Anda di halaman 1dari 43

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................... 1

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... 2

DAFTAR TABEL .............................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

2.1 Anatomi Sirkulasi Mesenterika ................................................. 6

2.2 Definisi Iskemia Mesenterika Akut ............................................ 9

2.3 Klasifikasi Iskemia Mesenterika Akut ........................................ 9

2.4 Etiologi Iskemia Mesenterika Akut ............................................ 9

2.5 Epidemiologi Iskemia Mesenterika Akut .................................. 10

2.6 Patofisiologi Iskemia Mesenterika Akut ................................... 11

2.7 Diagnosa Iskemia Mesenterika Akut ........................................ 13

2.8 Diagnosa Banding Iskemia Mesenterika Akut ........................... 26

2.9 Komplikasi Iskemia Mesenterika Akut ..................................... 28

2.10 Manajemen Iskemia Mesenterika Akut ................................... 28


2.10.1 Resusitasi Awal ............................................................. 29
2.10.3 Trombolitik .................................................................... 30
2.10.4 Heparin ......................................................................... 30
2.10.5 Terapi Pembedahan ....................................................... 31
2.10.6 Penanganan AMI dengan Komplikasi Peritonitis ............... 34
2.10.7 Damage Control Surgery (DCS) ...................................... 35
2.10.8 Second-Look Laparotomy ............................................... 35
2.10.9 Angioplasty and stenting ................................................ 35
2.10.10 Penanganan Post Operatif ............................................ 35
2.10.11 Diet ............................................................................. 36

1
2.10.12 Aktivitas ...................................................................... 36
2.10.13 Monitoring Jangka Panjang ........................................... 36
2.10.14 Terapi medikamentosa .................................................. 36

2.11 Prognosis ........................................................................... 39

2.12 Preventif ............................................................................. 40

BAB III KESIMPULAN .................................................................... 41

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sirkulasi Arteri Mesenterika ............................................ 8


Gambar 2.2 Sirkulasi Vena Mesenterika ............................................ 8
Gambar 2.3 Pneumatosis Intestinalis .............................................. 19
Gambar 2.4 Gas dalam Dinding Kolon ............................................. 19
Gambar 2.5 Thumbprint Sign .......................................................... 20
Gambar 2.6 Penyempitan Arteri Mesenterika Superior ...................... 21
Gambar 2.7 CT Scan Edema Usus .................................................. 22
Gambar 2.8 CT Scan Trombosis Vena Mesenterika Superior ............. 23
Gambar 2.9 CT Scan Trombosis Vena Porta .................................... 23
Gambar 2.10 CT Scan Pneumatosis Colon ....................................... 24
Gambar 2.11 MRI Penebalan Dinding Usus ...................................... 24
Gambar 2.12 USG Gas Vena Porta ................................................. 25
Gambar 2.13 Embolektomi ............................................................. 32
Gambar 2.14 Aortomesenteric Bypass ............................................. 33
Gambar 2.15 Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt ............. 34

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala dan Komorbid AMI ................................................ 15


Tabel 2.2 Gambaran Radiologis ...................................................... 26

4
BAB I
PENDAHULUAN

"Oklusi dari pembuluh darah mesenterika dianggap sebagai salah satu


kondisi yang mustahil untuk didiagnosis, prognosisnya buruk, dan tindakan bedah
hampir tidak bermanfaat”

Kutipan yang dikemukakan ahli bedah Cokkinis ini menunjukkan betapa


sulitnya masalah yang dihadapi oleh dokter dalam menangani akut Iskemia
mesenterika akut (AMI). Gejala tidak spesifik pada awalnya sampai pada akhirnya
telah dijumpai komplikasi peritonitis. Dengan demikian, diagnosis dan pengobatan
seringkali ditunda sampai penyakit ini berkembang.

AMI adalah sindrom yang ditandai berkurangnya aliran darah melalui


sirkulasi mesenterika dan akhirnya menyebabkan gangren dari dinding usus.
Penyakit ini cukup jarang ditemukan, namun berpotensi membahayakan nyawa.
Sindrom AMI dapat diklasifikasikan menurut penyebabnya, yaitu arteri atau vena.
Penyakit arteri dapat dibagi lagi menjadi iskemia arteri mesenterika non-oklusif
(NOMI) dan iskemia arteri mesenterika oklusif (OAMI).

Berdasarkan klinis utama yang berbeda AMI dibagi menjadi 4: emboli arteri
mesenterika akut (AMAE), trombosis arteri mesenterika akut (AMAT), Iskemia
mesenterika akut non oklusif (NOMI), dan trombosis vena mesenterika (MVT). OAMI
meliputi AMAE dan AMAT.

Keempat jenis AMI memiliki faktor predisposisi, gambaran klinis, dan


prognosis yang berbeda. Penyakit sekunder yang dapat menyebabkan mesenterika
iskemia yaitu karena obstruksi mekanis, seperti misalnya hernia internal dengan
strangulasi, volvulus, intususepsi,kompresi tumor , dan diseksi aorta. Kadang-
kadang, trauma tumpul dapat menyebabkan diseksi terisolasi dari arteri mesenterika
superior dan menyebabkan infark usus.

Diagnosis dan penanganan AMI sangat penting karena dapat meningkatkan


harapan hidup, serta mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sirkulasi Mesenterika

Pengetahuan anatomi pembuluh darah mesenterika adalah kunci dalam


pemahaman dan manajemenpenderita dengan iskemia mesenterika. Namun, variasi
anatomi pada pembuluh darah mesenterika yang sangat tinggi menjadi kendala bagi
ahli kesehatan. Axis coeliaca, mesenterika superior dan inferior melayani
vaskularisasi dari foregut, midgut dan hindgut. Axis coeliac adalah percabangan dari
aorta abdominalis setinggi T12-L1. Arteri ini berjalan anteroinferio sebelum
bercabang menjadi arteria hepatika comunis, arteri lienalis, dan arteri gastrica
sinistra. Arteri hepatika bercabang menjadi arteri gastroduodenalis, yang bercabang
lagi menjadi arteri gastroepiploica dextra dan arteria pancreaticoduodenalis superior
dan inferior. Arteri gastroepiploica dextra beranastomose dengan arteri
gastropepiploica sinistra. Arteri pancreaticoduoenalis beranastomose dengan
cabang inferior dari arteri mesenterika superior. Arteri lienalis bercabang menjadi
arteri gastropepiploica sinistra, dan arteri pancreatica dorsalis, yang memberikan
vaskularisasi pada bagian corpus dan cauda pankreas dan berhubungan dengan
arteri pancreaticoduodenalis dan arteri gastroduodenalis dan terkadang dengan
arteri colica media dan arteri mesenterika superior. Arteri gastrica sinistra,
berhubungan dengan arteri gastrica dextra sepanjang bagian posterior kurvatura
minor dari gaster. Arteri coeliac memberikan vaskularisasi esofagus bagian bawah,
gaster, duodenum, hepar, pankreas dan lien. (3)

Arteri mesenterika superior bercabang dari aorta bagian ventral dan


memberikan vaskularisasi midgut dengan percabangannya, yaitu arteri
pancreaticoduodenalis, arterr colica media, arteri colica dextra, dan cabang arteri
ilealis dan jejunalis. Arteri pancreaticoduodenalis inferior bercabang menjadi bagian
superior dan inferior, yang beranastomose dengan arteri pancreaticoduodenalis
superior. Hubungan ini sangat penting dalam mempertahankan perfusi usus pada
kasus arterosklerosis pembuluh darah mesenterika. Arteri ileocolica memberikan
vaskularisasi pada ielum, caecum, dan colon ascenden, sedangkan arteri colica
media memberikan vaskularisasi pada colon transversus, dan berhubungan dengan
arteri mesenterika inferior. Arteri colica dextra bercabang dengan ketinggian sama
6
dengan arteri colica media. Arteri colica media dan dextra memberikan percabangan
arteri marginalis drummond dan bercabang menjadi vasa recta terminalis, yang
memvaskularisasi colon. (3)

Arteri mesenterika inferior, pembuluh darah mesenterika terkecil juga


bercabang dari aorta anterior. Pembuluh darah ini memvaskularisasi colon
transversum, descenden, sigmoid, dan rectum. Area watershed dekat fleksura
lienalis diyakini rentan terhadap iskemia karena mendapat aliran darah arteri yang
kecil, namun perkembangan yang buruk dari daerah ini yang diyakini sebagai
penyebab iskemia. (3)

Sistem pembuluh vena mesenterika berdampingan dengan arterinya. Vena


mesenterika superior dibentuk dari vena jejunalis, ilealis, colica dextra dan colica
media, yang mendrainase darah dari usus kecil, caecum, colon ascenden, dan
transversus. Vena gastroepiploica dextra mendrainase darah dari gaster menuju
vena mesenterika superior, sementara vena pancreaticoduodenalis inferior
mendrainase darah dari pancreas dan duodenum. (3)

Vena mesenterika inferior mendrainase darah dari colon descenden, sigmoid,


dan rectum melalui vena colica inferior, cabang sigmoid, dan vena rectalis superior.
Vena mesenterika inferior bergabung dengan vena lienalis dan berhubungan dengan
vena mesenterika superior membentuk vena porta. (3)

7
Gambar 2.1 Sirkulasi Arteri Mesenterika

(Sumber : Martini, 2012)

Gambar 2.2 Sirkulasi Vena Mesenterika

(Sumber : Martini, 2012)

8
2.2 Definisi Iskemia Mesenterika Akut

Iskemia Mesenterika Akut (AMI) adalah sindrom yang disebabkan oleh aliran
darah yang indadekuat pada pembuluh darah mesenterika secara akut, yang
menyebabkan iskemia dan gangren pada dinding usus karena gagal memenuhi
kebutuhan metabolisme. Meskipun jarang, AMI adalah kondisi yang mengancam
nyawa. Penyakit lain seperti adhesi, hernia, dan kompresi eksternal, serta iskemia
mesenterika kronis tidak masuk dalam definisi ini. (9)

2.3 Klasifikasi Iskemia Mesenterika Akut

AMI dibagi menjadi AMI oklusif dan AMI non oklusif. AMI oklusif dibagi lagi
menjadi AMAE dan AMAT. AMI jika mengenai vena disebut MVT. (3)

 Iskemia Mesenterika Non Oklusif (NOMI)


 Emboli Arteri Mesenterika Akut (AMAE)
 Trombosis Arteri Mesenterika Akut (AMAT)
 Trombosis Vena Mesenterika (MVT)

2.4 Etiologi Iskemia Mesenterika Akut

Etiologi iskemia mesenterika akut tergantung dari jenis dan tipenya.(3)

Emboli arteri mesenterika akut

 Emboli cardiac trombus mural akibat infark miokard, trombus auricular


berkaitan dengan mitral stenosis dan fibrilasi atrium atau emboli sepsis
berkaitan dengan endocarditis.
 Emboli fragmen trombus arteri proksimal karena plak yang ruptur
 Plak ateromatous yang ruptur akibat kateterisasi dan pembedahan
Trombosis arteri mesenterika akut
 Penyakit arterosklerosis
 Aneurysma aorta
 Arteritis
 Cardiac output menurun pada MI atau CHF
 Dehidrasi

9
NOMI
 Hipotensi
 Vasopresor
 Ergotamine
 Cocaine
 Digitalis
Trombosis vena mesenterika
 Hiperkoagulabilitas
 Tumor (sindrom paraneoplastik)
 Infeksi intraabdominal
 Kongesti vena pada sirosis
 Tekanan intraabdomen yang meningkat
 Pancreatitis

2.5 Epidemiologi Iskemia Mesenterika Akut


Prevalensi keseluruhan dari AMI 1:1000 pada penderita MRS di AS, jumlah
ini dapat meningkat seiring dengan bertambahnya usia dari populasi. Prevalensi
MVT tidak diketahui karena gejala yang tidak jelas. MVT terjaid pada 10-15% dari
AMI dan 0.006% pada penderita MRS. MVT juga ditemukan 0.001% pada pasien
yang menjalani laparotomi.
Faktor resiko AMI termasuk arterosklerosis, aritmia, hipovolemia, CHF, infark
myokard, gangguan vaskular, usia lanjut, keganasan intraabdomen. Stenosis arteri
mesenterika ditemukan pada 17.5% penderita dewasa. Dua dari 3 penderita adalah
wanita
Penelitian menunjukkan bahwa IBD adalah faktor resiko terjadinya trombosis
arteri mesenterika.
Pada negara dengan kejadian atherosklerosis, AMI banyak ditemukan pada
orang tua, dengan usia >60 tahun.Hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya
prevalensi komorbiditas yang menyertai, dan membuat prognosis semakin buruk.
Pada orang muda dengan atrial fibrilasi memiliki reisko tinggi MVT, atau
penggunaan kontrasepsi oral memiliki resiko terkena trombosis arterial.
Tidak ada kecendenrungan prevalensi kejadian baik pada laki-laki ataupun
wanita.Laki-laki yang terkena arterosklerosis memiliki kecenderungan tinggi terkena

10
AMI, sedangkan wanita yang mengkonsumsikontrasepsi oral beresiko tinggi terkena
AMI. Ras yang memiliki resiko tinggi adalah ras afrika-amerika.
Meskipun angka mortalitas telah menurun selama lima dekade terakhir,
namun tetap dalam kondisi yang mengkhwatirkan 50-69%. Secara keseluruhan,
pasien memiliki harapan hidup 26% selama 1 tahun setelah pasien dipulangkan dari
rumah sakit. Pasien yang pulang dari MRS dan tidak disertai komorbiditas penyakit,
memiliki harapan hidup sebesar 84% selama satu tahun, 50-77% dalam lima tahun,
dan 30% selama 10 tahun. Rata-rata harapan hidup adalah selama 52 bulan setelah
pasien pulang dari rumah sakit. (3,9)

2.6 Patofisiologi Iskemia Mesenterika Akut

Sirkulasi gastrointestinal memiliki sistem kolateral, yang dapat


mengkompensasi setidaknya 75% reduksi akut dari aliran darah, sampai 12 jam
tanpa adanya kerusakan jaringan.

Insufisiensi perfusi darah pada usus kecil dan colon dapat terjadi akibat oklusi
arteri akibat trombosis dan emboli, oklusi vena trombotik, atau non-oklusif seperti
vasospasme dan cardiac output yang rendah. Kasus emboli terjadi sebanyak 50%
dari keseluruhan kasus, arterial thrombosis 25%, non-oklusif 20% dan trombosis
vena sebanyak 5%.

Diseksi spontan arteri mesenterika superior kadang terjadi, namun jarang.


Patologi yang sering terjadi diakibatkan oleh infark hemoragik dengan komplikasi
perforasi.

Keparahan injuri berbanding terbalik dengan aliran darah mesenterika, dan


dipengaruhi oleh jumlah pembuluh darah yang terkena, tekanan darah sistemik,
lamanya iskemia, dan sirkulasi kolateral. Pembuluh darah mesenterika superior lebih
sering terkena jika dibandingkan dengan pembuluh darah mesenterika inferior,
karena sirkulasi kolateral yang lebih baik.

Kerusakan pada segmen usus yang terkena terjadi pada beberapa derajat,
mulai dari iskemia reversibel sampai infark transmural dengan nekrosis dan

11
perforasi. Injury dipengaruhi oleh vasospasme pada daerah arteri mesenterika
superior setelah oklusi awal. Insufisiensi arterial menyebabkan hipoksia jaringan,
yang menyebabkan spasme dari dinding usus.

Pada fase ini, perut terasa sedikit nyeri dan nyeri visceral parah dirasakan.
Pada fase iskemia, barier mukosa menjadi terganggu, dan bakteri, toksin, dan
substansi vasoaktif masuk kedalam sirkulasi sistemik. Hal ini menyebabkan shock
septik, gagal jantung, kegagalan sistem organ sebelum nekrosis usus terjadi.

Ketika hipoksia semakin parah, dinding usus menjadi edema dan sianotik.
Nekrosis mukosa dapat terjadi 3-4 jam setelah iskemia, dan setelah 6 jam, nekrosis
transmural terjadi dan dapat menunjukkan gejala peritoneal sehingga berkaitan
dengan prognosis buruk. (3,6)

Emboli akut arteri mesenterika (AMAE)

AMAE (AMI emboli) biasanya disebabkan oleh emboli yang berasal dari
jantung. Trombus disebabkan oleh infark miokard, mitral stenosis, fibrilasi atrium,
endocarditis vegetatif, aneurisma myositik, atau thrombus pada aorta.

Karena memiliki sudut yang kecil, dan aliran yang lebih deras, maka arteri
mesenterika superior lebih rentan terhadap emboli dibandingkan arteri mesenterika
inferior. Emboli sering terjadi 6-8 cm dari percabangan dan terletak pada
penyempitan percabangan menjadi arteri colica media. (3,6)

Trombosis akut arteri mesenterika (AMAT)

AMAT (AMI trombotic) adalah komplikasi akhir dari atherosclerosis visceral


yang telah ada sebelumnya. Gejala akan tampak jika dua atau tiga arteri (biasanya
arteri coeliaca dan mesenterika superior) mengalami stenosis atau tersumbat total.
Karena kejadiannya progresif dan bertahap, maka sirkulasi kolateral dapat terjadi.

Trombus terjadi saat aliran darah rendah, yang menyebabkan penurunan


drastis aliran darah ke usus. Usus akhirnya menjadi nekrotik, pertumbuhan bakteri
terjadi, dan perforasi usus terjadi sampau menyebabkan sepsis dan kematian

12
Pasien dengan AMAT biasanya memiliki penyakit arterosklerosis di tempat
lain (mis: penyakit koroner, stroke, atau PAD). Penurunan cardiac output secara
mendadak dapat menyebabkan AMI pada pasien dengan arherosclerosis visceral.
AMAT dapat terjadi dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit vaskular. Pada
penyakit inflamasi vaskular, pembuluh darah kecil menjadi tersumbat. Thrombosis
cenderung terjadi pada awal percabangan pembuluh arteri mesenterika superior dan
sering terjadi pada pasien dengan riwayat iskemia mesenterika kronis. (3,6)

Iskemia mesenterika non oklusive (NOMI)

NOMI terjadi akibat reduksi berat pada perfusi mesenterika, dengan spasme
sekunder arteri seperti gagal jantung, shock sepsis, hipovolemia, atau penggunaan
vasopressor. NOMI terjadi akibat hipoperfusi dengan vasokonstriksi pembuluh darah
visceral secara berkepanjangan. NOMI biasanya dicetuskan oleh shock akibat
cardiac output yang menurun secara drastis akibat infark miokard, atau gagal
jantung kongestif, sepsis, dan hipovolemia. (3,6)

Trombosis vena mesenterika (MVT)

MVT sering terjadi pada kondisi yang menyebabkan pembentukan clot pada
sirkulasi mesenterika. MVT primer dapat terjadi tanpaadanya faktor predisposisi.
MVT dapat terjadi pasca ligasi vena lienalis operasi splenoktomi atau ligasi vena
porta. Penyebab lain termasuk pankreatitis, sickle cell, dan hiperkoaguabilitas.

Mekanisme terjadinya iskemia adalah terjadinya influks cairan secara


massive pada lumen usus dan menyebabkan hipovolemia sistemik dan
hemokonsentrasi. Hal ini menyebabkan aliran darah arteri berkurang, dan
menyebabkan iskemia.

MVT sering terjadi pada populasi muda. Gejala dapat muncul dengan durasi
lebih panjang >30 hari. (3,6)

2.7 Diagnosa Iskemia Mesenterika Akut


Karena AMI memiliki gejala awal yang tidak jelas,morbiditas dan mortalitas
yang tinggi, pemantauan gejala klinis harus diperhatikan. CT scan angiografi harus
dilakukan pada pasien dengan curiga AMI, dan terapi harus dimulai sedini mungkin.

13
Pasien dengan AMI harus MRS, dan boleh dipulangkan ketika kecurigaan AMI telah
benar-benar disingkirkan.
Diagnosa AMI perlu dilakukan pada orang tua dengan nyeri perut yang parah.
Pasien dengan atrial fibrilasi, gagal jantung dan PAD memiliki resiko tinggi. MVT
ditentukan melalui laparostomi atau otopsi.(3)

2.7.1 Gejala klinis Iskemia Mesenterika Akut

AMI memiliki gejala yang berbeda sesuai dengan tipenya.

Gejala yang paling sering tampak adalah nyeri abdomen sedang dan parah,
lokalisasi tidak jelas, konstan, dan kadang kolik. Lokasi nyeri abdomen bervariasi
pada stadium awal iskemia, namun dapat menjadi diffuse ketika infraksi transmural
telah terjadi

Nausea dan vomiting terjadi pada 93% dan 80% pasien. Diare terjadi pada
48% pasien. Distensi abdomen dan perdarahan GI adalah gejala utama pada 25%
pasien. Jika telah terjadi gangren, dapat dijumpai perdarahan rektal, sepsis
(takikardia, takipnea, hipotensi, demam, perubahan status mental). (3,6,7)

Emboli Arteri Mesenterika Akut (AMAE)

AMAE adalah penyebab tersering dari AMI. AMAE memiliki gejala nyeri paling
menonjol akibat onset cepat dari oklusi dan kegagalan pembentukan sirkulasi
kolateral. Gejala muntah dan diare sering ditemukan. Karena emboli sering berasal
dari penyakit jantung, maka fibrilasi atrium dan infark miokard sering ditemukan
dengan trombus intramural. (3,6,7)

Trombosis Arteri Mesenterika Akut (AMAT)

AMAT timbul jika arteri yang sebelumnya tersumbat parsial, secara tiba-tiba
tersumbat total. Pasien dengan AMAT memiliki nyeri perut yang hebat. Nyeri sering
timbul 10-20 menit setelah makan dan berlangsung 1-3 jam. Nyeri diffuse dan
pasien dapat mengeluh feses bedarah. Gejala semakin memburuk sering
berjalannya waktu.

Biasanya pasien memiliki penyakit artherosklerotik, penyakit cerebrovascular,


PAD, atau rekonstruksi aorta. Pasien biasanya merokok dan diabetes mellitus tidak

14
terkontrol. Penurunan berat badan, menurunnya nafsu makan, nausea, dan nyeri
perut setelah makan (angina abdominal post prandial) merupakan gejala AMAT.
Nyeri angina post prandial biasanya terjadi antara 15-60 menit setelah makan, dan
tergantung dari jumlah makanan yang dikonsumsi. (6,7)

AMAT biasanya didahului oleh penurunan cardiac output dari infark miokard,
atau CHF dan plak yang rupture. Dehidrasi akibat muntah dan diarrhea dapat
menimbulkan AMAT. (6,7)

Dibandingkan dengan AMAE, penderita AMAT menunjukkan gejala yang


progresif akibat adanya sirkulasi kolateral yang baik. Viabilitas usus lebih baik,
sehingga gejalalebih ringan dibandingkan dengan AMAE. (1,7)

Iskemia Mesenterika Non Oklusif (NOMI)

NOMI mencakup 20% dari AMI. NOMI sering terjadi pada pasien tua.
Biasanya terjadi pada pasien usia lanjut yang berada di ICU akibat gagal nafas akut,
hipotensi parah akibat shock cardiogenic, shock sepsis dan pasca terapi vasopresor.
Gejala dapat timbul beberapa hari, dan pasien mengeluh malaise, kembung, dan
rasa nyeri pada abdomen. Pasien dapat menunjukkan gejala takikardia akibat
hipovolemia dan perdarahan pada feses. (3,6)

Trombosis vena Mesenterika (MVT)

MVT mencakup 10% dari AMI. MVT terjadi pada pasien muda. Pasien
menunjukkan gejala nyeri abdominal akut dan subakut. Nyeri tidak separah dengan
tipe AMI yang lain. Gejala MVT dapat terjadi beberapa minggu sebelum tampak
secara jelas (27% memiliki gejala >30 hari). Gejala yang tampak seperti nyeri
abdomen subakut sampai2 minggu, nausea , dan muntah. Pasien dengan MVT
memiliki faktor resiko hiperkoagulabilitas seperti kontrasepsi oral, DVT, emboli
pulmonal, penyakit liver, kanker dan pasca pembedahan vena porta. Pasien dengan
pankreatitis dan infeksi intraabdominal harus dicurigai terkena MVT. (3,6)

15
Tabel 2.1 Gejala dan Komorbid AMI

Jenis AMI Komorbiditas Onset nyeri Gejala


Penyerta
AMAE Penyakit jantung Akut Diare, muntah
(fibrilasi atrium,
penyakit jantung
reumatik, infark
miokard, katup
prostetik, aneurisma
ventricular, penyakit
Chagas.
AMAT Arteriosclerosis, Akut, dapat Sitophobia,
hipertensi, diabetes, bersifat rekuren nyeri post
hiperlipidemia, prandial
dehidrasi, sindrom
antiphospolipid,
estrogen
MVT Gannguan koagulasi, Bertahap Keluhan tidak
sickle cell, gagal spesifik
jantung kanan, DVT,
malignancy,
hepatitis,
pancreatitis,
hepatosplenomegaly,
sirosis
NOMI Shock, hipovolemia, Akut atau
hipotensi, digitalis, bertahap
diuretik, beta-
blocker, alpha
adrenergic, nutrisi
enteral.

16
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dapat bervariasi, mulai dari normal sampai
nyeri perut yang parah. Pada stadium awal dari AMI sebelum peritonitis, nyeri perut
dapat minimal atau tidak ada sama sekali. Abdomen dapat membesar, dan tampak
darah pada feses. Tanda peritonitis dapat muncul belakangan, mulai nyeri perut
yang hebat. Nyeri perut ini dapat mendandakan segmen yang infark. Massa
abdomen dapat teraba dan terasa nyeri. Bising usus dapat hiperaktif sampai tidak
ada.
Demam, hipotensi, takikardia, takipnea dan perubahan status mental harus
diobservasi. Bau pada mulut dapat terjadi akibat proses pembusukan material yang
tidak tercerna dalam lumen usus. Cairan peritoneal bercampur darah jika telah
terjadi infark dinding usus, dan merupakan gejala stadium akhir.

Faktor resiko AMI dapat menyertai, pada AMAE misalnya ada atrial fibrilasi,
dan murmur jantung. AMAT dan NOMI dapat menimbulkan murmur abdominal.
Pada MVT, dapat ditemukan sirosis, DVT dan post-operasi abdomen. (3,6)

2.7.3 Diagnosis Penunjang

Jika curiga AMI, maka pemeriksaan imaging dilakukan (foto BOF, angiografi,
CT angiografi, magnetic resonance angiografi, USG) tanpa menunggu hasil
laboratorium. Pemeriksaan EKG dan DPL juga dapat dilakukan. (Dang, 2016)

2.7.3.1 Pemeriksaan Lab


 Prothrombin time (PT)
 Activated partial thromboplastin time (aPTT)
 International normalized ratio (INR)
 Complete blood count (CBC), leukositosis (bandemia) dapat terjadi pada
50% pasien atau hemokonsentrasi terjadi pada awal stadium karena
ekstravasasi cairan, namun berkurang jika telah terjadi perdarahan GI.
 Metabolic acidosis terjadi pada stadium akhir, amilase serum meningkat
sedang pada 50% pasien dan lactate dehydrogenase meningkat pada
stadium akhir. Kadar fosfat meningkat pada 25-33% pasien

17
 Jika ada kelainan koagulasi, maka pemeriksaan protein C dan S serta
antithrombin III dapat dilakukan.
 Pemeriksaan D Dimer, namun tidak dapat membedakan antara AMI dan non
AMI dan tidak ada perbedaan kadar antara pre-reseksi dan post reseksi
usus.
 Pemeriksaan intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), dan a-glutathione S
Transferase (GST)

Pada tahun 2013, dilakukan penelitian di RS Imam rehza, Tabriz, Iran. Pasien
adalah suspek AMI, dengan gejala nyeri perut yang parah, dan memiliki faktor resiko
seperti AF, gagal jantung, diabetes dan hipertensi. Dari penelitian tersebut, serum
laktat pada penderita AMI lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien
tanpa AMI. D dimer tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara AMI dan
non AMI. Pada penelitian ini juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
kadar pH dan amylase pada penderita AMI dan non AMI. Kesimpulannya, hanya
kadar laktat yang bisa dijadikan pembeda dalam penelitian ini. (3,5)

2.7.3.2 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan Foto Polos
Pemeriksaan foto polos sering tampak normal pada AMI. Pada stadium akhir,
foto polos abdomen dapat menunjukkan gambaran ileus, obstruksi ileum, edema
dan penebalan dinding usus (thumbprinting), pneumatosis intestinalis dan akumulasi
gas pada usus, serta gas pada vena porta.

18
Gambar 2.3 Pneumatosis Intestinalis

(Sumber : Dang, 2016)

Gambar 2.4 Gas dalam Dinding Kolon

(Sumber : Dang, 2016)

19
Gambar 2.5 Thumbprint Sign

(Sumber : Dang, 2016)

Angiografi Konvensional
Merupakan standar diagnosis preoperatif pada AMI. Angiografi memiliki
sensitivitas 74%-100% dan spesifisitas 100% pada trombosis akut arterial. Sisi
anteroposterior untuk melihat pembuluh darah kolateral, sisi lateral melihat asal
percabangannya.
Pasien dengan AMAE menunjukkan gambaran filling aorta proksimal dengan
filling defect pada bagian distalnya. Sirkulasi kolateral juga tidak tampak.
Pasien dengan AMAT menunjukkan gambaran sirkulasi kolateral yang baik.
Trombus sering terjadi pada daerah proksimal percabangan dari aorta, oleh karena
itu gambaran SMA tidak tampak secara jelas (filling defect)
NOMI menunjukkan gambaran multiple cabang SMA, dengan dilatasi dan
penyempitan cabang intestinal (string sausages sign), spasme arteri arcaden, dan
filling defect dari pembuluh darah intramural.
Angiografi memiliki keuntungan karena selain sebagai diagnostik, juga sebagai
terapeutik seperti administrasi trombolitik dan papaverin pada trombosis akut
arterial.(3)

20
Kerugian angiografi adalah tindakan invasif, tidak selalu tersedia, dan
nefrotoksisitas akibat kontras yang digunakan.Angiografi memiliki false negative
yang tinggi pada pasien dengan gejala awal AMI. AMI juga dapat menyebabkan
iskemia akut, oleh karena itu pasien harus mendapatkan hidrasi yang cukup.
Walapun begitu, jika kecurigaan AMI telah muncul, maka angiografi sebisanya
dilakukan jika tersedia. Laparotomi dilakukan jika angiografi tidak tersedia. Jika
kasus tidak gawat darurat, maka scan dypiridamole-thalium dapat digunakan untuk
melihat ada penyakit koroner. (3)

Gambar 2.6 Penyempitan Arteri Mesenterika Superior

(Sumber : Dang, 2016)

CT kontras

Sampai saat ini Biphasic Multi Detector Computed Tomography (MDCT)


dengan kontras merupakan alat diagnostik paling sensitif dan spesifik dalam
mendiagnosa AMI. MDCT memiliki sensitivitas 93.3% dan spesifisitas 95.9%
Gambaran yang dapat ditemukan pada MDCT adalah gambaran trombosis SMA dan
SMV, pneumatosis intestinal, gas pada sistem vena portomesenterika, dan iskemia
organ lainnya.

21
Gambaran lainnya yang dapat ditemukan dengan spesifitas lebih rendah,
antara lain distended bowel, absennya gambaran gas intestinal, penebalan dinding
usus, ascites, pneumoperitoneum, dan air fluid level.

Edema dinding usus merupakan gambaran yang sering didapatkan. Oklusi


arteri menunjukkan gambaran tidak jelas pada pembuluh darah. MVT menunjukkan
trombus pada SMV atau vena porta.

CT scan multislice berperan penting dalam diagnosa AMI, karena


menentukan diagnosis,tingkat keparahan, dan sumber etiologinya. Lesi yang sering
ditemukan pada daerah perbatasan vaskularisasi SMA dan IMA, yaitu pada flexura
coli sinistra, dan anastomose IMA dan arteri iliaca, yaitu pada daerah rectosigmoid.
Lesi pada colon bagian kanan dihubungkan dengan kondisi yang lebih parah, karena
62% membutuhkan terapi pembedahan, dan hanya 19% yang mendapat hanya
terapi medikamentosa. (10)

Gambar 2.7 CT Scan Edema Usus

(Sumber : Dang, 2016)

22
Gambar 2.8 CT Scan Trombosis Vena Mesenterika Superior

(Sumber : Dang, 2016)

Gambar 2.9 CT Scan Trombosis Vena Porta

(Sumber : Dang, 2016)

23
Gambar 2.10 CT Scan Pneumatosis Colon

(Sumber : Traore, 2015)

MRI

MRI dan MRA menunjukkan gambaran mirip pada CT scan. MRA memiliki
sensitivitas 100% dan spesifisitas 91%. MRA penting dalam mendiagnosa MVT

MRI jarang digunakan dalam klinis karena memiliki waktu lama dan harga
mahal. Jika hal ini diatasi, makan MRA dapat menggantikan CTA. (3)

Gambar 2.11 MRI Penebalan Dinding Usus

USG

24
USG dupleks memiliki spesifisitas tinggi (92%-100%), namun sensitifitasnya
masih kalah dengan angiografi (70%-89%). USG tidak dapat mendeteksi clot yang
terdapat pada cabang proksimal pembuluh darah, dan tidak dapat digunakan
mendiagnosis NOMI. USG merupakan pemeriksaan lini kedua pada AMI

USG berguna dalam mendiagnosis MVT pada stadium awal. USG


menunjukkan trombus atau aliran yang berkurang pada arteri dan vena yang
terkena. Gambaran lainnya yang mungkin didapatkan, seperti gas pada ena porta,
penyakit biliar, vairan bebas peritoneal, dinding usus yang menebal. Ekokardiografi
dapat menunjukkan asal embolisasi atau menunjukkan kelainan vaskular. (3)

Gambar 2.12 USG Gas Vena Porta

(Sumber :Dordellmann, 2017)

Laparoskopi

Penggunaan laparoskopi dapat membantu diagnosa dari nekrosis usus, dan


tindakan ini tidak terlalu invasif. Namun tidak ada indikasi yang kuat dalam
penggunaan diagnostik rutin.(Tilsed et al., 2016). Peran laparoskopi dalam AMI
dapat mendiagnosa adanya diseksi aorta. Laparoskopi juga dapigunakan untuk
melihat perfusi usus, sekaligus reseksi usus yang nekrosis. Laparoskopi dapat
digunakan jika terdapat kontraindikasi CTA, misalnya pada gagal ginjal. (2)

25
Tabel 2.2 Gambaran Radiologis

Karakteristik AMAE & AMAT VAMI NOMI


Dinding usus Penipisan (paper Penebalan Tidak ada
thin wall), perubahan
penebalan dengan
reperfusi
Dinding usus Tidak jelas Tampak rendah Tidak jelas
dengan CT scan (edema), dan tinggi
tanpa kontras (hemoragik)
Dinding usus Tidak tampak Tidak tampak Tidak tampak
dengan CT scan gambaran dinding gambaran dinding gambaran dinding
kontras usus atau target usus, atau usus, dan distribusi
appearance. meningkat heterogen
Dilatasi usus Tidak terlihat Moderate sampai Tidak terlihat
prominent
Pembuluh Defek pada arteri, Defek pada Tidak ada defek,
mesenterika oklusi arteri, vena,atau konstriksi arteri
diameter pembesaran vena
SMA>SMV
Mesenterium Tidak berkabut Berkabut karena Tidak berkabut,
sampai infark ascites sampai infark
terjadi terjadi

2.7.3.3 Tes Penunjang Lain

EKG dapat menunjukkan infark miokard dan fibrilasi atrium. Dekompresi NGT
berguna untuk diagnostik, baik untuk dekompresi, atau evaluasi dari perdarahan GI
bagian atas. DPL berguna untuk menemukan cairan serosanguinis yang berasosiasi
dengan infark usus.Namun dengan CTA dan MRA, DPL sangat jarang digunakan.
Kateter berguna untuk monitoring urine output. Pemasangan kateter vena sentral
berguna pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil. (3)

2.8 Diagnosa Banding Iskemia Mesenterika Akut

26
Beberapa diagnosa banding AMI (3)
 Torsi ovarium
 Volvulus
 Trombosis arteri lienalis
 Chron disease
 Colitis ulseratif
 Penyakit hepar
 Abses abdominal
 Angina abdominal
 Aneurisma aorta abdominal
 Akut abdomen
 Pankreatitis akut
 Pyelonefritis akut
 Diseksi aorta
 Appendisitis
 Pneumonia bakterial
 Sepsis bakterial
 Colic bilier
 Obstruksi bilier
 Sindrom boorhave
 Cholangitis
 Cholecystitis
 Obstruksi kolon
 Divertikulitis
 Kehamilan ektopik
 Ruptur esofagus
 Batu empedu
 Volvulus gaster
 Infeksi helicobacter pylori
 Shock hipovolemik
 Ileus
 Perforasi intestinal

27
 Asidosis laktat
 MODS
 Infark myocard
 Pneumothorax
 Batu renal
 Shock sepsis
 Torsio testis
 Lactic Acidosis

2.9 Komplikasi Iskemia Mesenterika Akut


 Nekrosis dinding usus
 Sepsis dan septic shock
 MODS
 Kematian
Karena pasien MVT memiliki status hiperkoaguabilitas, maka insidenDVT
meningkat. Antikoagulan dan stoking kompresi dapat menjegah komplikasi post
operatif. Pada pasien AMI,komplikasi paling sering adalah infark miokard. Kateter
swan ganz dapat digunakan untuk monitoring status cairan dan fungsi jantung.
Karena pasien dalam keadaan hipovolemik, maka gagal ginjal akut dapat terjadi
pasca operasi. Komplikasi lain adalah perdarahan, infeksi, infark usus, ileus, atau
infeksi pada graft. (6)

2.10 Manajemen Iskemia Mesenterika Akut

Pengenalan dan diagnosis dini pada AMI sangat penting dilakukan sebelum
terjadinya kerusakan jaringan permanen. Peran CT angiografi dan MRA menjadi alat
diagnostik utama pada AMI sehingga laparotomi dapat dilakukan dengan tepat.

Setelah operasi pembedahan emergensi dilakukan, maka stabilisasi kondisi


pasca pembedahan harus dilakukan. Nutrisi parenteral juga perlu dilakukan, dan jika
ada sepsis, maka abses hepar harus segera ditangani. Terapi medikamentosa yang
diberikan antara lain :

 Papaverine
 Broad-spectrum antibiotics and pain medications

28
 Thrombolytics

Karena waktu sangat penting pada AMI, maka pasien boleh dirujuk jika pada
fasilitas kesehatan awal tidak memiliki alat diagnostik yang memadai. Sebelum
dirujuk, maka pasien harus segera diresusitasi awal.
Pilihan terapi tergantung dari etiologi serta keadaan hemodinamik pasien
serta pengalaman dari tenaga kesehatan. Secara umum, AMI nonoklusif diterapi
medikamentosa, sedangkan AMI oklusif diterapi dengan pembedahan.
Acute mesenteric arterial embolism (AMAE) – Infus papaverine,
embolektomy, dan trombolisis intraarterial.
Acute mesenteric arterial thrombosis (AMAT) – Infus papaverine dan
rekonstruksi arteri, melalui aortosuperior mesenteric arterial bypass grafting atau
reimplantation of the superior mesenteric artery (SMA) pada aorta
Nonocclusive mesenteric ischemia (NOMI) – infus papaverine
Mesenteric venous thrombosis (MVT) – heparin dan warfarin, kombinasi
dengan pembedahan, heparinisasi segera dilakukan meskipun indikasi intervensi
pembedahan telah dipenuhi
Semua kasus AMI dengan gejala peritonitis dan infark dinding usus,
mermerlukan reseksi segmen usus yang nekrotik. Keadaan hemodinamik juga
nerupakan indikasi pembedahan. Kontraindikasi pembedahan bila ada komorbid
yang berbahaya setelah general anastesia. Jika iskemia disebabkan oleh
vasospasme, maka pembedahan tidak dilakukan. Terapi medikamentosa seperti
antikoagulan dan vasodilator sangat diperlukan.(3,9)

2.10.1 Resusitasi Awal


Resusitasi awal sangat penting untuk dilakukan dengan bertujuan
memperbaiki status kardiopulmoner. Vasopressor dan digoksin harus dihindari
karena akan memperburuk iskemia dengan cara mengurangi aliran darah splancic.
Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan saturasi 96%-99%, bila perlu
menggunakan intubasi endotrakeal. (3,9)

Jika pasien dalam keadaan hipovolemia, maka pemberian cairan IV seperti


isotonik normal saline benar-benar diperlukan. Pemberian 2-4 unit PRC mungkin
diperlukan.Resusitasi yang adekuat dapat dipantau dari urine output, kateter vena
central, dan kateter swan ganz. NGT juga harus terpasang. Kondisi tertentu seperti
29
gagal jantung, infark miokard, dan aritmia juga harus ditangani. (3,9) Semua pasien
dengan iskemia usus harus diberi antibiotik spektrum luas. Rasa nyeri dapat diatasi
dengan memberikan analgesik opioid secara parenteral. (3,9)

2.10.2 Terapi Farmakologi

Infus intraarterial papaverine melalui kateter angiografi sangat berguna pada


semua bentuk AMI arterial. Papaverine merupakan derivat opium yang verfungsi
sebagai inhibitor phospodiesterase, yang berguna dalam relaksai otot polos.
Papaverine biasanya diinfus secraa langsung pada SMA, yang meningkatkan aliran
darah intestinal. Infus dengan kecepatan 30-60 mg/jam dapat dilakukan setelah
angiografi. Hal ini dapat dilanjutkan setidaknya 24 jam. Bila kateter bergeser ke
aorta, hipotensi berat dapat terjadi. Perlu diketahui bahwa papaverine tidak
kompatibel dengan heparin. Papaverine mengurangi vasospasma arteri yang
tersumbat, dan merupakan terapi pilihan selain reseksi usus pada NOMI. Pada
beberapa pasien dengan AMAE, papaverine intraarterial dapat meredakan iskemia.
AMAT tidak dapat diterapi dengan obat-obatan, bila diberikan papaverine mungkin
dapat sedikit meningkatkan aliran darah, namun tidak bersifat kuratif. (3,9)

2.10.3 Trombolitik
Trombolitik dapat diinfus melalui kaeter angiografi pada pasien dengan
AMAE. Perdarahan adalah komplikasi utama. Trombolitik dapat digunakan apabila
peritonitis dan nekrosis usus tidak diketemukan. Infus dapat dilakukan dalam 8
jamawal sejak onset.Jika gejala tidak membaik 4 jam, atau muncul peritonitis, infus
harus dihentikan, dan mulai prosedur pembedahan. Trombolitik tidak berefek pada
AMAT. Terapi dengan urokinase, streptokinase dan TPA ditemukan berefek baik
pada beberapa kasus MVT. (3)

2.10.4 Heparin

Heparin merupakan terapi utama pada MVT. Jika tidak ada tanda nekrosis
usus, pasien tidak memerlukan tindakan operasi. Heparin dapat meningkatkan
resiko perdarahan. Penggunaan enoxaparin, dan LMWH dapat digunakan sebagai
pengganti heparin pada MVT. Heparin diberikan bolus 80U/Kg, dan tidak boleh
melebihi 5000U, dan kemudian dilanjutkan 18U/Kg/jam sampai dilanjutkan dengan
pemberian warfarin oral. (3)

30
2.10.5 Terapi Pembedahan

Sebelum pembedahan, kondisi pasien harus dalam keadaan stabil. Pasien


juga harus puasa sebelum pembedahan malam sebelumnya. Sangat penting
menentukan usus yang viabel dan non viabel pada pembdeahan. Pada AMAT,
laparotomi menunjukkan bahwa usus ekcil dan kolon proksimal terkena, yang
menandakan obstruksi bagian proksimal. Pada AMAE, proksimal jejunum tidak
terkena dampak, menandakan obstruksi bagian distal. Ketika bagian besar usus
terkena, maka setiap usus viabel sebisa mungkin dipertahankan. Evaluasi viabilitas
usus dimulai dengan visualisasi langsung usus. Jika bagian proksimal jejunum tidak
terkena, maka dicurigai adanya emboli, dan embolektomi dapat dilakukan. Peristaltik
harus diperhatikan, dan warna dari usus harus diperhatikan (merah muda dan sehat
dibandingkan dengan merah dan edema)

Doppler intaroperative dapat digunakan untuk melihat patensi dari pembuluh


darah. Usus viabel dan non viabel dapat dibedakan dari injeksi fluorescin
intraoperatif. Pada laparotomi, infus 1 g fluorescin dan usus viabel akan berfluorensi
terang pada wood lamp, dan memudahkan ahli bedah menentukan segmen yang
harus dioperasi. (3,6)

Emboli Arteri Mesenterika Akut

Pada AMAE, reperfusi harus dilakukan, kecuali usus yang terkena dalam
keadaan gangren. Lokasi emboli ditentukan dari palpasi denyut arteri, terutama pada
bagian proksimal dari SMA karena sebagian emboli berlokasi pada awal
percabangan dari arteri colica media. Pada AMAE, embolektomi terbuka merupakan
teknik pembedahan yang luas digunakan

Arteriotomy tranversal dilakukan bagian proksimal dari lokasi oklusi setelah


kedua ujung proksimal dan distal arteri diklem, dan fogarty catheter (ukuran 3 dan 4)
diletakkan bagian distal. Balon dikembangkan, dan ekstraksi klot dilakukan.
Arteriotomy dapat ditutup secara primer, atau dengan menggunakan graft vena. Jika
sulit, maka pasien menjalani endarterectomy. Hindari pembersihan klot dengan
tekanan tinggi supaya mencegah klot masuk ke aorta. Bypass dapat dilakukan jika
embolectomy tidak berjalan baik. (3,6).

31
Setelah normalisasi aliran darah, usus diobservasi 10-15 menit, untuk meihat
viabilitasnya. Hal ini dapat dilihat melalui doppler, fluorescin, dan palpasi distal dari
oklusi. Reperfusi lainnya dapat dilakukan dengan bypass atau grafting vena. (3,4,6)

Gambar 2.13 Embolektomi


(Sumber : Kwatmi, 2017)

Trombosis Arteri Mesenterika Akut

AMAT biasanya diterapi dengan metode endovaskular, melalui PTA atau


stenting. AMAT juga dapat ditangani lewat laparotomi, untuk melihat arteri dan
segmen usus yang terkena. Terapi antikoagulasi dengan heparin IV harus segera
dilakukan. Revaskularisasi harus segera dilakukan. Simple thrombectomi tidak
berefek banyak, karena banyak pasien telah memiliki arterosklerosis yang berat.

Pada pasien dengan AMAT, lokasi lesi terletak pada proksimal SMA, jadi
tidak ada pulsasi yang mucul. Jika usus tidak gangren, vaskularisasi dapat
dilakukan. Bypass aortomesenteric dapat menjadi pilihan utama. Jika perforasi usus
ditemukan, maka spahenous veingraft autogenous dapat dilakukan untuk

32
menimalisir terjadinya infeksi. Transaortic endaretectomy digunakan sebagai
alternatif jika tidak ada vena yang cocok atau graft prostetik dikontraindikasikan. (3,4,6)

Gambar 2.14 Aortomesenteric Bypass


(Sumber : Oda, 2015)

Trombosis Vena Mesenterika

MVT biasanya tidak ditangani denga pmbedahan, namun dengan pemberian


antikoagulan. Pada pasien dengan MVT berat, laparotomi dengan asesment
viabilitas usus diindikasikan. Terapi antikoagulan dengan heparin datau LMWH
intravena harus dimulai awal dan dilanjutkan pada tindakan intraoperatif.
Pembedahan harus dilakukan pada pasien dengan gejala infark usus dan peritonitis

Pembedahan dilakukan dengan cara reseksi segmen usus dan


menyambungkannya dengan ujung usus yang tersisa. Pembedahan vena untuk
secara langsung untuk membuang clot biasa tidak bekerja dengan baik dan
dilakukan pada pasien dengan keterlibatan vena porta dan SMV. Thrombectomi
tidak berefek baik pada MVT, karena dapat dilakukan jika trombektomi masih baru
(1-3 hari).

33
Teknik pembedahan yang lain adalah Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunt (TIPS), dengan aspirasi trombektomi dan trombolisis. Trombolisis dilakukan
melalalui kateter yang ditempatkan pada SMA. (4)

Gambar 2.15 Transjugular Intrahepatic Portos ystemic Shunt


(Sumber : Vascular Intervention, 2015)

Iskemia Mesenterika Non Oklusif

Terapi lini awal NOMI adalah terapi medikamentosa, seperti vasodilator yang
diinfuskan langsung melalui SMA. Vasodilator terbaik adalah prostaglandin yang
diberikan 20mcg bolus, yang diikuti infus dengan kecepatan 60-80 mcg/24 jam.

Terapi pembedahan baru dilakukan jika ada peritonitis, perforasi, atau kondisi
umum pasien yang memburuk. (9)

2.10.6 Penanganan AMI dengan Komplikasi Peritonitis

34
Pada pasien dengan AMI komplikasi peritonitis, makan terapi pmebedahan
harus segera dilakukan jika kondisi klinis dan komorbiditas memungkinkan tindakan
pembedahan. (9)

2.10.7 Damage Control Surgery (DCS)

Pasien dengan AMI yang memiliki sepsis berat dan menjalani pembedahan
harus memiliki Damage Control Surgery (DCS). Hal ini termasuk laparotomi dengan
reseksi dari usus yang iskemik, trombektomi terbuka, dan transfer ke ICU.
Penutupan luka dengan NPWT mungkin dapat dilakukan, karena dapat
mempercepat kesembuhan dari jaringan. (9)

2.10.8 Second-Look Laparotomy

Setelah DCS, second look laparotmy hendaknya dilakukan 24-48 jam setelahnya. (9)

2.10.9 Angioplasty and stenting

Beberapa pasien dengan plak arterosklerotik setelah terapi trombolitik, dapat


dilakukan angioplasty. Angioplasti susah dilakukan karena struktur anatomy SMA.
Tingkat restenosis 20-50%.

Pada penelitian yang dilakukan dalam periode waktu 2005-2013, data kriteria
preoperatif dan post operatif pasien pasca operasi emergensi AMI dibandingkan
dengan angka mortalitas. Pasien dengan usia tua, status ASA yang tinggi, dan
transfer dari rumah sakit ke ruang operasi yang lama merupakan faktor mortalitas
yang berpengaruh secara signifikan. Penderita dengan tumor CNS, koma >24 jam
dan ketergantungan ventilator menempati presentase terbanyak dari angka
mortalitas. Pada data post operatif, pasien dengan koma>24 jam dan gagal jantung
memiliki angka mortalitas yang tinggi. (3,8)

2.10.10 Penanganan Post Operatif

Dilakukan dengan monitoring tekanan darah, dan hemoglobin dalam evaluasi


sepsis atau hemorrage. Heparin dilanjutkan pasca operasi untuk merduksi kejadian
trombosis ulang. Antibiotik juga diberikan untuk mencegah sepsis. Papaverine
diberkan untuk mencegah vasospasma. ECG digunakan untuk melihat disfungsi

35
miokard. Ekokardiografi dilakukan untuk meihat adanya proses vegetasi pada katup
jantung. (3)

Ileus pasca operasi juga harus diperhatikan.

2.10.11 Diet
Untuk persiapan pembedahan dan mengurangi kebutuhan oksigen, pasien
harus dalam keadaan NPO. Tidak ada diet kusus yang wajib dipenuhi. (3)

2.10.12 Aktivitas
Bedrest untuk mengurangi kebutuhan oksigen cardiac output, namun harus
diseimbangkan dengan pergerakan ringan untuk mencegah DVT. (3)

2.10.13 Monitoring Jangka Panjang


Status jantung dan ginjal harus dimonitoring. Terapi antiaritmik pada AF dan
warfarin pada pasien dengan MVT. Status koagulasi harus diperhatikan dengan
baik, dengan cara monitor INR (3)

Pasien dengan reseksi usus halus besar, memiliki diare parah selama beberapa
minggu, namun dapat kompensasi setelah beberapa bulan. Kemudian pasien dapat
minum cairan tiga kali sehari, sampai makanan secara oral, Pasien dengan total
reseksi usus, harus menjalani nutri parenteral total. Beberapa pasien dengan ileus,
dapat menimbulkan fibrosis yang menyebabkan obstruksi usus. (3)

2.10.14 Terapi medikamentosa


Vasodilator

Bertujuan untuk vasodilatasi sistem arterial mesenterica, karena itu


mencegah vasospasma.

Papaverine

Papaverine merupakan derivat benzylisoquinoline yang memberikan efek


relaksan pada vaskular, jantung, dan otot polos. Pada pasien yang tidak
menunjukkan gejala peritonitis, papaverine merupakan obat pilihan pada AMI jika
angiografi menunjukkan perfusi yang baik. Papaverine direkomendasikan untuk
terapi vasokonstriksi luas yang menyertai emboli SMA. (3,9)

Trombolitik

36
Trombolitik berperan dalam lisis trombus. Digunakan secara selektif pada
pasien dengan AMI emboli. (3,9)

Alteplase, tissue plasminogen activator (Activase)

Alteplase adalah tPA sintetis yang diginakan dalam terapi infark miokard,
stroke iskemi, dan emboli pulmonal. Penggunaanya pada AMI masih kontroversial
dan berbahaya. Alteplase diindikasikan pada pasien dengan AMAE jika tidak ada
tanda peritonitis. (3,9)

Reteplase (Retavase)

Reteplase adalah tPA rekombinan yang membentuk plasmin hasil pemecahan


plasminogen. (3,9)

Tenecteplase (TNKase)

Tenecteplase adalah modifikasi alteplase. Alteplase dapat diberikan secara


bolus pada infus selama 5 detik. Tenecteplase memiliki resiko perdarahan non
intrakranial yang lebih rendah dibandingkan alteplase, namun memiliki resiko sama
untuk perdarahan intracranial dan stroke. (3,9)

Antikoagulan
Antikoagulan diindikasikan pada MVT, atau setelah revaskularisasi pada AMI
oklusif. Pada AMI oklusif, terapi antikoagulan meningkatkan resiko perdarahan GI.
Vitamin K antagonis (warfarin) digunakan untuk terapi rumatan karena menghambat
sintesis vitamin K. (3,9)

Heparin

Heparin meningkatan kerja antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen


menjadi fibrin, serta mencegah reakumulasi dari clot setelah fibrinolisis spontan. (3,9)

Warfarin (Coumadin,Jantoven)

Pasien dengan MVT hendaknya mengganti heparin dengan warfarin jika


dimungkinkan. Warfarin harus dilanjutkan sampai 6 bulan jika tidak ada
kontraindikasi dan seumur hidup jika keadaan hiperkoaguabilitas ditemukan.
Warfarin juga dapat mencegah embolisasi pada pasien dengan fibrilasi atrium.
Warfarin dapat digunakan untuk venous trombosis, emboli pulmonal, dan gangguan
tromboembolic. Dosis harus diperhatikan untuk menjaga INR dalam kadar 2-3.

37
Antibiotik

Antibiotik digunakan untuk mencegah sepsis yang disebabkan kerusakan


barier mukosa pada nekrosis dan perforasi usus. Antibiotik berperan dalam
melawan bakteri yang lewat melalui proses translokasi akibat gangguan barrier
mukosa usus. (3,9)

Clindamycin

Clindamisin adalah lincosamide dan digunakan untuk terapi infeksi


stafilokokus. Clindamicin juga efektif digunakan pada streptococcus (kecuali
enterococus). Clindamycin juga menghambar pertumbuhan koloni bakteri.

Metronidazole

Metronidazole digunakan pada bakteri anaerob dan protozoa. Digunakan


kombinasi dengan agen antimirobial lain (kecuali pada enterocolitis akibat
clostridium difficile)

Ticarcillin and clavulanate

Ticarcillin dan clavulanate berperan dalam infeksi bakteri gram positif, gram
negatif dan bakteri anaerob

Cefotetan

Cefotetan diberikan dalam infeksi yang disebabkan oleh cocci gram positif
dan batang gram negatif.

Cefoxitin

Cefoxitin diberikan pada gram negatif yang resistant pada penicillin.

Meropenem

Meropenem efektif pada bakteri gram positif dan negatif

Analgesik

Diberikan untuk meringankan rasa nyeri pada iskemia usus

Morfin

38
Morfin merupakan terapi utama analgetik karena efek yang baik pada iskemia
usus dan mudah untuk diatasi jika overdosis oleh pemberian nalokson.

Edukasi Pasien

Pasien yang dipulangkan harus diberitahu mengenai gejala-gejala dari short


bowel syndrome. Pasien juga dianjurkan untuk mengkonsumsi warfarin dan
antikoagulan untuk mencegah terjadinya rekurensi. (3)

2.11 Prognosis
Meskipun angka harapan hidup penderita AMI meningkat empat dekade
terakhir, namun prognosis tetap dalam kategori buruk. Pada 15 tahun terakhir,
mortalitas mencapai 71%. Ketika infark dinding usus terjadi, mortalitas mencapai
90%. Walaupun dengan treatment yang baik, angka kematian mencapai 50-80%.
Pada pasien yang bertahan hidup, resiko rethrombosis tetap tinggi, dan lifestyle
akan menurun secara drastis.
Tingkat mortalitas berbanding lurus dengan interval antara gejala dan penanganan.
Angka mortalitas 0-10% jika penanganan dilakukan <6 jam. Angka ini meningkat
manjadi 50-60% dalam 6-12 jam dan 80-100% jika lebih dari 24 jam.
Prediktor mortalitas adalah usia tua, bandemia, kegagalan hepar dan renal,
hiperamilasemia, asidosis metabolik, hipoksia, pneumatosis intramural, dan sepsis.
Angka mortalitas tertinggi terjadi pada AMAT
Terapi awal yang agresif dapat menurunkan angka mortalitas secara
bermakna jika diagnosis ditentukan sebelum terjadi peritonitis. Terapi yang tepat dan
cepat dapat membuat penderita tidak memerlukan tindakan reseksi usus Studi pada
31 pasien dengan AMI memiliki angka harapan hidup 2 dan 5 tahun setelah operasi
sebesar 70% dan 50%.
Terapi dan diagnosa awal dari NOMI dapat menurunkan angka mortalitas
sebesar 50%

Pada penelitian di Madrid, pasien dengan emboli SMA, memiliki viabilitas


usus sebesar 100% jika lama gejala <12 jam. 56% jika gejala 12-24 jam, dan 18%
jika gejala >18 jam. MVT memiliki mortalitas 13-15% selama 30 hari. Tanpa terapi
antikoagulan, angka mortalitas mencapai 30% dan rekurensi mencapai 25%. (3,7,8,9)

39
2.12 Preventif
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengatasi faktor resiko terjadinya AMI.
Pada AMAT, pasien dianjurkan berhenti merokok, mengurangi berat badan, dan
olahraga teratur. Diabetes dan hipertensi harus terkontrol. Konsumsi statin,
antiplatelet dan antikoagulan dianjurkan.
Pada AMI, pasien dianjurkan untuk konsumsi antikoagulan, bahkan jika perlu
seumur hidup untuk menghindari rekurensi.

Pada MVT, harus diperiksa apakah ada tanda trombophilia. Jika terdapat
indikasi, maka pemberian antikoagulan dapat diberikan minimal selama 6 bulan. (3,9)

40
BAB III
KESIMPULAN

AMI adalah sindrom yang ditandai berkurangnya aliran darah melalui


sirkulasi mesenterika dan akhirnya menyebabkan gangren dari dinding usus.
Penyakit ini cukup jarang ditemukan, namun berpotensi membahayakan nyawa.
Sindrom AMI dapat diklasifikasikan menurut penyebabnya, yaitu arteri atau vena.
Penyakit arteri dapat dibagi lagi menjadi iskemia arteri mesenterika non-oklusif
(NOMI) dan iskemia arteri mesenterika oklusif (OAMI).

Diagnosa dan pengenalan dini AMI sangat menentukan dalam penyembuhan


pasien. Angka mortalitas pasien sangat berhubungan erat dengan waktu antara
gejala dan penanganan awal. Semakin lama penundaan terapi, semakin tinggi pula
angka mobiditas dan mortalitasnya.

Terdapat beberapa metode penanganan AMI, mulai terapi medikamentosa


sampai terapi pembedahan. Pemilihan terapi yang tepat sangat diperlukan pada
penanganan pasien AMI. Selain itu, penanganan faktor resiko penyebab AMI harus
ditangani, mulai diabetes, hipertensi, penyaki jantung, dan infeksi. Penanganan
faktor resiko ini sangat penting baik dalam penyembuhan maupun pencegahan.

Diagnosa dini dan penanganan awal kegawat daruratan sangat penting


dilakukan dalam hal menekan angka mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup
pasien.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Aronow, W. Mesenterical Vascular Ischemia. Angiology Open Journal, Vol 3


no 3, page 1–2. http://doi.org/1000e112
2. Cocorullo, G., Falco, N., Fontana, T., Tutino, R., Salamone, G., & Gulotta, G.
Update in Laparoscopic Approach to Acute Mesenteric Ischemia. In
Emergency Laparoscopy. 2016. Cham: Springer International Publishing.
page. 179–184. http://doi.org/10.1007/978-3-319-29620-3_13
3. Dang, C. Acute Mesenteric Ischemia: Background, Anatomy,
Pathophysiology. . 2016 Retrieved April 9, 2017, from
http://emedicine.medscape.com/article/189146-overview
4. Duran, M., Pohl, E., Grabitz, K., Schelzig, H., Sagban, T. A., & Simon, F. The
importance of open emergency surgery in the treatment of acute mesenteric
ischemia. World Journal of Emergency Surgery : WJES 2015 Vol 10 No. 45.
http://doi.org/10.1186/s13017-015-0041-6
5. Ghafouri, R.. The Value of Lab Finding in Early Diagnosis of Acute Mesenteric
Ischemia. Journal of Emergency Practice and Trauma, 2016. Vol 2 No 2,
page 46–49. http://doi.org/10.15171
6. Mastoraki, A., Mastoraki, S., Tziava, E., Touloumi, S., Krinos, N., Danias, N.,
Arkadopoulos,. Mesenteric ischemia: Pathogenesis and challenging
diagnostic and therapeutic modalities. World Journal of Gastrointestinal
Pathophysiology, 2016. Vol 7 No 1, Page 125–310.
http://doi.org/10.4291/wjgp.v7.i1.125
7. Sarfaraz, Z. Acute Mesenteric Ischemia : The what,why and when? Indian
Journal of Vascular&Endovascular Surgery, 2016 Vol 3 No 1, Page 24–28.
Retrieved from http://www.indjvascsurg.org/text.asp?2016/3/1/24/180211
8. Shellenberger, J. M., Clevenger, J. W., Hanley, L., Quick, J. A., Barnes, S. L.,
& Ahmad, S. Emergent Surgical Resection for Acute Mesenteric Ischemia: An
ACS-NSQIP Analysis from 2005 to 2013. SDRP JOURNAL OF ANESTHESIA
& SURGERY. 2016 http://doi.org/10.15436/JAS.2.1.1
9. Tilsed, J. V. T., Casamassima, A., Kurihara, H., Mariani, D., Martinez, I.,
Pereira, J., Yanar, H. ESTES guidelines: acute mesenteric ischaemia.

42
European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 2016 Vol 42 No 2,
Page 253–270. http://doi.org/10.1007/s00068-016-0634-0
10. Traore, Z., Ossibi, P. E., Zeroual, A., Ly, S., Kamaoui, I., Lamrani, Y.Tizniti,
S.. A Case Study of Mesenteric Ischemia by Low Flow CT Imaging. Open
Journal of Radiology, 2015 Vol 5 No 5, Page 34–38.
http://doi.org/10.4236/ojrad.2015.51006

43

Anda mungkin juga menyukai