Suatu perang terjadi antara sebuah kerajaan Melayu di Indonesia dan sebuah
angkatan perang penjajah karena perkara ”sepele”. Ketika berkunjung ke kerajaan
itu, komandan bule mencium tangan sang permaisuri sebagai tanda penghormatan. Raja
marah, menganggap pemimpin kolonial itu kurang ajar. (Condon dan Yousef dalam
Mulyana, 2001)
“We cannot not communicate ...”, kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Mengapa
komunikasi penting? Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga
seni bergaul. Agar dapat berkomunikasi efektif, tidak hanya dituntut pemahaman
akan prosesnya, tapi juga dituntut untuk mampu menerapkan pengetahuan secara
kreatif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam mana makna yang
distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator-pendeknya,
komunikasi efektif adalah makna bersama. (Verderber dalam Tubbs,2001:viii).
Kurangnya komunikasi dapat menimbulkan agresivitas. Hal ini telah banyak
dibuktikan dalam penelitian. Vance Packard dalam bukunya A Nation of Strangers
menyebutkan bahwa dalam suatu penelitian diketahui bahwa percobaan pembunuhan atas
presiden atau kandidat presiden Amerika Serikat ternyata dilakukan oleh orang-
orang yang merasa kesepian atau terasing. (Mulyana dalam Tubb, 2001:xi)
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi untuk dapat mewarnai serta
mengendalikan lingkungan sekitar. Mengenai hal ini, Judy C. Pearson dan Paul
E.Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk
kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan
kesadaran pribadi, penampilan pribadi serta pencapaian tujuan/ambisi hidup.
Kedua,untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan
social dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat. Proses komunikasi secara
umum menurut Harold Lasswell trjadi dengan melibatkan unsure-unsur diantaranya
yaitu Who, Says what, In which channel, To Whom and with what effect. Dari formula
Lasswell tersebut bisa dilihat adanya lima unsur utama dalam komunikasi yaitu :
1. Who ---- Komunikator.
Merupakan orang yang menyampaikan pesan. Disebut juga sebagai pembicara atau
originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi atau
perusahaan. Untuk menyampaikan pesan tersebut, sumber harus mengubah perasaan atau
atau pikirannya kedalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya
difahami oleh penerima pesan. Dalam hal ini pengalaman masa lalu, nilai dan norma
yang dianut, budaya, pola pikir dan persepsi sumber akan mempengaruhi sumber dalam
menyampaikan pesan.
X1 X1b
X1a
X2 X2 X’
X3 X3m
fBA
X4
o
o
o
Xoo
Gb. Skema Komunikasi Model Westley dan maclean
Westley dan MacLean menambahkah suatu unsur lain. C adalah gate keeper(penjaga
gerbang) atau pemimpin pendapat (opinion leader) yang menerima pesan (X’) dari
sumber media massa (A) atau menyoroti objek orientasi (X3 dan X4) dalam
lingkungannya. Menggunakan informasi ini, penjaga gerbang kemudian menciptakan
pesannya sendiri (X’’) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Maka terbentuklah
suatu system penyaringan, karena penerima tidak memperoleh pesan langsung dari
sumbernya, melainkan dari orang yang memilih informasi dari berbagai sumber.
Gate keeper (penjaga gerbang) atau opinion leader ini sangat penting menjadi
jembatan penghubung sebagai penyaring informasi yang memberi suatu lingkungan yang
berbeda dan memberikan suatu orientasi kepada penerima yang tidak berada dalam
lingkungannya atau yang sebelumnya tidak ia perhatikan.
Dalam konteks komunikasi massa, umpan balik dapat mengalir dengan tiga arah : dari
penrima ke penjaga gerbang, dari penerima ke sumber media massa, dan dari pemimpin
pendapat ke sumber media massa. Hal ini seperti tampak pada skema di bawah ini :
fBA
X1
X1a
fCA
X2 X2
X’
X’
X3m
X3
FBC
X3C
X4
o
o X4
o
Xoo
Gb. Skema Model Komunikasi “Gate Keeper” Westley dan Maclean
Westley dan MacLean tidak membatasi model mereka pada tingkat individu. Bahkan
mereka menekankan bahwa penerima mungkin suatu kelompok atau suatu lembaga social.
Menurut mereka, setiap individu, kelompok atau suatu system mempunyai kebutuhan
untuk mengirim dan menerima pesan sebagai sarana orientasi terhadap lingkungan.
Terkait dengan permasalahan hubungan diplomatik Negara Republik Indonesia dengan
Negara Malaysia, maka model komunikasi Westley dan macLean ini sangat tepat untuk
dijadikan sebagai salah satu solusi dari sisi komunikasi. Kedua Negara meskipun
memiliki latarbelakang budaya yang hampir sama dan tinggal di wilayah yang
serumpun pula, namun tetaplah merupakan dua negara, dua budaya yang memiliki
karakteristik, sifat dan anutan nilai dan norma yang berbeda dan khas.
Oleh sebab itu dalam proses komunikasi diantara keduanya diperlukan seorang gate
keeper atau penjaga gerbang yang akan berperan sebagai penerjemah pesan. Ia akan
menyaring pesan, ide gagasan yang disampaikan untuk kemudian dia sampaikan kembali
dengan melalui proses penelaahan dan penyetaraan disesuaikan dengan khas budaya
penerima. Ia akan menyampaikan pesan dengan cara dan metode yang bisa ditrima oleh
penerima pesan.
Dalam hal ini fungsi gate keeper ini bisa dipegang oleh para Menteri (atau apa pun
namanya) di masing-masing negara tersebut sesuai dengan tema permasalahan yang
dihadapi. Bila terkait dengan masalah TKI, berarti Menteri Tenaga Kerja (atau
apapun namanya) yang menangani. Bila terkait dengan masalah seni dan budaya,
berarti Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (atau apapun namanya) yang menangani,
dan sebagainya.
Satu hal yang penting pula adalah frekuensi komunikasi diantara keduanya yang
harus lebih intens, sehingga segala bias dan kerancuan yang mungkin ada bisa
ditangani segera untuk selanjutnya diklarifikasi dan disampaikan kepada khalayak
masing-masing negara menurut cara dan metode penyampaian yang disesuakan dengan
latar belakang budaya, pendidikan serta nilai dan norma khalayak penerima pesan di
negaranya. Bagaimanapun seorang menteri suatu negara akan sangat memahami
karakteristik khalayak masyarakatnya sendiri. Hal ini dinilai jauh lebih efektif
dibanding dengan penyampaian pesan yang seadanya dan mengalir begitu saja tanpa
mempertimbangkan bahwa sebenarnya banyak faktor yang bisa menyebabkan pesan itu
tidak sampai secara efektif dan malah bisa menimbulkan salah pengertian atau
mungkin perpecahan.
Semua permasalahan bisa diselesaikan dan dikomunikaskan. Namun, hubungan Indonesia
dan Malaysia bisa mengalami kekakuan, sensitif, dan emosional, bila tidak
diletakkan dalam kaidah, norma, atau aturan sebagai bangsa bersaudara, dalam
menghadapi masalah.
Indonesia dan Malaysia telah ditakdirkan sebagai bangsa yang bertetangga dan
serumpun, sehingga setiap masalah yang ada idealnya dapat diselesaikan dengan
mencari jalan yang baik, mencari persamaan, bukan perbedaan. Bila semua
permasalahan in tidak terpecahkan juga, maka ada dua faktor yang dipastikan
menjadi penyebab semua ini, yaitu kedua negara itu, Indonesia maupun Malaysia yang
serumpun ini ternyata selama belum saling mengenal satu sama lain dengan baik.
Faktor kedua adalah egosentris dan keserakahan semata. ***
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kapanlagi.com/h/0000067831.htm. Diakses tanggal 16 April 2008.
2. Mulyana, Deddy. ”Ilmu Komunikasi”. Bandung: Rosdakarya.2007.
3. Mulyana, Deddy. “Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-
Orang Berbeda Budaya”. Bandung: Rosdakarya. 2001.
4. Tubbs, Stewart. “Human Communication:Konteks-Konteks Komunikasi”. Bandung:
Rosdakarya.2001.
5. Effendy, Onong Uchjana. “Komunikasi :teori dan Praktek”.
Bandung:Rosdakarya.2006.
6. Severin, Werner J. “Teori Komunikasi:Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam
Media Massa”. Jakarta: Prenada Media.
7. Rakhmat, Jalaluddin. “Psikologi Komunikasi”. Bandung : Rosdakarya. 2005.