Anda di halaman 1dari 10

ETIOLOGI

Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau
regangan) atau karena usia lanjut.
Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan
melemah.
Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan
(obstipasi atau strictur dari tractus urinalis).
Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.
Partus dengan penyulit.
Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap.
Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.

Fisto Patologi
2.5.1 Fisiologis
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta otot-otot dasar
panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4 golongan, yaitu :
Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan
berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Ligamentum sacrouterina : ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak,
berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah
os sacrum kiri dan kanan.
Ligamentum cardinale (Mackenrodt) : ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus
tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak
vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v
uterina.
Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral yang
meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan belakang
ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi
uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii) : ligamentum yang menahan tuba
fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat saraf,
saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
Jaringan –jaringan yang menunjang vagina
Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang dari
belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing, lalu melingkari urethra
menuju ke dinding depan vagina. Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga
uretra menonjol ke arah lumen vagina.
Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum). Kelemahan fasia ini
menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.
Kantong Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara ligamentum sacrouterinum di
sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum di belakang. Di daerah ini, oleh
karena tidak ada otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan hernia
(enterokel).
Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :
* diafragma pelvis
* diafragma urogenital
* otot penutup genitalia eksterna
Diafragma pelvis :
* otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis
* koksigeus
* fasia endopelvik
Fungsi levator ani :
mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis,
sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak dapat turun (prolaps).
mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligamen-ligamen tidak
perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvis diatasnya.
Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator
rusak atau mengalami defek maka ligamen seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia akan
mempunyai beban kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang digantungnya,
sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan fasia tersebut otomatis dalam
istirahat atau tidak berfungsi banyak.
M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :
- penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus serta adnexa, vesica urinaria
serta urethra dan rectum, maka otot ini merupakan alat penyangga utama organ-organ dalam
panggul wanita.
- Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya prolapsus
cystocele dan rectocele
- Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan ini
disebut vaginismus
M. puborectalis berfungsi sebagai :
- penggantung rectum
- mengontrol penurunan feces
- memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.
M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
- Sebagai lapisan musculofascial.
Diafragma urogenital
Fungsi diafragma urogenital:
- memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
2.5.2 Patologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri
kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat
kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otot-otot serta fasia-
fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan
uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang dipakai oleh
wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia
terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan
vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar kar\ena persalinan berikutnya,
terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan dengan
menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan
urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan
urethra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke
kantong antara urethra dan vagina.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke
lumen vagina, ini dinamakan rectokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun ,
oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid.

d.
2.6 Klasifikasi
Friedman dan Little ( 1961 ) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:
Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga disebut prosidensia
uteri.
Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari setengah bagian ;
Prolapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari setengah bagian.
Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus ;
Prolapsus uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D
ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (prosidensia uteri).
Prosidensia uteri adalah suatu penyimpangan anatomi yang paling kompleks. Dapat menjadi
sistokel karena kendornya fasia dinding depan vagina (misal trauma obstetrik) sehingga vesika
urinaria terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang. Dapat terjadi
rektokel, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, oleh karena trauma obstetrik atau
lainnya, sehingga rekrum turun ke depan dan menyebabkan dinding vagina atas belakang
menonjol ke depan

2.7 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan vaginal dengan menggunakan Spekulum Sim yang
berdaun tunggal. Pasien diminta meneran dan pada saat yang bersamaan dokter menekan dinding
posterior vagina. Dengan cara ini dapat terlihat penurunan dinding depan vagina beserta sistokel
dan pergeseran muara urethra.
Selanjutnya mintalah pasien meneran sambil menekan dinding anterior vagina, dengan cara ini
dapat terlihat enterokel dan rektokel. Pemeriksaan rektal sering berguna untuk menunjukkan
adanya rektokel dan membedakannya dengan enterokel.
Keluhan-keluhan penderita, kehamilan, fisik dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan
mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.

Friedman dan Little (1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:

Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan
jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai introitus vagina, atau apakah
serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi
litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasa
dinamakan elongasio kolli.
Pada sistokel dijumpai didinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan.
Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kantung
kencing kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari
sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum.
Menegakkan diagnosis rektokel yaitu menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian
bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak
nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rektum, dan selanjutnya dapat
diraba dinding rektokel yang menonjol kelumen vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih
atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding rektum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat
diatas rektum.
Endoskopi. Visualisasi sistoskopi peristaltik usus di bawah dasar vesika urinaria atau trigonum
dapat mengidentifikasi enterokel anterior pada beberapa pasien.
Fotografi. Fotografi pada stadium II dan prolaps yang lebih besar dapat digunakan baik untuk
membuktikan kebenaran perubahan kondisi masing-masing pasien. Prosedur immaging. Teknik
imaging yang berbeda telah digunakan untuk melihat anatomi dasar pelvik, defek penunjang, dan
hubungan antara organ yang berdekatan. Teknik ini mungkin lebih akurat dari pemeriksaan fisis
dalam menentukan organ mana yang terlibat dalam prolaps organ pelvik.
Penatalaksaan
Tindakan pencegahan dilakukan dengan mengatasi masalah:
1. Penyakit pernafasan dan metabolisme kronik
2. Konstipasi
3. Gangguan intra abdominal
4. Pemberian estrogen pada wanita menopause
Tindakan non bedah :
Olah raga untuk menguatkan otot dasar panggul
Pesarium :
- Keadaan umum tak memungkinkan tindakan pembedahan
- Kehamilan atau pasca persalinan
- Terapi dekubitus sebelum operasi
Pesarium dapat menyebabkan iritasi lokal dan ulserasi. Setiap 6 – 12 minggu pesarium dilepas dan
dibersihkan untuk menghindari pembentukan fistula, impaksi, perdarahan dan infeksi.

Pembedahan :
Tujuan utama pembedahan :
1. Mengatasi keluhan
2. Restorasi anatomi
3. Restorasi fungsi organ visera
4. Memulihkan fungsi seksual
Kolforafi Anterior :
digunakan untuk koreksi sistokel dan pergeseran urethra. Berupa tindakan plikasi fasia
puboservikal untuk menyangga kandung kemih dan urethra.
image
Kolporafi Anterior
Kolforafi Posterior :
digunakan untuk koreksi rektokel
Perineorafi :
digunakan untuk mengatasi defisiensi corpus perineal.

Kolporafi Posterior

Enterekol :
Prinsip terapi seperti terapi hernia.

· Isi kantung dikurangi


· Leher kantung ( peritoneal sac ) diligasi
· Penutupan defek dengan mendekatkan ligamentum uterosakral dengan muskulus levator
ani
Operasi Manchester :
merupakan kombinasi dari
· Kolforafi anterior
· Amputasi servik yang memanjang ( “elongated cervix” )
· Kolfoperineorafi posterior
· Menjahit ligamentum kardinale didepan puntung servik agar terjadi anteversi uterus
Histerektomi Vaginal :
Dapat dikerjakan secara tersendiri atau disertai pula dengan dengan kolforafi anteror dan posterior.

Colpocleisis Partial LeFort’s :


menjahit sebagian dinding anterior dan posterior vagina sehingga uterus berada di bagian atas
vagina yang sebagian sudah tertutup akibat disatukannya dinding depan dan belakang vagina.
Colpocleisis Total :
Melakukan obliterasi total vagina

Kolpokleisis
Suspensi Putung Vagina ( Colpopleksi )
yang dapat dikerjakan transvaginal atau transabdominal. Tindakan ini berupa penggantungan
puntung vagina pada sakrum atau pada ligamentum sakrospinosum atau ligamentum uterosakral.

A. Konservatif

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada
prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapat anak lagi, atau penderita
menolak untuk operasi atau kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi.
1. Latihan-latihan otot dasar panggul

Latihan ini sangat berguna pada prolapsus enteng, terutama yang terjadi pada pasca persalinan
yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot
yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah penderita
disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat,
atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba
menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer
menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan
suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar
panggul dapat diukur.
2. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik

Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat
dipasang dalam pessarium yang dimasukkan dalam vagina.
3. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di
tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip
pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina
bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium jatuh dan
prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis adalah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah, digunakan pessarium
Napier yang terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan
beberapa lubang, dan diujung bawah 4 tali. Mangkuk ditempatkan dibawah serviks dan tali-tali
dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman
untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir
atas introitus vaginae; ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapat diameter dari
pessarium yang akan dipakai. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukurannya cocok,
penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan,
apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa
ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali; vagina diperiksa inspekulo untuk menentukan ada
tidaknya perlukaan; pessarium dibersihkan dan dicucihamakan, dan kemudian dipasang kembali.
Apabila pessarium dibiarkan dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, dapat timbul
komplikasi ulserasi, dan terpendamnya sebagian dari pessarium dalam vagina, bahkan bisa terjadi
fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.
B. Fisioterapi

Jika prolapsus bersifat ringan sampai sedang, dapat dirujuk kepada pakar fisioterapi untuk
penanganannya. Fisioterapi dapat membantu merencanakan jadwal individual yang melibatkan
senam otot dasar panggul. Senam ini, yang di sebut senam Kegel, dapat mencegah prolapsus
bertambah parah dan dapat mengurangi rasa nyeri punggung, nyeri panggul dan inkontinensia
urin.
C. Hormone replacement therapy (HRT)

Wanita menopaus yang mengalami prolapsus uteri dapat mendapat manfaat dari Terapi
Penggantian Hormon (TPH). TPH dapat membantu menguatkan dinding vagina dan otot dasar
panggul dengan meningkatkan konsentrasi estorgen dan kolagen dalam darah; tetapi tidak banyak
bukti yang menyatakan apakah efektif atau tidak dalam menangani prolapsus uteri.
D. Operatif

Penanganan bedah mungkin diperlukan apabila prolapsus itu menyebabkan gejala yang bermakna.
Beberapa metode tersedia dan pilihan yang mana akan bergantung kepada beberapa variabel dan
kehadiran keadaan lain yang bisa mengancam. Kebanyakan tujuan dari penanganan bedah pada
prolaps adalah untuk mengangkat keatas organ prolaps itu kembali ke posisi asalnya. Prosedur ini
dijalankan bagi wanita yang masih ingin hamil. Histerektomi adalah satu-satunya tindakan yang
sama sekali membuang organ yang prolaps itu. Bagi wanita yang telah mempunyai anak, atau
yang tidak mau hamil lagi, maka histerektomi pervaginum adalah pilihan yang sesuai untuk
penanganan. Pilihan operasi tergantung kepada jenis prolaps yang dialami pasien, umur, keinginan
mempunyai anak lagi atau tidak, keaktifan seksual, ketrampilan operator dan juga pendapat
pasien.

GEJALA-GEJALA KLINIK

Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita yang satu dengan
prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun. Sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.

Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang sangat, muntah dan
kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai adalah:

Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
Rasa sakit dalam panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring keluhan
hilang atau berkurang.
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan
portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai luka dekubitus pada poertio uteri.
Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta luka pada
portio uteri.
Coitus terganggu.
Infertilitas karena servicitis.
Incontinentia urine jika sudah terjadi cystokele oleh karena dinding belakang urethra tertarik
sehingga faal spingter kurang sempurna.
Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena fese terkumpul dalam rongga rektokel. Baru
dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan tekanan pada rectokel dari vagina.

KOMPLIKASI

1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri


Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion ) karena itu mukosa vagina dan
serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputuh-putihan.

2. Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal
itu dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulcus dekubitus. Dalam keadaan
demikian perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berumur lanjut.
Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada tidaknya karsinoma insitu.

3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli

Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih cukup kuat,
maka kerana tarikan ke bawah dari bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh
darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini
dinamakan Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan periksa raba sedang
pada elongasio kolli serviks uteri pada pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa.

4. Gangguan miksi dan stress incontinensia

Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kemih tidak dapat
dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter, sehingga bias
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut
antara kandung kemih dan urethra akibat stress incontinensia.

5. Infeksi Saluran Kemih

Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas
dan menyebabkan Pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.

6. Kemandulan

Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina atau keluar sama sekali dari
vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.

7. Kesulitan Pada Waktu Partus

Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan bias timbul kesulitan pada
pembukaan serviks, sehingga kemajuan persalinan terhalang.

8. Haemorhoid

Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan timbulnya haemorhoid.
9. Inkarserasi Usus Halus

Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak direposisi lagi. Dalam hal ini
perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit.

Anda mungkin juga menyukai