Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang perbuatan yang dapat
dipidana, siapa yang dapat dipidana, dan apa macam sanksi yang dijatuhkan.
Hukum pidana memiliki efek jera bagi pelakunya. Hukum pidana ini termasuk
kepada hukum publik, karena dalam penyelesaiannya membutuhkan orang ketiga.
Tidak bisa diselesaikan perkara pidana ini tanpa bantuan Negara/pengadilan.
Agama Islam adalah agama yang menggunakan hukum yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits, karena keduanya merupakan pedoman hidup dan semua
aspek hukum sudah terkandung didalamnya, baik tindakan maupun
hukumannya. Al-Qur’an yang masih bersifat global perlu adanya penafsiran untuk
menemukan segala bentuk hukum dan sanksi yang terdapat didalamnya. Hal ini
memberikan ruang kepada manusia untuk berfikir dan melihat lebih jauh akan
pentingnya hukum dan sanksi itu sendiri
A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja macam azas-azas, dan sumber azas hukum pidana islam?
2. Bagaimana cara menerapkan azas-azas hukum pidana islam?

B. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui macam azas-azas, dan sumber azas hukum pidana
islam.
2. Untuk Mengetahui bagaimana cara menerapkan azas-azas hukum pidana
dalam kehidupan.
BAB II

LANDASAN TEORI

Hukum Islam juga mengandung asas-asas, asas Hukum Islam berasal dari
sumber Hukum Islam terutama al-Qur’an dan Hadist yang dikembangkan oleh
akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Asas-asas Hukum
Islam banyak, disamping asas-asas yang b`erlaku umum, masing-masing bidang
dan lapangan mempunyai asanya sendirisendiri. Asas-asas umum Hukum Islam
adalah asas-asas hukum yang meliputi semua bidang dan lapangan Hukum Islam,
yaitu sebagai berikut :

A. Azas keadilan
Azas keadilan telah banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun hadist
nabi. Azas tersebut memerintahkan para kaum muslim untuk menegakkan
keadilan terhadap keluarga dan karib terdekat1 . Contoh azas keadilan dalam
ayat Al-Qur’an :

ِ َّ ‫ض ف َ ا ْح كُ ْم ب َ يْ َن ال ن‬
‫اس‬ ِ ‫اْل َ ْر‬
ْ ‫ك َخ لِ ي ف َ ة ً ف ِ ي‬ َ ‫او و د ُ إ ِ ن َّ ا َج ع َ لْ ن َا‬
ُ َ ‫يَا د‬
‫َّللا ِ ۚ إ ِ َّن ال َّ ِذ ي َن‬
َّ ‫ك عَ ْن سَ ب ِ ي ِل‬ ِ ُ ‫ب ِ الْ َح قِ َو ََل ت َت َّب ِ ع ِ الْ َه َو ٰى ف َ ي‬
َ َّ ‫ض ل‬
‫ب شَ ِد ي د ٌ ب ِ َم ا ن َ سُ وا ي َ ْو َم‬ َّ ‫ض ل ُّ و َن عَ ْن سَ ب ِ ي ِل‬
ٌ ‫َّللا ِ ل َ ُه ْم عَ ذ َ ا‬ ِ َ‫ي‬
ِ‫الْ ِح سَ ا ب‬
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan
Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.” (Qs. Shad (38): 26)

1
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.12
Berikut adalah contoh azas keadilan dalam hadist Nabi SAW:
“ Berlakulah adil diantara anak-anak kalian, berlakukanlah adil diantara
anak-anak kalian.” (HR.Abu Dawud dan Al-Nasa’i dari Al-Nu’man bin
Basyir)
Berbuat adil kepada anak-anak bukan berarti harus menyamaratakan
pemberian kepada mereka. Misalnya, anak yang masih duduk di kelas 2 SD
berbeda kebutuhannya dengan anak yang duduk di kelas 2 SMP. Dengan
demikian, adil bermakna proporsional, yaitu sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anak2.
B. Azas Kepastian Hukum
Azas kepastian hukum artinya tidak ada satu perbuatan pun yang dapat
dihukum kecuali atas kekuatan kepastian hukum atau aturan hukum berupa
ayat Al-Qur’an, hadist, atau fatwa para ulama. Azas ini senada dengan azas
legalitas dalam hukum pidana islam. Diantara ayat Al-Qur’an yang bisa
dijadikan argumentasi kuat adalah dalam surat Al-Isra’: 15, sebagai berikut3:

‫ض ُّل‬ َ ‫َم ِن ا ْه ت َد َ ٰى ف َ إ ِن َّ َم ا ي َ ْه ت َ ِد ي لِ ن َ فْ ِس ِه ۚ َو َم ْن‬


ِ َ ‫ض َّل ف َ إ ِن َّ َم ا ي‬
‫از َر ة ٌ ِو ْز َر أ ُ ْخ َر ٰى ۚ َو َم ا كُ ن َّ ا ُم ع َ ذِ ب ِ ي َن‬
ِ ‫عَ ل َ يْ َه ا ۚ َو ََل ت َ ِز ُر َو‬
ً ُ‫ث َر س‬
‫وَل‬ َ َ ‫َح ت َّ ٰى ن َ بْ ع‬
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang
rasul.”

Selanjutnya di surat Al-Maidah ayat 95 terdapat ketegasan Illahi yang


menyatakan Allah mengampuni kesalahan yang sudah berlalu, yang
berbunyi:

2
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.13-14
3
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.14
‫ص يْ د َ َو أ َنْ ت ُ ْم ُح ُر مٌ َو َم ْن‬ َّ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُوا ََل ت َقْ ت ُل ُوا ال‬
ُ‫ق َ ت َل َ ه ُ ِم نْ كُ ْم ُم ت َع َ ِم د ًا ف َ َج زَ ا ٌء ِم ث ْ ُل َم ا ق َ ت َ َل ِم َن ال ن َّ ع َ ِم ي َ ْح كُ م‬
َ َّ ‫ب ِ ِه ذ َ َو ا عَ دْ ٍل ِم نْ كُ ْم هَ دْ ي ًا ب َ ا لِ َغ الْ كَ عْ ب َ ِة أ َ ْو كَ ف‬
ُ‫ار ة ٌ طَ ع َ ا م‬
‫ص ي َ ا ًم ا لِ ي َ ذ ُو َق َو ب َ ا َل أ َ ْم ِر هِ عَ ف َ ا‬ ِ ‫َم سَ ا ِك ي َن أ َ ْو عَ دْ ُل ٰذ َ لِ َك‬
َّ ‫َّللا ُ ِم نْ ه ُ َو‬
ٌ ‫َّللا ُ عَ ِز‬
‫يز‬ َ َ ‫َّللا ُ عَ َّم ا سَ ل‬
َّ ُ‫ف َو َم ْن عَ ا د َ ف َ ي َ نْ ت َقِ م‬ َّ
‫ذ ُو ا نْ ت ِ ق َ ا ٍم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan
dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke
Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-
orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu,
supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah
memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali
mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”

Dari keduanya dapat disimpulkan bahwa azas kepastian tidak ada satu
perbuatan pun yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu4.

4
Anwar Harjono, Hukum Islam: Keluasan dan Keadilannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968),
H.155
C. Azas Kemanfaatan
Azas kemanfaatan adalah azas yang mengiringi azas keadilan dan azas
kepastian hukum. Dalam melaksanakan azas keadilan kan kepastian hukum,
seyogianya dipertimbangkan azas kemanfaatannya, baik bagi yang
bersangkutan maupun orang lain. Dalam menerapkan hukuman mati terhadap
orang yang melakukan pembunuhan, misalnya, dapat dipertimbangkan
kemanfaatan penjatuhan hukuman tersebut bagi terdakwa sendiri dan bagi
masyarakat. Kalau hukuman mati yang akan dijatuhkan itu lebih bermanfaat
bagi kepentingan masyarakat, hukuman itulah yang akan dijatuhkan. Kalau
tidak menjatuhkan hukuman mati lebih bermanfaat bagi terdakwa, keluarga,
atau saksi korban; ancaman hukuman mati dapat diganti hukuman denda yang
dibayarkan kepada keluarga terbunuh5. Pengaplikasian azas ini terdapat pada
surat Al-Baqarah :178 yang akan dibahas pada bagian qisas.
Selanjutnya, terkait dengan asas-asas hukum pidana islam terdapat
6 asas pokok, yaitu:

1. Azas Legalitas
Kata asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar atau
prinsip, sedangkan kata legalitas berasal dari bahasa latin yaitu lex (kata
benda) yang berarti undang-undang, atau dari kata jadian legalis yang
berarti sah atau sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dengan
demikian legalitas adalah "keabsahan sesuatu menurut undang undang"6.
Di buku lain mengatakan, Asas legalitas adalah suatu asas yang
menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum
ada nash (ketentuan) yang melarang perbuatan tersebut dan
mengancamnya dengan hukuman 7. Jadi, Asas legalitas mengandung arti
bahwa seseorang tidak akan dituntut secara pidana akibat perbuatannya
apabila belum ada aturan yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut

5
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.15
6
Subekti dan Tjitrosudibyo, kamus Hukum, (Jakarta: pradnya Paramita, 1969), hlm, 63.
7
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2004,
hlm.29.
merupakan perbuatan pidana atau dapat dikenai hukuman. Dengan kata
lain, seseorang akan dituntut secara pidana apabila ia melanggar aturan
yang telah ada, baik melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Azas ini sejalan dengan surat
Al-An’am: 19

َّ ‫ي ٍء أ َ ْك ب َ ُر شَ َه ا د َة ً ۚ ق ُ ِل‬
‫َّللا ُ ۚ شَ ِه ي د ٌ ب َ يْ ن ِ ي َو ب َ يْ ن َ كُ ْم‬ ْ َ‫ي ش‬ُّ َ ‫ق ُ ْل أ‬
‫ي ٰهَ ذ َ ا الْ ق ُ ْر آ ُن ِْل ُنْ ِذ َر كُ ْم ب ِ ِه َو َم ْن ب َ ل َ َغ ۚ أ َئ ِ ن َّ كُ ْم‬
َّ َ ‫ي إ ِ ل‬ ِ ُ ‫ۚ َو أ‬
َ ‫وح‬
‫ش َه د ُ ۚ ق ُ ْل‬ ْ َ ‫َّللا ِ آ لِ َه ة ً أ ُ ْخ َر ٰى ۚ ق ُ ْل ََل أ‬ َّ ‫ش َه د ُو َن أ َ َّن َم َع‬ ْ َ ‫لَت‬
‫ش ِر كُ و َن‬ ِ ‫إ ِ ن َّ َم ا ه ُ َو إ ِ ٰل َ ه ٌ َو‬
ْ ُ ‫اح د ٌ َو إ ِ ن َّ ن ِ ي ب َ ِر ي ٌء ِم َّم ا ت‬
Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah:
"Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini
diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan
kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).
Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di
samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui". Katakanlah:
"Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)".

2. Azas Tidak Berlaku Surut

Topo Santoso mengatakan bahwa asas ini melarang berlakunya hukum


pidana kebelakang, yaitu kepada perbuatan yang belum ada aturannya. Dengan
kata lain, hukum pidana harus berjalan kedepan. Pelanggaran terhadap asas ini
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia8. Asas ini pada
kenyataannya merupakan konsekuensi dari asas legalitas. Syari’at islam sangat
kaya dengan bukti yang menegaskan asas tidak berlaku surut9. Misalnya:

‫وَل تنكحوا مانكح أباؤكم من النساء اَل ما قد سلف انه كان فاحشة وساء سبيال‬
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lalu. Sesungguhnya perbuatan

8
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Gema Insani Press, 2003) h.12
9
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung, syamil , Press, 2003) h.120
itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (Q.S.al-Nisa’ :
22).
Mengenai ayat di atas, al-Razi berkata bahwa ketentuan yang
dibawa ayat tersebut memberikan pengertian bahwa sebelum turunnya ayat
ini, perbuatan mengawini bekas isteri ayah (ibu tiri) diampuni Allah.
Meski perbuatan tersebut telah dilarang dan harus dihentikan setelah
turunnya ayat di atas.
Kalau ditelusuri lebih jauh ayat di atas, dapat ditegaskan bahwa di
dalamnya mengandung unsur pidana dan unsur perdata. Unsur pidananya
tidak berlaku surut, yaitu perilaku mengawini ibu tiri sebelum turunnya
ayat, tidak dikenakan sanksi (dosanya telah diampuni). Sedangkan unsur
pedatanya tetap berlaku surut, yakni orang yang sementara
memperisterikan ibu tirinya, perkawinannya harus diputuskan.
Kalau dibandingkan asas tidak berlaku surut yang ada dalam al-
Quran dengan yang ada dalam hukum positif, maka ditemukan
keistimewaan hukum dalam al-Quran, baik dari segi masa berlaku maupun
materinya. Sebab, dalam al-Quran, aturan pidana mutlak tidak berlaku
surut, sedangkan dalam hukum positif tidak mutlak.
C. Asas Praduga Tak Bersalah
Menurut asas praduga tak bersalah, semua perbuatan
dianggap boleh, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh suatu nash
hukum.selanjutnya setiap orang dianggap tidak bersalah untuk
suatu perbuatan jahat, kecuali dibuktikan kesalahannya pada suatu
kejahatan tanpa ada keraguan. Jika suatu keraguan yang beralasan
muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan.
Apabila penggugat tidak mampu membuktikan kesalahan
dari tergugat, maka gugatannya ditolak atau tidak dapat diterima,
karena pada dasarnya seseorang wajib dianggakp tidak bersalah
mana kala belum dapat dibuktikan.
Dalam hukum Islam, asas praduga tak bersalah, didasarkan
pada kaidah fikih yang berbunyi:
Asal dari pada hukum adalah bebasnya seseorang dari
beban atau Tanggungan.
Pada setiap perkara melaluai pengadilan, diperlukan
pembuktian baik itu terjadi dalam proses perkara perdata ataupun
proses perkara pidana. Hukum pembuktian dalam hukum acara
merupakan suatu hal yang sangat penting, karena tugas hukum
acara yang terpenting adalah menentukan kebenaran dalam suatu
pertentangan kepentingan.
Pembuktian bertujuan untuk dijadikan dasar bagi para
hakim dalam menyusun putusannya. Seorang hakim tidak boleh
hanya besandar pada keyakinannya belaka akan tetapi harus pula
disandarkan kepada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang
besengketa yang merupakan alat bukti.
Seseorang yang dituduh melakukan kejahatan harus
dianggap tidak beralah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang
meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang itu.
Perlunya pembuktian, agar manusia tidak semaunya saja
menuduh orang lain dengan tanpa adanya bukti yang menguatkan
tuduhannya. Adanya kewajiban ini akan mengurungkan gugatan
orang-orang yang dusta, lemah dan gugatan yang asal gugat. Oleh
karena itu, Imam Malik dan sebagian fuqaha tidak membenarkan
gugatan yang tidak nampak adanya kebenaran dan penggugatnya
tidak perlu diminta sumpahnya, karena sematamata melihat
qarinah-qarinah secara lahiriyah.
Dalam hukum Islam bahwa, untuk membuktikan kebenaran
gugatan adalah tugas dari penggugat, sebab menurut asal dari
segala urusan itu diambil yang lahirnya. Maka wajib atas orang
yang mengemukakan gugatannya atas sesuatu yang lahir, untuk
membuktikan kebenaran gugatannya itu.
Kaidah praduga tak bersalah ini memiliki pengecualian,
yaitu apabila seseorang mengatakan, bahwa barang titipan yang
dititipkan padanya sudah dikembalikan, sedang yang menitipkan
tidak mengakui telah menerimanya. Dalam hal ini jika orang yang
mengatakan telah mengembalikan barang titipan itu, adalah orang
yang kepercayaan, maka dapatlah pengakuan itu diterima dengan
disumpah10.
D. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Kepada Orang Lain
Asas ini berkaitan erat dengan masalah pertanggung
jawaban pidana. Artinya, seseorang harus bertanggung jawab atas
segala hal yang telah dilakukan dan tidak ada konsep pelimpahan
kesalahan pada pihak lain. Dasar kuat tentang adanya asas larangan
memindahkan kesalahan orang lain adalah ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis-hadis nabi. Salah satu ayat tersebut adalh
‫از َر ة ٌ ِو ْز َر أ ُ ْخ َر ٰى‬
ِ ‫َو ََل ت َ ِز ُر َو‬
Dan seseorang yang tidak berdosa tidak dapat memikul
dosa orang lain. (QS.Al-Isra’: 15)

E. Asas keharusan membatalkan hukuman akibat unsur keraguan


asas ini didasarkan yang menyatakan bahwa hendaknya menghindarkan
hukuman had jika ada unsur keraguan. Seperti lagu:

10
http://www.referensimakalah.com/2012/12/asas-praduga-tak-bersalah-dalam-hukum-
islam.html diakses pada tanggal 07 Oktober 2018 jam 23:03
”Dari Aisyah RA berkata,”Rasulullah bersabda, ‘Hindarilah hukuman
hudud dari kaum muslim sesuai dengan kemampuan kalian. Jika sekiranya
ada jalan keluar, bebaskanlah karena sesungguhnya seorang penguasa atau
hakim jika sudah dalam salam memberikan maaf akan jauh lebih baik
daripada salah dalam metode menjatuhkan hukuman.” (HR.Al-Tirmidzi)
F. Asas kesamaan diharapan bulan
Asas bulan ini atas firmahn allah dan sabda nabi. Dalam hukum pidana
islam tidak ada perbedaan antara pejabat dan rakyat, antara orang kaya dan
orang miskin,serta antara kelompok satu dengan kelomok lainnya.
Perhatikan firman Allah tersebut 11 ? Terhadap sudara ikhwan dirumah
sakid
‫اس إ ِ ن َّ ا َخ ل َ قْ ن َا كُ ْم ِم ْن ذ َكَ ٍر َو أ ُنْ ث َ ٰى َو َج ع َ لْ ن َا كُ ْم‬
ُ َّ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال ن‬
ۚ ‫َّللا ِ أ َت ْ ق َ ا كُ ْم‬
َّ َ ‫ار ف ُوا ۚ إ ِ َّن أ َ ْك َر َم كُ ْم ِع نْ د‬ َ َ ‫شُ ع ُو ب ً ا َو ق َ ب َ ا ئ ِ َل لِ ت َع‬
‫َّللا َ عَ لِ ي مٌ َخ ب ِ ي ٌر‬َّ ‫إ ِ َّن‬
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat :13)
Demikianlah hukum pidana islam yang mempunyai asas kesamaan di
depan hukum serta tidak mengenal istilah kasta dan sikap diskriminatif. Sebainya,
hukum orang sama,sepadan, dan sejajar di depan umu.12

11
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.22

12
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.15- 25 mau balik
sumpahhh Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) H.22

Anda mungkin juga menyukai