Anda di halaman 1dari 12

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD dr. R. Soedjono Selong sebagai salah satu rumah sakit

milik pemerintah daerah, merupakan satu-satunya sarana pelayanan

kesehatan rujukan untuk Kabupaten Lombok Timur dan sekitarnya, selain

melaksanakan upaya penyembuhan dan pemulihan penyakit juga

melaksanakan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit secara terpadu.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong sebagai rumah sakit

milik pemerintah Kabupaten Lombok Timur, sejak tahun 1993 telah

ditingkatkan kelasnya dari Rumah Sakit kelas D menjadi kelas C

berdasarkan SK Menkes RI No. 208/Menkes/SK/II/1993. Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong telah tiga kali lulus akreditasi 5

pelayanan dasar masing-masing tahun 2001 untuk akreditasi dasar, tahun

2004 untuk akreditasi penuh tingkat dasar dan dan tahun 2007 akreditasi

istimewa. Saat ini RSUD Dr R.Soedjono Selong sedang mempersiapkan

diri untuk mengikuti penilaian akreditasi versi 2012.

Nama Rumah Sakit Umum Selong yang pada awalnya bernama

RSUD Dr. R. Soedjono Selong berubah menjadi RSU Selong pada masa

Kepemimpinan Bupati H. Moh.Sadir (Kolonel TNI-AD) dan H. Syahdan,

SH, MBA, MM. Selanjutnya pada masa Kepemimpinan Bupati H.


Moh.Ali Bin Dachlan Tahun 2003 dikembalikan lagi namanya menjadi

RSU Dr. R. Soedjono Selong berdasarkan SK. Bupati Lombok Timur No.

188.45/417/ KUM/2003 Tanggal 12 Nopember 2003 dan dibawah

kepemimpinan Bupati Periode 2008 – 2013 yaitu Drs. H. Sukiman Azmy,

MM. ( Brigjen. TNI – AD) nama Rumah Sakit Menjadi RSUD Dr. R.

Soedjono Selong.

Dasar hukum operasional RSUD dr. R. Soedjono Selong adalah

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.: YM.02.04.3.2.2184 tentang

pemberian Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Daerah dengan

nama “ Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong ”. Jenis

layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.

Soedjono Selong antara lain layanan gawat darurat, layanan rawat

jalan/poliklinik, layanan rawat inap yang terdiri dari 9 ruang rawat inap

dan layanan kamar bedah dan ICU serta layanan penunjang medic lainnya

(RSUD Dr. R. Soedjono, 2015)

2. Data Umum

a. Umur Responden

Tabel 4.1: Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Ruang Vip dan


Askes RSUD Dr. R. Soedjono Selong Kabupaten Lombok
Timur September Tahun 2018.

No Umur Frekuensi (Orang) Presentase


(%)
1. 20 – 30 tahun 26 65
2. 31 – 40 tahun 14 35
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel 4.1 menunjukan bahwa paling banyak umur responden

adalah antara 20-30 tahun sebanyak 26 orang responden (65%),

sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah responden dengan umur

31-40 tahun yaitu sebanyak 14 orang responden (35%).

b. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2: Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di


Ruang Vip dan Askes RSUD Dr. R. Soedjono Selong
Kabupaten Lombok Timur September Tahun 2018.

No Pendidikan Frekuensi Presentase


(%)
1. Pendidikan Dasar
3 SMA
4 Perguruan Tinggi (PT)
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.2. di atas menunjukkan tingkat pendidikan responden

di Ruang Vip dan Askes Kelas I RSUD Dr. R. Soedjono Selong

terbanyak adalah berpendidikan SMA sebanyak 23 orang (57 %), dan

terkecil berpendidikan sekolah dasar sebanyak 5 orang (13%).

c. Jenis Pekerjaan Responden

Tabel 4.3: Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di


Ruang Vip dan Askes RSUD Dr. R. Soedjono Selong
Kabupaten Lombok Timur September Tahun 2018.

No Pendidikan Frekuensi Presentase


(%)
2 Tani
3 PNS
4 Wiraswasta
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas menunjukkan paling banyak responden dengan

jenis pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 26 orang (65%) dan

jumlah terkecil adalah respon yang bekerja sebagai petani sebanyak 6

orang (15%).

3. Data Khusus

a. Usia Kehamilan

b. Riwayat Ketuban Pecah dini

B. Hasil Penelitian

a. Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Hubungan antara asupan makanan terhadap kualitas tidur


Kejadian KPD
Total
Umur KPD Tidak KPD
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
<20 Th
20-35 Th
>35 Th
48 100 0 100 48 100
p = 0.279

Tabel 5.7 merupakan tabulasi silang antara asupan makanan dan

kualitas tidur responden. Pada tabel tersebut, terungkap hasil penelitian bahwa

16 responden yang mendapatkan asupan makanan yang tidak baik kebanyakan

tidurnya berkualitas yaitu sebanyak 9 (56.3%) responden. Sedangkan 35


responden yang mendapatkan asupan makanan yang baik kebanyakan dari

mereka tidurnya juga tidak berkualitas yaitu sebesar 21 (60.0%) responden.

Berdasarkan uji statistik kai kuadrat didapatkan hasil kai kuadrat

hitung sebesar 1.171 dengan nilai p sebesar 0.279. Ini berarti nilai p = 0.279

lebih besar dari  (0.05), sehingga didapatkan kesimpulan bahwa Ho diterima.

Karena Ho diterima maka berarti bahwa tidak ada hubungan antara asupan

makanan dengan kualitas tidur responden remaja akhir di RW 04 Kelurahan

Cadirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabapaten Semarang.

b. Hubungan Pekerjaan Dengan Kejadian Ketuban Pecah dini

Tabel 5.8
Hubungan antara lingkungan terhadap kualitas tidur
Kejadian KPD
Total
Lingkungan KPD Tidak KPD
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Tani
Buruh
Wiraswasta
PNS 100

Dari analisis diskriptif yang dilakukan pada 51 responden remaja

akhir di RW 04 Kelurahan Candirejo Kecamatan Ungaran Barat

Kabapaten Semarang ditemukan fakta bahwa 17 responden yang

merasakan lingkungannya tidak kondusif kebanyakan mempunyai tidur

yang tidak berkualitas yaitu sebesar 13 (76.5%) responden. Sebaliknya 34

responden yang merasakan lingkungan sekitarnya kondusif ternyata

kebanyakan mempunyai tidur yang berkualitas, yaitu sebesar 19 (55.9%).


Sedangkan berdasarkan uji statistik kai kuadrat didapatkan nilai kai

kuadrat sebesar 4.791 dengan nilai p sebesar 0.029. Oleh karena nilai p =

0.029 kurang dari nilai  (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho

ditolak. Hal ini berarti bahwa ternyata ada hubungan antara lingkungan

terhadap kualitas tidur responden remaja akhir di RW 04 Kelurahan

Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabapaten Semarang.

c. Hubungan Antara Usia Kehamilan Dengan Kejadian Ketuna Pecah

Dini

Kejadian KPD
Total
Usian Kehamilan KPD Tidak KPD
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
<37 Minggu
>37 Minggu

Adapun hubungan antara aktivitas fisik terhadap kualitas tidur disajikan

pada tabel 5.9. Berdasarkan tabel tersebut ditemukan fakta bahwa dari 46

responden yang merasakan aktivitasnya menyenangkan paling banyak dari

mereka tidurnya tidak berkualitas, yaitu berjumlah 25 (54.3%). Sedangkan

dari 5 responden yang aktivitasnya tidak menyenangkan ternyata banyak

yang tidurnya juga tidak berkualitas, yaitu berjumlah 3 (60.0%).

Dari uji kai kuadrat, telah didapatkan nilai kai kuadrat sebesar 0.058

dengan nilai p sebesar 0.809. Terlihat bahwa nilai p = 0.809 lebih besar
dari nilai  (0.05), ini berarti dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik yang

dirasakan terhadap kualitas responden remaja akhir di RW 04 Kelurahan

Cadirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabapaten Semarang.

d. Hubungan Riwayat KPD Dengan Kejadian Ketuna Pecah Dini

Kejadian KPD
Total
Riwayat KPD KPD Tidak KPD
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Ada Riwayat
Tidak Ada Riwaya

C. Pembahasan

1. Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Menurut hasil penelitian Kurniawati (2012) yang

membuktikan bahwaumur ibu <20 tahun organ reproduksi belum

berfungsi secara optimal yang akanmempengaruhi pembentukan selaput

ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamilpada umur >35 tahun juga

merupakan faktor predisposisi terjadinya ketubanpecah dini karena

pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ

reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga

mempengaruhiproses embryogenesis sehingga pembentukan

selaput lebih tipis yangmemudahkan untuk pecah sebelum

waktunya.Hasil penelitian Agu Pu at all (2014) menyatakan bahwa


kejadian KPDlebih banyak terjadi pada usia reproduktif yaitu usia

20-35 tahun.Jadi dapatdisimpulkan dalam penelitian ini bahwa tidak

sesuai dengan penelitian terdahuluyang menyatakan bahwa usia

mempunyai hubungan terhadap kejadian KPD.Terbukti dari hasil

penelitian didapatkan bahwa usia reproduktif dan usia yangmemiliki

risiko tinggi sama-sama tidak mempengaruhi kejadian KPD.

Pada penelitian ini yang mengakibatkan angka kejadian umur

<20 dan>35 tahun, 20-35 tahun hasilnnya sama dikarenakan pada

kelompok umurbisamelakukanakses pelayanan kesehatan secara optimal

sehingga kehamilannyabisadilakukanmonitoring secara tepat, disebabkan

karena akses pelayanan kesehatan sudahtermasuk dalam pembiayaan

kesehatan nasional dimana pemeriksaan kehamilan sudah ditanggung

dalam program tersebut sehingga semua umur bias mendapa

pelayanan kesehatan yang baik. Hamil yang sehat dianjurkan paling muda

pada umur 20 tahun karena padaumur 20 tahun alat kandungan sudah

cukup matang. Kehamilan juga tidak bolehterjadi setelah usia 35 tahun,

kemungkinan membuahkan anak yang tidak sehat.Komplikasi yang

dapat terjadijika usia hamil berisiko antara lain: anemiakeguguran,

prematuritas, BBLR, pre eklamsia-eklamsia, persalinan

operatif,perdarahan pasca persalinan, mudah terjadi infeksi dan

ketuban pecah dini.Salah satu kesiapan fisik bagi seorang ibu hamil dan

melahirkan bayi yang sehatadalah menyangkut faktor usia pada saat hamil

(BKKBN, 2005). Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua
mempunyai risiko lebihbesar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal

ini dikarenakan pada umur usia kurang dari 20 tahun dari segi biologis

fungsi reproduksi seorang wanita belumberkembang secara sempurna

untuk menerima keadaan janin dan segi psikisbelum matang dalam

menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosinal.Pada usia

diatas 35 tahun dan sering melahirkan fungsi reproduksi seorangwanita

sudah mengalami kemunduran atau degenarasi dibandingkan

fungsireproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya

komplikasi pascapersalinan terutama ketuban pecah dini (Susilowati,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3, karakteristik responden

yang mengalami kejadian KPD tertinggi terjadi pada ibu bersalin yang

berusia 20-35 tahun sebanyak 265 (62,1%) responden. 42 Menurut

Manuaba (2010:246) bahwa usia untuk reproduksi optimal bagi seorang

wanita adalah antara umur 20-35 tahun, dibawah atau diatas usia tersebut

akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati dan Astuti bahwa

kejadian KPD paling banyak terjadi pada usia 20-35 tahun. Kesenjangan

antara teori dan hasil penelitian ini juga bisa disebabkan karena besar

proporsi jumlah sampel yang berbeda, karena dalam penelitian ini proporsi

sampel pada usia 20-35 tahun lebih banyak dibanding dengan proporsi usia

35 tahun. Selain itu kecilnya kasus kejadian KPD pada ibu bersalin dengan

usia 35 tahun kemungkinan karena semakin meningkatnya kesadaran


masyarakat untuk tidak menikah dan hamil diusia muda, dan semakin

sadarnya bahwa hamil atau bersalin diusia lanjut dapat menimbulkan

penyulit-penyulit yang dapat membahayakan ibu dan bayi.

2. Hubungan Pekerjaan Dengan Kejadian Ketuban Pecah dini

Selain itu, hasil dari penelitian yang tidak berhubungan ini juga bisa terjadi

karena faktor sosio-ekonomi, salah satunya pola pekerjaan. Pola pekerjaan

ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat

hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari

dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan

lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan

merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa

kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya

hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin

(Prawirohardjo, 2010).

Menurut penelitian Abdullah (2012) Pola pekerjaan ibu hamil

berpengaruhterhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil

yang terlalu berat dandengan lama kerja melebihi tiga jam perhari

dapat berakibat kelelahan.Kelelahan dalam bekerja menyebabkan

lemahnyakorion amnionsehinggatimbul ketuban pecah dini. Pekerjaan

merupakan suatu yang penting dalamkehidupan, namun pada masa

kehamilan pekerjaan yang berat dan dapatmembahayakan

kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatanibu

maupun janin. Hasil penelitian yang dilakukan Atia et all (2015)


didapatkanhasil bahwa wanita yang tidak bekerja lebih rentanterjadi

KPD, hal inidisebabkan bahwa ibu yang tidak bekerja atau ibu

rumah tangga memilikipekerjaan fisik yang lebih berat daripada ibu yang

bekerja.Setiap manusia yang hidup harus bekerja untuk memenuhi

kebutuhanhidupnya, dan tidak dapat lepas dari pekerjaan baik

pekerjaan ringan maupunberat. Begitu juga dengan ibu yang sedang

hamil harus bekerja walaupun

42pekerjaan itu ringan harus tetap dikerjakanmisalnya

mengerjakanpekerjaanrumah tangga. Berdasarkan hasil forum diskusi

tentang penyebab air ketubanpecah sebelumwaktunya dikarenakan

kelelahanibu dalam bekerja (Susilowati,2011).Pada trimester pertama

berlangsung sejak wanita dinyatakan positif hamilsampai 12 minggu,

merupakan usia kehamilan yang paling rawan terutamasebelum usia

kehamilannyamencapai 8 minggu, sebaiknya tidak terlalu

banyakmelakukan aktivitas tetapi kondisi setiap ibu hamil memang

berbeda-beda adayang kuat ada juga yang lemah. Kembali lagi pada

kondisi masing-masing hanyadikhawatirkan apabila ibu hamil banyak

melakukan aktivitas akan kelelahan.Akibat kelelahan biasanya timbul

keluhan berupa sakit perut bagian bawah ataukontraksi yang bisa

menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya(Susilowati,2011).Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penelitian yang

dilakukansejalan dengan penelitian-penelitian terdahulu dimana

pekerjaan mempunyaipengaruh terhadap kejadian KPD.


3. Hubungan Antara Usia Kehamilan Dengan Kejadian Ketuna Pecah Dini

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3, karakteristik responden

yang mengalami kejadian KPD tertinggi terjadi pada ibu bersalin yang

berusia 20-35 tahun sebanyak 265 (62,1%) responden. Menurut Manuaba

(2010:246) bahwa usia untuk reproduksi optimal bagi seorang wanita

adalah antara umur 20-35 tahun, dibawah atau diatas usia tersebut akan

meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Susilowati dan Astuti bahwa sebagian besar ibu bersalin

dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu. Karena pada saat

mendekati persalinan terjadi peningkatan matrix metalloproteinase yang

cenderung menyebabkan KPD dan pada trimester akhir akan menyebabkan

selaput ketuban mudah pecah dikarenakan pembesaran uterus, kontraksi

rahim, dan gerakan janin. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tua

umur kehamilan akan mengakibatkan pembukaan serviks dan peregangan

selaput ketuban yang berpengaruh terhadap selaput ketuban sehingga

semakin melemah dan mudah pecah.

4. Hubungan Riwayat KPD Dengan Kejadian Ketuna Pecah Dini

Anda mungkin juga menyukai