Anda di halaman 1dari 23

CASE REPORT SESSION

*Program Studi Profesi Dokter/ G1A218028/ 2018


**Pembimbing Dr.dr. Charles A. Simanjutak , Sp.OT, K.Spine,M.Pd

Fraktur Temporal

Oleh
Nabila Davega / G1A218028

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

1
FRAKTUR TEMPORAL

Oleh:

Nabila Davega S,ked

G1A218028

Jambi, September 2018

Pembimbing

Dr.dr. Charles A. Simanjutak , Sp.OT, K.Spine,M.Pd

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
‘Fraktur Temporal”
Penulisan laporan kasus ini dibuat dan disusun untuk memenuhi serta
melengkapi syarat menjalani Pendidikan Profesi Dokter Bagian Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Dalam pembuatan dan
penulisan laporan kasus ini, penulis banyak menerima bantuan oleh berbagai
pihak, baik berupa saran, masukan, bimbingan, dorongan dan motivasi secara
moril, serta data maupun informasi. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr.dr. Charles Simanjutak ,
Sp.OT,K.Spine, M.Pd atas bimbingan yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini serta kepada semua pihak yang telah membantu.
Sepenuhnya penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan laporan kasus ini. Terlepas dari segala kekurangan
yang ada, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jambi, September 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul.................................................................................................... 1
Halaman Pengesahan .......................................................................................... 2
Kata Pengantar ........................................................................................................ 3
Daftar Isi............................................................................................................... 4
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 5
BAB II Laporan Kasus ............................................................................................ 6
I IDENTITAS.......................................................................................................... 6
II DATA SUBYEKTIF ........................................................................................... 6
III OBYEKTIF ........................................................................................................ 7
IV PROGNOSIS ................................................................................................... 11
V FOLLOW UP PASIEN ..................................................................................... 11
BAB III Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 13
3.1 Anatomi Tulang Temporal .............................................................................. 13
3.2 Fraktur Temporal .......................................................................................... 15
3.2.1 Definisi ......................................................................................................... 15
3.2.2 Etiologi ......................................................................................................... 15
3.2.3 Klasifikasi .................................................................................................. 15
3.2.4 Epidemiologi dan Insiden ............................................................................ 17
3.2.5 Diagnosis ...................................................................................................... 18
3.2.6 Penatalaksanaan .......................................................................................... 19
3.2.7 Komplikasi ................................................................................................... 19
BAB IV Analisis Masalah..................................................................................... 21
BAB V Kesimpulan .............................................................................................. 22
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 23

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.¹

Insiden cedera kepala merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama yang
banyak disebabkan oleh kecelakaan. Lebih dari 75% cedera tersebut terjadi di kepala, dan
telinga merupakan organ sensoris yang paling sering terkena Tiga puluh persen korban cedera
kepala mengalami fraktur tulang tengkorak dan 18% diantaranya melibatkan fraktur tulang
temporal.1 Cedera tulang temporal terjadi melalui cedera mekanikal langsung dari benda
asing atau cedera tidak langsung melalui trauma kepala, dengan disertai atau tidak fraktur
yang disebabkan transmisi tenaga melalui kepala.²

Fraktur tulang temporal dikelompokkan menjadi longitudinal, tranversal, dan


campuran. Kepustakaan pada umumnya menyebutkan jika 80% kasus fraktur tulang temporal
adalah longitudinal, sedangkan 10% adalah tranversal, dan 8% adalah bilateral.¹ Spektrum
fraktur tulang temporal sangat bervariasi, mulai rentang cedera ringan tanpa disertai defisit
fungsional hingga luka berat atau tajam dengan defisit multifungsi yang mengenai saraf
pendengaran ataupun vestibuler, saraf fasialis, serta isi intrakranial.³ Cedera kepala akut di
ruang gawat darurat sering ditangani oleh tim trauma dari bedah saraf dan dirujuk ke spesialis
THT-KL setelah pasien stabil. Penanganan dengan benar sangat diperlukan dalam
mengurangi sisa komplikasi yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.P
Umur : 73 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Tembesi
Pekerjaan : Swasta
MRS : 06/08/2018
II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 7 Agustus 2018)
1. Keluhan utama :
Os mengeluh sakit kepala, mual, dan muntah. Dan ada edema apadaa palpebrae dekstra.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengalami kecelakaan di tabrak oleh motor, setelah kecelakaan os tidak
sadarkan diri selama 2 jam, dan terdapat luka pada bagian temporal dekstra, os segera
di bawa ke puskesmas muara tembesi, dan luka dijahit sebanyak 3 jahitan, sore hari
pada mata sebelah kanan tampak lebam dan bengkak dan os mengalami sakit kepala,
mual dan muntah, lalu os dirujuk ke Rumah Sakit Muara Bulian dan dilakukan rontgen
dan di dapatkan hasil bahwa terdapat retakan pada os temporal dekstra, lalu os dirujuk
ke RSU Raden Mattaher untuk dilakukan CT Scand.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Tidak pernah mengalami cidera serupa
Terdapat riwayat hipertensi
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat stroke disangkal
Riwayat operasi disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan hipertensi dan mengalami cidera
seperti pasien.
5. Riwayat sosial, ekonomi, kebiasaan :
Pasien seorang laki-laki yang memiliki 4 orang anak, perekonomian menengah ke bawah,
os bekerja swasta.

6
III. OBYEKTIF
1. Status Pasien
Primary Survey

(Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)


(Breathing) : Spontan, RR 23x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri
(Circulation) : Nadi 77x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat, time <2 detik,
akral hangat, tekanan darah 140/80 mmHg
(Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, reflek cahaya +/+.
(Exposure) : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk mencegah
hipotermi
Secondary Survey
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis, GCS: 15 E4 M6 V5

Tanda-tanda vital
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 140/80 mmHg.
Nadi : 77x/menit.
Suhu : 36,7oC.
Respirasi : 22x/menit.
2. Status Internus
Kepala : Terdapat luka yang telah di jahit pada regio parietal dekstra dijahit
sebanyak 3 jahitan, luka kurang lebih 3cm.

Mata : Edema palpebra dekstra, racoon eye (-)

7
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+).
Telinga : Othorea (-) Hemotimpanium (-) Battle sign (-)
Hidung : Rinhorea (-)
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea.
Dada : Simetris, tidak ada retraksi.
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, selebar ± 2
cm, tidak kuat angkat.
Perkusi :
 Batas Atas : Linea parasternal dextra ICS II
 Pinggang Jantung : Linea parasternal sinistra ICS II
 Batas kiri : 2 jari medial LMC sinistra ICS V.
 Batas kanan : Linea parasternal dextra ICS IV.
Auskultasi: BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-).
Paru :Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : fremitus kanan = kiri, Nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-).
Perkusi : Sonor paru kanan= kiri.
Auskultasi :Vesikuler (+/+),wheezing(-/-), ronkhi (-/-).
Perut :Inspeksi : Datar, luka operasi (-).
Auskultasi : Bising usus (+) Normal.
Palpasi : Distensi (-), sikatrik (-),nyeri tekan(-),massa (-), hepar
lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.
Alat kelamin : tidak diperiksa.
Ekstremitas : akral hangat, sakit pada ekstremis superior dan inferior dekstra,
sianosis (-).

8
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Kurang Baik.
Perasaan hati : Kurang Baik.
Tingkah laku : Gelisah.
Ingatan : Kurang Baik.
4. Status neurologikus
a. Kepala
Nyeri tekan : (+)
Pulsasi : (-)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)

Alat Vegetatif Hasil Pemeriksaan


Tidak ada kelainan 2-3 kali
Miksi sehari, warna kuning, nyeri (-),
darah (-).
Defekasi Belum defekasi selama 6 hari
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin :
- WBC : 10,83 103/mm3 (3.5-10.0)
- HGB : 83 g/dl (80-100)
- HCT : 40,8 % (35.0-50.0)
- PLT : 184 103/mm3 (100-300)
- PCT : 0,139 % (0,1-0,28)
- GDS : 129 mg/dl
b. Faal Hati:
-protein total : 5,5g/dl (6,5-8,4)
-Albumin : 3,1G/dl (3,5-5,0)
-Globulin : 2,4 (3,0-3,6)
-SGOT : 19 (<90)
-SGPT : 17 (<41)

9
Urinalisis :

 Warna : kuning
 Berat jenis : 1015
 pH : 6
 ureum: 22
 kreatinin: 0,8
 Warna : kuning
 Berat jenis : 1015
 Ureum : 22
 Kreatinin : 0,8
c. pemeriksaan radiologi
Foto Rontgen Cranial

7. Diagnosis : Cidera kepala ringan, Fraktur temporal dekstra + Edema palpebrae


dekstra
8. Tatalaksana : Non medikamentosa
- monitoring : keluhan
- edukasi : menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit,
tindakan yang di lakukan dan prognosis.
-konsultasi : konsul Dokter Spesialis Bedah Saraf

Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm

10
Inj. Cefotaxim 1 x 1 amp IV
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV
Manitol IV 100u
IV. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
V. Follow Up Pasien di Ruang Perawatan.
Tanggal Perkembangan
07/08/2018 S: Pusing, mual, ekstremitas superior dan inferior dekstra sakit.
(Bangsal) Linglung dan tidak dapat mengenali kerabat.
O: TD: 150/90 N : 77x/menit RR: 24x/menit T : 36,7
Terdapat edema palpebrae dekstra. Status lokalis luka pada
parietal dekstra sebanyak 3 jahitan, luka jahitan belum kering.
Rinhorea (-) othorea (-) hemotimpanium (-) Battle sign (-)
racoon eye (-) pemeriksaan nervus facialis dalam batas normal.
A: Cidera kepala ringan + Fraktur os temporal dekstra
P: ceftriaxon IV 2gr
Ranitidin IV 2gr
Manitol IV 2gr
08/08/2018 S: Pusing, mual, sakit pada ekstremitas sup dan inf dekstra,
(Bangsal) belum BAB 3 hari. (Perawatan hari ke-2)
O: TD: 130/80 N : 73x/menit RR: 24x/menit T : 37,5
Pemeriksaan generalisata:
Nyeri pada luka jahitan (-)
Sudah bisa mengenali keluarga.
Edema palpebra dekstra (+)
A: Cidera Kepala Ringan + Fraktur os temporal dekstra
P: amlodipin
Captopril
Ceftriaxon
manitol
09/08/2018 S: Pusing, mual (-) demam (+) belum BAB 4 hari (Perawatan

11
(Bangsal) hari ke-3)
O: TD: 140/80 N : 80x/menit RR: 20x/menit T : 37,9
Luka jahitan sudah kering dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Edema pada palpebrae dekstra sudah membaik
Ekstremitas superior dan inferior dekstra sudah membaik
Demam
Hipertensi
A: Cidera Kepala Ringan + Fraktur os temporal dekstra
P: amlodipin
Captopril
Ceftriaxon
Manitol
10/08/2018 S: pusing, lemah, demam (Perawatan hari ke-4)
(Bangsal) O: TD: 140/80 N : 90x/menit RR: 20x/menit T : 38
Edema palpebrae dekstra sudah sembuh
Demam
Hipertensi
Belum BAB 5 hari
A: Cidera Kepala Ringan + Fraktur os temporal dekstra
P: amlodipin
Captopril
Ceftriaxon
Manitol

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Tulang Temporal


Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa, timpani,
styloid, mastoid, dan petrosus. Tulang temporal bersama dengan tulang oksipital,
parietal, sfenoid, dan zigomatkum membentuk dinding lateral dasar tengkorak atau bagian
tengah dan posterior dari fossa kranialis.¹

Gambar 1. Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak manusia. 2. Dilihat
dari sisi anterior, 3. ilihat dari inferior, 4. Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak.

Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan organ-organ


intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf
fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran,
membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular , vena
jugularis serta arteri karotis.

13
Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa,
styloid, dan mastoid yang terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan
tulang petrous adalah struktur interior dan
tidak terlihat dari pandangan lateral.
Petrosus merupakan bagian dari tulang temporal yang berbentuk piramid,
terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang sphenoid dan oksipital. Hal
ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat dari sisi lateral tulang temporal.
Petrosus merupakan bagian terpenting dari tulang temporal yang melindungi
telinga tengah dan dalam serta bagian-bagian dari saraf facialis.
Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang terdiri dari
basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis menyatu dengan
permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat digambarkan sebagai
bangunan bersiku antara batas posterior dari sayap os sphenoid dan bagian bawah
dari os occipital. Pada bagian ini terdapat orifisium internal dari canalis caroticus dan
membentuk batas postero-lateral dari foramen lacerum .
Permukaan anterior terbentuk dari bagian posterior middle fossa dari basis
kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa yang bersatu pada sutura
petrosquamous. Pada bagian ini terdapat cekungan-cekungan yang konsisten
dengan bentuk otak. Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior
basis kranii dan berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat
orificium yang disebut meatus akustikus internus. MAI merupakan kanalis
sepanjang 1 cm yang berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus
akustikus dan cabang arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak
beraturan, yang terbentuk dari bagian luar basis kranii.²

14
3.2 Fraktur temporal
3.2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Jadi fraktur temporal
merupakan retaknya atau patah pada os temporal yang dapat diakibatkan oleh trauma atau
cidera pada kepala.¹

3.2.2 Etiologi

Cedera tulang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (12% -47%),


penganiayaan (10% -37%), jatuh (16% -40%), dan luka tembak (3% -33%). Dengan
perbaikan teknologi keselamatan mobil, kejadian patah tulang akibat kecelakaan
kendaraan bermotor dapat mengalami penurunan. Di sisi lain, peningkatan
kejahatan dalam kekerasan dapat mengakibatkan cedera tulang temporal karena
penyerangan.³

3.2.3 Klasifikasi
Fraktur tulang temporal dibagi menjadi 4 berdasarkan orientasi relatif terhadap sumbu
panjang tulang petrosa, yaitu² :
1. Fraktur longitudinal
2. Fraktur tranversal
3. Fraktur oblik
4. Fraktur campuran

1. Fraktur longitudinal (70-90%)


Fraktur longitudinal tulang temporal paralel terhadap sumbu panjang dari piramida
petrosa dan biasanya terkait dengan trauma tumpul temporoparietal. Sekitar 10%
berhubungan dengan ekimosis yang terlihat di prosesus mastoid (Battle’s sign). Fraktur ini
melintasi telinga tengah dan sangat sering dikaitkan dengan dislokasi tulang-tulang
pendengaran.
Struktur yang paling sering terlibat adalah membran timpani, atap telinga tengah, dan
bagian anterior dari apeks petrosa. Selain itu, fraktur longitudinal dapat ke arah anterior
menuju tuba eustachius dan fosa kranial tengah, dan dapat ke arah posterior relatif terhadap
labirin, menuju foramen jugularis dan memperluas ke dalam fosa posterior.

15
Sekitar 15-20% akan melibatkan saraf fasialis dan cedera terjadi di dekat ganglion
genikulatum atau di bagian horizontal. Kelumpuhan fasialis sering terjadi pada onset yang
lambat, berhubungan dengan edema daripada gangguan langsung dari sarafnya. Keterlibatan
vestibular dan defisit sensorineural tidak sering terjadi dan dikaitkan dengan efek benturan
daripada trauma langsung pada labirin vestibular dan koklea.
Perdarahan di telinga tengah yang kemudian keluar menjadi perdarahan dari kanalis
eksternal merupakan tanda dari fraktur longitudinal, yang berlawanan dengan perdarahan di
belakang membran timpani pada fraktur transversal. Kebocoran cairan serebrospinal dapat
terjadi pada fraktur longitudinal, namun kurang umum dibandingkan pada fraktur transversal.
Terdapat dua subtipe berdasarkan utamanya lokasi asal, yaitu posterior dan anterior.
Subtipe posterior sering berasal dari prosesus mastoid atau bagian posterior bagian
skuamosa tulang temporal dan berakhir di foramen laserum. Jenis ini biasanya tidak
melibatkan fosa glenoid. Sedangkan subtipe anterior berasal dari bagian depan bagian
skuamosa tulang temporal dan melintasi tegmen timpani sampai apeks petrosa atau melewati
sepanjang tuba eustachius sampai foramen laserum. Jenis ini dapat mengakibatkan kerusakan
arteri meningeal medius dan perkembangan perdarahan epidural, dan jenis ini biasanya
melibatkan fosa glenoid.³
2. Fraktur transversal (20-30%)
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari piramida
petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau temporoparietal. Fraktur ini
melibatkan dari foramen magnum melalui fosa posterior, melalui pyramid petrosa, termasuk
kapsul otik dan ke dalam fosa kranial tengah. Kapsul otik dan kanalis auditorius internal
sering terlibat juga.
Fraktur ini sering terjadi pada pasien dengan cedera yang parah dan kematian dari
pukulan itu sendiri dapat terjadi cepat. Cedera ini sering diikuti dengan gangguan
pendengaran sensorineural yang parah, dan dapat disebabkan karena kerusakan fungsi
vestibular. Kerusakan ini berhubungan dengan cedera benturan langsung terhadap telinga
dalam atau berhubungan dengan fraktur yang melalui kapsul otik. Ini diperkirakan bahwa
paralisis fasialis, karena gangguan saraf fasialis, dapat terjadi pada 50% kasus, tercatat cepat
terjadi dan mungkin permanen jika tidak dioperasi.
Pada fraktur tranversal, sering kali terjadi perdarahan di telinga tengah, namun karena
membrane timpani intak, terjadi hematotimpanum yang dapat dilihat tanpa ada perdarahan
yang keluar. Otorea cairan serebrospinal umum terjadi dan paling sering dideteksi dengan
aliran cairan jernih dari tuba eustachius ke dalam nasofaring.

16
3. Fraktur oblik
Fraktur oblik ini meluas dari bagian skuamosa tulang temporal terhadap piramida
petrosa dengan sering keterlibatan sendi temporomandibular. Fraktur oblik ini sering
mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif akibat dislokasi incudostapedial.
Hematotimpanum dan otorea juga sering terjadi pada fraktur oblik. Keterlibatan saraf fasialis
kurang umum daripada pada fraktur transversal.³

4. Fraktur campuran
Anatomi dasar tengkorak mengurangi kemungkinan untuk fraktur longitudinal atau
transversal yang murni. Fraktur campuran dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah
di bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat.³
3.2.4 Epidemiologi dan insiden
Fraktur tulang temporal terjadi sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Sebagian besar fraktur unilateral,
sedangkan fraktur bilateral berkisar 9-20%. Pasien anak-anak dengan fraktur tulang temporal
mencapai 8-22%.
Mekanisme utama dari cedera meliputi kecelakaan kendaraan bermotor (12-47%),
penganiayaan (10-37%), jatuh (16-40%), dan luka tembak (3-33%). Dengan pengembangan
teknologi keselamatan mobil, kejadian fraktur akibat kecelakaan kendaraan bermotor
mengalami penurunan. Di sisi lain, peningkatan tingkat kejahatan dengan kekerasan lebih
sering menyebabkan fraktur tulang temporal.⁴

3.2.5 Diagnosis
ANAMNESIS

17
1. Gangguan pendengaran
- Lebih dari 40% kasus mengalami gangguan pendengaran
- Fraktur transversal à SNHL yang parah
- Fraktur longitudinal à CHL dan gangguan pendengaran campuran
- Keterlibatan labirin atau koklea à SNHL disertai vertigo

2. Pusing
- Sering merupakan gejala lambat
3. Kelemahan fasialis
- Sering terjadi
- Penting dalam memutuskan onset gejala
- Parese atau paralisis onset lambat sering terjadi dan dapat tertunda
selama beberapa hari atau minggu
- Area cedera saraf fasialis:
Fraktur longitudinal area perigenikulatum
Fraktur transversal segmen labirin
Cedera tusuk ekstratemporal, bagian stilomastoid, segmen vertikal saraf.
4. Otorea dan rinorea
- Kebocoran cairan serebrospinal dari kerusakan tulang temporal.⁵

PEMERIKSAAN FISIK

Temuan yang sering:

- Hemotimpanum

- Ekimosis postaurikular (Battle’s sign)

- Ekimosis periorbital (Racoon eyes)

- Kelemahan saraf fasialis memerlukan evaluasi yang hati-hati

- Kebocoran plasma: otorea dan rinorea karena robekan pada durameter

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiologi: CT Scan tulang temporal, MRI

18
2. Tes pendengaran: audiogram

3. Tes saraf fasialis

4. Tes vestibular

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fraktur


tulang temporal antara lain CT-Scan ( Computed Tomography Scanning). CT-scan dapat
menunjukkan lusensi yang melewati tulang temporal. Keterlibatan telinga tengah, tulang
petrosus, kapsul otic, dan saluran saraf wajah merupakan penentu utama prognosis.

MRI (Magnetic Resonance Imaging). Hasil MRI menunjukkan adanya cairan


pada telinga tengah dan air sel mastoid. Gambar akan memperlihatkan bagian yang
terang di labirin atau telinga tengah yang konsisten dengan perdarahan. Namun, pada
fraktur tulang temporal MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.⁶

3.2.6 Tatalaksana

Biasanya patah tulang tengkorak kepala tidak memerlukan tindakan bedah, kecuali
jika likuorea (cairan otak yang keluar melalui hidung) menetap. Bila dalam waktu dua
minggu likuorea tidak berhenti, diperlukan tindak bedah untuk menutup durameter. Jika
fraktur telah merobek pembulu darah, terutama arteri meningea media yang masuk kedalam
tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dalam os temporale maka robekan tersebut akan menimbulkan hematom epidural dan harus
dilakukan trepanasi (pembedahan dengan menggunakan trepan atau sejenis bor) untuk
mengevakuasi hematom dan menghentikan perdarahan.²

3.2.6 Komplikasi

Komplikasi fraktur tulang temporal antara lain penurunan pendengaran,


kelumpuhan saraf wajah dan otogenic, dan kebocoran cairan serebrospinal yang harus
segera dilakukan perawatan oleh tim darurat trauma bedah saraf).

Lebih dari setengah pasien dengan trauma pada tulang temporal mengalami
penurunan pendengaran. Tipe dan tingkatan dari penurunan pendengaran
berhubungan dengan trauma yang mendasari dan lokasi dari fraktur. Fraktur transversal
dapat mengenai kapsul otic dan meatus akustikus internus sehingga sering mengakibatkan
sensorineural hearing loss (SNHL) yang berat. Fraktur longitudinal sering menyebabkan

19
conductive atau mix hearing loss. Dislokasi dari sendi incudostapedial merupakan
penyebab terbanyak dari trauma tulang pendengaran pada fraktur tulang temporal.
Bahkan tanpa fraktur tulang temporal, getaran hebat pada cochlea atau labirin dapat
menyebabkan penurunan pendengaran.

Kelumpuhan saraf wajah. Cedera kepala yang disebabkan kecelakaan


kendaraan bermotor merupakan penyebab terbanyak kasus parese saraf fasialis yang
diakibatan trauma (31%). Mekanisme atau riwayat detail dari trauma harus ditanyakan.
Termasuk bagian kepala yang terkena benturan. Ini berhubungan dengan kemungkinan
jenis fraktur yang terjadi. Trauma dari arah frontal atau oksipital sering menyebabkan fraktur
tulang temporal jenis transversal. Sedangkan trauma dari arah lateral sering menyebabkan
fraktur jenis longitudinal. Onset dan progresivitas parese saraf fasialis sangat penting.
Terjadinya gangguan pendengaran atau vertigo setelah trauma tulang temporal harus
dicurigai adanya cedera pada saraf fasialis. Segera setelah kondisi umum dan fungsi
hemodinamik pasien stabil, dilakukan pemeriksaan saraf fasialis dan status
pendengaran. Komplikasi lain dari kerusakan saraf fasialis adalah air mata buaya (crocodile
tears), yang terjadi akibat penyimpangan regenerasi serabut saraf parasimpatis yang
seharusnya menginervasi kelenjar liur, menjadi menyimpang ke kelenjar lakrimal. Tujuan
pemeriksaan fungsi saraf fasialis, disamping untuk menentukan derajat kelumpuhan,
juga dapat menentukan letak lesi saraf fasialis.⁷

20
BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. P umur 72 tahun datang ke RSUD Raden Mattaher dengan rujukan untuk
melakukan CT Scand kepala karena mengalami kecelakaan dan cidera kepala pada pagi hari
dan mengeluhkan pusing, mual dan muntah dan pada saat setelah kecelakaan pasien tidak
sadarkan diri selama 2 jam saat sadar pasien tidak dapat mengenali kerabat dekatnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra dekstra, dan luka yang sudah di jahit sebanyak
3 jahitan pada regio kepala parietal dekstra, gerakan ekstremitas superior dan inferior dekstra
terbatas.

Pada pemeriksaan CT Scand di dapatkan fraktur pada os temporal dekstra. Pada kasus
belum tampak adanya komplikasi yang terjadi, dan tidak di temukan pula kelainan pada saraf
facialis, atau gangguan pada pendengaran serta komplikasi-komplikasi lainnya.

21
BAB V

KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Jadi fraktur temporal
merupakan retaknya atau patah pada os temporal yang dapat diakibatkan oleh trauma atau
cidera pada kepala.

Fraktur tulang temporal dibagi menjadi 4 berdasarkan orientasi relatif terhadap sumbu
panjang tulang petrosa, yaitu Fraktur longitudinal, Fraktur tranversal, Fraktur oblik dan
,Fraktur campuran. Temuan yang paling sring didapatkan pada pasien fraktur temporalis
adalah othorea, rinhorea, hemotimpanium, Battle sign, dan racoon eye.
Biasanya patah tulang tengkorak kepala tidak memerlukan tindakan bedah. Jika fraktur
telah merobek pembulu darah, terutama arteri meningea media yang masuk kedalam
tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dalam os temporale maka robekan tersebut akan menimbulkan hematom epidural dan harus
dilakukan trepanasi untuk mengehentikan perdarahan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Nossan DK, Benecke JE, Murr AH. Current perspective on temporal bone trauma.
Otolaryngol Head & Neck Surg 1997;117:67- 71.
2. . Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003
3. Yetiser S, Hidir Y, Birkent H, Satar B, Durmaz A. Traumatic ossicular dislocations:
etiology and management. Am J of Otolaryngol–Head and Neck Medicine and Surg
2008;29: 31–6.
4. March AR, Conneli S, Belafsky PC, Belafsky M. Temporal bone fractures. Available
from: http://emedicine.medscape.com Accessed September 3, 2009.
5. Pawarti DR. Hubungan cedera kepala dengan gangguan pendengaran. Lab/SMF Ilmu
Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok Jurusan Ilmu Kedokteran Bedah FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo, 1999. 102 hal. Karya akhir untuk memperoleh gelar ijazah
keahlian
6. Ballantyne, John dan Groves, John. 1979. Scott-Brown’s Diseases of The Ear, Nose
and Throat, Fourth edition, Volume 2 The Ear. Butterworths.
7. Ho, Ki-Hong Kevin dan Makishima, Tomoko. 2010. Temporal Bone Fracture. Grand
Rounds Presentation, University of Texas Medical Branch, Dept. of Otolaryngology.

23

Anda mungkin juga menyukai