Anda di halaman 1dari 48

Departemen Keperawatan Gerontik

LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA
BALAI REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA GAU MABAJI

Oleh:

NURFADILA, S.Kep
70900118019

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP DASAR LANSIA

A. Pengertian

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,

berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan. Usia lanjut dikatakan

sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan

menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan

dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih

dari 60 tahun (Maryam, 2008).

Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia

65-75 tahun. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui

tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).

Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah dimulai

saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan,

belum tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua. Sebab individu

memiliki perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-

faktor ekonomi yang saling terjalin dalam kehidupannya menyebabkan

peristiwa menua berbeda pada setiap orang. Dalam sepanjang kehidupannya,

seseorang mengalami pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional

yang bisa melemahkan kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau

mempertahankan dirinya.

B. Klasifikasi

Batasan seseorang dikatakan Lanjut usia masih diperdebatkan oleh para

ahli karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling
mempengaruhi sebagai indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses

2
peneuan berdasarkan teori psikologis ditekankan pada perkembangan). World

Health Organization (WHO) mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :

1. Middle Aggge (45-59 tahun)

2. Erderly (60-74 tahun)

3. Old (75-90 tahun)

4. Very old (> 91 tahun)

C. Teori Tentang Proses Menua

1. Teori Biologik

a. Teori Genetik dan Mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram

oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami

mutasi

b. Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

c. Autoimune

Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat

khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat

tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.

d. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

dipakai.

e. Teori radikal bebas

Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan

bahan organik seperti karbohidrat dan protein. radikal ini

3
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

2. Teori Sosial

a. Teori aktifitas

Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan sosial

b. Teori Pembebasan

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara

kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :

a) Kehilangan peran

b) Hambatan kontrol social

c) Berkurangnya komitmen

c. Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada

usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.

Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :

a) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif

dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada

pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus

dipertahankan atau dihilangkan

b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti

c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi

3. Teori Psikologi

a. Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow

4
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,

kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow

11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda.

Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha

menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling

tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.

b. Teori individual jung

Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian

dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa

muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia.

Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan

ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan

terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman

dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat

dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting

bagi kesehatan mental

D. Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia

1. Perubahan Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh,

diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,

sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria,

endokrin dan integumen

a. Sistem pernafasan pada lansia.

1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume

udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

5
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk

sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga

jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan,

kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.

4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan

normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.

5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose

oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua

kejaringan.

6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri

juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.

7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus

alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya

obstruksi.

b. Sistem persyarafan.

1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.

2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.

3) Mengecilnya syaraf panca indera.

4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya

syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

Penglihatan

1) Kornea lebih berbentuk skeris.

2) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

6
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).

4) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.

5) Hilangnya daya akomodasi.

6) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.

7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada

skala.

Pendengaran.

1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :

2) Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi,

suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia

diatas umur 65 tahun.

3) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

4) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena

meningkatnya kreatin.

Pengecap dan penghidu

1) Menurunnya kemampuan pengecap.

2) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera

makan berkurang.

Peraba

1) Kemunduran dalam merasakan sakit.

2) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

d. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.

1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

7
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah

berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan

volumenya.

3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.

4) Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

perubahan posisi dari tidur keduduk (duduk ke berdiri) bisa

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg

(mengakibatkan pusing mendadak).

5) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh

darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).

e. Sistem genitalia dan urinaria.

1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50%, penyaringan diglomerulo menurun sampai

50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan

mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria

(biasanya+1),BUN meningkat sampai 21 mg%,nilai ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat.

2) Vesika urinaria/kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,

kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi

BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut

usia sehingga meningkatnya retensi urin.

3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.

4) Atropi vulva.

5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga

permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya

lebih alkali terhadap perubahan warna.

8
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi

kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.

1) Produksi hampir semua hormon menurun.

2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.

3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada

di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH

dan LH.

4) Menurunnya aktivitas tiriod turun dan menurunnya daya pertukaran

zat.

5) Menurunnya produksi aldosteron.

6) Menurunnya sekresi hormon bonads: progesteron, estrogen,

testosteron.

7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari

sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa

(stess).

g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.

1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang

biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan

gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput

lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari

syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.

3) Esofagus melebar.

4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam

lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.

9
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.

6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).

7) Liver (hati), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,

berkurangnya aliran darah.

h. Sistem muskuloskeletal

1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.

2) Resiko terjadi fraktur.

3) Kyphosis.

4) Persendian besar & menjadi kaku.

5) Pada wanita lansia > resiko fraktur.

6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.

7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi badan

berkurang ).

i. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.

1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan

hilangnya jaringan adiposa

3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga

tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.

4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran

darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.

5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan

penyembuhan luka luka kurang baik.

6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.

7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna

rambut kelabu.

10
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang

menurun.

9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang

menurun.

10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

yang banyak rendahnya akitfitas otot.

j. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.

1) selaput lendir vagina menurun/kering.

2) menciutnya ovarium dan uterus.

3) atropi payudara.

4) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara

berangsur berangsur.

5) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi

kesehatan baik.

E. Perubahan-perubahan Mental/ Psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2. Kesehatan umum

3. Tingkat pendidikan

4. Keturunan (herediter)

5. Lingkungan

6. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian

7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

8. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga.

11
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri

dan perubahan konsep diri.

Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih

sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin

oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.

Kenangan (memory) ada dua;1) kenangan jangka panjang, berjam-jam

sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan,2) Kenangan

jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.

Intelegentia Quation; 1)tidak berubah dengan informasi matematika dan

perkataan verbal, 2)berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan

psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-

tekanan dari faktro waktu.

F. Perubahan Spiritual

a. Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.

b. Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan

kematian.

c. Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.

d. Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah

secara tepat.

12
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan

fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif

antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan

masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan

kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 2009)

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi

vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran

abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat

terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan

hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)

Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya

berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,

penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi

kemunduran kepribadian.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer,

yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga

penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau

adanya kelainan gen tertentu.

Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-

turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan


yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini

13
secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang

mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut

dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut

demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah

tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan

pembuluh darah di otak.

Penyebab demensia menurut Nugroho (2009) dapat digolongkan

menjadi 3 golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak

dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara

biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :

1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.

2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

3. Khorea Huntington

c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam

golongan ini diantaranya

1. Penyakit cerebro kardiofaskuler

2. penyakit- penyakit metabolik

3. Gangguan nutrisi

4. Akibat intoksikasi menahun

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :

1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.

2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.

14
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).

4. Defisit neurologi dan fokal.

5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.

6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.

7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)

8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.

9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.

10. Lupa meletakkan barang penting.

11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.

12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.

13. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,

bulan, tahun, tempat penderita demensia berada

D. KLASIFIKASI DEMENSIA

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer

Demensia ini ditandai dengan gejala :

1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan

progresif,

2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia,

agnosia, gangguan fungsi eksekutif,

3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,

4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

5. Kehilangan inisiatif.

b. Demensia Vascular

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah

di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat

15
berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena

lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,

sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular

Tanda-tanda neurologis fokal seperti :

1. Peningkatan reflek tendon dalam

2. Kelainan gaya berjalan

3. Kelemahan anggota gerak

2. Menurut Umur:

a. Demensia senilis ( usia >65tahun)

b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)

3. Menurut perjalanan penyakit :

a. Reversibel (mengalami perbaikan)

b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,

vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)

Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan

meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya

1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).

2. Inkontinensia urin.

3. Demensia.

4. Menurut sifat klinis

a. Demensia proprius

b. Pseudo-demensia

E. PATOFISIOLOGI

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun)

adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga

16
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak

memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka

sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan

degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka

sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu

adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai

dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka

merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi,

namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan

perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah

masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua

mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada

Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.

Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja

lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah

keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana

demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali

demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.

Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji

dan mengenali gejala demensia.

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi

oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien

17
sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk

mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang

cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit

daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan

depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia

dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan

gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan

depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya

akan menghilang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

1. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:

pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,

ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan

demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG

18
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik

dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium

lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks

periodik.

4. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia

akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan

meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus

normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

5. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid

polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan

epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.

Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia

Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan

pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin

meningkat.

6. Sebagai suatu asessment awal pemeriksaan Status Mental Mini

(MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai, tetapi sensitif untuk

mendeteksi gangguan memori ringan (Tang-Wei,2003). Pemeriksaan

status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai

saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam

mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau

penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27

dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang

19
signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003).

G. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Farmakologi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan. Untuk

mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan

antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine , Galantamine ,

Memantine

Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet

seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran

darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,

tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan

dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang

berhubungan dengan stroke.

Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat

anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.

2. Dukungan atau Peran Keluarga

a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu

penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya

yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau

radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.

b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu

bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita

yang senang berjalan-jalan.

20
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya

secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,

bahkan akan memperburuk keadaan.

e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial

dan perawatan, akan sangat membantu.

3. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,

meliputi :

a. Diet

b. Latihan fisik yang sesuai

c. Terapi rekreasional dan aktifitas

d. Penanganan terhadap masalah-masalah

H. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya

demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa

mengoptimalkan fungsi otak, seperti :

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti

alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.

2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya

dilakukan setiap hari.

3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.

4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks

dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

21
PATHWAY
Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, penyakit degenerative, factor usia, dll.

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pendek

Kemampuan belajar menurun

Dementia

D. Alzheimer D. Vaskular

Peningkatan reflek tendon


Kematian sel otak yg massif kelemahan anggota gerak

Mudah lupa gangguan kognitif kelainan gaya berjalan

Tremor, Ketidakmampuan muncul gejala kurang koordinasi gerakan


Konfusi akut
Menggunakan benda neuropsikiatrik

Penurunan kemampuan perubahan nafsu agitasi Risiko cedera


Melakukan aktifitas makan
kesulitan tidur Gangguan
perubahan persepsi, pola tidur
Defisit transmisi dan
perawatan diri
integrasi sensori
Defisit Nutrisi Koping
Cepat marah,
Curiga, mudah defensif
Tersinggung
Perubahan
Gangguan persepsi Koping tidak
komunikasi sensori efektif
verbal
22
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian fungsi kognitif lansia

Fungsi kognitif lansia dapat dikaji dengan beberapa cara, diantaranya

adalah dengan MMSE dan CDR.

1. Mini Mental Status Exam (MMSE)

Mini Mental Status Exam (MMSE) merupakan suatu metode

pengkajian yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan

kepada klien sebagai tes awal untuk mengetahui kondisi kognitif klien

(Woodford & George, 2007). Pada pemeriksaan MMSE, klien

dihadapkan dengan beberapa pertanyaan yang berfokus pada masalah

ketidakseimbangan kognitif, fokus dan orientasi spesifik, kemampuan

berbahasa, perhatian, dan konsentrasi (Miller, 2012). MMSE terdiri

dari dua bagian,. Bagian pertama hanya membutuhkan respon verbal

dan mengkaji orientasi, memori, dan atensi. Bagian kedua mengkaji

kemampuan menulis kalimat, menamakan obyek, mengikuti perintah

tertulis dan verbal, serta menyalin gambar poligon komplek (Dewi,

2014).

Berikut format pengkajian MMSE (Dewi, 2014)


Tabel 2.3 Mini Mental Status Exam (MMSE)
No Langkah Skor Skor
Maks
I. ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), 5
(hari) apa? Satu poin untuk setiap jawaban benar.
Tidak ada poin setengah.
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), 5
(rumah sakit), (lantai/kamar) Satu poin untuk setiap
jawaban benar. Tidak ada poin setengah.

23
II. REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda yang tidak 3
berhubungan (apel, meja, koin). Klien diminta
mengulangi nama benda.
Sebutkan tiga benda dengan perlahan kira-kira 1
detik untuk masing-masing benda. Setelah
disebutkan ketiganya, klien diminta mengulangi
ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama
benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan.
III. ATENSI DAN KALKULASI
4 Klien diminta menghitung mundur: mengurangi 5
100 dengan 7. Hentikan setelah klien memberikan 5
jawaban. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar.
Jika klien tidak dapat melakukannya, minta klien
mengeja terbalik kata ”DUNIA”. Nilai diberi pada
huruf yang benar sebelum kesalahan,misalnya aiund
= 2 nilai.
IV. MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Klien diminta menyebut kembali 3 nama benda 3
yang telah disebutkan pada poin registrasi. Satu
poin untuk setiap jawaban benar.
V. BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan 2 nama benda yang 2
ditunjuk (pensil, buku). Satu poin untuk setiap
jawaban benar.
7 Klien diminta mengulang kalimat yang telah 1
disebutkan terlebih dahulu ”namun”, ”tanpa”,
”bila”. Satu poin untuk setiap pengulangan
sempurna.
8 Klien diminta melakukan perintah: ”Ambil kertas 3
ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua, dan
letakkan di lantai”. Satu poin untuk setiap perintah
yang dilakukan dengan benar.
9 Klien diminta membaca dan melakukan perintah 1
”Pejamkanlah mata anda” yang tertulis di selembar
kertas. Satu poin untuk perintah yang dilakukan
dengan benar.
10 Pasien diminta menulis kalimat dengan spontan. 1
Jangan mendikte kalimat. Kalimat minimal terdiri
dari subyek dan predikat. Ejaan dan tanda baca
tidak diperhitungkan. Satu poin jika klien dapat
melakukannya.
11 Klien diminta meniru gambar. Satu poin untuk 1
salinan gambar yang sesuai.

24
Setelah format terisi, maka selanjutnya dilakukan penilaian.

Penilaian MMSE adalah sebagai berikut (Dewi, 2014):


Tabel 2.4 Penilaian MMSE
Skor Keterangan
Nilai 24-30 Tidak ada gangguan kognitif/ normal
Lansia cenderung pelupa, cenderung untuk melakukan
pekerjaan di rumah, dapat melakukan pekerjaan yang
mudah dan aman, dapat mengenali nama/ alamat
sendiri, pembicaraan terbatas namun masih dapat
dimengerti, dan dapat mengerjakan tugas khusus
Nilai 18-23 Gangguan kognitif sedang
Sering kali tersesat di luar rumah, tidak tahu alamat,
risiko kecelakaan lebih tinggi
Nilai 0-17 Gangguan kognitif berat
Gangguan memori berat, pembicaraan kacau, tidak
mempedulikan personal hygiene.
2. Clinical Dementia Rating (CDR)

CDR merupakan suatu metode pengkajian dengan wawancara

klinis dengan klien dan informan lain untuk mendapatkan informasi

mengenai 6 domain kognitif, yakni memori, orientasi, penilaian dan

penyelesaian masalah, hubungan sosial, serta hobi dan perawatan diri.

Dari hasil pengkajian tersebut, tenaga kesehatan akan mendapatkan

hasil yang menyatakan tingkat demensia seseorang. Cara menentukan

seseorang mengalami demensia pada tingkat berapa, perawat dapat

mengikuti beberapa langkah dibawah ini:

1. Lakukan pengkajian kepada pasien dan informan lain

menggunakan form yang terlampir di bawah. Perawat perlu

memperhatikan beda form yang akan digunakan kepada pasien

dan informan

25
2. Lakukan penilaian dan tentukan nilai terhadap masing-masing

domain. Menurut website http://www.ncbi.nlm.nih.gov, masing-

masing domain dinilai pada 5 skala poin, yaitu:

a. 0 : tidak ada gangguan

b. 0,5 : penurunan dipertanyakan

c. 1 : gangguan ringan

d. 2 : gangguan sedang

e. 3 : gangguan berat

*(kecuali domain perawatan diri dinilai pada 4 skala poin

tanpa skala poin 0,5)

3. Kriteria penilaian masing-masing skala poin pada masing-masing

domain dapat dilihat pada tabel yang terlampir.

4. Tentukan skor keseluruhan dengan dihitung menggunakan sebuah

algoritma.

5. Tentukan tingkat demensia pasien berdasarkan hasil skor

keseluruhan yang didapat. Berikut ini merupakan interpretasi dari

hasil skor keseluruhan yang didapat (Ellis, 2013) :

a. Stage 1: CDR-0 atau tidak ada gangguan

Stage 1 CDR menggambarkan tidak adanya gangguan pada

kemampuan seseorang yang artinya pasien tidak memiliki

masalah memori yang signifikan, sepenuhnya berorientasi

pada waktu dan tempat, memiliki penilaian yang normal,

berfungsi optimal dalam hubungan sosialnya, memiliki

kehidupan di rumah yang terpelihara dengan baik, dan

sepenuhnya mampu melakukan perawatan kebutuhan diri

sendiri.

26
b. Stage 2: CDR-0,5 atau gangguan dipertanyakan

Skor 0,5 pada skala CDR menggambarkan sangat sedikit

gangguan. Pasien kemungkinan memiliki inkonsistensi

memori yang kecil. Pasien juga kemungkinan berusaha keras

untuk memecahkan masalah yang menantang dan memiliki

masalah dengan waktu. Selain itu, pasien kemungkinan

melakukan keliru atau salah pada saat kerja atau ketika

terlibat dalam kegiatan sosial. Namun, pasien pada tahap ini

masih dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan.

c. Stage 3: CDR-1 atau gangguan ringan

Stage 3 CDR menggambarkan adanya gangguan pada tiap

domain namun gangguan tersebut masih ringan. Memori

jangka pendek pasien mengalami gangguan dan dapat

mengganggu kehidupan sehari-hari pasien. Pasien mulai

menjadi disorientasi tempat dan kemungkinan memiliki

masalah dengan arah dan bepergian dari satu tempat ke

tempat lain. Pasien mulai mengalami masalah dalam

aktivitasnya di luar rumah. Tugas-tugas rumah pasien pun

akan mulai diabaikan dan pasien membutuhkan seseorang

untuk mengingatkan pasien untuk melakukan perawatan

personal hygiene.

d. Stage 4: CDR-2 atau gangguan sedang

Pasien pada tahap ini membutuhkan bantuan dalam hal

hygiene. Meskipun pasien pada tahap ini cukup baik dalam

melakukan aktivitas sosial atau melakukan tugas-tugasnya,

namun pasien membutuhkan pendampingan. Pada tahap ini

27
pula, pasien mengalami disorientasi waktu dan tempat. Pasien

mudah tersesat dan berusaha keras untuk memahami

hubungan antarwaktu. Memori jangka pendek klien

mengalami gangguan yang serius dan sulit mengingat sesuatu

yang baru, termask orang-orang yang baru saja ditemui.

e. Stage 5: CDR-3 atau gangguan berat

Tahap ini merupakan tahap yang paling parah dari demensia.

Pada tahap ini, pasien tidak dapat berfungsi pada semua

aktivitas tanpa bantuan. Pasien juga mengalami hilang

memori yang ekstrim serta disorientasi waktu atau tempat.

Hal ini menyebabkan pasien tidak mungkin lagi terlibat dalam

aktivitas sosial. Serta aktivitas pasien di rumah akan sangat

memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

pribadi pasien.

B. DIAGNOSA (SDKI, 2017)

1. Konfusi akut

a. Definisi : gangguan kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi

yang reversible, berlangsung tiba-tiba dan singkat

b. Penyebab :

1) Delirium

2) Demensia

3) Fluktuasi siklus tidur-bangun

4) Usia lebih dari 60 tahun

5) Penyalahgunaan zat

2. Defisit perawatan diri

28
a. Definisi : tidak mampu melakukan atau meyelesaikan aktivitas

perawatan diri

b. Penyebab :

1) Gangguan musculoskeletal

2) Gangguan neuromuscular

3) Kelemahan

4) Gangguan psikologis dan/atau psikotik

5) Penurunan motivasi/minat

3. Defisit nutrisi

a. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolism

b. Penyebab :

1) Kurangnya asupan makanan

2) Ketidakmampuan menelan makanan

3) Ketidakmampuan mencerna makanan

4) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

5) Peningkatan kebutuhan metabolism

6) Faktor ekonomis (mis. finansial tidak mencukupi)

7) Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)

4. Gangguan persepsi sensori

a. Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal

maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,

berlebihan atau terdistorsi

b. Penyebab :

1) Gangguan penglihatan

2) Gangguan pendengaran

29
3) Gangguan penghiduan

4) Gangguan perabaan

5) Hipoksia serebral

6) Penyalahgunaan zat

7) Usia lanjut

8) Pemanjaan toksin lingkungan

5. Koping tidak efektif

a. Definisi : ketidakmampuan menilai dan merespon stressor dan/atau

ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk

mengatasi masalah

b. Penyebab :

1) Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengalami

masalah

2) Ketidakadekuatan system pendukung

3) Ketidakadekuatan strategi koping

4) Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan

5) Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor

6) Disfungsi system keluarga

7) Krisis situasional

8) Kerentanan personalitas

9) ketidakpastian

6. Koping defensif

a. Definisi : proyeksi evaluasi diri untuk melindungi diri dari

ancaman terhadap harga diri

b. Penyebab :

1) Konflik antara persepsi dan system nilai

30
2) Takut mengalami kegagalan

3) Takut mengalami penghinaan

4) Takut terhadap dampak situasi yang dihadapi

5) Kurangnya rasa percaya kepada orang lain

6) Kurangnya kepercayaan diri

7) Kurangnya dukungan system pendukung (support sistem)

8) Harapan yang tidak realistis

7. Gangguan pola tidur

a. Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor

eksternal

b. Penyebab

1. Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar,

suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,

jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2. Kurangnya kontrol tidur

3. Kurangnya privasi

4. Restrain fisik

5. Ketiadaan teman tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

8. Risiko cedera

a. Definisi : berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang

menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam

kondisi baik

b. Faktor risiko :

1) Eksternal

a) Terpapar pathogen

31
b) Terpapar zat kimia toksik

c) Terpapar agen nosocomial

d) Ketidakamanan transportasi

2) Internal

a) Ketidaknormalan profil darah

b) Perubahan orientasi afektif

c) Perubahan sensasi

d) Disfungsi autoimun

e) Disfungsi biokimia

f) Hipoksia jaringan

g) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

h) Malnutrisi

i) Perubahan fungsi psikomotor

j) Perubahan fungsi kogniif

9. Gangguan komunikasi verbal

a. Definisi : penurunan, atau perlambatan, atau ketiadaan kemampuan

untuk menerima, memproses, mengirim dan/atau menggunakan

system simbol

b. Penyebab :

1) Penurunan sirkulasi serebral

2) Gangguan neuromuscular

3) Gangguan pendengaran

4) Gangguan musculoskeletal

5) Kelainan pallatum

6) Hambatan fisik (mis. terpasang trakheostomi, intubasi,

krikotiroidektomi)

32
7) Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu,

emosional, kurang privasi)

8) Hambatan psikologis (mis. gangguan psikotik, gangguan

konsep diri, harga diri rendah, gangguan emosi)

9) Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi,

ketiadaan orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa

asing)

33
C. INTERVENSI (SIKI, 2018)
No Diagnosis keperawatan Luaran Intervensi Rasional
keperawatan
1. Konfusi akut b/d Delirium, Konfusi akut Manajemen Delirium
Demensia, Fluktuasi siklus membaik 1. Observasi
tidur-bangun, Usia lebih dari a. Identifikasi faktor risiko delirium Mengetahui penyebab delirium
60 tahun, Penyalahgunaan (mis. usia >75 tahun, disfungsi
zat, ditandai dengan : kognitif, gangguan
DS : penglihatan,/pendengaran, penurunan
1. Kurang motivasi untuk kemampuan fungsional, infeksi
memulai/menyelesaikan hipo/hipertermia, hipoksia, malnutrisi,
perilaku berorientasi efek obat, toksin, gangguan tidur,
tujuan stres) Mengetahui tipe delirium
2. Kurang motivasi untuk b. Identifikasi tipe delirium (mis.
memulai/menyelesaikan hipoaktif, hiperaktif, campuran) Mengetahui adanya kelainan neurologis
perilaku terarah c. Monitor status neurologis dan tingkat
3. Salah persepsi delirium Menstimulasi otak
DO : 2. Terapeutik Membantu orientasi realita
1. Fluktuasi fungsi kognitif a. Berikan pencahayaan yang baik
2. Fluktuasi tingkat b. Sediakan jam dan kalender yang Mengurangi kebisingan
kesadaran mudah terbaca
3. Fluktuasi aktivitasi c. Hindari stimulus sensorik berlebihan
psikomotorik (mis. televisi, pengumuman interkom)
4. Halusinasi d. Lakukan pengekangan fisik, sesuai Menambah pengetahuan pasien
5. Gelisah indikasi
e. Sediakan informasi tentang apa yang
terjadi dan apa yang dapat terjadi Menghindari pasien salah dalam

34
selanjutnya mengambil keputusan
f. Batasi pembuatan keputusan Tidak menmperberat misinterpretasi
g. Hindari memvalidasi mispersepsi atau pasien
interpretasi realita yang tidak akurat Menghindari sensifitas pasien terhadap
(mis. halusinasi, waham) persepsi realitas yang diberikan
h. Nyatakan persepsi dengan cara yang Membantu memperbaiki
tenang, menyakinkan dan tidak misinterpretasi pasien
argumentif
i. Fakus pada apa yang dikenali dan Rutinitas yang konsisten membuat
bermakna saat interaksi interpersonal pasien lebih meningkatkan orientasinya
j. Lakukan reorientasi Meningkatkan perilaku yang sesuai
k. Sediakan lingkungan fisik dan dengan oreintasi realitas
rutinitas harian yang konsisten
l. Gunakan isyarat lingkungan untuk
stimlasi memori, reorientasi dan Informasi yang sedikit tapi sering
meningkatkan perilaku yang sesuai diulang-ualng akan menstimulasi otak
(mis. tanda, gambar, jam, kalender, untuk selalu ingat
dan kode warna pada lingkungan) Menginagtkan pasien pada keluarganya
m. Berikan informasi baru secara Membantu pasien agar tidak salah
perlahan, sedikit demi sedikit diulang- sensori dan persepsi
ulang
3. Edukasi
a. Anjurkan kunjungan keluarga, jika Mengurangi ansietas dan /atau agitasi
perlu
b. Anjurkan penggunaan alat bantu
sensorik (mis. kacamata, alat bantu
dengar, dan gigi palsu)
4. Kolaborasi

35
a. Kolaborasi pemberian obat ansietas
atau agitasi

2. Defisit perawatan diri b/d Perawatan diri Dukungan perawatan diri


Gangguan musculoskeletal, membaik 1. Observasi
Gangguan neuromuscular, a. Indentifikasi kebiasaan aktivitas Mengetahui kemampuan mandiri
Kelemahan, Gangguan perawatan diri sesuai usia pasien dalam perawatan diri
psikologis dan/atau psikotik, b. Monitor tingkat kemandirian
Penurunan motivasi/minat, c. Identifikasi kebutuhan alat kebersihan Mengetahui pengetahuan pasien
ditandai dengan : diri, berpakaian, berhias, dan makan tentang perawatan diri
DS : 2. Terapeutik
1. Menolak melakukan a. Sediakan lingkungan yang terapeutik Membauat pasie merasa nyaman
perawtaan diri (mis. suasana hangat, rileks, dan
DO : makan)
1. Tidak mampu b. Siapkan keperluan pribadi (parfum, Membantu pasien mengetahui peralatan
mandi/mengenakan sikat gigi dan sabum mandi) perawatan diri
pakaian/makan/ketoilet/b c. Dampingi dalam melakukan Menghindari kesalahn pasien dalam
erhias secara mandiri perawatan diri sampai mandiri merawat diri
2. Minat melakukan d. Fasilitasi untuk menerima keadaan Membantu pasien menjalani perawatan
perawatan diri kurang ketergantungan diri sehingga mampu menerima
e. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak ketergantungan
mampu melakukan perawatan diri
f. Jadwalkan rutinitas perawatan diri Agar pasien rutin dalam melakukan
3. Edukasi perawatan drii
a. Anjurkan melakukan perawatan diri Memandirikan pasien
secara konsisten sesuai kemampuan

36
3. Defisit nutrisi b/d kurangnya Nutrisi membaik Manajemen nutrisi
asupan makanan, 1. Observasi
ketidakmampuan menelan a. Identifikasi status nutrisi Menghindari akibat buruk yang
makanan, ketidakmampuan b. Identifikasi alergi dan intoleransi disebabkan karena alergi makanan.
mencerna makanan, makanan Mengetahui status nutrisi pasien dan
ketidakmampuan c. Identifikasi makanan yang disukai adanya tanda diabetes mellitus
mengabsorbsi nutrien, d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis Mengetahui adanya kekurangan cairan
peningkatan kebutuhan nutrient Mual muntah dapat menurunkan nafsu
metabolisme, faktor ekonomi e. Identifikasi perlunya penggunaan makan
(mis. finansial tidak selang nasogastric
mencukupi), faktor f. Monitor asupan makanan Semi fowler atau fowler tinggi
psikologis (mis. stress, g. Monitor berat badan mempermudah turunnya makanan dari
keengganan untuk h. Monitor hasil pemeriksaan mulut ke esophagus
makan)ditandai dengan : laboratorium Untuk mencegah konstipasi
DS 2. Terapeutik
1. Cepat kenyang setelah a. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
makan jika perlu Menambah pengetahuan pasien dan
2. Kram/nyeri abdomen b. Fasilitas menentukan pedoman diet keluarga
3. Nafsu makan menurun (mis. piramida makanan) Dapat meningkatkan keteraturan dan
DO c. Sajikan makanan secara menarik dan keseimbangan pola makan
1. Berat badan menurun suhu yang sesuai
minimal 10% dari d. Berikan makanan tinggi serat untuk Memperbaiki status gizi pasien
rentang ideal mencegah konstipasi
2. Bising usus hiperaktif e. Berikan makanan tinggi kalori dan
3. Otot pengunyah lemah tinggi protein Untuk mempertahankan intake cairan
4. Otot mnelan lemah f. Berikan makanan tinggi kalori dan yang adekuat
5. Membrane mukosa pucat tinggi protein
6. Sariawan g. Berikan supplement makanan, jika Asupan oral memudahkan pasien

37
7. Serum albumin turun perlu makan dengan porsi yang banyak dan
8. Rambut rontok h. Hentikan pemberian makanan konsistensi yang padat
berlebihan melaluin selang nasogastric jika
9. Diare asupan oral dapat ditoleransi Mencegah adanya reflus lambung
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan Mengurangi sakit dan mual muntah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antieemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan akhli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
4. Gangguan persepsi sensori Persepsi sensori Minimalisasi rangsangan
b/d Gangguan penglihatan, membaik 1. Observasi
Gangguan pendengaran, a. Periksa status mental, status sensori, Mengetahui kondisi pasien untuk
Gangguan penghiduan, dan tingkat kenyamanan (mis. nyeri, melanjutkan intervensi
Gangguan perabaan, kelelahan)
Hipoksia serebral, 2. Terapeutik
Penyalahgunaan zat, Usia a. Diskusikan tingkat toleransi terhadap Mengetahui keinginan dan batas
lanjut, Pemanjaan toksin beban sensori (mis. cahaya, suara, toleransi pasien terhadap stimulus
lingkungan, ditandai dengan aktivitas)
: b. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu Kegiatan yang rutuin akan
DS : istirahat memudahkan asien untuk
1. Mendengarkan suara atau c. Kombinasi prosedur/tindakan dalam mengingatnya
melihat bayangan satu waktu, sesuai kebutuhan Mengurangi kejenuhan akibat tindakan
2. Merasakan sesuatu 3. Edukasi yang lama

38
melalui indera perabaan, a. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus Menambah pengetahuan pasien
penciuman atau (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
pengecapan mengurangi kebisingan, membatasi
3. Menyatakan kesal kunjungan)
DO : 4. Kolaborasi
1. Distorsi sensori a. Kolaborasi dalam meminimalkan Mengurangi adanya rangsangan
2. Respon tidak sesuai prosedur atau tindakan berlebihan akinat tindakan/prosedur
3. Bersikap seolah melihat, b. Kolaborasi pemberian obat yang Membantu meningkatkan persepsi
mendengar, mengecap, mempengaruhi persepsi stimulus stimulus yang positif
meraba atau mencium
sesuatu
4. Menyendiri
5. Melamun
6. Konsentrasi buruk
7. Disorientasi waktu,
tempat, orang atau situasi
8. Curiga
9. Melihat kesatu arah
10. Mondar-mandir
11. Bicara sendiri
5. Koping tidak efektif b/d Koping Dukungan pengambilan keputusan
Ketidakpercayaan terhadap membaik 1. Observasi
kemampuan diri mengalami a. Identifikasi persepsi mengenai Mengetahui kondisi dan masalah yang
masalah, Ketidakadekuatan masalah dan informasi yang memicu dialami pasien
system pendukung, konflik
Ketidakadekuatan strategi 2. Terapeutik Membantu membuat pilihan
koping, Ketidakteraturan a. Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan
atau kekacauan lingkungan, harapan yang membantu membuat

39
Ketidakcukupan persiapan pilihan Membantu pasien dalam memikirkan
untuk menghadapi stressor, b. Diskusi kelebihan dan kekurangan keputusan yang akan diambil
Disfungsi system keluarga, dari setiap solusi Mengembalikan keadaan pasien ke hal
Krisis situasional, c. Fasilitasi melihat situasi yang realistis yang realistic
Kerentanan personalitas, d. Motivasi mengungkapkan tujuan Mengetahui harapan pasien
ketidakpastian, ditandai perawatan yang diharapkan
dengan : e. Fasilitasi pengambilan keputusan
DS : secara kolaboratif Agar pasien merasa dihargai
1. Mengungkapkan tidak f. Hormati hak pasien untuk menerima
mampu mengatasi atau menolak informasi Meningkatkan harga diri pasien
masalah g. Fasilitasi menjelaskan keputusan
2. Tidak mampu memenuhi kepada orang lain, jika perlu Membina hubungan social pasien
kebutuhan dasar h. Fasilitasi hubungan antara pasien,
3. Kekhawatiran kronik keluarga, dan tenaga kesehata lainnya
DO : 3. Edukasi Memberikan pengetahuan kepada
1. Tidak mampu memenuhi a. Informasikan alternatif solusi secara pasien
peran yang diharapkan jelas Menambah pengetahuan pasien
(sesuai harapan) b. Berikan informasi yang diminta pasien
2. Menggunakan 4. Kolaborasi Membantu pasien dalam mengambil
mekanisme koping yang a. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan keputusan
tidak sesuai lain dalam memfasilitasi pengambilan
3. Penyalahgunaan zat keputusan
4. Memanpulasi orang lain
untuk memenuhi
keinginannya sendiri
5. Perilaku tidak asertif
6. Partisipasi sosial kurang

40
6. Koping defensif b/d Konflik Koping defensif Promosi kesadaran diri
antara persepsi dan system membaik 1. Observasi
nilai, Takut mengalami a. Identifikasi keadaan emosional saat ini Mengetahui keadaan pasien untuk
kegagalan, Takut mengalami b. Identifikasi respons yang ditunjukkan melanjutkan intervensi
penghinaan, Takut terhadap berbagai situasi Mengetahui respons pasien
dampak situasi yang 2. Terapeutik
dihadapi, Kurangnya rasa a. Diskusikan nilai-nilai yang Mengetahui konsep diri pasien
percaya kepada orang lain, berkontribusi terhadap konsep diri
Kurangnya kepercayaan diri, b. Diskusikan tentang pikiran, perilaku Membantu pasien agar sadar kondiri
Kurangnya dukungan system atau respons terhadap kondisi dan perilakuna
pendukung (support sistem), c. Diskusi dampak penyakit pada konsep Menambah pengetahuan pasien
Harapan yang tidak realistis, diri
ditandai dengan : d. Ungkapkan penyangkalan tentang Membantu pasien menerima kenyataan
DS : kenyataan
1. Menyalahkan orang lain e. Motivasi dalam meningkatkan
2. Menyangkal adanya kemampuan belajar
masalah 3. Edukasi Mambatu pasien mengenali dirinya
3. Menyangkal kelemahan a. Anjurkan mengenali pikiran dan
diri perasaan tentang diri Menyadarkan pasien bahwa hidup
4. Merasionalisasi b. Anjurkan menyadari bahwa setiap bersosial itu penting
kegagalan orang unik Mengetahui kondisi emosia pasien
5. Meremehkan orang lain c. Anjurkan mengungkapkan perasaan
DO : (mis. marah atau depresi) Menumbuhkan sifat social pasien
1. Hipersensitif terhadap d. Anjurkan meminta bantuan orang lain,
kritik sesuai kebutuhan Meningkatkan kepercayan diri pasien
2. Melemparkan tanggung e. Anjurkan mengubah pandangan diri
jawab sebagai korban Agar pasien dapat sadar dan meminta
3. Tawa permusuhan f. Anjurkan mengidentifikasi perasaan maaf

41
4. Sikap superior terhadap bersalah Kecemasan akan menyebabkan stress
orang lain g. Anjurkan mengidentifikasi situasi ang yang dapat mengganggu kesehatan
5. Tidak dapat membedakan memicu kecemasan Meningkatkan kesadaran diri pasien
realitas h. Anjurkan mengevalusi kembali
6. Kurang minat mengikuti persepsi negatif tentang diri Menumbuhkan sifat social
perawatan/pengobatan i. Anjurkan dalam mengekspresikan diri
7. Sulit membangun atau dengan kelompok sebaya Membuat hidup pasien lebih terarah
mempertahankan j. Ajarkan cara membuat prioritas hidup Meningkatkan harga diri dan
hubungan k. Latih kemampuan positif yang kepercayaan diri pasien
dimiliki
7. Gangguan pola tidur b/d Pola tidur Dukungan tidur
hambatan lingkungan (mis. membaik 1. Observasi
kelembaban lingkungan a. Identifikasi pola tidur/aktivitas pasien Mengetahui kondisi dan pola tidur
sekitar, suhu lingkungan, b. Identifikasi faktor pengganggu tidur pasien
pencahayaan, kebisingan, (fisik dan/atau psikologis) Mengetahuai jumlah jam tidur pasien
bau tidak sedap, jadwal c. Identifikasi makanan dan minuman
pemantauan,/pemeriksaan/tin yang mengganggu tidur (mis. kopi, Meningkatkan kenyamanan untuk
dakan), kurangnya kontrol teh, alkohol, makan mendekati waktu memancing tidur
tidur, kurangnya privasi, tidur, minum banyak air sebelum
ditandai dengan : tidur)
DS d. Identifikasi obat tidur yang
1. Mengeluh susah tidur dikonsumsi Menambah pengetahuan kepada pasien
2. Mengeluh sering terjaga 2. Terapeutik dan keluarga
3. Mengeluh tidak puas a. Modifikasi lingkungan (mis.
tidur Pencahayaan, kebsingan, suhu, matras
4. Mengeluh pola tidur dan tempat tidur)
berubah b. Batasi waktu tidur siang, jika perlu Meningkatkan/memancing untuk tidur
5. Mengeluh istirahat tidak c. Fasilitasi menghilangkan stress

42
cukup sebelum tidur Meningkatkan kenyamanan
DO d. Tetapkan jadwal tidur rutin
(tidak tersedia) e. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, Mengatur jadwal tidur terjaga pasien
pengaturan posisi, terapi akupresur)
f. Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga Menambah pengetahuan pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup Pola tidur yang teratur
selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu Meningkatkan kualitas tidur
tidur
c. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang mengganggu Meningkatkan kualitas tidur
tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang
mengandung supresor terhadap tidur Menambah pengetahuan pasien
REM
e. Ajarkan faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup, sering berubah Memberikan ketenangan dan
shift bekerja) kenyamanan atau rasa rileks
f. Ajarkan teknik relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologi lainnya

43
8. Risiko cedera dibuktikan Risiko cedera Pencegahan cedera
dengan faktor risiko : menurun 1. Observasi
1. Eksternal a. Identifikasi area lingkungan yang Mengetahui kondisi pasien untuk
a) Terpapar pathogen berpotensi menyebabkan cedera menentukan intervensi
b) Terpapar zat kimia b. Identifikasi obat yang berpotensi Menghindari cedera yang potensi untuk
toksik menyebabkan cedera terjadi
c) Terpapar agen c. Identifikasi kesesuaikan alas kaki atau Menghindari cedera pada kaki dengan
nosocomial stocking elastis pada ekstremitas penggunaan alas kaki yang tidak sesuai
d) Ketidakamanan bawah Memberikan penglihatan terhadap
transportasi 2. Terapeutik lingkungan dengan jelas
2. Internal a. Sediakan pencahayaan yang memadai Memberikan pencahyaan yang redup
a) Ketidaknormalan b. Gunakan lampu tidur selama jam tidur ketika tidur agar tidur tidak terganggu
profil darah c. Sosialisasikan pasien dan keluarga Memudahkan menghubungi orang lain
b) Perubahan orientasi dengan lingkungan ruang rawat (mis. saat terjadi cedera
afektif penggunaan telpon, tempat tidur,
c) Perubahan sensasi penerangan ruangan dan lokasi kamar Menghindari cedera pada kaki
d) Disfungsi autoimun mandi)
e) Disfungsi biokimia d. Gunakan alas kaki jika beresiko Menghindari jatuh
f) Hipoksia jaringan mengalami cedera serius Jika pasien sangat berisiko jatuh
g) Kegagalan e. Sediakan alas kaki antislip
mekanisme f. Sediakan pispot atau urinal untuk Memudahkan menghubungi bantuan
pertahanan tubuh eliminasi ditempat tidur, jika perlu jika terjadi sesuatu yang tidak
h) Malnutrisi g. Pastikan bel panggilan atau telpon diinginkan
i) Perubahan fungsi mudah untuk dijangkau
psikomotor h. Pastikan baranng-barang pribadi Memudahkan pasien untuk turun dari
j) Perubahan fungsi mudah dijangkau tempat tidur
kogniif i. Pertahankan posisi tempat tidur Agar tempat tidur tidak mudah
diposisi terendah saat digunakan bergerak

44
j. Pastikan roda tempat tidur atau kursi Menghindari cedera
roda dalam kondisi terkunci
k. Gunakan pengaman tempat tidur
sesuai dengan kebijakan fasilitas Jika pasien tidak mampu menjangkau
pelayanan kesehatan bel panggilan atau pasien tidak sadar
l. Pertimbangkan penggunaan alarm
elektronik pribadi atau alarm sensor Membantu pergerakan dan latihan otot
pada tempat tidur atau kursi pasien
m. Diskusikan mengenai latihan dan Memudahkan mobilisasi mandiri
terapi fisik yang diperlukan pasien
n. Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai (mis. tonkat atau Mencegah cedera pasien dengan
alat bantu jalan) adanya pendampingan
o. Diskusikan bersama anggota keluarga Mengetahui kondisi pasien dengan
yang dapat mendampingi pasien peningkatan pengawasan
p. Tingkakan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan Menambah pengetahuan pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan alasan intervensi pencegahan Memposikan tubuh ke keadaan yang
jatuh kepada pasien dan keluarga yang stabil, termasuk dalam sirkulasi
b. Anjurkan berganti posisi secara tubuh
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
9. Gangguan komunikasi verbal Komunikasi Promosi komunikasi : deficit pendengaran
b/d Penurunan sirkulasi verbal membaik 1. Observasi
serebral a. Periksa kemampuan pendengaran Mengetahui kemampuan pendengaran
Gangguan neuromuscular b. Monitor akumulasi serumen pasien untuk menentukan intervensi
Gangguan pendengaran berlebihan Serumen yang berlebihan akan

45
Gangguan musculoskeletal c. Identifikasi metode komunikasi yang menghambat pendengaran
Kelainan pallatum disukai pasien (mis.lisan, tulisan, Membina komunikasi dengan pasien
Hambatan fisik (mis. gerakan bibir, bahasa isyarat)
terpasang trakheostomi, 2. Terapeutik
intubasi, krikotiroidektomi) a. Gunakan bahasa sederhana Bahasa sederhana akan memudahkan
Hambatan individu (mis. b. Gunakan bahasa isyarat, jika perlu pasien berkomunikasi
ketakutan, kecemasan, c. Verifikasi apa yang dikatakan atau Memastikan agar apa yang dimaksud
merasa malu, emosional, ditulis pasien pasien sudah sesuai dengan
kurang privasi) d. Fasilitasi penggunaan alat bantu pemahaman perawat
Hambatan psikologis (mis. dengar Membantu memudahkan pendengaran
gangguan psikotik, gangguan e. Berhadapan kontak mata selama pasien
konsep diri, harga diri berkomunikasi Kontak mata sebagai isyarat kepada
rendah, gangguan emosi) f. Pertahankan kontak mata selama pasien bahwa sedang diajak
Hambatan lingkungan (mis. berkomunikasi berkomunikasi
ketidakcukupan informasi, g. Hindari merokok, mengunyah, Untuk menghindari salah persepsi pada
ketiadaan orang terdekat, makanan, atau permen karet, dan pasien
ketidaksesuaian budaya, menutup mulut saat berbicara
bahasa asing), ditandai h. Hindari kebisingan saat Memudahkan pasien mendengar apa
dengan : berkomunikasi yang dikatakan
DS : i. Hindari berkomunikasi lebih dari 1
1. (tidak tersedia) meter dari pasien
DO : j. Lakukan irigasi telinga, jika perlu Mengurangi serumen otot
1. Tidak mampu berbicara k. Pertahankan kebersihan telinga Kebersihan telinga akan memudahkan
atau mendengar 3. Edukasi pendengaran
2. Menunjukkan respon a. Anjurkan menyampaikan pesan
tidak sesuai dengar isyarat
3. Afasia b. Ajarkan cara membersihkan serumen
4. Disfasia dengan tepat

46
5. Apraksia
6. Disleksia
7. Disartria
8. Afonia
9. Dislalia
10. Pelo
11. Gagap
12. Tidak ada kontak mata
13. Sulit memahami
komunikasi
14. Sulit mempertahankan
komunikasi
15. Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh
16. Tidak mampu
mengunakan ekspresi
wajah atau tubuh
17. Sulit menyusun kalimat
18. Verbalisasi tidak tepat
19. Sulit mengungkapkan
kata-kata
20. Disorientasi orang,
ruang, waktu
21. Deficit penglihatan
22. delusi

47
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2009. Keperawatan gerontik dan geriatric.Edisi ketiga. Jakarta :


EGC.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.

Maryam, R. Siti & dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut danPerawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. EGC : Jakarta.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis. Edisi I. Cetakan III (Revisi). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

William, F. Ganong. 2010. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC;


Jakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai