Disusun Oleh :
Klompok 5
2015
PENDAHULUAN
Puji syukur kami panjatkan atas kahadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya, sehingga kami dapat membuat makalah ini tanpa ada suatu
halangan yang berarti. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Akuntansi yang didalamnya menjelaskan tentang KEWAJIBAN. Terima kasih
saya ucapkan kepada:
1. Ibu Diana Rahmawati, M.Si dosen pengampu mata kuliah Teori Akuntansi
2. Teman-teman Pendidikan Akuntansi yang hingga saat sudah membantu
kelancaran penyelesaian makalah ini
3. Berbagai pihak yang selalu mendukung penyelesaian makalah
ini
Kami menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah yang kami susun ini bisa menjadi bahan referensi dan
memberikan informasi bagi pembaca.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the
settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise
resources embodying economic benefit.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic
obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles
(GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus
menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian
kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara
semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB
lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada AASB yang
memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran
dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pospos
tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber
ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit
tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues).
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas
(duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan
kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara
mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan
manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan
usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah
pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat pengorbanan
manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas permintaan
pihak lain (on demand).
Keharusan Sekarang
Keharusan Kontraktual
adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di
dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit
dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal
yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum
untuk memenuhinya (legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan
kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).
Keharusan Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan
kesatuan usaha dalam rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk
memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau
etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Konsep ini menyatakan "tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak
ada kewajiban tanpa hak". Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau
kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-
kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat
(unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).
3.Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4.Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
Pengakuan
Kam (1990, hlm. 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk
menandai pengakuan kewajiban yaitu:
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang
menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung
definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban
juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan
konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu
pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma
adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan
untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu
transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul
ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual
kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan
sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi
informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah
satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang
mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber
ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk
mengakui kewajiban yaitu:
1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan
kewajiban telah mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang
menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian.
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah
rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor.
Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok
pinjaman pada akhir angka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset
untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah meruakan
bagiann kecil dari umlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah
total rupiah ini adalah seluruh jumlah rupiah pembayaran masa datang (bunga
periodik dan nominal obliasi). Pemmbayaran masa datang ini sebenarnya terdiri atas
dua unsur yaitu :
Premium Obligasi
Kewajiban non moneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa
dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan
pembayaran dimukan untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran dimuka
penuh, kewajiban moneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan
harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut
sebenarnya mempresentasi jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang akan
diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup kos itula yang murni
merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba
tangguhan (deferred income) yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak
memenuhi definisi kewajiban.
Bila kos barang dan jasa merupakan unsur yang dominan, pembayaran
dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban
lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsur yang kecil dari seluruh harga jula
barang atau jasa, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit
atau pendapatan tangguhan atau pendapatan tak terhak (unearned reveues) yang
merupakan kewajiban nokeharusan. Keduanyya masih memenuhi definisi kewajiban
karena adanya keharusan untuk menyerahkan barang dan jasa. Berikut argumen-
argumen yang mendukung :
Penilaian
Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat
antara terjadinya kewaiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat
jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai normal (face value)
kewajiban. Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah
rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tertentu kewajiban harus
dilunasi. Dengan kata lain, nilai sekarang tersebut disebut nilai bawaan (carrying
value) atau nilai pelunasan sekarang (cerrent settlement value). Nilai pelunasan
sekarang pada umumnya pada umumnya bergantung ada nilai pasar obligasi.
Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka penelusuran
kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban moneter,
nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar masa datang
diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan
usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal
usaha (in due course of business) sehingga tia bebas dari kewaiban tersebut.
Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada, dan lenyap (extinguished)
secara langsung (kewaiban langsung didebit). Bila kewajiban menadi hapus lantaran
berbagai transaksi atau kejadian, maka dapat dikatakan bahwa keharusan sekarang
(present obligation) mengalami pembebasan atau pembatalan (defeasance).
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yuridis karena
kewaiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis haus melalui transaksi
langsung yang benar-benar terjadi (pada saat pembayaran tunai secara langsung).
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan
yang mengarah ke pe;unasann misalnya dengan pembentukan dana khusus untuk
pelunasan (sinking fund) baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust
agency). Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha
secara substansif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan
(kewajiban) secara substansif (in-substance defeasance).
Nilai jatu tempo juga sama dengan nilai buku atau nilai baaan (carrying
value) kewaiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada
saat penerbitan utang. Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang keajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi
tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Bila utang dilunasi sebelum jatuh
tempo (APBO No.26 menyebutnya sebagai early extinguishment of debt), debitor
harus melunasi hutang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat teradi selisih
antara nilai baaan dan nilai tebusan.
a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi
tahun bersangkutan.
Alternatif (a) dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan
penyesuai terhadap kos peminaman (kos bunga) lama selama sisa waktu peminjaman
akibat diperolehnya pinaman baru. Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya
debitor melakukan pelunasan lebih awal karena pembayaran bunga dimasa
mendatang dapat dikurangi sehingga lebih menguntungkan bagi debitor. Jika utang
baru jatuh tempo sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih diamortisasi
selama mur utang waktu baru dann sisanya diakui segera pada saat utang baru jatuh
tempo sebagai untung atu rugi.
Alternaif (b) dilandasi oleh gagasan bahwa motivasi pendanaan kembali utang
adalah untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur
utang baru dibandingkan tingkat bunga selama sisa umur utang yang lama.
Keuntungan tersebut dinikmati dalam konteks umur utang yang baru sehingga
logislah kalau selisih diamortisasi selama umur utang baru. Jadi, utang baru sekaran
lebih murah daripada utang yang dapat diperoleh setelah utang lama jatuh tempo.
Alternatif (c) didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan
pendanaan kembali sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Pandangan ini
menyatakan bahwa nilai pasar utang yang berubah sepanjang waktu karena
perubahan tingkat bunga pasar dan penarikan kembali merupakan pikiran terbaik
untuk melenyapkan utang. Selisih dan sisa diskun atau premium berkaitan dengan
kotrak hutang lama dan bukan merupakan manfaat yang berasal dari kontrak utang
baru.
Suatu perusahaan dapat melaporakan laba yang lebih tinggi pada tahun
pendanaan kembali utang dan bersamaan itu bunga efektif utang selama perioda
utang baru menjadi lebih tinggi. Sebaliknya perusahaan mungkin akan menghindari
rugi yang besar akibat pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut akan
menurunkan bunga efektif perioda utang baru. Karena alasan inilah alternatif (c) tidak
didukung secara teoritis. Yang lebih logis adalah mengkapitalisasi selisih dan
megamortisasinya sepanjang umur utang baru. Argumen ini meruakan dukungan
tambahan dari alternatif (b).
Dari beberapa alternatif diatas, FASB menganut alternatif (c) dengan argumen
bahwa semua kewajiban memunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu,
pelunasan hutang sebelum jatuh tempo sama sifatnya dengan pelunasan pada saat
jatuh tempo tanpa memperhatikan cara untuk melaksanakan hal tersebut (dengan
pendanaan kembali atau tidak). Oleh karena itu, selisih antara harga penarikan dan
nilai bawaann (nilai buku) harus diperlakukan sebagai untung atau rugi tahun
teradinya penarikan kembali bukunya diamortisasi dimasa datang.
Utang Terkonversi
Instrument financial pada dasarnya adalah alat pembayaran atau penjaminan sehingga
dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau
konvertibel merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas utang
semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus.
Artinya, pemegang instrument mempunyai hak istimewa untuk mengubah status
utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak istimewa untuk mengubah status utang
menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku. Obligasi terkonversi
pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat
menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak
konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga
nominal yang terlalu rendah disbanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu, harga
perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa dengan tingkat risiko yang
sama. Hendriksen dan Van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi
terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa
yang setara.
2. Hagra konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga ppasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena pengecualian yang diperlukan akibat pengembalian hak yang melekat
pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau deviden
saham.
Karakteristik obligasi konversi menimbulkan masalah akuntansi pada saat pengakuan,
pengkonversian, dan pelunasan. Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, masalah pada
saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan obligasi harus dipecah menjadi porsi
yang merepresentasi utang obligasi dan merepresentasi hak konversi atau harga
penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata. Utang
konversi mengandung sifat utang dan ekuitaas, kedua komponen harus diakui secara
terpisah. Pandangan ini didasarkan ataas pemikiran sebagai berikut:
a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda sengan sifat
hak opsi atau waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat diukur
secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasikan pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan
dengan ekuitas.
Pembebasan Substantif
Kewajiban dapat dinyatakan terlunasi dan lenyap apabila telah dilakukan pembayaran
atau telah terjadi pembebasan secara hukum oleh pihak kreditor atau pengadilan. Bila
telah tercapai saat sehingga debitor tidak perlu lagi melakukan pembayaran dimasa
yang berkaitan dengan pinjaman tersebut, maka pada saat tersebut secara subtanstif
debitor sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan asset
dalam perwalian meskipun utang belum jatuh waktu. Masalah teoritis dalam hal ini
adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substantive perusahaan dapat mengakui
kewajiban. Sebagai contoh, perusahaan menerbitkan utang obligasi nominal Rp
50.000.000 yang akan jatuh tempo dalam waktu 10 tahun. Bersamaan dengan
penerbitan, perusahaan membentuk dana pelunasan obligasi dengan menyetor kas
secara berkala ke suatu perwalian dana. Pada akhir tahun obligasi keenam, dana
pelunassan telah terkumpul sebesar Rp 40.000.000 dan perusahaan tidak perlu lagi
menyetor kas ke dana tersebut karena perhitungan menunjukkan bahwapada saat
jatuh tempo dana akan berkembang menjadi Rp 50.000.000. jadi, pada akhir tahun
obligasi keenam telah terjadi pembebasan substantive. Apakah pada saat itu
perusahaan dapat mengawaakui kewajiban dan asset sebagai berikut:
Utaang Obligas………………………………….50.000.000
Selisih antara utang obligasi dan dana pelunasan obligasi sebenarnya akan
menyesatkan kalau diperlakukan sebagai untung untuk perioda diawaakuinya utang
diatas sekalipun diklasifikasikan sebagai untung ekstraordiner. Pelunasan Obligasi Rp
40.000.000 sebenarnya merepresentasi nilai tunai dana sampai saat pencatatan di atas.
Untung pembebasan utang dalam pencatatan diatas sebenarnya merepresentasi
pendapatan atau aliran kas yang berasal dan terakumulasi dari asset yang ditempatkan
pada perwaliandari saat pencatatan di atas sampai jatuh tempo utang. Pada saat
pencatatan diatas untung tersebut belum terealisasi tetapi masih merupakan antisipasi.
Oleh karena itu, lebih tepat kalau selisih tersebut dicatat sebagai untung/pendapatan
dan belum terealisasi dan harus diakui sebagai untung/pendapatan secara berkala
sebagai berikut (misalkan empat kali @2.500.000):
Bila cara ini ditempuh, pada saat jatuh tempo perusahaan baru menghapus
kewajiban dengan mencatat sebagai berikut:
a) Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum
hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
b) Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak di batasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwalian.
c) Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset
dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan
perwalian tersebut.
d) Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan
tersebut.
e) Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
f) Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset tersebut masih melekat
pada debitor meskipun debitor telah mengkuinya sementara itu kreditor juga
tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai
oleh debitor.
Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan
penyajian aset. PSAK no 1 pasal 39 menggariskan bahwa aset lancar disajikan
menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh
tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada
kewajiban jangka panjang. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban
yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus
diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban dikliasifikasi
sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraf 44) :
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan.
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan
jangka panjang.
c. Maksud dari huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui.
Hak Mengkompensasi
Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang
menghubungkan antara debitor dan kreditor. Artinya, pembentukan dana
merupakan kegiatan internal perusahaan atau kehendak manajemen atau bukan
transakasi yang melibatkan kreditor. Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan
bila kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak
bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan
kewajibannya tergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang
belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau
pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.
a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengontra jumlah yang
diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.
PENUTUP
Kesimpulan
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu
definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120)
mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu
ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan
substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah
tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui
kewajiban.
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan
kata lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran
menurut FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan
aliran kas masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian
kewajiban setiap saat dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
DAFTAR PUSTAKA