Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL

HUBUNGAN PERAN ORANGTUA DENGAN KEMAMPUAN


MERAWAT DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
YANG MENGALAMI HAMBATAN BERFIKIR
DI SLB N SLAWI

Disusun Oleh :

SARI RAMADHAYANI
C1015061

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak terlahir tidak semuanya dalam kondisi normal, beberapa anak terlahir
dengan kondisi yang berbeda dari anak lainnya atau biasa disebut dengan Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK merupakan anak dengan keterbatasan fisik,
mental, intelektual, sosial, maupun emosional yang akan mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangannya (Winarsi & Jamal, H 2013). Terdapat
beberapa jenis ABK yang dibedakan berdasarkan keterbatasannya yaitu tunanetra
(anak yang mengalami gangguan penglihatan), tunarungu (anak yang kehilangan
seluruh atau sebagian daya pendengarannya), tunagrahita (anak yang mengalami
hambatan berfikir), tunadaksa (anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak), tunalaras (anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku, anak berbakat, autism) (Hermin, 2017).
ABK yang mengalami kesulitan dalam melakukan kemampuan kognitif yaitu
tunagrahita atau anak yang mengalami hambatan berfikir.

Tunagrahita (hambatan berfikir) merupakan kondisi dimana kecerdasan di bawah


rata-rata yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan kesulitan
berkomunikasi (Kosasih, 2012). Anak dikatakan memiliki hambatan berfikir
apabila fungsi intelektualnya lamban dan memiliki IQ kurang dari 70 (Rosnawati,
2013). American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam Mumpuniarti
(2007) mengatakan klasifikasi hambatan berfikir yaitu hambatan berfikir ringan,
hambatan berfikir sedang, dan hambatan berfikir berat dan sangat berat.

Jumlah anak berkebutuhan khusus diperkirakan sebanyak 5,1% atau 95 juta di


dunia menurut World Health Organization (WHO) dengan populasi anak
mengalami hambatan berfikir menempati angka paling besar dibanding jumlah
anak dengan keterbatasan lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan
data Susenas Triwulan I yang menyatakan sebanyak 9,9 juta anak Indonesia
adalah ABK, sedangkan anak yang mengalami hambatan berifikir di Indonesia
menurut WHO tahun 2015 sebanyak 6,6 juta jiwa, diantaranya merupakan anak
usia sekolah. Data Riskesdas tahun 2010 dalam Depkes RI tahun 2014,
menyatakan persentase anak yang mengalami hambatan berfikir sebesar 0.14%,
Indonesia menempati urutan kesepuluh di dunia sebagai negara dengan
penyandang hambatan berfikir terbanyak dan Jawa Tengah menempati urutan
kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. Berdasarkan data Balai Pengembangan
Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (BPDIKSUS) tahun
2016, jumlah siswa SLB di Jawa Tengah berjumlah 15.340 anak. Anak yang
memiliki hambatan berfikir memiliki jumlah paling tinggi yang berjumlah 10.102
anak. Kabupaten Tegal menyatakan anak yang mengalami hambatan berfikir ada
sekitar 318 anak.

Penyebab terjadinya hambatan berfikir karena beberapa faktor yaitu kelainan pada
gangguan metabolisme gizi, faktor keturunan, infeksi dan keracunan, trauma dan
zat radioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan (Wardhani, 2008).
Faktor tersebut mengakibatkan anak yang mengalami hambatan berfikir pada
masa tumbuh kembangnya akan berbeda dengan anak normal. Anak yang
mengalami hambatan berfikir merupakan (global development delay) atau
mengalami keterlambatan dalam semua aspek perkembangan (Lailatul,
2008). Kondisi tersebut menyebabkan anak mengalami kekurangan dalam
keterampilan gerak dan fisik, kesulitan dalam komunikasi, menolong diri sendiri,
bersosialisasi, berinteraksi dengan teman, gangguan pertumbuhan, perawatan diri,
serta kurangnya perasaan dirinya terhadap keadaan sekelilingnya (Perdana, 2010).

Merawat diri merupakan salah satu kemampuan dasar manusia sebagai pemenuh
kebutuhan pertahanan hidupnya (Arfandy, 2014). Merawat diri pada anak yang
mengalami hambatan berfikir tentu berbeda dengan anak pada umumnya, mereka
memerlukan bimbingan dan latihan yang lebih, melihat keterbatasan dalam
kecerdasannya yang akan menyebabkan mereka mempunyai resiko tinggi
mengalami isolasi sosial di masyarakat karena kebersihan diri yang kurang dan
ketergantungan yang besar pada keluarga. Ulfatulsholihat (2010) dalam
penelitiannya menyimpulkan anak tunagrahita memiliki keinginan dalam dirinya
untuk dapat hidup mandiri tidak bergantung pada orang lain. Penelitian tersebut
bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Ramawati (2012)
menunjukan kemampuan merawat diri pada anak yang mengalami hambatan
berfikir masih rendah.

Buyan mengatakan keterampilan perawatan diri (self-care) sebaiknya diajarkan di


sekolah-sekolah dan untuk mengambangkannya keterampilan merawat diri pada
seseorang dibutuhkan informasi, media, dan bimbingan yang tepat (Ramawati,
2012). Bimbingan yang tepat sangat dibutuhkan bagi anak terutama pada anak
yang mengalami hambatan berfikir, tanpa mendapat bimbingan dari lingkunga
terdekatnya terutama orangtua, anak yang mengalami hambatan berfikir akan
kesulitan mengingat kembali apa yang mereka dapatkan dari sekolah (Lailatul,
2008). Karena peran orangtua sebagai pengasuh sangat besar kaitannya pada
perkembangan anak, terlebih pada orangtua yang memiliki anak yang mengalami
hambatan berfikir yang semestinya memberikan stimulasi secara rutin (Dinkes,
2009).

Peran orangtua sangat dibutuhkan terhadap perkembangan anak untuk


melaksanakan tugasnya, orangtua sangat berperan dalam melatih dan mendidik
dalam proses perkembangan dilihat dari karakteristik usia, pendidikan, dan
pekerjaan orang tua, orangtua yang memiliki anak penyandang hambatan berfikir
harus diberikan latihan yang tepat dalam semua aspek termasuk aspek merawat
diri. Kurangnya stimulasi dari orang tua dapat menyababkan anak yang
mengalami hambatan berfikir tidak dapat mencapai tugas perkembangannya yang
berkesinambungan karena tanpa peran serta orang tua di rumah dengan kasih
sayang dan metode yang benar, kemampuan anak yang mengalami hambatan
berfikir tidak akan berjalan optimal (Dinkes, 2009). Penelitian menurut
Nasrawaty (2016) mengenai peran orangtua dalam pendidikan siswa
berkebutuhan khusus di SLB Kendari Sulawesi Tenggara menyatakan peran
orangtua sangat dibutuhkan dalam pendidikan siswa berkebutuhan khusus karena
anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan
lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan
dan pengajaran baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.

Pentingnya merawat diri pada anak berkebutuhan khusus yang mengalami


hambatan berfikir yaitu untuk mencegah terjadinya resiko tinggi mengalami
isolasi sosial di masyarakat karena kebersihan diri yang kurang dan
ketergantungan yang besar pada keluarga khususnya orangtua. Pada akhirnya, hal
ini dapat menyebabkan terbatasnya kesempatan dalam memperoleh pekerjaan
kelak ketika mencapai usia dewasa. Peran orangtua di rumah dengan kasih
sayang dan metode yang benar sangat dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus
yang mengalami hambatan berfikir, karena diharapkan kemampuan anak yang
mengalami hambatan berfikir akan berjalan optimal (Dinkes, 2009). Dua hal
tersebut harus berjalan saling berkesinambungan sehingga tercapai tujuan
merawat diri pada anak yang optimal, tetapi keadaan tersebut berbeda dengan
keadaan yang terjadi di SLB N Slawi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SLB Negeri Slawi melalui


wawancara dengan salah satu wali kelas sekolah dasar, diketahui jumlah anak
yang mengalami hambatan berfikir sebanyak 226 siswa, 128 siswa kelas 1-3
sedangkan 98 siswa kelas 4-6 sekolah dasar, beberapa kelas memiliki jumlah lebih
dari satu, dengan tujuan untuk mengelompokkan kategori hambatan berfikir
ringan, sedang dan berat. Berdasarkan keterangan dari guru di sekolah SLB
Negeri Slawi tidak semua siswanya dapat melakukan kemampuan merawat diri
sebagian besar masih memerlukan bantuan dari orang tua saat akan ke kamar
mandi dan pada saat makan pun mereka terlihat berantakan. Penjelasan dari salah
satu guru mengatakan bahwa banyak orang tua terlalu memanjakan anaknya
dengan alasan kondisi anak yang mengalami hambatan berfikir tanpa tegas
mengajarkan apa yang diajarkan disekolah tetapi dari keterangan guru juga
mengatakan terdapat beberapa anak yang sudah mampu melakukan kemampuan
merawat diri tanpa bantuan dari orang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut,
peneliti ingin mengetahui “apakah ada hubungan antara peran orang tua dengan
kemampuan merawat diri anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
berfikir di SLB N Slawi?”.

1.2. Tujuan Penelitian


1.2.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungannya antara peran orang tua dengan kemampuan
merawat diri pada anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan berfikir
di SLB N Slawi.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Mengidentikasi karakteristik responden meliputi usia, pendidikan,
pekerjaan orang tua, dan usia, serta jenis kelamin anak yang memiliki hambatan
berfikir.
1.2.2.2. Menganalisis peran orang tua yang diberikan pada anak yang mengalami
hambatan berfikir di SLB N Slawi.
1.2.2.3. Mengidentifikasi kemampuan mandiri anak yang mengalami hambatan
berfikir di SLB N Slawi.
1.2.2.4. Menganalisis peran orang tua dengan kemampuan merawat diri pada
anak usia sekolah dasar yang mengalami hambatan berfikir
1.2.2.5. Menganalisis kemampuan merawat diri pada anak usia sekolah dasar
yang mengalami hambatan berfikir

1.3. Manfaat Penulisan


1.3.1. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua yang memiliki anak yang
mengalami hambatan berfikir mengetahui apakah peran sebagai orangtua
mempengaruhi kemampuan mandiri pada anak mereka, dan apakah mereka sudah
melakukan peran mereka sebagai orang tua dengan anak yang mengalami
hambatan berfikir, sehingga nantinya mereka mampu memperbaiki diri untuk
anaknya yang berkebutuhan khusus.
1.3.2. Manfaat Keilmuan
Diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan anak,
khususnya pada anak yang memiliki hambatan berfikir dan berkaitan dengan
peran serta orang tua dengan kemampuan merawat diri.
1.3.3. Manfaat Metodologi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut guna
menambah wawasan dan pengetahuan bagi orang tua yang memiliki anak yang
mengalami hambatan berfikir.

Anda mungkin juga menyukai