Anda di halaman 1dari 7

Solusi Hubungan Diplomasi Indonesia-Malaysia

Dari Kacamata Komunikasi Antarbudaya


Oleh : Yulianti
I. PENDAHULUAN
Presiden Amerika Serikat John Kennedy dan Presiden Meksiko Adolfo Lopez Meteos
bertemu di Meksiko pada tahun 1962. ketika mengendarai mobil, Kennedy
memperhatikan jam tangan Presiden Meksiko. Kennedy pun memuji Lopez, ”Betapa
indahnya jam tangan Anda.” Lopez segera memberikan arlojinya kepada Presiden
Amerika Serikat seraya berkata, ”Jam tangan ini milik Anda sekarang.” Kennedy
merasa malu karena pemberian itu. Ia berusaha menolaknya, namun Presiden Meksiko
menjelaskan bahwa di negaranya ketika seseorang menyukai sesuatu, sesuatu itu
harus diberikan kepadanya-kepemilikan adalah masalah perasaan dan kebutuhan
manusia, bukan milik pribadi.” Kennedy terkesan oleh penjelasan itu dan menerima
arloji itu dengan rendah hati. Tak lama kemudian, Presiden Lopez berpaling kepada
Presiden Amerika dan berkata, ”Aduh, betapa cantiknya istri Anda,” yang dijawab
oleh Kennedy,”Silakan ambil kembali jam tangan Anda.”

Suatu perang terjadi antara sebuah kerajaan Melayu di Indonesia dan sebuah
angkatan perang penjajah karena perkara ”sepele”. Ketika berkunjung ke kerajaan
itu, komandan bule mencium tangan sang permaisuri sebagai tanda penghormatan. Raja
marah, menganggap pemimpin kolonial itu kurang ajar. (Condon dan Yousef dalam
Mulyana, 2001)

“We cannot not communicate ...”, kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Mengapa
komunikasi penting? Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga
seni bergaul. Agar dapat berkomunikasi efektif, tidak hanya dituntut pemahaman
akan prosesnya, tapi juga dituntut untuk mampu menerapkan pengetahuan secara
kreatif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam mana makna yang
distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator-pendeknya,
komunikasi efektif adalah makna bersama. (Verderber dalam Tubbs,2001:viii).
Kurangnya komunikasi dapat menimbulkan agresivitas. Hal ini telah banyak
dibuktikan dalam penelitian. Vance Packard dalam bukunya A Nation of Strangers
menyebutkan bahwa dalam suatu penelitian diketahui bahwa percobaan pembunuhan atas
presiden atau kandidat presiden Amerika Serikat ternyata dilakukan oleh orang-
orang yang merasa kesepian atau terasing. (Mulyana dalam Tubb, 2001:xi)
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi untuk dapat mewarnai serta
mengendalikan lingkungan sekitar. Mengenai hal ini, Judy C. Pearson dan Paul
E.Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk
kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan
kesadaran pribadi, penampilan pribadi serta pencapaian tujuan/ambisi hidup.
Kedua,untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan
social dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat. Proses komunikasi secara
umum menurut Harold Lasswell trjadi dengan melibatkan unsure-unsur diantaranya
yaitu Who, Says what, In which channel, To Whom and with what effect. Dari formula
Lasswell tersebut bisa dilihat adanya lima unsur utama dalam komunikasi yaitu :
1. Who ---- Komunikator.
Merupakan orang yang menyampaikan pesan. Disebut juga sebagai pembicara atau
originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi atau
perusahaan. Untuk menyampaikan pesan tersebut, sumber harus mengubah perasaan atau
atau pikirannya kedalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya
difahami oleh penerima pesan. Dalam hal ini pengalaman masa lalu, nilai dan norma
yang dianut, budaya, pola pikir dan persepsi sumber akan mempengaruhi sumber dalam
menyampaikan pesan.

2. Says what --- Pesan


Merupakan hal-hal apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol pesan verbal dan nonverbal yang yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi.Simbol terpenting dari pesan
adalah berupa ungkapan verbal atau kata-kata. Namun pesan juga dapat dirumuskan
secara nonverbal melalui gerakan angota ubuh, penampilan, senyuman, tatapan mata
dan sebagainya.

3. In which channel --- Media atau saluran komunikasi


Merupakan alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya
kepada penerima. Saluran boleh jadi merujka kepada bentuk pean yang disampaikan
kepada penerima, apakah saluran verba atau nonverbal. Saluran juga merujuk kepada
cara penyajian apakah langsung (tatap muka) atau lewat media cetak (surat kabar,
majalah) atau melalui media elektronik (tv, radio, telepon,dll).

4. To whom --- Penerima atau receiver


Ering juga disebut sebagai sasaran, tujuan, komunikan, pendengar atau khalayak,
yakni orang yang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu,
rujukan nilai, pengetahuan,persepsi dan budaya serta pola pikir dan perasaannya,
penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan
atau nonveral yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami.

5. And whit what effect --- Efek komunikasi


Yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan atau gagasan tadi.
Ffek bisa berupa pemahaman, penambahan pengetahuan atau perubahan sikap.

1.1. Urgensi Komunikasi Antarbudaya


Dua cerita di atas merupakan contoh komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi yang
terjadi diantara orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat
pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin. Ada dua kesamaan dalam cerita
di atas yaitu bahwa ada kesulitan komunikasi yang dihadapi oleh para pelaku yang
diakibatkan perbedaan kultural masing-masing. Di dunia ini tidak ada satu pun
budaya yang sama dan sejenis meskipun ada pada satu area. Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan risiko yang fatal berupa disintegrasi dan
bahkan peperangan seperti pada cerita di atas.
Dewasa ini kesalahpahaman-kesalahpahaman seperti itu masih sering terjadi ketika
bergaul dengan kelompok budaya yang berbeda. Problem utamanya adalah bahwa kita
cenderung menganggap budaya kita sebagai suatu kemestian dan mempergunakannya
sebagai standar untuk mengukur budaya lain. Meskipun berbagai kelompok budaya
semakin sering berinteraksi, bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun, TIDAK
BERARTI komunikasi akan berjalan mulus atau bahwa dengan sendirinya akan tercipta
saling pengertian di antara keduanya.
Hal ini juga yang mungkin menjadi penyebab seringnya terjadi ”gesekan” antara dua
negeri serumpun yaitu Indonesia dan Malaysia, baik dalam persoalan perebutan hak
karya cipta seni dan intelektual, masalah kabut asap, masalah tenaga kerja dan
lain-lain. Masing-masing negara merasa yakin telah mengenal satu sama lain karena
merasa telah ”serumpun” yaitu melayu, sehingga menganggap mudah segala hal.
Padahal mekanisme komunikasi budaya tidaklah semudah itu. Tidak pernah ada dua
budaya yang sama persis, meskipun dia ada di satu daerah yang sama. Tengoklah
Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya. Meskipun semuanya tinggal di
satu daerah, satu rumpun, bahkan mungkin bisa jadi ada pada daerah perbatasan
antara dua wilayah. Namun, tidak ada dua budaya atau adat yang sama persis.
Kesalahpahaman-kesalahpahaman antarbudaya di atas dapat dikurangi bila kita
sedikitnya mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-
prinsip komunikasi antarbudaya dan mempraktikannya dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
Lebih jauh, Litvin dalam Mulyana (2001:x) menyebutkan beberapa alasan pentingnya
mempelajari komunikasi lintasbudaya, yakni :
1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya
sangat diperlukan.
2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman pengalaman anggota-
anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilai berbeda.
3. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap individu dan atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-
pola budaya mendasar yang berlaku.
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk
mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.
7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang
lain, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan
dan masalah manusia.
8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah
suatu usaha yang memerlukan keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan
dunia orang itu bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari
dari dia, tapi semakin berbahaya untuk memahaminya.
9. Pengalaman-pengalaman antarbudaya dapat menyenangkan dan menumbuhkan
kepribadian.
10. Ketrampilan-ketrampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan
seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan
multikultural.
11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam
komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbiter tidaklah menyusahkan
atau memudahkan.
12. Situasi-situasi komunikasi antarbudaya tidaklah statik dan bukan pula
stereotip. Karena itu, seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi
situasi. Ia harus disiapkan untuk menghadapi suatu situasi eksistensial. Dalam
konteks ini, kepekaam, pengetahuan dan ketrampilannya bisa membuatnya siap untuk
berperan serta dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling
memuaskan.

II. Hubungan Diplomatik Indonesia-Malaysia dari Kacamata Komunikasi Antarbudaya


Sebagaimana dikatakan di awal bahwa tidak pernah ada budaya yang sama persis,
meskipun antara dua orang yang menggunkan bahasa yang sama dan tinggal di rumpun
atau wilayah yang sama. Seperti halnya dalam interaksi masyarakat Indonesia dan
Malaysia. Meskipun keduanya sama-sama satu rumpun yaitu melayu dan tinggal di
wilayah yang sama yaitu Asia Tenggara, bukan berarti komunikasi di antara keduanya
akan berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Ketika dua orang atau lebih dari
budaya-budaya yang berlainan berkomunikasi, penafsiran keliru atas sandi merupakan
pengalaman yang lazim. Komunikasi antar budaya dapat terjadi dalam konteks
komunikasi manapun mulai dari komunikasi antara dua orang, komunikasi massa sampai
komunikasi internasional.

2.1. Definisi Budaya


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan).
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya
(baik dalam arti ras, etnik atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Komunikasi
antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima
pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera
dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan
disandi disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas
seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda
budaya akan berbeda pula yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.
2.2. Sarana Komunikasi Antarbudaya
Dengan adanya inovasi teknologi dalam dua dekade terakhir ini, kehidupan
kontemporer merupakan lautan hubungan sosial yang melingkar-lingkar. Di lautan
tersebut kita harus melakukan hubungan antarbudaya yang semakin banyak.
Peningkatan komunikasi antarbudaya telah berlangsung dengan berkembangnya jaringan
penerbangan dan jaringan komunikasi elektronik.

2.3. Kendala terhadap Pemahaman Komunikasi Antar Budaya


Interaksi antara orang-orang berbeda budaya telah menimbulkan lebih banyak salah
pengertian daripada pengertian. Prinsip pertama adalah dari sisi aspek verbal dan
nonverbal. Hal ini terkait dengan komunikasi sebagai suatu sistem sandi bersama.
Kendala verbal berkaitan dengan perbedaan bahasa di kedua belah pihak yang
berkomunikasi. Sedangkan faktor nonverbal berkaitan dengan gerak-gerik,
penampilan, mimik muka, dan sejumlah isyarat tubuh lainnya. Misalnya bagi orang
malaysia yang sangat santun, maka berpakaian rapi dan tertutup akan sangat
dihargai. Prinsip kedua adalah kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara
pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk
memberikan respons.
Kendala lain terhadap pemahaman antar budaya diantaranya adalah :
1. Etnosentrisme
Yaitu kecenderungan menghakimi nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek-aspek
budaya lain dan menggunakan kelompok kita sendiri dan adat istiadat kita sendiri
sebagai standar bagi semua penilaian. Karena budaya ini tidak disadari, mungkin
tidak terhindarkan bahwa kita menganggap kelompok kita sendiri, negeri kita
sendiri, budaya kita sendiri sebagai yang terbaik, yang paling bermoral, yang lain
tidak. Agaknya, hingga batas-batas tertentu, setiap kelompok mengajari anggota-
anggotanya untuk menjadi etnosentris. Hal ini mempersulit komunikasi antarbudaya
bahkan bila kedua pihak berinteraksi berusaha membuka pikiran mereka.
2. Penstereotipan (Stereotyping)
Yakni suatu kecenderungan untuk memaksakan stereotip-stereotip pada kelompok-
kelompok orang, yang membatasi komunikasi kita dengan mereka. Hampir tidak mungkin
bagi kita untuk tidak menstereotipkan sebuah kelompok yang tidak berhubungan
dengan kita, lebih jauh lagi, tanpa hubungan pribadi, hampir tidak mungkin bagi
kita untuk menghilangkan stereotip yang kita peroleh mengenai kelompok.

2.4. Efek Komunikasi Antarbudaya


2.4.1. Efek Terhadap Individu
Meskipun komunikasi antarbudaya semakin mempengaruhi dunia tempat kita tinggal,
kebanyakan ahli setuju bahwa hambatan-hambatan terhadap komunikasi dan pemahaman
antarbudaya mungkin akan merupakan fajta bahwa sedikit komunikasi akan terjadi
pada tingkat personal.

2.4.2. Efek Personal dan Efek Politis


Kita tidak lagi secara terbatas menjadi anggota komunitas kita. Kita adalah warga
dunia yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan politis, ekonomi dan sosial.
2.4.3. Efek Kultural
Sejak zaman dahulu, budaya-budaya berubah karena saling berhubungannya antar
anggota budaya yang satu dengan yang lain. Lalu karena komunikasi antarbudaya
semakin lazim dan meluas, efek kontak budaya ini terjadi lebih cepat lagi.
Pertukaran antarbudaya menimbulkan homogenisasi budaya, kecenderungan budaya-
budaya yang saling berhubungan untuk menjadi semakin mirip antara yang satu dengan
lainnya. Homogenisasi budaya mengisyaratkan bahwa beberapa aspek suatu budaya akan
mendominasi dan menghilangkan aspek-aspek budaya lainnya yang serupa.
III. Aplikasi Model Komunikasi (massa) Wesley dan MacLean Sebagai Alternatif
Solusi dalam Hubungan Diplomatik Indonesia-Malaysia
Tahun 1957, Bruce Wesley dan malcolm MacLean, keduanya teoretikus komunikasi
merumuskan suatu model komunikasi yang mencakup komunikasi antar pribadi dan
komunikasi massa, serta memasukkan umpan balik sebagai bagian integral dari proses
komunikasi.
Menurut kedua pakar ini, perbedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan
komunikasi antar pribadi dengan komunikasi massa. Umpan balik dari penerima
bersifat segera dalam komunikasi antar pribadi, sementara dalam komunikasi massa
bersifat minimal atau tertunda. Sumber dalam komunikasi antar pribadi lebih
beruntung daripada dalam komunikasi massa dalam arti bahwa dalam komunikasi antar
pribadi sumber dapat langsung memanfaatkan umpan balik dari penerima untuk
mengetahui apakah pesannya mencapai sasaran dan sesuai dengan tujuan komunikasinya
atau tidak. Dalam komunikasi massa, sumber, misalnya penceramah, calon presiden
dalam debat kampanye plitik atau seorang menteri negara yang menyampaikan ide atau
gagasannya melalui televisi, mereka tidak dapat secara langsung mengetahui
bagaimana penerimaan pesannya oleh khalayak pemirsa. Umpan balik dapat diterima
pengirim pesan dalam beberapa hari atau minggu kemudian.
Dalam model Wesley dan Maclean terdapat lima unsur yaitu objek orientasi,
pesan, sumber, penerima dan umpan balik. Sumber (A) menyoroti suatu objek atau
peristiwa tertentu dalam lingkungannya (X) dan menciptakan pesan mengenai hal itu
(X’) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Pada gilirannya, penerima mengirimkan
umpan balik (fBA) mengenai pesan kepada sumber. Hal ini seperti terlihat pada
skema di bawah ini :

X1 X1b
X1a

X2 X2 X’
X3 X3m
fBA

X4
o
o
o

Xoo
Gb. Skema Komunikasi Model Westley dan maclean

Westley dan MacLean menambahkah suatu unsur lain. C adalah gate keeper(penjaga
gerbang) atau pemimpin pendapat (opinion leader) yang menerima pesan (X’) dari
sumber media massa (A) atau menyoroti objek orientasi (X3 dan X4) dalam
lingkungannya. Menggunakan informasi ini, penjaga gerbang kemudian menciptakan
pesannya sendiri (X’’) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Maka terbentuklah
suatu system penyaringan, karena penerima tidak memperoleh pesan langsung dari
sumbernya, melainkan dari orang yang memilih informasi dari berbagai sumber.

Gate keeper (penjaga gerbang) atau opinion leader ini sangat penting menjadi
jembatan penghubung sebagai penyaring informasi yang memberi suatu lingkungan yang
berbeda dan memberikan suatu orientasi kepada penerima yang tidak berada dalam
lingkungannya atau yang sebelumnya tidak ia perhatikan.
Dalam konteks komunikasi massa, umpan balik dapat mengalir dengan tiga arah : dari
penrima ke penjaga gerbang, dari penerima ke sumber media massa, dan dari pemimpin
pendapat ke sumber media massa. Hal ini seperti tampak pada skema di bawah ini :
fBA
X1
X1a
fCA
X2 X2
X’
X’
X3m
X3
FBC
X3C
X4
o
o X4
o
Xoo
Gb. Skema Model Komunikasi “Gate Keeper” Westley dan Maclean

Westley dan MacLean tidak membatasi model mereka pada tingkat individu. Bahkan
mereka menekankan bahwa penerima mungkin suatu kelompok atau suatu lembaga social.
Menurut mereka, setiap individu, kelompok atau suatu system mempunyai kebutuhan
untuk mengirim dan menerima pesan sebagai sarana orientasi terhadap lingkungan.
Terkait dengan permasalahan hubungan diplomatik Negara Republik Indonesia dengan
Negara Malaysia, maka model komunikasi Westley dan macLean ini sangat tepat untuk
dijadikan sebagai salah satu solusi dari sisi komunikasi. Kedua Negara meskipun
memiliki latarbelakang budaya yang hampir sama dan tinggal di wilayah yang
serumpun pula, namun tetaplah merupakan dua negara, dua budaya yang memiliki
karakteristik, sifat dan anutan nilai dan norma yang berbeda dan khas.
Oleh sebab itu dalam proses komunikasi diantara keduanya diperlukan seorang gate
keeper atau penjaga gerbang yang akan berperan sebagai penerjemah pesan. Ia akan
menyaring pesan, ide gagasan yang disampaikan untuk kemudian dia sampaikan kembali
dengan melalui proses penelaahan dan penyetaraan disesuaikan dengan khas budaya
penerima. Ia akan menyampaikan pesan dengan cara dan metode yang bisa ditrima oleh
penerima pesan.
Dalam hal ini fungsi gate keeper ini bisa dipegang oleh para Menteri (atau apa pun
namanya) di masing-masing negara tersebut sesuai dengan tema permasalahan yang
dihadapi. Bila terkait dengan masalah TKI, berarti Menteri Tenaga Kerja (atau
apapun namanya) yang menangani. Bila terkait dengan masalah seni dan budaya,
berarti Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (atau apapun namanya) yang menangani,
dan sebagainya.
Satu hal yang penting pula adalah frekuensi komunikasi diantara keduanya yang
harus lebih intens, sehingga segala bias dan kerancuan yang mungkin ada bisa
ditangani segera untuk selanjutnya diklarifikasi dan disampaikan kepada khalayak
masing-masing negara menurut cara dan metode penyampaian yang disesuakan dengan
latar belakang budaya, pendidikan serta nilai dan norma khalayak penerima pesan di
negaranya. Bagaimanapun seorang menteri suatu negara akan sangat memahami
karakteristik khalayak masyarakatnya sendiri. Hal ini dinilai jauh lebih efektif
dibanding dengan penyampaian pesan yang seadanya dan mengalir begitu saja tanpa
mempertimbangkan bahwa sebenarnya banyak faktor yang bisa menyebabkan pesan itu
tidak sampai secara efektif dan malah bisa menimbulkan salah pengertian atau
mungkin perpecahan.
Semua permasalahan bisa diselesaikan dan dikomunikaskan. Namun, hubungan Indonesia
dan Malaysia bisa mengalami kekakuan, sensitif, dan emosional, bila tidak
diletakkan dalam kaidah, norma, atau aturan sebagai bangsa bersaudara, dalam
menghadapi masalah.
Indonesia dan Malaysia telah ditakdirkan sebagai bangsa yang bertetangga dan
serumpun, sehingga setiap masalah yang ada idealnya dapat diselesaikan dengan
mencari jalan yang baik, mencari persamaan, bukan perbedaan. Bila semua
permasalahan in tidak terpecahkan juga, maka ada dua faktor yang dipastikan
menjadi penyebab semua ini, yaitu kedua negara itu, Indonesia maupun Malaysia yang
serumpun ini ternyata selama belum saling mengenal satu sama lain dengan baik.
Faktor kedua adalah egosentris dan keserakahan semata. ***

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kapanlagi.com/h/0000067831.htm. Diakses tanggal 16 April 2008.
2. Mulyana, Deddy. ”Ilmu Komunikasi”. Bandung: Rosdakarya.2007.
3. Mulyana, Deddy. “Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-
Orang Berbeda Budaya”. Bandung: Rosdakarya. 2001.
4. Tubbs, Stewart. “Human Communication:Konteks-Konteks Komunikasi”. Bandung:
Rosdakarya.2001.
5. Effendy, Onong Uchjana. “Komunikasi :teori dan Praktek”.
Bandung:Rosdakarya.2006.
6. Severin, Werner J. “Teori Komunikasi:Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam
Media Massa”. Jakarta: Prenada Media.
7. Rakhmat, Jalaluddin. “Psikologi Komunikasi”. Bandung : Rosdakarya. 2005.

Anda mungkin juga menyukai