PEMBIMBING :
dr. Ali Mahmud, Sp.OG, (K)FER
PENYUSUN :
Darren Tjiasmanto 2016.04.2.0043
David Chandra.W 2016.04.2.0044
Debora Renata 2016.04.2.0045
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2017
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 1
2.6 DIAGNOSIS................................................................................................................. 19
2.8 KOMPLIKASI.............................................................................................................. 30
2
V. RESUME .................................................................................................................. 35
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
6
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.3 ETIOLOGI
7
Gambar 2.2 Penyebab Perdarahan Obstetri
(Sumber : Cunningham, 2014)
Multiparitas
Overdistensi uterus akibat kehamilan ganda, makrosomia dan polihidramnion
Induksi dan augmentasi persalinan
Riwayat perdarahan post partum sebelumnya
8
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam 1/2 jam setelah bayi lahir
Hal-hal yang menyebabkannya adalah plasenta belum dapat terlepas dari
dinding rahim karena tumbuh melekat di dalam, yang kemudian dibagi menjadi:
Plasenta adhesiva, yaitu pada desidua endometrium lebih dalam
Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai miometrium
Plasenta akreta, yang lebih dalam menembus miometrium tapi belum
sampai menembus serosa
Plasenta perkreta, menembus hingga serosa atau peritoneum dinding
rahim.
Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran
kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala
III yang akan menghalangi plasenta keluar (Plasenta inkarserata). (2,4)
9
2.3.3 Trauma Jalan Lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan
spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus),
robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra
dan bahkan, yang terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan
hendaknya dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya
robekan ini. Perdarahan yag terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada
robekan atau sisa plasenta, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai spekulum unuk mencari
sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai
denyut nadi. Perdarahan karena ruptur uteri dapat diduga pada persalinan
macet/kaset, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri
dan tanda cairan bebas intra abdominal. Semua titik sumber perdarahan harus
diklem, diikat dan dijahit dengan catgut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
(4)
10
2.3.3.2 Laserasi Levator Ani
Laserasi levator ani biasanya diakibatkan oleh laserasi vagina yang dalam.
Laserasi ini juga disebabkan oleh overdistensi dari jalan lahir. Jika otot
pubococcygeus terkena jejas, maka inkontinensia urin juga terjadi. (2)
Hematoma pelvis cukup sering terjadi Pada wanita setelah menjalani proses
persalinan. Keejadian ini sering berhubungan dengan laserasi, episiotomi, dan
tindakan operatif. Hematoma puerperium juga sering terjadi tanpa adanya laserasi
jalan lahir, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan koagulasi, atau sirosis
hepatis.
Pueperal hematoma terdiri dari hematoma vulva, vulvovaginal, paravaginal,
dan retroperitoneal. Hematoma vulva dapat melibatkan bulbus vestibuli dan cabang
dari arteri pudendalis, yaitu arteri rectalis inferior, arteri perineal dan arteri klitoridis.
(2)
11
2.3.3.5 Hematoma Vulvaginal
Diagnosa hematoma vulva dapat ditentukan dari nyeri perineal yang parah
dan disertai perubahan warna kulit. Gejala seperti rasa tertekan dan nyeri pada
pelvis, disertai dengan temuan pemeriksaan massa bulat, fluktuatif yang menonjol
pada lumen vagina dapat menunjang diagnosis secara tepat. Pemeriksaan
radiologis yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosa antara lain CT scan. (2)
12
2.3.3.6 Ruptur Uterus
Rupture uterus dapat dikategorikan sebagai rupture primer, muncul pada
uterus yang masih intak atau belum pernah mengalami perlukaan, atau sebagai
rupture sekunder dan berhubungan dengan perlukaan yang sudah ada seperti insisi
atau jejas atau anomaly dari miometrium. Sebelum tahun 1960, saat kelahiran
dengan operasi Caesar masih rendah dibanding sekarang dan saat banyak wanita
dengan persalinan normal, rupture uterus primer mendominasi. Semakin
meningkatnya kelahiran dengan operasi Caesar pada tahun 1990an, rupture uterus
karena luka bekas section lebih menonjol. Pada tahun 2006, penelitian tentang
rupture uterus di Hospital Corporation of America, separuh dari responden
sebelumnya memiliki riwayat kelahiran dengan section Caesar. (2)
13
Faktor Predisposisi dan Etiologi
Resiko dari rupture uterus termasuk dalam riwayat operasi sebelumnya atau
manipulasi yang menyebabkan perlukaan dari miometrium. Contohnya pada
kuretase uterus atau perforasi, ablasi endometrium, miomektomi, atau histeroskopi.
Penelitian oleh Porreco and colleagues (2009), 7 dari 21 wanita yang melahirkan
secara Caesar pernah melalui operasi uterus sebelumnya.
Di negara maju, kejadian rupture uterus yang tercatat oleh Getahun and associates
sebanyak 1 dari 4800 persalinan. Frekuensi dari rupture uterus primer sekitar 1 dari
10.000-15.000 persalinan. Alasan utama adalah berkurangnya wanita dengan partus
normal. Alasan lain seperti berlebihannya atau ketidaksesuaian stimulasi uterus
dengan oksitosin sudah jarang terjadi. Tetapi rupture uterus primer juga didapatkan
pada wanita dengan persalinan yang diinduksi dengan prostaglandin E1. (2)
Riwayat Perlukaan Uterus atau Anomali Trauma Uterus atau Abnormalitas yang
muncul selama kehamilan
Operasi berkaitan dengan miometrium
o Section Caesar atau histerektomi
o Perbaikan sebelumnya karena rupture uteri
o Insisi miomektomi melewati atau ke endometrium
o Reseksi dalam dari interstisial tuba falopii
o Metroplasty
Trauma Uterus Insidental
o Aborsi dengan instrument-kuret tajam atau suction,
o Gelombang
o Trauma tumpul dan tajam, kecelakaan lalu lintas,
o peluru, pisau
o Ruptur yang tidak diketahui pada kehamilan sebelumnya
o Kongenital
Kehamilan pada uterus yang tidak berkembang
o Defek jaringan ikat – marfan syndrome dan ehlers-danlos sindrome
Kontraksi yang menetap, intens, dan spontan
o Stimulasi persalinan – oksitosin atau prostaglandin
o Instilasi intraamnion – saline atau prostaglandin
14
o Perforasi karena tekanan kateter uterine internal
o Trauma eksternal – tajam atau tumpul
o Versi eksternal
o Overdistensi uterus – hidramnion, kehamilan ganda
Selama persalinan
o Versi internal fetal kembar kedua
o Forceps yang sulit
o Ekstraksi sungsang
o Anomali fetus yang meregangkan segmen bawah uterus
o Tekanan uterus yang kuat selama persalinan
o Kesulitan dalam pelepasan plasenta
Didapat:
o Sindroma plasenta akreta
o Neoplasia gestasional trophoblas
o Adenomyosis
o Pengantongan dari uterus yang teretroversi cunn
Patogenesis
Ruptur dari uterus yang sebelumnya intak pada persalinan biasanya berkaitan
dengan penipisan segmen bawah uterus. Saat robekan terjadi di dekat cervix,
biasanya robekan diteruskan secara transversal atau oblique. Tetapi saat sobekan
terjadi pada bagian di uterus dan memanjang ke broad ligament, bentuk robekan
biasanya longitudinal. Meskipun robekan primer muncul pada segmen bawah uterus,
jarang robekan tersebut meluas ke atas ke arah segmen aktif uterus maupun ke atas
kea rah cervix maupun ke vagina. Pada beberapa kasus, buli-buli bisa mengalami
laserasi. Jika rupture sangat besar, isi dari uterus bisa masuk kedalam kavitas
peritoneum. Jika fetus melekat kuat pada uterus, maka hanya sebagian dari fetus
yang mengalami protrusi. Prognosis dari fetus bergantung pada derajat pelepasan
dari plasenta dan jumlah perdarahan dari maternal dan hipovolemia. Pada beberapa
kasus, peritoneum diatasnya masih intak, biasanya diikuti dengan perdarahan yang
meluas ke broad ligament sehingga menyebabkan retroperitoneal hematoma yang
luas dengan perdarahan masif. (2)
15
Terkadang, memang terdapat bagian lemah dari miometrium yang menyebabkan
rupture pada daerah tersebut terjadi. Seperti contohnya anomali anatomi congenital,
adenomiosis, dan defek jaringan ikat seperti sindrom Ehlers-Danlos. (2)
Keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya ke dalam cavum
uteri. Hal ini biasanya disebabkan penarikan yang kuat terhadap tali pusat saat
pengeluaran plasenta yang melekat di fundus, atonia uteri, serviks masih terbuka
yang mendapat tekanan dari atas atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-
tiba (batuk atau bersin). Peristiwa ini sebenarnya jarang ditemukan, dan terjadi
secara tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Menurut
perkembangannya, inversio uteri dibagi menjadi: (2,4)
Inversi uteri merupakan salah satu masalah klasik pada perdarahan obstetri.
Jika tidak ditangani dengan benar, maka akan dapat menyebabkan perdarahan
masif hingga menyebabkan kematian. (2)
Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya inversio uteri antara lain
- Implantasi plasenta di fundus uteri
- Atonia uteri
- Penarikan korda dini sebelum terjadinya separasi plasenta
- Implantasi plasenta yang abnormal
16
Gambar 2. 6 Inversi Uterus
(Sumber : Cunningham, 2014)
17
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala
faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya
18
2.6 DIAGNOSIS
19
2.7 MANAJEMEN PERDARAHAN POSTPARTUM
20
Di kebanyakan tempat, setelah plasenta dilahirkan, oksitosin diberikan 10 IU IM
kemudian dilanjutkan dengan infus 20IU dalam 500 cc NS/RL. Dengan 40
tetes/menit. Maksimal pemberian tidak lebih dari 3 L larutan dengan oksitosin dan
tidak dianjurkan pemberian secara IV cepat ataupun bolus (2)
Derivat Ergot
Jika Oktosin tidak terbukti efektif terhadap atoni uterus, biasanya diberikan
0,2 mg methylergonovine secara IM, kemudian diulangi 15 menit kemudian dengna
dosis yang sama. Jika tidak berhasil dapat diberikan lagi tiap 2-4 jam hingga
maksimal 1mg/5 dosis. Dengan ini diharapkan dapat menstimulasi uterus untuk
berkontraksi, dan cukup untuk mengontrol perdarahan. Jika diberikan secara
intravena dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, khususnya wanita
dengan hipertensi (2)
Analog Prostaglandin
15-methyl derivat dari prostaglandin F2α-carboprost tromethamine telah
diakui sejak pertengahan tahun 1980 untuk terapi pada atoni uterus. Dosis awal
yang disarankan adalah sebesar 250 µg (2,5 mg) diberikan secara IM.Ini diulangi
jika diperlukan 15-90 menit dengan interval maksimal 8 dosis (2)
21
4. Tambahkan kateter intravena ukuran besar sehingga kristaloid dan
oksitosin dapat diberikan bersamaan dengan darah. Masukan foley kateter
untuk mengetahui output urin, yang mana untuk mengetahui fungsi perfusi
dari ginjal.
5. Lakukan resusitasi cairan dengan infus cairan kristaloid i.v
6. Dengan sedasi, analgesia, atau anestesi, Eksplorasi cavum uterus secara
manual untuk mengetahui ada tidaknya sisa plasenta atau laserasi.
7. Periksa serviks dan vagina untuk mencari ada tidaknya laserasi
8. Jika pasien masih tidak stabil atau jika ada perdarahan terus-menerus,
maka lakukan transfusi darah.
Teknik ini digunakan pada wanita yang tidak respon terhadap terapi pada
perdarahan post partum akibat atonia uteri yang ingin mempertahankan fertilitas.
22
Metode ini popular pada pertengahan awal abad 20 akan tetapi mulai ditinggalkan
karena mengakibatkan perdarahan tersembunyi dan juga infeksi (2) .Teknik yang
lebih baru yaitu dengan menggunakan foley kateter dengan balon 30-mL, balon
diarahkan kedalam kavum uteri dan diisi dengan 60 hingga 80 mL salin. Jika
perdarahan mereda kateter dapat dilepaskan setelah 12-24 jam. Tindakan alternatif
uterus dapat di paket secara langsung dengan kasa (2)
23
Berdasarkan pengalaman, prosedur ini tidak terlalu membantu pada perdarahan
karena atonia uteri.
24
(2)pada wanita yang mendapat jahitan B-Lynch dan diikuti dengan ligasi bilateral
arteri uterine, uteroovarian, dan round ligament arteri. Pada kebanyakan kasus,
kehamilan selanjutnya tidak bisa terjadi jika masih terdapat jahitan kompresi. Pada
beberapa wanita, dengan jahitan B-Lynch maupun Cho dilaporkan memiliki defek
pada dinding uterusnya. Komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi yaitu
synechiae pada kavum uterus yang muncul sekitar 20-50% dalam waktu 3 bulan. (2)
25
cm lebih distal dari percabangan arteri iliaca komunis biasanya menghindari cabang
posterior. Pembungkus areolar dari arteri diinsisi longitudinal, dan dengan klem right-
angle dilewatkan secara hati-hati dibawah dari arteri tersebut pada sisi lateral dan
medialnya. Hati-hati agar tidak mengenai vena besar seperti vena iliaca interna.
Jahitan-umunya yang nonasorbable-dilewatkan dibawah dari arteri menggunakan
klem kemudian dengan hati-hati diligasi.
Setelah diligasi, pulsasi pada distal dari arteri iliaka eksterna dilakukan untuk
mengkonfirmasi. Jika tidak, pulsasi harus diidentifikasi setelah hipotensi arterial
sudah berhasil. Mekanisme yang paling penting pada ligasi arteri iliaca interna yaitu
reduksi sekitar 85% dari tekanan pada distal dari arteri yang diligasi. Hal ini
mengkonversikan sistem tekanan arteri menjadi satu dengan tekanan yang muncul
dari sirkulasi vena. Dengan ini terbentuk pembuluh darah yang lebih bisa menerima
respon hemostasis dan pembentukan clot.
Ligasi arteri iliaka intera bilateral tidak berhubungan dengan kehamilan
selanjutnya. Nizard and colleagues melaporkan follow up pada 17 wanita yang
melewati ligasi bilateral, dari total 21 kehamilan, 13 diantaranya normal, 3
mengalami keguguran, 3 diterminasi, dan 3 lainnya mengalami kehamilan ektopik.
Embolisasi angiografis
Alat ini digunakan jika perdarahan sulit berhenti tetapi teknik surgical tidak
bisa dilakukan. Lebih dari 500 wanita melaporkan, embolisasi efektif sebesar 90%.
Rouse (2013) baru-baru saja melaporkan bahwa embolisasi dapat digunakan untuk
menahan pengulangan dari perdarahan post partum. Tetapi teknik ini tidak efektif
untuk plasenta perkreta atau koagulopati. Kesuburan tidak terpengaruhi, dan
kehamilan selanjutnya dilaporkan sukses. Ada beberapa data menunjukkan
embolisasi antepartum, pada wanita dengan usia kehamilan 20 minggu mengalami
arteriovenous malformasi pada segmen bawah uterus. Juga digunakan untuk
perdarahan renal. (2)
Komplikasi dari embolisasi tidak umum ditemukan, tetapi dapat menjadi
parah. Nekrosis iskemik uterus bisa terjadi dan juga infeksi dari uterus. Al-Thunyan
and coworkers melaporkan terdapat wanita yang mengalami nekrosis masif dan
paraplegia setelah dilakukan embolisasi bilateral dari arteri iliaka interna.
Preopereatif pemasangan kateter arteri pelvic
26
Terdapat beberapa kejadian yang mana perdarahan masif dan diseksi operasi yang
sulit bisa terjadi. Untuk itu, dilakukan kateter ujung balon dimasukkan ke dalam arteri
uterine atau iliaka. Kateter tersebut kemudian digembungkan atau dilakukan
embolisasi untuk mengurangi perdarahan jika terjadi. Teknik ini digunakan lebih
sering pada kasus sindroma akreta dan dilaporkan diunakan pada kehamilan
abdominal. Tingkat keberhasilannya bervariasi, dan teknik ini tidak
direkomendasikan secara luas. Efek samping sangat jarang, tetapi postoperative
thrombosis arteria popliteal dan iliaka dan stenosis bisa terjadi. (2)
27
- Pemberian infus intravena yang adekuat, darah dan kristaloid diberikan untuk
mencegah hipovolumia
- Jika plasenta masih menempel, plasenta tidak diambil sampai sistem infus
telah terpasang, cairan sudah diberikan, dan anestesi penenang uterus seperti agen
inhalasi halogen telah diberikan. Obat tokolitik seperti terbutaline, ritodrine,
magnesium sulfate, dan nitrogliserin telah banyak digunakan dan sukses sebagai
relaksan dan mereposisi uterus.
- Setelah melepaskan plasenta, tekanan yang mantap dengan tinju diterapkan
pada fundus yang terbalik dalam upaya mendorong fundus ke dalam serviks yang
berdilatasi. Atau, dua jari secara kaku diregangkan dan digunakan untuk
mendorong pusat fundus ke atas. Perhatian untuk tidak menerapkan begitu banyak
tekanan untuk melubangi rahim dengan jari. Begitu rahim dikembalikan ke
konfigurasi normal, agen tokolitik dihentikan. Infus oksitosin dimulai sementara
operator mempertahankan fundus dalam posisi anatomi (2)
28
Gambar 2. 13 Reposisi Inversi Uterus
(Sumber : Cunningham, 2014
29
2.7.4 Kelainan Koagulasi
2.8 KOMPLIKASI
2.9 PROGNOSIS
30
BAB III
RESPONSI
I. IDENTITAS PENDERITA
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Perdarahan
31
03.00 WIB dengan pendarahan paska persalinan sejak 10 hari yang lalu
dengan terdapat perdarahan berwarna coklat, menggumpal dan berbau.
Pasien mengatakan melahirkan anak ke 3 pada tanggal 12 juni 2017 setelah
melahirkan pasien merasakan adanya darah yang terus mengalir dari
kemaluan. Pasien sempat di transfusi darah sebanyak 2 pac saat di RS
Bunda, dimana setelah 2 hari pasca melahirkan perdarahan sedikit berkurang
sehingga pasien boleh KRS. Tetapi pada saat di rumah pasien merasakan
perdarahan bertambah banyak dan menggumpal dengan ukuran gumpalan
yang besar serta berbau tidak nyaman. Pasien mengatakan dalam sehari bisa
mengganti pembalut ± 5 buah.
Pada saat setelah melahirkan pasien merasa demam, nyeri perut bagian
bawah. Pasien mengatakan di RS Bunda lahir bayi laki-laki dengan berat
2600gr secara cepat tanpa ada masalah. Pasien juga mengatakan pusing dan
lemas. Pasien mengatakan mata dirasakan seperti ingin menutup sejak 9
bulan lalu. Wajah bagian kakan terasa tebal sejak 9 bulan yang lalu.
32
5. Riwayat Haid
Menarche : 16 tahun
Siklus : ± 28 hari, teratur
Lama : 7 hari
Dismenorhea : (-)
Fluor albus : tidak ada, gatal (-) bau (-)
HPHT : September 2016
TP : Juni 2017
6. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 15 tahun
8. Riwayat ANC
ANC dilakukan di RS Bunda setiap satu bulan sekali
9. Riwayat KB
KB suntik saat melahirkan anak pertama hingga hamil anak ke 2
KB suntik saat melahirkan anak ke 2 sampai ke 3
Status Generalis :
Kepala
o A/I/C/D :+/-/-/-
o Mata : konjungtiva : anemis (+/+)
sklera : ikterus (-/-)
pupil : reflek cahaya (+/+), bulat isokor 3/3mm
o Hidung : PCH (-)
Leher
Pembesaran KGB (-)
Thorax
o Pulmo
Inspeksi : normochest, gerak nafas simetris
Palpasi : gerak nafas simetris, fremitus raba simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler, rhonki (-) wheezing (-)
o Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1, S2 tunggal; murmur (-) gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : supel, striae gravidarum (-), linea nigra (+)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : soepel; H/L/R = tak teraba/tak teraba/tak teraba
o Perkusi : timpani (+)
34
Ekstremitas
o Akral hangat : (-) pada keempat ekstremitas
o Edema : (-) pada keempat ekstremitas
Status Obstetri :
Abdomen :
• Inspeksi : supel, striae gravidarum (-), linea nigra (+)
• Palpasi :
TFU : setinggi antara umbilikus dan simfisis
Kontraksi : (-)
Genitalia :
• Pemeriksaan luar : V/V : fluksus (+), Bekas episiotomi (+)
• Inspekulo Vagina : darah (+), fluor (-), robekan portio (-)
Laboratorium (21/06/2017)
Darah Lengkap
- Hemoglobin : 6,7 gr/dL
- Lekosit : 8.800/mm3
- Trombosit : 289.000/mm3
Laboratorium (22/06/2017) Pukul: 15.25
Darah Lengkap
- Hemoglobin : 6,3 gr/dL
- Lekosit : 10.070/mm3
- Trombosit : 189.000/mm3
- Hematokrit : 18,4%
V. RESUME
• Ny Y, 42 tahun
• P3003
35
• Pendarahan 600cc ??, berbau
• Nyeri perut bagian bawah
• Wajah terasa kebal
• Mata susah di buka
Status Generalis :
Anemia (+)
Status Obstetri :
• Tidak dapat di evaluasi
• Pemeriksaan luar : fluksus (+)
• Lab : Hb : 6,7 g/dl ; leukosit : 8.800/mm3
Hasil :
Uterus : letak antefleksi membesar dengan ukuran 11,2x10cm. Pada cavum uteri
didapatkan sisa plasenta
VI. DIAGNOSA
VII. PLANNING
1. Diagnosis
• DL, FL, Albumin, FG,
• Foto thorax
2. Terapi
• Inf RL
• Pro transfusi PRC 2 bag
• Paracetamol tab 3x1
• Pro kuret
• Konsul cardio
• Konsul neuro
36
3. Monitoring
• Keluhan pasien
• Vital sign
• pendarahan
4. Edukasi
• Menjelaskan tentang penyakit, prognosa, dan komplikasi
37
Kimia Klinik
GDA : 134 mg/dl
BUN : 5 mg/dl
SK : 0,5 mg/dl
SGOT : 12 U/L
SGPT : 15 U/L
Albumin : 2,4 g/dl
Elektrolit
- Kalium : 2,7 mmol/L
- Natrium : 140 mmol/L
- Chlorida : 103 mmol/L
A: P3003 Post Partus spt B hari ke-15 + post op SVH + late HPP +
hipoalbumin +hipokalemia + anemia + cardiomegali
P: inj kalnex 3x1
Inj cefozolin 2x1
Transfusi WB 2 bag
23 Juni 2017
S : nyeri luka operasi, keluar darah dari kemaluan tapi sedikit
O: KU = baik, Tensi :110/60 , Nadi :82 , Suhu:36.0 , RR:22
Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-
Leher : Pembesaran kgb (-)
Dada : cor = S1S2 tunggal, m (-), g(-)
Pulmo = simetris, ves/ves +/+, wz (-), rh(-)
Abdomen : supel, BU(+), nyeri tekan (+)
Extremitas : AH (-) , Edema (-)
Genitalia : Fluksus (+)
Laboratorium (23/06/2017) Pukul: 09.54
Darah Lengkap
- Hemoglobin : 8,7 gr/dL
- Lekosit : 10.280/mm3
- Trombosit : 131.000/mm3
- Hematokrit : 25,0%
Kimia Klinik
Albumin : 2,8 g/dl
Elektrolit
- Kalium : 3,5 mmol/L
- Natrium : 145 mmol/L
- Chlorida : 109 mmol/L
39
A: P3003 Post Partus spt B hari ke-12 + post SVH hari ke-1 + late HPP +
hipoalbumin +hipokalemia + anemia + cardiomegali
P: Transfusi albumin 25%
Inj cefazolin 2x1
Inj kalnex 3x1
Inj Ketorolac 3x30mg
Metylcobal 3x1
Spironolacton 25mg 1-0-0
Furosemide tab ½-0-0
As mef 3x500
Haemofort 2x
24 Juni 2017
S : nyeri luka operasi, pusing, keluar darah dari kemaluan tapi sedikit
O: KU = baik, Tensi :110/70 , Nadi :76 , Suhu:35.7 , RR:24
Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-
Leher : Pembesaran kgb (-)
Dada : cor = S1S2 tunggal, m (-), g(-)
Pulmo = simetris, ves/ves +/+, wz (-), rh(-)
Abdomen : supel, BU(+), nyeri tekan (+)
Extremitas : AH (-) , Edema (-)
Genitalia : Fluksus (+)
A : P3003 Post Partus spt B hari ke-13 + post SVH hari ke-2 + late HPP +
hipoalbumin +hipokalemia + anemia + cardiomegali
P : Inj cefazolin 2x1
Inj kalnex 3x1
Rawat luka perineum dgn pz dan gactroban salep
Spironolacton 25mg 1-0-0
Furosemide ½-0-0
As mef 3x500mg
Haemofort 2x1
Ksr 2x1
Co amoxiclaf 3x625
Vip Albumin 3x2 caps
40
Rawat luka
25 Juni 2017
S : nyeri luka operasi, keluar darah dari kemaluan sedikit
O: KU = baik, Tensi :110/70 , Nadi :92 , Suhu:36.1 , RR:20
Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-
Leher : Pembesaran kgb (-)
Dada : cor = S1S2 tunggal, m (-), g(-)
Pulmo = simetris, ves/ves +/+, wz (-), rh(-)
Abdomen : supel, BU(+), nyeri tekan (+)
Extremitas : AH (-) , Edema (-)
Genitalia : Fluksus (+)
A : P3003 Post Partus spt B hari ke-14 + post SVH hari ke-3 + late HPP +
hipoalbumin +hipokalemia + anemia + cardiomegali
P : inf RL aff
O2 aff
Spironolacton 25mg 1-0-0
Asmef 3x500
Haemofort 2x1
Co amoxiclaf 3x625
Vip Albumin 3x2 caps
Rawat luka
Ksr 2x1
26 Juni 2017
S : nyeri luka operasi, keluar darah dari kemaluan sedikit
O: KU = baik, Tensi :110/80 , Nadi :96 , Suhu:36.3 , RR:20
Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-
Leher : Pembesaran kgb (-)
Dada : cor = S1S2 tunggal, m (-), g(-)
Pulmo = simetris, ves/ves +/+, wz (-), rh(-)
41
Abdomen : supel, BU(+), nyeri tekan (+)
Extremitas : AH (-) , Edema (-)
Genitalia : Fluksus (-)
Laboratorium (26/06/2017) Pukul: 07.28
Kimia Klinik
Albumin : 2,8 g/dl
Elektrolit
- Kalium : 3,5 mmol/L
- Natrium : 145 mmol/L
- Chlorida : 109 mmol/L
A: P3003 Post Partus spt B hari ke-15 + post SVH hari ke-4 + late HPP +
hipoalbumin + anemia + cardiomegali
P: Spironolacton 25mg 1-0-0
Asmef 3x500
Haemofort 2x1
Co amoxiclaf 3x625
Vip Albumin 3x2 caps
Rawat luka pz dan bactrobar
Ksr 2x1
27 Juni 2017
S : nyeri luka operasi, keluar darah dari kemaluan sedikit
O: KU = baik, Tensi :120/80 , Nadi :84 , Suhu:35.8 , RR:20
Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-
Leher : Pembesaran kgb (-)
Dada : cor = S1S2 tunggal, m (-), g(-)
Pulmo = simetris, ves/ves +/+, wz (-), rh(-)
Abdomen : supel, BU(+), nyeri tekan (+)
Extremitas : AH (-) , Edema (-)
Genitalia : Fluksus (+)
42
A: P3003 Post Partus spt B hari ke-16 + post SVH hari ke-5 + late HPP +
hipoalbumin + anemia + cardiomegali
P: Spironolacton 25mg 1-0-0
Asmef 3x500
Haemofort 2x1
Co amoxiclaf 3x625
Vip Albumin 3x2 caps
Ksr 2x1
Rawat luka pz dan bactrobar
43
DAFTAR PUSTAKA
44