Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................................ 1

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................... 2

D. Manfaat .................................................................................................................. 2

Bab II Pembahasan

1. Psikologi Dalam Pemikiran Islam ......................................................................... 3

2. Hakikat Psikologi Dalam Islam ............................................................................. 8

3. Metode Pemerolehan Kesehatan Mental Dalam Islam ....................................... 10

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 13

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Semerbak diskursus islamisasi sains menebar pesona dengan mencitrakan
diri sebagai ilmuwan Islam yang benar. Dengan argumen historis menampilkan
superioritas yang pernah diraih. Pesonanya pun seakan membangkitkan gairah
para intelaktual (yang beragama) Islam untuk membangun kembali puing-
puing reruntuhan. Tidak ketinggalan para muslim yang bergelut di bidang
psikologi, juga turut meramaikan pengembangan ilmu pengetahuan dengan
menggagas Psikologi Islam.

A. Rumusan Masalah
1) Apa hubungan anatara islam dan psikologi?
2) Bagaimanakah perspektif islam dalam memandang psikologi?
B. Tujuan
1) Mengetahui hubungan islam dan psikologi.
2) Mengetahui bagaimana cara islam memandang psikologi.
C. Manfaat
1) Teoritis, yaitu: (1) meneliti perilaku-perilaku jiwa keagamaan; (2)
mengakomodasi dan mengembangkan pemikiran-pemikiran
perilaku keagamaan.
2) Praktis, yaitu perilaku-perilaku keagamaan didukung oleh motif-
motif tertentu. Sehingga kita dapat membimbing orang yang
berperilaku keagamaan tersebut.
3) Normatif, yaitu dapat melihat perilaku keagamaan secara
proposional, yang mendorong dapat hidup saling menghormati
antara pemeluka agama sehingga tercipta tri kerukunan umat
beragama.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. psikologi dalam pemikiran Islam
Perbedaan dalam mendefinisikan psikologi sebagai cabang ilmu di atas
membutuhkan beberapa penjelasan. Psikolog awal berkonsentrasi dalam
mempelajari kehidupan mental (concious experience) dengan cara melakukan
interview terhadap subjek yang menceritakan pengalamannya. Psikologi
behaviouris yang muncul kemudian menolak pengertian itu dan menawarkan
psikologi sebagai ilmu tingkah laku karena objek psikologi harus lah nyata dan
dapat diobservasi. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun dengan
mengadopsi observasi behaviouris, psikologi diartikan sebagai studi mengenai
tingkah laku dan kehidupan mental.psikologi dalam pemikłran islam menurut
tokoh-tokoh di antaranya adalah Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Majah, Suhrawardi AI-
Magful, dan NasirAl-DinTusi.

A. Al-Kindi

Menurut al-Kindi, jiwa tidak tersusun, mempunyai arti penting,


sempurna, dan mulia. Selain itu jiwa bersifat spritual, ilahiah, terpisah dan dari
tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat nafsu dan pemarah. Al-Kindi membuat
perbandingan tentang keadaan jiwa. Jika kemuliaan ijwa diingkari dan tertarik
pada kesenangan jasmani, Al-kindi membandingkan mereka dengan babi. Jika
dorongan nafsu birahi yang sangat dominan, dibandingkan Al-Kindi dengan
anjing, sedangkan bagi mereka yang menjadikan akal sehat sebagai tuannya,
dibanding kan Al-Kindi dengan raja. Namun demikian antara jiwa dan jisim
kendati pun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan.
Bimbingan ini dibutuhkan agar hidup manusia menjadi serasi dari unsur berkuasa.
Untuk mencapai keseimbangan, manusia memerlukan tuntunan yaitu iman dan
wahyu.
Pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pemikiran Plato daripada
Aristoteles. Namun, Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa

3
jiwa berasal dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga
daya, yaitu: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir.

B. Ibnu Bajjah

Ibnu Bajjah seperti juga Aristoteles, mendasarkan psikologinya pada


fisika. Dia memulai pembahasan mengenai jiwa dengan definisi jiwa dan
menyatakan bahwa tubuh, baik yang alamiah maupun tidak, tersusun dari dari
materi dan bentuk. Bentuk merupakan perolehan permanen adalah kenyataan
tubuh, Kenyataan itu bermacam-macam: ia memiliki segala yang bereksistensi
melaksanakan fungsi mereka tanpa harus digerakkan atau segala yang bergerak
adalah aktif bila mereka diaktifkan.
Tubuh jenis kedua ini terdiri atas penggerak dan digerakkan. Sedangkan
tubuh yang tidak alamiah memiliki penggerak luar. Bentuk yang membuatnyata
tulbuh alamiah disebut jiwa. Oleh karena itu, jiwa dianggap sebagai pernyataan
pertama dalam tubuh alamiah yang teratur, yang bersifat nutritit, sensitif, dan
imajinatif.
Unsur yang nutritif yang bertindak berdasarkan makanan akan membuat
menjadi bagian dari tubuh. Unsur itu adalah yang mengubah sesuatu spesies
potensial menjadi suatu spesies aktual kalau diubah oleh sesuatu yang lain. Oleh
karena itu, ia memerlukan sesuatu penggerak untuk mengubahnya.Penggerak itu
adalah yang merasa sedangkan yang digerakkan ialah organ rasa.
Persepsi psikis ada dua macam. Yaitu sensasi dan imajinasi.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya sensasi bersifat mendahului imajinasi yang
untuk nya ia mensuplai materi itu. Pendeknya, sensasi merupakan sesuatu
kapasitas tubuh yang diaktifkan oleh perasa. Karena gerak itu banyak jumlahnya,
maka sensasi pun banyak jumlahnya dan karena yang terasa itu bersifat umum
atau khusus maka sensasi pun bersifat umum atau khusus.
Pancaindra merupakan unsur dari indra tunggal yaitu akal sehat
merupakan realisasi penuh tubuh secara keseluruhan dan karenanya disebut
dengan ruh (soul). Unsur ini juga mensuplai materi untuk unsur imajinasi karena

4
dianggap sebagai realisasi unsur imajinatif ini didahuluhi oleh sensasi yang
mensuplai materi kepadanya. Sensasi bersifat umum dan imajinatif bersifat
khusus unsur imajinatif berpuncak pada penalaran.

C. Suhrawardi al-Magful

Ada satu pertanyaan tentang jiwa dan fisik apakah penerangan abstrak
individual yang kita namakan jiwa manusia ada atau tidak ada sebelum
penyeretaan fisiknya. Suhrawardi mengutip pertanyaan pemikiran Ibnu Sina
sehubungan dengan pertanyaan ini dan menggunakan argumentasi yang sama
untuk menunjukkan bahwa jiwa individual tidak dapat dipandang sudah ada
sebelum keberadaan fisiknya seperti banyak unit sinar. Hubungan antara
penerangan abstrak atau antara jiwa dan tubuh, bukanlah hubungan sebab akibat,
ikatan antara mereka adalah cinta. Tubuh yang merindukan penerangan menerima
penerangan melalui jiwa, karena sifatnya tidak mengizinkan komunikasi langsung
antara sumber cahaya dan dirinya sendiri. Namun, jiwa tidak dapat
menyampaikan sinar yang diterima secara langsung itu kepada benda padat yang
gelap karena memang berbeda antara jiwa dan tubuh. Agar terjadi hubungan satu
sama lain diperlukan suatu media, suatu yang berdiri antara terang dan gelap.
Media ini adalah jiwa hewani, yaitu suatu asap yang transparan, halus dan panas,
berada di semua bagian tubuh dengan tempat utama berada di rongga kiri jantung.
Dikarenakan persamaan jiwa hewani dengan sinar di malam yang gelap, hewan
darat berlari menuju ke api yang menyala. Sedangkan hewan laut meninggalkan
tempat tinggalnya untuk menikmati pemandangan bulan yang indah. Karena itu,
idealnya manusia meningkatkan terus lebih tinggi dalam skala wujud dan
menerima lebih banyak penerangan yang berangsur-angsur membawa kebebasan
sempurna dari dunia bentuk Akan tetapi, bagaimana cara mewujudkan ideal ini?

Jawabannya adalah dengan pengetahuan dan tindakan.

5
Suhrawardi adalah penganut panteisme yang sejauh ini mendefinisikan
Tuhan sebagai jumlah keseluruhan semua eksistensi yang ideal dan jelas
(sensible). Berlainan dengan pendahulunya yang menyatakan bahwa dunia adalah
suatu yang riil dan jiwa manusia adalah individualitas yang khas. Terhadap teolog
ortodoks ia mengatakan bahwa penyebab utama setiap fenomena ialah cahaya
mutlak yang penerangannya membentuk esensi alam semesta, Dalam bidang
psikologi, ia mengikuti Ibnu Sina. Namun perlakuannya terhadap bidang Studi ini
lebih sistematis dan empiris.

D. Nasir Al-Din Tusi

Tusi membuka karangannya tidak dengan mengemukakan bukti esensi


mengenai jiwa, tetapi dengan mengemukakan asumsi bahwa jiwa merupakan
suatu realitas yang dapat terbukti dengan sendirinya dan memang tidak dapat
dibuktikan.Jiwa merupakan substansi yang sederhana dan immaterial yang dapat
merasa. Ia mengontrol tubuh melalui otot-otot dan alat perasa, tetapi tidak dapat
dirasakan melalui alat-alat tubuh. Menurutnya jiwa tidak dapat dibagi. la
menyatakan bahwa penalaran atas logika, fisika, matematika, teologi, dan
sebagainya, terdapat dalam satu jiwa tanpa bercampur baur dan dapat diingat
dengan kejelasan yang khas serta mustahil berada dalam suatu substansi
material.Oleh karena itu, jiwa merupakan suatu subtansi immaterial indra-indra
jiwa. Tusi mengungkapkan bahwa jiwa imajinatif menempati posisi tengah antara
Jiwa hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal yang
menerima pengetahuan dari akal pertama. Akal terbagi menJadi akal teoretis dan
akal paraktis sebagaimana dikemukakan Aristoteles. Tusi sependapat dengan al-
Kindi bahwa akal teoretis merupakan suatu potensialitas yang perwujudannya
mencakup empat tingkatan, yaitu: akal material, akal malaikat, akal aktif, dan akal
yang diperoleh. Sedangkan tradisi yang diterimanya Ibnu Sina dan Al- Ghazali,
Tusi mempercayai lokalisasi fungsi otak. Dia mencampakkan akal sehat Dalam
ruang yang pertama, persepsi berada di bagian awal ruang otak yang kedua,
imajinasi berada di ruang otak ketiga, ingatan berada di bagian belakang Otak.

6
Berdasarkan uraian para pemikir Islam tersebut di atas pendefinisian
psikologi erat kaitannya dengan makna jiwa dalam padangan Islam sebab
psikologi secara
etimologi memillki arti ilmu tentang jiwa. Dalam Islam istilah jiwa dapat
dinamakan dengan istilah al-nafs namun ada pula yang menyamakan dengan
istilah al-ruh. Psikologi dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab menjadi ilmu
nafs, bahkan Soekanto Mulyomar-tonole bih khusus dengan menyebutnya dengan
nafsiologi Penggunaan istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah
al-nafs, yaitu aspek psikologi pada diri manusia.
Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut. kajian Islam
yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kajiwaaan manusia, agar
secara sadar ia membentuk kualitas diri yang lebih sempurna mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Hakikat definisi tersebut mengandung tiga pokok:


1) Psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian-kajian masalah keislaman.
2) Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia.
3) Psikologi Islam syarat akan nilai etik.

Psikologi Islam memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu


keislaman yang Iain, seperti sosiologi Islam, politik Islam, ekonomi Islam dan
sebagainya. Penempatan kata-kata Islam di sini memiliki arti corak, cara pandang,
pola pikir, paradigma, atau aliran-alairan tersendiri yang berbeda dengan psikologi
kontemporer pada umumnya.
Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan
juga hakikat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa
mannusia bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat
tergantung pada ikhtiarnya. Dari sini tampak bahwa psikologi Islam mengakui
adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi, berpikir, berkehendak,

7
dan bersikap secara sadar, walaupun dalam kebebasan tersebut dalam koridor
sunah-sunah Allah SWT.
Psikologi Islam mernpunyai tujuan yang hakiki, yaitu merangsang
kesadaran diri agar mamapu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat, Psikologi Islam adalah disiplin ilmu yang
membantu seseorang untuk memahami ekpresi diri, aktualisasi diri, evaluasi diri,
baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.1

1
Saleh Abdul Rahman. Psikologi: dalam suatu pengantar dalam prespektif islam. (Jakarta:
Kencana, edisi pertama, cet.1, 2004). hal.16

8
Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerol
ehan dan pemeliharaankesehatan mental dalam perspektif Islam
: P e r t a m a , m e t o d e tahali, takhalli, d a n tajalli; Kedua, metode syariah, thariqah,
Haqiqah dan ma’rifat ; dan ketiga, metode iman, Islam Dan
ihsan. Sebuah hadits menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan
metode pemerolehandan pemeliharaan kesehatan mental yaitu: 1)
metode iman yang berkaitan dengan prinsip - prinsip kepercayaan dan
keyakinan kepada Tuhan dan kepada hal -hal yang gaib; 2) metode
Islam yang berkaitan dengan prinsip -prinsip ibadah dan muamalah; 3)
metode ihsan yang berkaitan dengan prinsp-prinsip moral atau etika.

1) M e t o d e I m a n i a h
I m a n s e c a r a h a r f i a h d i a r t i k a n d e n g a n r a s a a m a n ( al - aman) d a n
k e p e r c a ya a n ( al -amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa
tenang dan sikapnya penuh keyakinand a l a m m e n g h a d a p i s e m u a m a s a l a h
hidup. Dalam mengatur alam dan i s i n ya , Allah
S W T memberikan rambu-rambu petunjuk (hidayah)-
Nya untuk kelangsungan dan keselamatanhidup di dunia dan akhirat.
Petunjuk yang dimaksud diturunkan melalui dua jalur: Pertama, jalur tertulis
yang termaktub dalam kitab suci Al-Quran dengan pemberian petunjuk
inudengan mengutus Rasul dan Malaikat -Nya. Jalur ini lazim disebut
jalur Quraniyah; Kedua, jalur tidak tertulis yang berkaitan dengan alam dan
isinya yang disebut dengan jalur Kauniyah atau sunnatulah. Keimanan yang
direalisasikan secara benar akan membentuk kepribadian mukmin yang
membentuk 6 karakter yaitu:

a. Karakter Rabbani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan


(mengambil danmengamalkan) sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam
tingkah laku nyata
sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses pembentukan kepribadi

9
annya ditempuhmelalui tiga tahap yaitu ta’alluq, takballuq2, d a n tabaqquq.
Proses ta’alluq adalah menggantungkan kesadaran diri dan pikiran kepada
Allah dengan cara berpikir dan berzikir kepadaNya (QS. Ali-Imran:191).
Proses takballuq adalah adanya kesadaranuntuk menginternalisasikan
sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah lakunyata sebatas
pada kemampuan manusiawinya. Proses ini dlakukan
karena adanyaf i t r a h m e n u s i a ya n g m e m i l i k i p o t e n s i
asma’ al-husna. P r o s e s Tabaqquq adalahkesadaran diri akan adanya
kebenaran, kemuliaan, keagungan Allah SWT sehingga tingka lakunya
didominasi olehNya.

b. Karakter Maliki, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat


Malaikatyang agung dan mulia. Kepribadian maliki diantaranya menjalankan
perintahNya dantidak berbuat maksiat (QS. Al-Tahrim: 6), bertasbih kepadaNya
(QS. Al-Zumar: 75),menyampaikan informasi kepada yang lain (QS. Al -
Nahl: 102), membagi-bagikanrizki untuk kesejahteraan berama dan
memelihara kebun (Jannat) yang indah (QS. Ar-Ra’d: 24).

c.Karakter Qurani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan


nilai-nilai Quranidalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian Qurani seperti
membaca, memahamidan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam Al-
Quran dan Sunnah.

d.Karakter Rasuli, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan


sifat-sifat
Rasuly a n g m u l i a . K a r a k t e r k e p r i b a d i a n R a s u l i d i a n t a r a n y
a j u j u r ( al-Siddiq) , d a p a t dipercaya (al-Amanah), menyampaikan informai
atau wahyu (al-Tabligh) dan cerdas(al-Fathonah).

2
Komarudin Hidayat, ‘Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri’, dalam Budhy
Munawar-Rachman (editor),Kontekstualisasi Doktrn Islan dalam Sejarah (Jakarta;
Paramadina; 1995), hlm. 191-192

10
e.K a r a k t e r y a n g b e r w a w a s a n d a n m e m e n t i n g k a n m a s a d e p
a n ( h a r i a k h i r ) y a n g menghendaki adanya karakter yang
mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek atau wawasan masa
depan daripada masa kini (QS. al-Dhuha: 4), bertanggung jawab (QS. al-Nisaa’:
77).f.Karakter Takdiri, yaitu karakter yang menghendaki adanya
penyerahan dan kepatuhan p a d a h u k u m - h u k u m , a t u r a n -
aturan dan sunnah-
s u n n a h A l l a h S W T u n t u k kemaslahatan hidupnya.

2.Metode Islamiah
Islam secara etimologi memilik tiga makna yakni penyerahan dan
ketundukan (al - silm), perdamaian dan keamanan (al -salm), dan keselamatan
(al - salamah)3. Realisasi metodeIslam dapat membentuk kepribadian muslim
yang mendorong seseorang untuk hidup
bersih,s u c i d a n d a p a t m e n ye s u a i k a n d e n g a n s e g a l a k o n d i s i y a n g
m e r u p a k a n s ya r a t t e r c i p t a n ya kesehatan mental. Kepribadian muslim
membentuk lima karakter ideal.
a.Karakter Syabadatain yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan
membebaskandiri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dan
relatif seperti materidan hawa nafsu (QS. Al-Furqon: 43). Lalu mengisi
diri sepenuh hati hanya kepadaAllah SWT.
b.Karakter Mushaillii,ya i t u k a r a k t e r ya n g m a m p u b e r k o m u n i k a s i d e n
gan Allah dandengan sesama manusia. Komunikasi ilahiah dita
n d a i d e n g a n t a k b i r , s e d a n g k a n kominukasi ihsaniah ditandai dengan
salam. Karakter mushailli juga menghendakiadanya kebersihan dan kesucian
lahir dan batin dengan berwudhu (kesucian lahir) dandalam kesucian batin
diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyu’an.

c.Karakter muzakki, y a i t u k a r a k t e r y a n g b e r a n i m e n g o r b a n k a n
hartanya untuk k e b e r s i h a n d a n k e s u c i a n j i w a n y a ( Q
S . A l - T a u b a h : 1 0 3 ) , s e r t a p e m e r a t a a n kesejahteraan ummat
pada umumnya.
d. Karakter sha’im yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan
menahan diri darinafsu-nafsu rendah. Dan apabila dirinya terbebas
dari nafsu-nafsu rendah maka ia berusaha mengisi diri dengan tingkah
laku yang baik.
e.Karakter Hajji yaitu karakter yang mampu mengorbankan harta, waktu, bahkan
nyawademi memenuhi panggilan Allah SWT.

3.Metode Ihsaniah

3
Afif Abd al-Fatah, Ruub al-Din al-Islamiy (Damascus: Syarif Khalil Syakar, 1966), hlm. 18

11
I h s a n s e c a r a b a h a s a b e r a r t i b a i k . O r a n g y a n g b a i k ( Muhsin
) a d a l a h o r a n g y a n g mengetahui hal-hal yang baik,
mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan di
lakukand e n g a n n i a t a n y a n g b a i k . M e t o d e i n i b i l a d i l a k u k a n d e n
g a n b e n a r m a k a m e m b e r i k a n kepribadian muhsin.4

4
Ibrahim Basyuniy, Nasy’at al-Tasbawwuf al-Islamiy, (Mesir; Dar al-Ma’arif, tt) hlm. 17-25

12
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Saleh Abdul Rahman. Psikologi: dalam suatu pengantar dalam prespektif islam. (Jakarta:
Kencana, edisi
pertama, cet.1, 2004)
2. Komarudin Hidayat, ‘Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri’, dalam Budhy
Munawar
Rachman (editor),Kontekstualisasi Doktrn Islan dalam Sejarah (Jakarta; Paramadina;
1995)
3. Afif Abd al-Fatah, Ruub al-Din al-Islamiy (Damascus: Syarif Khalil Syakar, 1966)
4. Ibrahim Basyuniy, Nasy’at al-Tasbawwuf al-Islamiy, (Mesir; Dar al-Ma’arif, tt)
5. https://www.scribd.com/document/24001767/Makalah-Islam-Psikologi
6. https://www.kompasiana.com/meipritangguh/islam-psikologi-islam-dan-
psikologi-modern_54f936d9a3331112678b4af6
7. https://perilakukognitif.wordpress.com/2014/07/16/psikologi-dalam-pandangan-islam/

13

Anda mungkin juga menyukai