Anda di halaman 1dari 36

KEWAJIBAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi

Dosen Pengampu: Diana Rahmawati, M.Si

Disusun Oleh :

Klompok 5

Palupi Anggun K 12803241015

Seruni Purbaningtyas 12803241017

Istiana Dewi K 12803241018

Rochmad Nugroho 12803241032

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015
PENDAHULUAN

Puji syukur kami panjatkan atas kahadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya, sehingga kami dapat membuat makalah ini tanpa ada suatu
halangan yang berarti. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Akuntansi yang didalamnya menjelaskan tentang KEWAJIBAN. Terima kasih
saya ucapkan kepada:

1. Ibu Diana Rahmawati, M.Si dosen pengampu mata kuliah Teori Akuntansi
2. Teman-teman Pendidikan Akuntansi yang hingga saat sudah membantu
kelancaran penyelesaian makalah ini
3. Berbagai pihak yang selalu mendukung penyelesaian makalah
ini

Kami menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Semoga makalah yang kami susun ini bisa menjadi bahan referensi dan
memberikan informasi bagi pembaca.

Yogyakarta, April 2015

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kewajiban adalah jumlah uang yang dinyatakan atas kewajiban-kewajiban
perusahaan untuk menyerahkan barang atau jasa kepada pihak lain dimasa yang akan
datang, kewajiban mana timbul akibat dari transaksi yang terjadisebelumnya.
Kewajiban (hutang) adalah kemungkinan pengorbanan masa depan atas manfaat
ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini entitas tertentu, untuk mentransfer
aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya dimasa depan sebagai hasil
transaksi atau kejadian masa lalu.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yg membahas tentang kerangka
dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa karakteristik
esensial kewajiban (liabilities) adalah bahwa perusahaan mempunyai kewajiban
(obligation) masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk
bertindak atau melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat
dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengikat atau
peraturan perundangan. Barang yg sudah dibeli dari pemasok tapi perusahaan belum
membayarnya (kewajiban dagang, trade account payable atau account payable).
Pemasok sdh membayar tetapi perusahaan belum mengirimkan barangnya
(pendapatan diterima dimuka atau unearned revenue).Penyebab lain timbulnya
kewajiban antara lain : karena adanya peminjaman dari satu perusahaan ke
perusahaan lain, adanya barang yg dijual dengan garansi, pembagian deviden tunai
dan sebagainya. Menurut pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.9
dinyatakan bahwa perusahaan wajib menyajikan kewajibannya berdasarkan
klasifikasi lancar dan tidak lancar pada waktu menyusun laporan keuangan.Untuk
membedakan mana yg merupakan kewajiban lancar dan tdk lancar adalah jangka
waktu jatuh temponya kewajiban janka panjang.
Dalam bab ini akan dibahas masalah akuntansi kewajiban jangka pendek,
sedangkan kewajiban jangka panjang akan dibahas pada bab berikutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kewajiban ?
2. Bagaimana pengakuan kewajiban ?
3. Bagaimana cara pengukuran kewajiban ?
4. Bagaimana cara penilaian kewajiban ?
5. Apa PSAK yang berhubungan dengan kewajiban ?
C. Tujuan
1. Mengerti yang dimaksud dengan kewajiban
2. Mengetahui tentang pengakuan kewajiban
3. Mengetahui tentang cara pengukuran kewajiban
4. Mengetahui tentang cara penilaian kewajiban
5. Mengetahui PSAK yang berhubungan dengan kewajiban

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian

FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut


(SFAC No. 6, prg. 35):

Liabilities are probable future sacrifice of economic benefits arising from


present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services
to other entities in the future as a result of past transactions events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset
atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai
akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:

A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the
settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise
resources embodying economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard


Board (AASB) mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg. 12):

Liabilities are the future sacrifice of service potential or future economic


benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a result
of past transaction or other past events.

Seperti dalam mendefinisikan aset, APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dengan


menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):

Liabilities — economic obligations of an enterprise that are recognized and


measured in conformity with generally accepted accounting principles.
Liabilities also include certain deferred credits that are not obligations but
that are recognized and measured in comformity with generally accepted
accounting principles

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut


cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai
gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh
sumber-sumber lain. Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan
definisi FASB.

APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic
obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles
(GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus
menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian
kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara
semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB
lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada AASB yang
memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran
dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pospos
tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber
ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit
tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues).

Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa


kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c)
timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria
utama dan lebih memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat
aspek struktural pengakuan.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas
(duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan
kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara
mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan
manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan
usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah
pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat pengorbanan
manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas permintaan
pihak lain (on demand).

Keharusan Sekarang

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa


datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang. Pengertian
"sekarang" (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu
yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau
perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber
ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah
rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah
rupiah yang akan dibayar di masa yang akan datang (setelah tanggal neraca).
Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang
bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or
the price of delay).

Keharusan Kontraktual

adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di
dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit
dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal
yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum
untuk memenuhinya (legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan
kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).
Keharusan Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan
kesatuan usaha dalam rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk
memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau
etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.

Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang


menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral
daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul
dari tugas (duties) kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang
wajar, dan benar menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice).
Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini
mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.

Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang


pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena
bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di
masa datang. Kebergantungan. (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau
serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty) yang menyangkut
laba (gain contingency) atau rugi (loss contingency) yang mungkin terjadi. Munculan
(outcome) yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau syarat masa datang untuk
kedua kebergantungan tersebut adalah:

1.Yang berkaitan dengan kebergantungan laba.

2.Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi.

a.Cukup pasti (probable)

b.Agak pasti (reasonably possible)

c.Jauh dari pasti (remote)


Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang


menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan
mendapat pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan
kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok pinjaman dan bunga)
yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang (suatu saat setelah akhir
perioda tersebut). Dalam hal ini, penandatanganan kontrak merupakan peristiwa yang
telah terjadi yang menimbulkan keharusan. Akan tetapi, tidak semua
penandatanganan kontrak dengan sendirinya menimbulkan keharusan. Sebelum salah
satu pihak melaksanakan (to perform) apa yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat
eksekutori.

Hak-Kewajiban Tak bersyarat

Konsep ini menyatakan "tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak
ada kewajiban tanpa hak". Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau
kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-
kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat
(unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).

Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai


pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most (1982, hlm. 352):

1.Tanggal kontrak ditandatangani.

2.Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.

3.Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.

4.Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.

5.Tanggal objek kontrak telah diserahkan.


6.Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.

7.Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang:

a.Suatu titik selama konstruksi berjalan.

b.Pada saat kontruksi dimulai.


Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan
saksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most
mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:

a.Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.


b.Berkekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat
bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.

c.Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung Kewajiban


Keharusan membayar kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting
untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti
adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya
kewajiban yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Yang terpenting adalah bahwa keharusan
sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan
siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan
kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas
untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis
(legal claims) yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa
yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat
dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang
melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk
mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal
tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya
kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan
yang timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian


Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan (pengakuan
terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal
kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos)
kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal
neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat
atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan
usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang
membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan
untuk melunasinya.

Pengakuan
Kam (1990, hlm. 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk
menandai pengakuan kewajiban yaitu:
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang
menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung
definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban
juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan
konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu
pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma
adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan
untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu
transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul
ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual
kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan
sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi
informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah
satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang
mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber
ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk
mengakui kewajiban yaitu:
1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan
kewajiban telah mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang
menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian.

Pengakuan Kewajiban Bergantung


FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss
contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut
(SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan piutang usaha.
2. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha
akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
4. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang
mungkin (possible) terjadi.
7. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan
asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas utang pihak lain.
9. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang
telah dijual.
Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam
transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan
ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka
panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup
material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan
jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang.
Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan
(financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang)
dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau
nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan
sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau
kos tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan
bayangan cermin asset, pengukuran juga mengikuti pengukuran asset.

Diskun dan Premium Utang Obligasi


Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap
sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik
bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya
tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran
bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran
jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang
tepat adalah kos tunai implisit.

Makna Harga Efektif Obligasi


Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun
obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak
lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan perhitungan bunga periodik
dan akumulasi diskun. Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan
saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan
sebesar nominalnya.

Diskun dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah
rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor.
Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok
pinjaman pada akhir angka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset
untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.

Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah meruakan
bagiann kecil dari umlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah
total rupiah ini adalah seluruh jumlah rupiah pembayaran masa datang (bunga
periodik dan nominal obliasi). Pemmbayaran masa datang ini sebenarnya terdiri atas
dua unsur yaitu :

a. Nilai sekarang pembayaran bunga periodik dan nilai sekarang nominal


obligasi.
b. Bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna arga Efektif Obligasi

Segera setelah transaksi terjadi maka “kesepakatan” dalam hubungannya


dengan oblogasi tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan telah
mulai berjalannya kswakatan dalam transaksi obligasi, bunga tiap tahun mulai
terhimpun dan dibayar secara periodik sampai jatuh tempo. Bersamaan dengan itu,
jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah
(bertambah) menuju jumlah rupiah nilai atuh tempo atau nominal. Kalau kos utang
dan aset dicatat sebesar nominal pada saat terjadinya, jelas kos tersebut terjadi lebih
(overstated). Dalam hal ini selisih nominal dengan penghargaan sepakatan
merupakan diskun obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi
tidak lengkap (tepat) apabila tidak memerhatikan kedua proses (peritungan bunga
periodik dan akumulasi diskun). Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan
saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar
nominalnya.
Diskun Obligasi

Diskun obligasi yang sebelum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi


karena aset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap
(dissipation). Tia juga bukan aset karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan
bertambahnya aset fisis sebesar jumlah rupiah diskun tersebut. Kalau demikian,
simpulan yang pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada waktu penerbitan
adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar
pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskun tersebut harus dilaporkan dalam
neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi, akun
diskun obligasi merupakan akun penilaian (valuation account) terhadap akun utang
obligasi yang memuat nominal utang. Juga idak tepat mengartikan diskun utang
obligasi sebagai “bunga dibayar dimuka” (prepaid interest) karena memang belum
dibayar. Diskun obligasi sebenarnya merupakan bunga yang “belum dibayar”, yaitu
bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar disaat utang obligasi jatuh tempo.

Premium Obligasi

Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, umlah rupiah


utang yang merupakan premium harus diamortisasi secara sistematik dengan cara
memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang dierhitungkan sebagai
pembayaran “bunga periodik”. Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan
tangguhan” (deferred income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan
atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan uatng. Pendapatan hanya timbul dari
kegiatan pembentukan pendapatan (earning process). Atas dasar konsep kontinuitas
usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan
utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan penyesuaian (pengurang)
terhadap biaya bungan dan bukan merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian
ini biaya bunga periodik akan menjadi tersaji lebih (overstated).
Dari segi yuridis, utang memang harus diukur sebesar nilai nominalnya karena
kalau terjadi likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada investor adalah
sebesar nominal. Akuntansi mendasarkan diri pada anggapan bahwa perusahaan akan
berlangsung terus (konsep kontinuitas usaha) sehingga pengukuran tidak didasarkan
pada keadaan perusahaan dilikuidasi. Pandangan yuridis yang tidak memperhatikan
diskun dilandasi konsep pengukuran dengan asumsi perusahaan dilikuidasi. Dalam
keadaan tidak normal seperti likuidasi atau reorganisasi memang dapat dijustifikasi
pengukuran dengan menggunakan konsep yang berbeda dengan akuntansi.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

Kewaiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik


masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah
tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala). Secara konseptual, pada saat
terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa
datang (discounted future cash outflows). Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban
moneter jangka panjang. Untuk kewajiban mobeter jangka pendek, kewajiban dapat
diukur atas dasar nilai nominal (face value) berdasarkan konsep dasar materialitas.

Kewajiban non moneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa
dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan
pembayaran dimukan untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran dimuka
penuh, kewajiban moneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan
harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut
sebenarnya mempresentasi jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang akan
diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup kos itula yang murni
merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba
tangguhan (deferred income) yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak
memenuhi definisi kewajiban.
Bila kos barang dan jasa merupakan unsur yang dominan, pembayaran
dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban
lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsur yang kecil dari seluruh harga jula
barang atau jasa, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit
atau pendapatan tangguhan atau pendapatan tak terhak (unearned reveues) yang
merupakan kewajiban nokeharusan. Keduanyya masih memenuhi definisi kewajiban
karena adanya keharusan untuk menyerahkan barang dan jasa. Berikut argumen-
argumen yang mendukung :

a. Keharusan menyerahkan barang dan jasa meruakan bagian dari operasi


perusahaan secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam
harga jual dari kacamata kedua pihak yang berinteraksi. Dengan demikian,
pembayaran dimuka merupakan pendapatan tangguhan yang menunggu
penyerahan barang bukan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa.
b. Sebagai bagian dari opersai perusahaan secara keseluruhan penerimaan
uang muka lebih tepat bila diperlakukan seluruhnya sebagai kewajiban. Ini
merupakan konsekuensi argumen a diatas.
c. Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga
pemisaan antara kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya
karena keduanya akan sama-sama dilaporkan di sisi kredit dan bersifat
kewajiban yang keduanya terselesaikan pada saat barang atau jasa telah
diserahkan.
d. Kas yang diterima tidak dapat dikaitkan dengan kos penyediaan
barang/produk dan jasa yang diberi uang muka karena beberapa
komponen produk atau jasa pada umumnya sudah diperoleh perusahaan
(misal depresiasi) bahkan beberapa komponen memungkinkan belum
diperoleh perusahaan pada saat penerimaan uang muka. Tidak ada basis
untuk menghubungkan secara rasional uang muka dengan kos barang dan
jasa yang harus diserahkan. Ini memperkuat argumen b di atas.
e. Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui
pendapatan daripada saat penerimaan kas sehingga laba (baik sekarang
atau tangguhan) tidak dapat diakui pada saat penerimaan kas. Jadi,
percuma saja untuk memisahkan uang muka untuk merepresentasi kos dan
laba.

Penilaian

Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat
antara terjadinya kewaiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat
jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai normal (face value)
kewajiban. Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah
rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tertentu kewajiban harus
dilunasi. Dengan kata lain, nilai sekarang tersebut disebut nilai bawaan (carrying
value) atau nilai pelunasan sekarang (cerrent settlement value). Nilai pelunasan
sekarang pada umumnya pada umumnya bergantung ada nilai pasar obligasi.
Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka penelusuran
kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban moneter,
nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar masa datang
diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.

Pelunasan

Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan
usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal
usaha (in due course of business) sehingga tia bebas dari kewaiban tersebut.
Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada, dan lenyap (extinguished)
secara langsung (kewaiban langsung didebit). Bila kewajiban menadi hapus lantaran
berbagai transaksi atau kejadian, maka dapat dikatakan bahwa keharusan sekarang
(present obligation) mengalami pembebasan atau pembatalan (defeasance).
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yuridis karena
kewaiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis haus melalui transaksi
langsung yang benar-benar terjadi (pada saat pembayaran tunai secara langsung).
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan
yang mengarah ke pe;unasann misalnya dengan pembentukan dana khusus untuk
pelunasan (sinking fund) baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust
agency). Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha
secara substansif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan
(kewajiban) secara substansif (in-substance defeasance).

Di dalam FASB menetapkan bahwa suatu kewaiban dapat dinyatakan lenyap


kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi (SFAC No.125, prg.16) :

a. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat


pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, aset
finansial lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh
debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagai utang
obligasi treasuri.
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung
hutang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh
kreditor.
Atas dasar ketentuan b, jika kreditor membebaskan debitor dari kewajibannya
karena pihak ketiga mengambil alih atau menanggung kewajiban tersebut dan debitor
semula (original debtor) hanya menjadi penanggung sekonder, pembebasan tersebut
denngan sendirinya melenyapkan kewajiban debitor semula. Dengan ketentuan a,
kewajiban dapat dikatakan lenyab bila debitor menyerahkan atau mentransfer kas
atau aset finansial (financial assets) lain. FASB mendefinisi instrumen finansial
sebagai berikut (SFAS No.107, prg. 3) :
Instrumen finansial adalah kas, bukti pemilikan (ownership interest) dalam
suatu entitas, atas suatu kontrak yang memuat dua ketentuan berikut :

a. Mengenakan atas suatu entitas keharusan kontraktual untuk :


1) Menyerahkan kas atau instrumen finansial lainnya kepada entitas
kedua, atau
2) Menukar instrumen finansial yang dipegang entitas kedua dengan
instrumen finansial lain atas keuntungan entitas kedua
b. Mengalihkan atau membeli kepada entitas kedua diatas suatu hak
kontraktual untuk :
1) Menerima kas atau instrumen finansial lainnya dari entitas pertama,
atau
2) Menukarkan instrumen finansial yang dipegangnya dengan instrumen
finansial yang lain dari entitas pertama atas keuntungan entitas kedua.
Ketentuan a memandang kontrak dari sudut penerbit instrumen (issuer) atau entitas
pertama dan ketentuan b dari sudut pandang instrumen (holders) atau entitas kedua.
Oleh karena itu, kas, bukti pemilikan, atau kontrak dari sudut pandang pemegang
instrumen disebut sebagai aset finansial (financial assets) sedangkan kontrak dari
sudut pandang penerbit instrumen (entitas pertama) disebut sebagai kewajiban
finansial (financial liabilities).

Transfer Aset Finansial

Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial


(termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi
dengan mentransfersecara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu
pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara
finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila
penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan.
Artinya, aset finansial dianggap diual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu
pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset
finansial yang menimbulkan keterlibatan berlanut (continuing involvenent) petransfer
(transferor) dengan aset transferan (transferred assets) atau tertransfer (transferee).
Dalam hal ini, kewajiban tidak lenyap secara tuntas atau ada kewajiban baru yang
berkaitan dengan aset transferan. Secara umum, transfer aset diangga sebagai
penjualan apabila petransfer menyerahkan penguasaan (control) atas aset finansial
tersebut dan menerima aset lain sebagai penghargaan (consideration) atas aset
finansial tersebut.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo

Nilai jatu tempo juga sama dengan nilai buku atau nilai baaan (carrying
value) kewaiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada
saat penerbitan utang. Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang keajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi
tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Bila utang dilunasi sebelum jatuh
tempo (APBO No.26 menyebutnya sebagai early extinguishment of debt), debitor
harus melunasi hutang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat teradi selisih
antara nilai baaan dan nilai tebusan.

Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang


mempengaruhi kontrak antara debitor dan kreditor tetapi trnsaksi ini sangat berbeda
dengan transaksi aliran kegiatan operasi dan transaksi penggunaan aset. Terdapat
pandangan bahwa untung atau rugi yang berasal dari transaksi tersebut harus
dilaporakan sebagai suatu penyesuai modal. Dalam hal untung, tia dianggap sebagai
jumlah rupiah kredit yang menunjukkan semacam suatu sumbangan (donasi)oleh suat
kelompok investor (kreditor) kepada kelompok investor lainnya. Dalam hal rugi, tia
dianggap sebagai berkurangnya hak atas laba ditahan.

Selisih dalam penebusan memang akhirnya mempengaruhi ekuitas pemegang


saham. Ada perubahan yang nyata dalam rupiah total hak pemegang saham yang
dapat diakui tanpa harus diikuti dengan transaksi modal. Dengan dasar pikiran ini,
perubahan hak pemegang saham yang terjadi akibat selisih lebih tepat diperlakukan
sebagai untung atau rugi. Bergantung pada sifatnya, untung atau rugi dapat
dilaporkan sebagai pos ordiner atau pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal
ini adalah apakah os tersebut merupakan akibat dari trnsaksi atau kejadian yan
mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha


b. Tidak diharapkan sering teradi
c. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan
Ketentuan APB dan FASB diatas berlaku baik untuk penarikan kembali utang
dengan atau tanpa pendanaan (refunding dan nonrefunding extinguishment). AB
berargumen bahwa sifat semua pelunasan hutang sebelum jatuh tempo pada dasarnya
sama. Untuk pelunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan
alternatif untuk selisih yaitu :

a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi
tahun bersangkutan.
Alternatif (a) dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan
penyesuai terhadap kos peminaman (kos bunga) lama selama sisa waktu peminjaman
akibat diperolehnya pinaman baru. Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya
debitor melakukan pelunasan lebih awal karena pembayaran bunga dimasa
mendatang dapat dikurangi sehingga lebih menguntungkan bagi debitor. Jika utang
baru jatuh tempo sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih diamortisasi
selama mur utang waktu baru dann sisanya diakui segera pada saat utang baru jatuh
tempo sebagai untung atu rugi.

Alternaif (b) dilandasi oleh gagasan bahwa motivasi pendanaan kembali utang
adalah untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur
utang baru dibandingkan tingkat bunga selama sisa umur utang yang lama.
Keuntungan tersebut dinikmati dalam konteks umur utang yang baru sehingga
logislah kalau selisih diamortisasi selama umur utang baru. Jadi, utang baru sekaran
lebih murah daripada utang yang dapat diperoleh setelah utang lama jatuh tempo.

Alternatif (c) didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan
pendanaan kembali sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Pandangan ini
menyatakan bahwa nilai pasar utang yang berubah sepanjang waktu karena
perubahan tingkat bunga pasar dan penarikan kembali merupakan pikiran terbaik
untuk melenyapkan utang. Selisih dan sisa diskun atau premium berkaitan dengan
kotrak hutang lama dan bukan merupakan manfaat yang berasal dari kontrak utang
baru.

Mereka yang menolak alternatif (c) berpendapat bahwa pengakuan selisih


segera pada saat penarikan sebagai untung atau rugu dapat mendorong manajemen
membayar utang lama yang murah (low-rate debt) dengan utang baru yang
sebenarnya lebih mahal (hight-rate debt) semata-mata hanya memperhatikan untung
dari selisih.

Suatu perusahaan dapat melaporakan laba yang lebih tinggi pada tahun
pendanaan kembali utang dan bersamaan itu bunga efektif utang selama perioda
utang baru menjadi lebih tinggi. Sebaliknya perusahaan mungkin akan menghindari
rugi yang besar akibat pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut akan
menurunkan bunga efektif perioda utang baru. Karena alasan inilah alternatif (c) tidak
didukung secara teoritis. Yang lebih logis adalah mengkapitalisasi selisih dan
megamortisasinya sepanjang umur utang baru. Argumen ini meruakan dukungan
tambahan dari alternatif (b).

Dari beberapa alternatif diatas, FASB menganut alternatif (c) dengan argumen
bahwa semua kewajiban memunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu,
pelunasan hutang sebelum jatuh tempo sama sifatnya dengan pelunasan pada saat
jatuh tempo tanpa memperhatikan cara untuk melaksanakan hal tersebut (dengan
pendanaan kembali atau tidak). Oleh karena itu, selisih antara harga penarikan dan
nilai bawaann (nilai buku) harus diperlakukan sebagai untung atau rugi tahun
teradinya penarikan kembali bukunya diamortisasi dimasa datang.

Utang Terkonversi

Instrument financial pada dasarnya adalah alat pembayaran atau penjaminan sehingga
dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau
konvertibel merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas utang
semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus.
Artinya, pemegang instrument mempunyai hak istimewa untuk mengubah status
utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak istimewa untuk mengubah status utang
menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku. Obligasi terkonversi
pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat
menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak
konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga
nominal yang terlalu rendah disbanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu, harga
perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa dengan tingkat risiko yang
sama. Hendriksen dan Van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi
terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa
yang setara.
2. Hagra konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga ppasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena pengecualian yang diperlukan akibat pengembalian hak yang melekat
pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau deviden
saham.
Karakteristik obligasi konversi menimbulkan masalah akuntansi pada saat pengakuan,
pengkonversian, dan pelunasan. Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, masalah pada
saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan obligasi harus dipecah menjadi porsi
yang merepresentasi utang obligasi dan merepresentasi hak konversi atau harga
penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata. Utang
konversi mengandung sifat utang dan ekuitaas, kedua komponen harus diakui secara
terpisah. Pandangan ini didasarkan ataas pemikiran sebagai berikut:

a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda sengan sifat
hak opsi atau waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat diukur
secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasikan pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan
dengan ekuitas.

Dasar pemikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-mata dapat


dikemukakan sebagai berikut:

a. Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus


dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua
komponen.

Jadi, ketidakterpisahan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran untuk


memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang. Meskipun demikian,
untuk sekuritas utang dengan hak bell saham yang terpisah, APB mengambil posisi
sebaliknya yaitu porsi nilai sekuritas yang melekat pada hak beli harus di perlakukan
sebagai modal setotan dan nilainya ditentukan atas dasar nilai wajar relative dari
kedua sekuritas pada saat penerbitan.

Pembebasan Substantif
Kewajiban dapat dinyatakan terlunasi dan lenyap apabila telah dilakukan pembayaran
atau telah terjadi pembebasan secara hukum oleh pihak kreditor atau pengadilan. Bila
telah tercapai saat sehingga debitor tidak perlu lagi melakukan pembayaran dimasa
yang berkaitan dengan pinjaman tersebut, maka pada saat tersebut secara subtanstif
debitor sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan asset
dalam perwalian meskipun utang belum jatuh waktu. Masalah teoritis dalam hal ini
adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substantive perusahaan dapat mengakui
kewajiban. Sebagai contoh, perusahaan menerbitkan utang obligasi nominal Rp
50.000.000 yang akan jatuh tempo dalam waktu 10 tahun. Bersamaan dengan
penerbitan, perusahaan membentuk dana pelunasan obligasi dengan menyetor kas
secara berkala ke suatu perwalian dana. Pada akhir tahun obligasi keenam, dana
pelunassan telah terkumpul sebesar Rp 40.000.000 dan perusahaan tidak perlu lagi
menyetor kas ke dana tersebut karena perhitungan menunjukkan bahwapada saat
jatuh tempo dana akan berkembang menjadi Rp 50.000.000. jadi, pada akhir tahun
obligasi keenam telah terjadi pembebasan substantive. Apakah pada saat itu
perusahaan dapat mengawaakui kewajiban dan asset sebagai berikut:

Utaang Obligas………………………………….50.000.000

Dana Pelunasan Obligasi……………………………40.000.000

Untung pembebasan Utang………………………….10.000.000

Selisih antara utang obligasi dan dana pelunasan obligasi sebenarnya akan
menyesatkan kalau diperlakukan sebagai untung untuk perioda diawaakuinya utang
diatas sekalipun diklasifikasikan sebagai untung ekstraordiner. Pelunasan Obligasi Rp
40.000.000 sebenarnya merepresentasi nilai tunai dana sampai saat pencatatan di atas.
Untung pembebasan utang dalam pencatatan diatas sebenarnya merepresentasi
pendapatan atau aliran kas yang berasal dan terakumulasi dari asset yang ditempatkan
pada perwaliandari saat pencatatan di atas sampai jatuh tempo utang. Pada saat
pencatatan diatas untung tersebut belum terealisasi tetapi masih merupakan antisipasi.
Oleh karena itu, lebih tepat kalau selisih tersebut dicatat sebagai untung/pendapatan
dan belum terealisasi dan harus diakui sebagai untung/pendapatan secara berkala
sebagai berikut (misalkan empat kali @2.500.000):

Untung Dana Belum Terealisasi………………………..2.500.000

Untung atas Dana Pelunasan Obligasi…………………………………..2.500.0000

Seandainya pada saat tercapainya pembebasan substansif perusahaan


mengakui kewajiban, untung atau pendapatan dari aset (dana)dalam perwalian akan
dicatat berkala sebagai berikut (misalnya lima kali @ Rp 2.000.000):

Dana Pelunasan Obligasi ............................................................................... 2.000.000


Untung atas Dana Pelunasan Obligasi ............................................. 2.000.000

Bila cara ini ditempuh, pada saat jatuh tempo perusahaan baru menghapus
kewajiban dengan mencatat sebagai berikut:

Utang Obligasi .............................................................................................. 50.000.000


Dana Pelunasan Obligasi ................................................................ 50.000.000

Cara ini tidak menimbulkan masalah konseptual karena kewajiban tidak di


akui sebelum jatuh tempo meskipunsecara substantif debitor telah bebas dari
kewajiban. Telah dijelaskan sebelum ini (halaman 330) bahwa pada mulanya FASB
membolehkan pengakuan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif
melalui SFAS No. 76, paragraf 3c. Namun kemudian, FASB membatalkan ketentuan
tersebut dengan dikeluarkannya SFAS no. 125. Dalam standar ini, tidak dapat dihapus
karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau kriteria kritis ssebagai
berikut (paragraf 220):

a) Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum
hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
b) Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak di batasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwalian.
c) Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset
dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan
perwalian tersebut.
d) Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan
tersebut.
e) Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
f) Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset tersebut masih melekat
pada debitor meskipun debitor telah mengkuinya sementara itu kreditor juga
tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai
oleh debitor.

Pengakuan kewajiban pada saat terjadinya pemnbebasan subtantif dapat


dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan peningkatkan
kinerja secara kosmetik. Hal ini dapat dilakukan karena keuntungan bagi debitor
sebagai berikut:

a. Kewajiban dihapus dari neraca sehingga rasio kewajiban-ekuitas membaik.


b. Laba tahun berjalan akan meningkat dengan jumlah untung yang terjadi dalam
pengakuan kewajiban. Hal ini terjadi bila selisih antara nilai tunai dana dan
nominal utang dicacat sebagai untung.
c. Untung pengakuan kewajiban tidak dikenai pajak (di Amerika) karena untung
tersebut sebenarnya belum terealisasi sehingga perusahaan dapat menghemat
atau menunda pajak dan meningkatkan profitabilitas secara cukup berarti pada
saat pembebasan substantif.
d. Bila aset berupa obligasi pemerintah, maka perusahaan dapat menghemat
pajak karena untuk perhitungan pajak pendapatan bunga obligasi p[emerintah
dapat dikompensasi oleh biaya bunga utang.
e. Pembebasan substansif memungkinkan perusahaan untuk memperlakukan
kewajiban jangka panjang seperti mengelola surat-surat berharga di sisi aset.
Penyajian

Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan
penyajian aset. PSAK no 1 pasal 39 menggariskan bahwa aset lancar disajikan
menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh
tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada
kewajiban jangka panjang. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban
yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus
diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban dikliasifikasi
sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraf 44) :

a. Diperkirakan akan diselessaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi


perusahaan, atau
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka pannjang tetap


diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pannjang, walaupun kewajiban tersebut
akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca,
apabila:

a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan.
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan
jangka panjang.
c. Maksud dari huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui.

Hak Mengkompensasi
Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang
menghubungkan antara debitor dan kreditor. Artinya, pembentukan dana
merupakan kegiatan internal perusahaan atau kehendak manajemen atau bukan
transakasi yang melibatkan kreditor. Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan
bila kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak
bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan
kewajibannya tergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang
belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau
pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.

Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut terpenuhi:

a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengontra jumlah yang
diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.

PSAK Mengenai Kewajiban


Secara umum perbedaan antara ED PSAK 57 (revisi 2009): Kewajiban Diestimasi, Kewajiban
Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi dengan PSAK 57 (revisi 2000): Kewajiban Diestimasi,
Kewajiban Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi adalah sebagai berikut:
Perihal ED PSAK 57 PSAK 57
(revisi 2009) (revisi 2000)
Ruang ling- Dihilangkan hal terse- Kewajiban diestimasi dan
kup but yang sebelumnya kontinjensi yang timbul dari
termasuk dalam PSAK instrumen keuangan yang di-
57 (2000). catat dengan nilai wajar, dan
kontrak dengan pemegang
polis bagi entitas asuransi.

Tidak berlaku untuk in- Instrumen keuangan (ter-


strumen keuangan (ter- masuk garansi) yang tidak
masuk garansi) yang dicatat dengan nilai wajar.

masuk dalam ruang


lingkup PSAK 55.
Dihilangkan hal terse- Kewajiban diestimasi, ke-
but yang sebelumnya wajiban kontinjensi, dan aset
termasuk dalam PSAK kontinjensi entitas asuransi,
57 (2000). kecuali kewajiban diestimasi
dan kontinjensi yang timbul
dari kontrak dengan peme-
gang polis.
Ketentuan Penjelasan tersebut di- Penjelasan ketentuan transisi
transisi hilangkan. untuk perubahan kebijakan
akuntansi yang tidak men-
gacu ke PSAK 25.
Lampiran Terdapat contoh menge- Tidak diatur.
nai kebijakan pengem-
balian dana (refund).
Perbedaan ED PSAK 57 (revisi 2009): Kewajiban Diestimasi, Kewajiban
Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi dengan IAS 37 (2009): Provisions, Contingent
Liabilities and Contingent Assets

ED PSAK 57 (revisi 2009): Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi, dan Aset


Kontinjensi mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 37 (2009): Provisions,
Contingent Liabilities and Contingent Assets, kecuali IAS 37 paragraf 95 yang menjadi
ED PSAK 57 paragraf 93 mengenai tanggal efektif.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik


masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan
usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan
lain datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu
definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120)
mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu
ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan
substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah
tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui
kewajiban.

Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran


aset, dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan
jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban
merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.

Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan
kata lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran
menurut FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan
aliran kas masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian
kewajiban setiap saat dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. 2006. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi


Ketiga. Yogyakarat: BPFE

Anda mungkin juga menyukai