasuk kematian) penyakit kronik dan


degeneratif lainnya.
3. Melaksanakan surveilens faktor risiko dengan survei khusus dan
memanfaatkan sistem yang sudah ada (misalnya Susenas, Surkenas,
Surkesda, dan lain-lain).
4. Menyelenggarakan pelatihan pengendalian penyakit kronik dan degeneratif
lainnya (petugas puskesmas).
5. Mengembangkan sistem informasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya
6. Membangun dan memantapkan jejaring kerja serta melakukan koordinasi
secara berjenjang dan berkesinambungan.
7. Memfasilitasi pertemuan lintas program/lintas sektor.
8. Menggandakan dan mendidtribusikan media penyuluhan.
9. Melaksanakan KIE melalui berbagai metode dan media penyuluhan.
10. Melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat atau peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
kronik dan degeneratif lainnya yang sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah (local area specific) berdasarkan hasil survei'kajian.
11. Memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam pengendalian penyakit kronik dan
degeneratif lainnya.
12. Mengadakan dan mendistribusikan bahan/alat deteksi dini/diagnostik dan
tatalaksana penyakit kronik dan degeneratif lainnya.
13. Menyelenggarakan pelatihan penemuan dan tatalaksana penyakit tidak
menular (dokter dan paramedis puskesmas).
14. Menyelenggarakan pelatihan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pengelola program puskesmas dalam melaksanakan analisis
situasi penyakit kronik dan degeneratif lainnya melalui kajian terhadap aspek
manajemen, epidemiologi, serta sosial budaya dan perilaku masyarakat.
15. Memfasilitasi upaya peningkatan pengetahuan, motivasi dan partisipasi
pengelola program, dokter dan paramedis, mitra kerja dan stakeholder lainnya
dalam pengendalian penyakit kronik dan degeneratif lainnya.
16. Memfasilitasi upaya peningkatan keinginan untuk kemajuan diantara pengelola
program puskesmas dalam pengendalian penyakit kronik dan degeneratif
lainnya.
17. Melakukan pemantauan, penilaian, supervisi/bimbingan teknis dan monitoring
pelaksanaan dan pencapaian program.
18. Mengirimkan laporan hasil program secara rutin ke propinsi.

D. Kegiatan Pokok di Puskesmas

1. Melaksanakan surveilans kasus (termasuk kematian) penyakit kronik dan


degeneratif lainnya
2. Membangun dan memantapkan jejaring kerja dan melakukan koordinasi secara
berjenjang dan berkesinambungan
3. Memfasilitasi pertemuan lintas program/ lintas sektor
4. Melaksanakan penemuan dan tatalaksana kasus penyakit kronik dan
degeneratif lainnya
5. Melaksanakan KIE melalui berbagai metode dan media penyuluhan
6. Membina partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit kronik dan degeneratif lainnya

27
MENTERIKcSEHATAN
REPUBllK INDONESIA

7. Memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam pengendalian penyakit kronik dan


degeneratif lainnya.
8. Mengirimkan laporan hasil program secara rutin ke kekabupaten/kota.

E. Kegiatan Pokok di Desa (Siaga)/Kelurahan

1. Membina partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan


penyakit kronik dan degeneratif lainnya.
2. Membentuk dan mengembangkan kelompok masyarakat peduli penyakit tidak
menular seperti Posbindu, dan lain-lain sesuai dengan kondisi masing-masing
desa/kelurahan.
3. Melaksanakan kegiatan Pas Kesehatan Desa.

MENTERI KESEHATAN,

ttd

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)

28
Bagan 1.

ALGORITMA PENATALAKSANAAN SERANGAN


ASMA DI RUMAH

Penilaian berat serangan


Klinis: Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik I prediksi

t
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

Respon buruk
Respons baik
Gejala menetap atau
Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaik
perbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan bertambah berat
selama 4 jam. APE. 80% prediksi/nilai terbaik APE< 60 % prediksi I
nilai terbaik
* Tambahkan
Kostikosteroid oral
· Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk * Agonis beta-2
24-48jam diulang
Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam
· Steroid inhalasi diteru skan dengan do sis tinggi (bila
sedang m enggu nakan steroid inhalasi)
selama 2 minggu, kmd kembali kedosis sebelumnya

Segera
Hubungi dokter untuk Ke dokter I I DG I RS
instruksi selanju tnya

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004


Bagan 2.

Algoritma Penatalaksanaan
Asma Di RumahSakit

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat

Pengobatan Awai
• Oksigenasi dengan kanul nasal
• Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2
injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
• Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam


Pem.fisis, saturasi 02, clan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik Respons Tidak Sempur


t
• Respons baik dan stabil • Resiko tinggi distrena
dalam 60 menit • Pem.fisis : gejala ri ss
• Pem.fisi normal • APE > 50% terapi <ngan - sedang
• APE >70% prediksi/nilai • Saturasi 02 tidak p 70%
erbaikan

Pulang
• Pengobatan dilanjutkan dengan
inhalasi agonis beta-2
Dirawat di RS

•--
Inhalasi agonis beta-2 +
kolinergik
anti•

• Membutuhkan kortikosteroid • Kortikosteroid sistemik


oral
• Aminofilin drip
• Edukasi pasien mbangkan kanul
• Terapi Oksigen pertinturi
- Memakai obat yang benar nasal atau masker ve
- Ikuti rencana pengobatan • Pantau APE, Sat 02, Nadi, kadar
selanjutnya teofilin

-
'

I Perba

Pulang
Bila APE> 60% prediksi I terbaik. Tetap
berikan pengobatan oral atau inhalasi J
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, , 2004.
Bagan 3.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik/ IGD

Nilai derajat serangan'<'


(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal
• nebulisasi ~-agonis 1-3x, selang 20 menit (2l
• nebulisasi ketiga + antikolinergik
• jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan berat
Serangan ringan Serangan sedang (nebulisasi 3x,
(nebulisasi l-3x, respons baik, (nebulisasi l-3x, respons buruk)
gejala hilang) respons parsialJ • sejak awal berikan 02
• berikan oksigen ( l saat I di luar nebulisasi
• observasi 2 jam
• nilai kembali derajat • pasang jalur parenteral
• jika efek bertahan,
boleh pulang
serangan, jika sesuai dgn • nilai ulang klinisnya, jika
serangan sedang, sesuai dengan serangan
• jika gejala timbul lagi, observasi di Ruang berat, rawat di Ruang
perlakukan sebagai Rawat Sehari/observasi Rawat lnap
serangan sedang • pasang jalur parenteral • foto Rontgen toraks

1
Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi •
Ruang Rawat lnap
oksigen teruskan
• bekali obat ~-agonis • oksigen teruskan • atasi dehidrasi dan
(hirupan I oral) • berikan steroid oral asidosis jika ada
• jika sudah ada obat • nebulisasi tiap 2 jam • steroid IV tiap 6-8 jam
pengendali, teruskan • bila dalam 12 jam perbaikan • nebulisasi tiap 1-2 jam
• jika infeksi virus sbg. klinis stabil, boleh pulang, • aminofilin IV awal,
pencetus, dapat diberi tetapi jika klinis tetap belum lanjutkan rumatan
steroid oral membaik atau meburuk, alih • jika membaik dalam 4-
• dalam 24-48 jam kon• rawat ke Ruang Rawat lnap 6x nebulisasi, interval
trol ke Klinik R. Jalan, jadi 4-6 jam
untuk reevaluasi • jika dalam 24 jam
perbaikan klinis stabil,
boleh pulang
Catatan: • jika dengan steroid dan
2. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung aminofilin parenteral
dengan ~-agonis + antikolinergik tidak membaik, bahkan
3. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat lntensif timbul Ancaman henti
4. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan napas, alih rawat ke
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali Ruang Rawat lntensif
5. Untuk seranaan sedana dan terutama berat. oksiaen 2-4 L/menit diberikan
Bagan 4.

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Obat pereda: ~-agonis atau teofilin


Asma episodikjarang (hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat + t


dosis / minggu > 3x ~3x

+ t
Tambahkan obat pengendali:
Asma episodiksering Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)
p
6-8 minggu, respons: (-) (+) E

+ t N
G
Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat:
Asma persisten ~ ~-agonis kerja panjang (LABA) H
~ teofilin lepas lambat I
~ antileukotrien
~ atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium) N
D
6-8 minggu, respons:
+
(-) (+)
A
R
+ t A
Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah
satu obat: N
~ ~-agonis kerja panjang
~ teofilin lepas lambat
~ antileukotrien
~ atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

6-8 minggu, respons: (-) (+)

+
Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
Bagan 5.
STRA TEGI PRIMARY HEAL TH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA MELALUI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PASIEN
ASMA
PUSKESMAS
&

KLINIK KUNJUNGAN KELUARGA


SWASTA RUMAH (KLIEN)

PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT/LS/LP/LSM (YAI, YAPNAS, dll)

STRATEGIPRIJvfARYHEALTHCARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAY AAN HARUS DIDUKUNG OLEH
BINA SUASANA & ADVOKASI
Org.Profesi Pengambil Dukungan/Bantuan

LSM Media keputusan


Massa PKM ADVOKASI
/pemilik dana

Dokter
Dinkes Perawat Individu
Kab/Kota Keluarga
.. Puskcsmas TenagaPKM Bidan
Mas arakat
Sanitarian,
dll

PKM Individu
TOMA BINA SUASANA Kelmp.Masy Suasana Kondusif
LSM
Media Massa
Bagan 6.

PELANGI ASMA

Pelangi asma, monitoring asma secaramandiri

Kuning
• Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut I eksaserbasi
• Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa
berat, baik saat aktivitas maupun istirahat) dan atau APE 60-80 % dengan
prediksi I nilai terbaik.
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah
• Berbahaya
• Gejala asma terus- menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari.
• APE < 60% nilai dugaan I terbaik.
Pasien membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati dokter-pasien secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera
hubungi dokter atau ke rumah sakit terdekat.

Sumber: PDPI, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Jndonesia,2004

Anda mungkin juga menyukai