Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) mengetimasikan jumlah orang dengan


gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang dan
39 juta orang diantaranya menderita kebutaan. Katarak merupakan penyebab
gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia kedua (33%) setelah gangguan
refraksi yang tidak terkoreksi (42%).1
Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di
dunia setelah Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di
Indonesia tidak hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2012) katarak
merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Terdapat 39 juta orang yang buta
di seluruh dunia, dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%.
Selain itu, katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan kedua di dunia
dengan angka kejadian sebesar 33%.2
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan
dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak
biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan
yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang
berperingkat (progresif). Menurut Istiantoro, katarak hampir tidak bisa dicegah
karena merupakan proses penuaan sel.
Prevalensi katarak di Indonesia semua umur tahun 2013 adalah 1,8%
sedangkan di provinsi Jawa Timur prevalensi katarak adalah 1,6%. Sebagian besar
penduduk dengan katarak di Indonesia belum menjalani operasi katarak karena
beberapa faktor yaitu ketidaktahuan penderita mengenai penyakit katarak yang
diderita, tidak mengetahui bahwa buta katarak bisa dioperasi atau direhabilitasi,
tidak memiliki biaya untuk operasi, serta takut untuk menjalani operasi. 1
Berdasarkan laporan tahunan Dinas kesehatan Kota Surabaya diketahui
katarak merupakan penyakit mata yang terbanyak setelah kelainan refraksi pada
setiap tahunnya. Jumlah penderita katarak mengalami penurunan selama tiga

1
tahun terakhir, namun katarak selalu menempati urutan kedua penyakit mata yang
dialami penduduk kota Surabaya. 1
Katarak dapat diatasi dengan tindakan operasi, namun berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa belum semua katarak dapat diatasi karena beberapa
faktor. Katarak yang tidak disembuhkan akan menyebabkan kebutaan sehingga
kebutaan akibat katarak menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. 1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa
digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah
posterior terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35%
protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah ataupun saraf di lensa.3
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat
dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastic. 3

Gambar 1. Anatomi lensa

3
B. Fisiologi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. 3
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi
lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik
tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia,
kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. 3
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous.
Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior.
Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase. 3
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 3

C. Pemeriksaan Lensa
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan
tajam penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop,
penlight, loop, sebaiknya dengan pupil dilatasi
Uji bayangan iris diketahui bahwa semakin sedikit lensa keruh
semakin besar bayangan iris pada lensa keruh. Cahaya dari senter disinarkan

4
pada pupil dengan membuat sudut 45 derajat dengan dataran iris dan dilihat
bayangan iris pada lensa yang keruh. Bila letak bayangan jauh dan besar
berarti katarak imatur , sedangkan bila bayangan kecil dan dekat pupil berarti
lensa katarak matur.4

D. Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti Katarrahakies, bahasa
Inggris Cataract, dan bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi, denaturasi
protein atau keduanya. 3

Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan


gangguan penglihatan. Katarak ditandai dengan adanya lensa mata yang
berangsur-angsur menjadi buram yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kebutaan total. Penyakit katarak terutama disebabkan oleh proses degenerasi
yang berkaitan dengan usia. Katarak kini masih menjadi penyakit paling
dominan pada mata dan merupakan penyebab utama dari kebutaan di seluruh
dunia. Paling sedikit 50% dari semua kebutaan disebabkan oleh katarak, dan
90% diantaranya terdapat di negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia.5
Katarak merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan
kebutaan yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul
pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan
dan faktor lainnya.1

5
Keadaan patologik dari lensa dapat dijumpai dalam beberapa bentuk
seperti katarak dan dislokasi lensa. Katarak dibagi menjadi beberapa macam
yaitu katarak perkembangan/pertumbuhan misalnya kongenital atau juvenile,
katarak degenerative misalnya katarak senil, katarak komplikata, katarak
trauma. Sedangkan dislokasi lensa merupakan kelainan lensa akibat fiksasi
lensa pada zonula zinn tidak normal. Bila hanya sebagian zonula zinn yang
putus maka disebut subluksasi lensa.1

E. Epidemiologi
Katarak kongenital dan infantile secara umum terjadi dalam 1 dalam
setiap 2000 kelahiran hidup, yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan
normal lensa. Prevalensi pada negara berkembang sekitar 2-4 tiap 10.000
kelahiran hidup. Adapun frekuensi kejadiannya sama antara jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Katarak congenital bertanggung jawab pada 10%
kejadian kehilangan penglihatan pada anak-anak.3

F. Etiologi
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap
obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi
kortikosteroid menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan
amiodaron menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior. Katarak
juvenile juga dapat disebabkan karena kelainan herediter.3
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia
lanjut, kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik),
keracunan obat (eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase topikal),
kelainan sistemik atau metabolik (DM, galaktosemi, distrofi miotonik),
genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin.
Faktor resiko dari katarak antara lain DM, riwayat keluarga dengan katarak,

6
penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan mata, pemakaian
kortikosteroid, terpajan sinar UV dan merokok. 3
Katarak juvenile terjadi pada orang muda yang mulai terbentuk dari
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya. Katarak juvenile dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis obat
seperti eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, ergot, antikolinesterase topikal,
kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak juvenile
adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. 3
Faktor utama penyebabkan terjadinya katarak selain kadar gula darah
adalah usia, jenis kelamin, pendidikan rendah, pendapatan rendah, kebiasaan
merokok, pekerjaan diluar gedung, pola konsumsi protein hewani dan nabati.
Usia lanjut dengan kondisi tubuh yang mulai menurun juga memungkinkan
timbulnya katarak, seperti pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap
persentase usia dengan terjadinya katarak.6

G. Patofisiologi
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan
Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya
pengkabutan pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat
jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein pada lensa
menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana
diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang
larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan pada
keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih tinggi kadarnya dari
pada yang larut dalam lemak.3
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain

7
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 3
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga
kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. 3
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru
pada lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras
(sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu
terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan
perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan
mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan
pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Pada keadaan normal lensa mata
bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata dapat mengalami
perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang. 3
Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk
dipahami. Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial
yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-
macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus
meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. 3
Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya
kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring
dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial
dan differensiasi abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa
katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah di mana menyebabkan
penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-serpihan
kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan
homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih
jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin

8
metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada
nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan
transport air, nutrien dan antioksidan. 3
Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia
terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai
macam studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation
teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida
dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif
pada kataraktogenesis. 3
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa
dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul
tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air.
Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan.
Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan
katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin. 3

H. Klasifikasi

Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria


berbeda, yakni :
1. Klasifikasi Morfologik
a. Katarak Kapsular. Kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul
anterior. Merupakan differensial dari katarak polaris anterior.
Umumnya tidak mengganggu penglihatan.
b. Katarak Subkapsular. Katarak Subkapsular mulai dengan kekeruhan
kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu
yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat
pada kedua mata. Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul
lensa. Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia
lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya

9
mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Pada
keadaan awal, katarak subkapsular posterior adalah salah satu dari tipe
utama katarak yang berhubungan dengan penuaan. Bagaimanapun, ini
bisa juga terjadi sebagai akibat dari trauma, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang (sistemik, topical, atau intraokuler), inflamasi, paparan
radiasi ion, dan alkholisme. Katarak ini menyebabkan kesulitan
membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
c. Katarak Nuclear. Katarak Inti (Nuclear) merupakan yang paling
banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah
dari lensa. Biasanya karena proses penuaan. Beberapa tingkat sklerosis
nuclear dan kekuningan pada lensa adalah normal pada pasien dewasa
yang telah melewati usia pertengahan. Secara umum, kondisi ini hanya
mempengaruhi fungsi visual secara minimal. Penghambuaran cahaya
dan kekuningan yang parah disebut sebagai katarak nuklear, yang
menyebabkan opasiti sentral. Nukleus cenderung menjadi gelap dan
keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik
yang disebut juga sebagai second sight., sulit menyetir pada malam
hari. Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada lensa
menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya terhadap
spectrum warna biru sehingga penderita mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
d. Katarak Kortikal. Katarak Kortikal biasanya terjadi pada korteks.
Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan
ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita
DM. Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat. Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi
sering asimetris. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau

10
gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan yang biasa
terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa
silau.
e. Katarak Lamellar. Merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung
pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus
katarak lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama
perkembangan lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi dari
pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar
juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah
kekeruhan zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat
dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang
berbentuk tapal kuda disebut riders.
f. Katarak Sutural. Kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya
tidak mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik.
Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

2. Menurut patofisiologinya, katarak dapat dibagi menjadi


a. Katarak Developmental
1) Katarak Kongenital. Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat
disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia
kehamilan masih dini. Kongenital adalah katarak yang mulai
terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penangannya yang kurang
tepat.3 Katarak kongenital dapat menyebabkan kebutaan pada bayi
atau anak-anak, biasanya disebabkan oleh virus rubella yang
menginfeksi bay sejak di dalam kandungan melalui plasenta.4

11
2) Katarak Juvenil. Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan
terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile
merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic
dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, otot, katarak
traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital lain, dan
katarak radiasi.3
b. Katarak Degeneratif: Katarak Senilis biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun. Kekeruhan lensa dengan nucleus yang
mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih
dari 60 tahun.
c. Katarak Komplikata: merupakan katarak akibat penyakit mata lain atau
dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin. Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya
di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus,
pungtata ataupun linear.
Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan katarak senilis,
Galactosemia, Toxic pada obat-obatan steroid yang dapat
menyebabkan katarak subcapsular. Katarak biasa terjadi pada usia
lanjut. Namun, pada diabetes, katarak bisa terjadi pada usia muda dan
dapat menjadi semakin parah, jadi timbulnya katarak tergantung pada
usia, lamanya diabetes, dan bagaimana pasien mengontrol kadar
glukosa darah.6

12
1) Katarak pada Uveitis
2) Katarak pada Diabetes Melitus
3) Katarak pada Galaktosemia
d. Katarak Traumatika
Pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars
plana, pembedahan glukoma (trabeculoctomy atau iridotomy). Katarak
traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum
masuk kedalam struktur lensa. Petasan, peluru pistol angin merupakan
penyebab yang sering, penyebab lain yang lebih jarang adalah anak
panah, batu, pajanan berlebih terhadap panas dan radiasi pengion.4
1) Trauma tumpul (kontusio)
2) Injuri perforasi
e. Katarak Akibat Penyebab Lain
1) Katarak akibat radiasi
2) Katarak akibat intoksikasi obat

I. Diagnosis
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir
pada tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada anak yang sering di jumpai
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30%
herediter ( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena
sebab lain. Wanita sebagai pembawa sifat (carrier) menunjukkan
kekeruhan pada Y suture lensa tapi tidak terlihat jelas.
Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di
bagi atas :
a. Idiopatik
b. Pewarisan Mendel

13
1) Autosomal Dominan
2) Autosomal Resesif
3) X-linked
c. Infeksi intrauterine
1) Rubella
2) Chicken pox/ Herpes zoster
3) Herpes Simpleks
4) Cytomegalovirus
d. Prematuritas
e. Gangguan Metabolic
1) Galaktosemia
2) Sindrom Lowe
3) Sindrom Alport
f. Gangguan Kromosom
1) Trisomy- 21 (Sindrom Down)
2) Trisomy- 13 (Sindrom Patau)
3) Trisomy- 18 (Sindrom Edward)
g. Abnormalitas Okuler
1) Mikroptalmia
2) Aniridia
3) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous (PHPV)
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria.
Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir,
karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk
sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang
melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala
lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus.
Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal,
pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan.
Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler
atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat

14
ditemukan antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma,
pigmentasi retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non
okuler yang di dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali
gigi, penyakit jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.
Semua anak baru lahir berhak mendapat pemeriksaan mata,
termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks
fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari
refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam
ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct
kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes
iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner. Retinoskopi pada anak
dengan pupil tidak dilatasi membantu untuk penilaian penglihatan
potensial pada mata katarak. Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi
kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat secara signifikan.
a. Anamnesa. Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta
gejala dari status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat
membantu prognosis penglihatan setelah terapi. Selain itu, dalam
anamnesa juga harus diperoleh informasi mengenai tumbuh kembang
anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang lainnya, lesi kulit
dan riwayat keluarga.
b. Fungsi penglihatan. Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu
dari anamnesa, observasi dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah
laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi. Anak dengan katarak
kongenital bilateral biasanya menunjukkan penurunan penglihatan dan
perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan pergerakan mata dapat
menurun atau tidak ada. Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya
pada anak dengan katarak unilateral. Nistagmus terjadi karena
kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa
menjadi turun setelah terapi.
c. Pemeriksaan segmen anterior. Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat
menjelaskan morfologi dari katarak dan dapat membantu menentukan

15
penyebab dan prognosis. Hal yang berhubungan dengan kornea
abnormal, iris dan pupil dapat dicatat.
d. Pemeriksaan funduskopi. Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan
retina dan optic disc untuk memperkirakan penglihatan potensial dari
mata.
Diagnosis banding katarak kongenital adalah retinoblastoma yaitu
tumor ganas yang menyerang retina ditandai dengan gejala mata kucing
(amaroutic cat’s eye) yang disertai strabismus dan glaukoma, retrolental
fibroplasia yaitu timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang berlebihan
pada bayi prematur.7
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda
dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas
kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan
perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan
dengan pediatrik afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan
lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari pasien.
2. Katarak senilis
Penyebab pasti sampai sekarang belum diketahui. Terjadi
perubahan kimia pada protein lensa dan agreagasi menjadi protein dengan
berat molekul tinggi, agregasi protein ini mengakibatkan fluktuasi indeks
refraksi lensa, pemendaran cahaya dan mengurangi kejernihan lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi
progresif menjadi kunng atau kecoklatan dengan bertambahnya umur, juga
terjadi penurunan konsentrasi glutatio dan kalium, peningkatan konsentrasi
natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi lensa. Faktor yang berperan
pada pembentukan katarak antara lain proses oksidasi dari radikal bebas,
paparan sinar ultraviolet, dan malnutrisi. 7
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.

16
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/60 – ↓↓ (1/300- ↓↓ (1/300-1/~)
1/60) 1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

a. Katarak Insipien

Kekeruhan lensa tampak terutama dibagian perifer korteks


berupa garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji
sebuah roda. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan
tajam penglihatan dan masih bisa dikoreksi mencapai 6/6.7

b. Katarak Imatur atau katarak intumessen


Kekeruhan terutama dibagian posterior nukleus dan belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena
lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke depan yang
menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa
menimbulkan glaukoma sekunder. lensa yang menjadi lebih cembung
akan meningkatkan daya bias, sehingga kelainan refaksi menjadi lebih

17
miop. 10 Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa. Iris shadow masih positif karena bagian
superficial lensa masih transparan.

c. Katarak Matur

Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menajdi putih


keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan
tangan atau persepsi cahaya. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi
ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal.10 Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga iris shadow negatif dan fundus reflex
negatif. Stadium ini adalah saat yang baik untuk melakukan operasi,
karena lensa dengan mudah dapat dilepas.

18
d. Katarak Hipermatur

Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks


dan nukleus tenggelam kebawah (katarak morgagni) atau lensa akan
terus kehilangan cairan dan keriput (shrunken katarak). Operasi pada
stadium ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.10
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

Diagnosis dan cara pemeriksaan pada katarak senilis yaitu optotip


snellen untuk mengetahui tajam penglihatan; lampu senter untuk
mengetahui reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal,

19
tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan;
ophthalmoskop sebaiknya pupil dilebarkan untuk melihat fundus reflek;
slit-lamp dapat dievaluasi luas, tebal, dan lokasi kekeruhan lensa.
Diagnosis banding katarak senilis adalah refleks senil, katarak
komplikata, katarak karena penyebab lain , kekeruhan badan kaca, ablasi
retina
Penyulitnya adalah glaukoma sekunder terjadi pada katarak
intumessen karena pencembungan lensa, uveitis fakotoksik atau glaukoma
fakolitik terjadi pada stadium hipermatur sebagai akibat massa lensa yang
keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan
3. Katarak komplikata
a. Katarak pada Uveitis
Katarak yang terjadi pada uveitis ini biasanya tipe subkapsular
katarak. Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang
disertai dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan
pada lensa. Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa
biasanya ditemukan beserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah
kapsul anterior. Terjadi inflamasi maka sel radang akan
terakumulasi pada bagian bilik anterior maupun posterior sehingga
menyebabkan penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak
seimbang. Kandungan protein yang disertai sel-sel radang akan
menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih
tebal dan keruh.
b. Katarak pada Diabetes Melitus
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan
pada pasien diabetes Patogenesisnya adalah Sorbitol dibentuk dari
glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim
pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada
lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea,
iris, retina, saraf dan ginjal.
Akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular
menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat

20
hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula
katarak. Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan
perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik
sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi
dari sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang
kemudian hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga
menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif
oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat
lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion
kalium, asam amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa
dibandingkan jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular,
sehingga terjadi perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida
dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga
terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan
kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi
akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada
lensa.
pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang
opaksiatas pada lensa bagian kortikal Dari analisis yang dilakukan
dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami
sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal
yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak.
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi
dalam 3 bentuk:
1) Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa ,

21
kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali.
2) Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat
snow flake atau bentuk piring subkapsular
3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan
darah untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa.
c. Katarak pada Galaktosemia
Galaktosa merupakan jenis monosakarida yang siap diabsorsi
dan kemudian dibawa ke hepar dan diubah menjadi glikogen.
Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana
konversi ini tidak terjadi akibat dari defisiensi enzim galaktosa 1-
fosfaturidililtransferase.
Galaktosemia merupakan penyakit herediter. Penemuan klinis
yang bermakna pada bayi baru lahir adalah adanya hepatomegali,
malnutrisi, katarak dan galaktosemia. Katarak umumnya terdeteksi
pada beberapa hari setelah bayi lahir.
Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes,
karena pada pemeriksaan urine, glukosa juga didapatkan hasil yang
positif. Sekarang ini sudah tersedia pemeriksaan khusus galaktosa
oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini dapat
dilakukan dengan diet galaktosa, dimana ketika kadar galaktosa
berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan
bahwa penyakit ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus
katarak menghilang ketika pemberian susu bayi ini kandungan
utamanya pada susu yaitu sumber galaktosa ini dihilangkan.
Patofisiologi yang terjadi bermula pada perubahan morfologi
lensa juga ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan
terjadi akumulasi cairan didalam intraseluler, sehingga membuat suatu

22
celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan presipitasi dari protein-
protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan lensa
itu sendiri menjadi hidropik. Dalam galaktosa katarak metabolit
abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa secara
perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara minimal. Selain
itu juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan
bentuk gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol
dalam lensa ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk
kedalam serat lensa. Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama
dengan peningkatan air pada lensa.
4. Katarak traumatika
Mekanisme pasti serta alasan yang jelas mengenai terbentuknya
katarak masih belum jelas. Namun, faktor – factor yang dapat
mengganggu keseimbangan dari cairan dan elektrolit intrasel dan
ekstraseluler dalam serat lensa cenderung menyebabkan lensa tersebut
mengalami opasifikasi. Faktor yang bertanggung jawab dalam gangguan
keseimbangan tersebut bervariasi dari tipe – tipe katarak serta masing –
masing individu.
Munculnya katarak traumatic dapat tertunda sampai kurun waktu
beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai
kemungkinan riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan
akibat tersebut kadang cukup sulit untuk dibuktikan dikarenakan tidak
adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan sebelumnya.
Pada umumnya, manifestasi awal dari katarak kontusio adalah
opasifikasi bentuk stellate atau bentuk rosette (rosette cataract). Biasanya
tampak pada sumbu aksial termasuk kapsul posterior lensa. Selain itu,
dapat memberikan tanda berupa pigmen dari iris yang tercetak ke
permukaan anterior lensa yang disebut vossius ring. Walaupun vossius
ring secara visual dapat menghilang dalam beberapa waktu, namun tanda
ini merupakan indikator dalam trauma tumpul.
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi
untuk terbentuknya katarak, terutama perforasi pada lensa sangat sering

23
menimbulkan opasifikasi pada korteks lensa yang mengalami trauma. Pada
umumnya, proses tersebut berkembang sangat cepat. Jika objek yang
menyebabkan perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa
biasanya tidak memberi dampak pada lensa, dan bila trauma tidak
menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak juga tidak
terbentuk. Hal ini tentu juga bergantung pada penatalaksanaan luka kornea
yang hati – hati dan pencegahan terhadap infeksi.
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa yang ruptur terjadi pada anak – anak, maka akan
diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan massa lensa biasanya
secara berangsur – angsur diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang
lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas
karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata telah hilang. Oleh
karena itu, dibutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler.
5. Katarak akibat penyebab lain
a. Katarak akibat Radiasi Elektromagnetik. Trauma radiasi yang sering
ditemukan adalah:
1) Sinar infra merah, dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja di pemanggangan. Bila seseorang
berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang
mencair dan pupilnya midriasis maka suhu lensa akan naik
sebanyak 9°C. Demikian pula iris yang mengabsorpsi sinar infra
merah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul
lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa dapat
mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
2) Sinar ultraviolet, banyak terdapat pada saat bekerja las dan
menatap sinar matahari. Sinar ultra violet biasanya memberikan
kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan
retina tidak akan nyata terlihat.
3) Sinar X dan sinar terionisasi, dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan
diri sel epitel secara tidak normal.

24
b. Katarak akibat Intoksikasi Obat (Penggunaan steroid jangka panjang)
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid
bersifat luas, insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular
posterior. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum
sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif
selain operasi pengangkatan lensa.
Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular
posterior adalah karena dihambatnya NaK-adenosine triphosphatase
(ATPase) oleh kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi
natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya kadar
potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa.
Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat
bilateral, terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat
didalam kapsul posterior, terkadang dapat meluas hingga kebagian
anterior korteks dengan bentuk yang iregular. Bagian tepi biasanya
sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan.
Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan disertai
adanya vakuol kecil.
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak, tidak sebatas
pada pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa
dilakukan optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan
steroid ini dapat berupa gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif,
modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem osmotik
terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas
membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan, fluktuasi dari
indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar,
tidak fokus pada retina.
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya
membran dan rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi
akibat penggunaan steroid menyebabkan terjadinya denaturasi dari
protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang terakhir adalah
gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan glukosa yang

25
kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan
atau anti radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak,
termasuk melindungi dari penggunaan steroid.

J. Gejala Klinis
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan
tanpa rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi.
Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan penglihatan
normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Gejala yang
pertama katarak adalah biasanya pandangan kabur. Silau dan halo dan
penurunan tajam, bayangan ganda dapat juga awal dari katarak. Selain itu
kadang dapat ditemukan gejala awal seperti silau dan diplopia monokular
yang tidak dapat dikoreksi. Diplopia monokular ini umumnya terjadi akibat
perubahan indeks refraksi antara lapisan nuklear dengan korteks lensa
sehingga membentuk daerah refraksi yang multipel.6
Walaupun katarak jarang memberikan gejala nyeri, namun lensa
katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum,
edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur
(insipien) hanya sedikit opak. Katarak matur yang keruh total (tahap
menengah lanjut) mengalami sedikit edema. Apabila kandungan air
maksimum dan kapsul lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi
(membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat lanjut), air telah keluar dari
lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relatif mengalami dehidrasi,
dengan kapsul berkeriput.6
Gejala klinis pada katarak senilis secara subjektif yaitu tajam
penglihatan menurun, makin tebal kekeruhan lensa tajam penglihatan makin
mundur, demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita
merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan diperifer, penderita merasa lebih
enak membaca dekat tanpa kacamata seperti biasanya karena miopisasi,
kekeruhan di subkapsuler posterior menyebabkan penderita mengeluh silau
dan penurunan penglihatan pada keadaan terang

26
Gejala klinis pada katarak senilis secara objektif yaitu leukoria (pupil
berwarna putih pada katarak matur), tes iris shadow yang positif pda katarak
imatur dan negatif pada katarak matur, reflek fundus yang berwana jingga
akan menjadi gelap pada katarak matur.

27
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn h
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Sidoarjo
No. RM : 196333
Tanggal Pemeriksaan : 28 februari 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri kabur.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD sidoarjo dengan keluhan mata kanan
dan kiri teraa kabur sejak 1 tahun yang lalu, kabur secara
perlahan,penglihatan menjadi silau , pandangan seperti melihat kabut,
nyeri (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), mata merah (-), gatal (-), keluar
kotoran (-), mata berair (-), melihat bayangan hitam yang mengikuti
pergerakan mata (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi obat (-), sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes mellitus (-) Hipertensi (-), asma (-), alergi obat (-), dikeluarga
tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
5. Riwayat Pengobatan
Tidak pernah diberikan obat sebelumnya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis

28
Keadaan : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,7oC
2. Status Lokalis
OD OS
Visus 1/60 ph (+) 5/10 5/10 ph (-)
TIO 20,6 mmHg 18,6 mmHg
Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Dalam Dalam
Iris Reguler Reguler
Pupil Isokor Isokor
Lensa Keruh di bagian Keruh di bagian nuclear
nuclear

Tabel 3.1 Status Lokalis Pemeriksaan Fisik

Fundus reflek (+) Fundus reflek (+)

Iris shadow (+) Iris shadow (+)

29
D. Resume
Pasien datang ke poli mata RSUD sidoarjo dengan keluhan mata kanan
dan kiri teraa kabur sejak 1 tahun yang lalu, kabur secara perlahan,penglihatan
menjadi silau , pandangan seperti melihat kabut, nyeri (-), mual (-), muntah (-
), pusing (-), mata merah (-), gatal (-), keluar kotoran (-), mata berair (-),
melihat bayangan hitam yang mengikuti pergerakan mata (-).
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-),
alergi obat (-), sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti
ini
Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes mellitus (-) Hipertensi (-), asma
(-), alergi obat (-), dikeluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
Riwayat Pengobatan Tidak pernah diberikan obat sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan:
OD OS
Visus 1/60 ph (+) 5/10 5/10 ph (-)
TIO 20,6 mmHg 18,6 mmHg
Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Dalam Dalam
Iris Reguler Reguler
Pupil Isokor Isokor
Lensa Keruh di bagian Keruh di bagian nuclear
nuclear

30
Fundus reflek (+) Fundus reflek (+)

Iris shadow (+) Iris shadow (+)

E. Diagnosis Kerja : ODS Katarak Immatur

F. Penatalaksanaan
1. Planning Therapy
a. Lyteers ED 6 dd gtt I ODS
b. Catarlent ED 3 dd gtt 1 ODS
2. Planning Monitoring
a. Visus/tajam penglihatan
b. Keluhan pasien (klinis)
3. Edukasi
a. Menginformasikan kepada pasien tentang penyakitnya dan terapi yang
diberikan.
b. Memberi tahu pasien untuk kontrol secara rutin dan menjalani operasi
untuk mengangkat lensa yang keruh.

31
BAB IV

PENUTUP

Katarak merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan


kebutaan yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul
pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan
dan faktor lainnya
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap
obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi
kortikosteroid menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan
amiodaron menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior. Katarak
juvenile juga dapat disebabkan karena kelainan herediter

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitria, Aminatul., 2016, Hubungan Umur, Sikap, Pengetahuan, Biaya


Terhadap Tindakan Untuk Melakukan Operasi Katarak, Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 4 No. 2, Hal. 176-187
2. Kemenkes RI. 2014. Infodatin: Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.
3. Mo’otapu, Astria., Rompas, Sefti., Bawotong, Jeavery., 2015, Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Katarak Di Poli Mata
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, e-Journal Keperawatan, Vol.
3, No. 2, Hal. 2
4. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu., 2017, Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima,
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Hal. 210
5. Khairani., Nugrahalia, Meida., Sartini, 2016, Hubungan Katarak Senilis
Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di
Medan, Jurnal BioLink, Vol. 2, No. 2, Hal. 111
6. Irawan, Geaby M., Saerang, J.S.M., Tongku, Yamin, 2015, Katarak Pada
Anak Di Poliklinik Mata Blu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode
Januari 2011-Desember 2013, Journal e-Clinic (eCl), Vol. 3, No. 1,
Hal. 338
7. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III, 2006,
Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya

33

Anda mungkin juga menyukai