Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

ANALISIS PERJANJIAN TITIP-JUAL (KONSINYASI)

KAPITA SELEKTA HUKUM PERJANJIAN

Oleh:

MUHAMMAD SETYA ADY SYARIFUDDIN (031814253033)

Kelas Malam (B)

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
PERJANJIAN TITIP JUAL (KONSINYASI)

Pada hari ini, Minggu tanggal 7 bulan April tahun 2019 di Mojokerto telah diadakan Perjanjian
antara :
1. Nama : MUHAMMAD SETYA ADY SYARIFUDDIN, SH
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Melati Nomor 22 Perumpa Sooko Mojokerto
Dalam hal ini bertindak sebagai kuasa dari dan sebagai demikian untuk dan atas nama
Toko Harapan Jaya Motor yang beralamat di Jalan RA Basuni No.10, berkedudukan di
Mojokerto, selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. Nama : HAFIANANTA PUTRA PRATAMA


Pekerjaan : Wiraswasta
No.KTP : 3516132404050002
Alamat : Jalan Basket NN03 Griya Japan Raya
Dalam hal ini bertindak selaku Panitia Kegiatan Bazar Mobil dan Motor dari HAFIATA,
selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Para Pihak bersama-sama menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:

Bahwa PIHAK PERTAMA merupakan Pihak yang menitip-jualkan Kendaraan kepada PIHAK
KEDUA berupa Motor (daftar Motor terlampir)

Kedua belah Pihak sepakat mengadakan Perjanjian Titip Jual Kendaraan/Motor dengan sistem
titip jual (konsinyasi) dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1

1. Barang konsinyasi tercantum dalam Lampiran yang merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dengan Perjanjian ini.
2. Barang konsinyasi yang belum laku secara keseluruhan tanpa kecuali masih
sebagai milik PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK PERTAMA akan menyediakan kuintansi resmi penjualan dan surat-suratnya
sebagai kelengkapan PIHAK KEDUA dalam menjual kendaraan motor PIHAK PERTAMA.
Pasal 2

1. Barang konsinyasi baru akan diserahkan kepada PIHAK KEDUA setelah PIHAK KEDUA
melakukan pengecekan atas fisik motror dengan daftar motor (DP) yang di buat oleh
PIHAK PERTAMA
2. PIHAK KEDUA wajib menjaga dan memelihara motor-motor Pihak Pertama dari
kerusakan dan selanjutnya menjual motor tersebut selama kegiatan bazar dengan
menulis setiap penjualan pada kuintansi resmi penjualan yaitu merek motor,plat
nomor motor dan nomer seri motor serta spesifikasi motor secara lengkap atau dengan
jelas.
3. Selama kegiatan bazar berjalan maka motor-motor milik Pihak Pertama akan menjadi
tanggung jawab penuh dari PIHAK KEDUA, baik dari kerusakan maupun kehilangan.

Pasal 3

1. PIHAK KEDUA akan mendapatkan komisi 10% (sepuluh prosen) dari total penjualan
motor-motor selama kegiatan bazar tersebut
2. Setelah Kegiatan bazar tersebut berakhir maka PIHAK KEDUA selambat-lambatnya
1(satu) hari berikutnya sudah mengembalikan motor-motor kepada PIHAK PERTAMA.
3. Pihak Kedua dan Pihak Pertama akan secara bersama-sama melakukan pengecekan
fisik motor-motor yang dikembalikan dengan daftar pengiriman motor (DP) dan
bilamana terdapat selisih maka selisih tersebut dianggap terjual dan menjadi
tanggungan PIHAK KEDUA.
4. Setelah perhitungan motor-motor terjual sudah disepakati maka PIHAK KEDUA wajib
membayar kepada PIHAK PERTAMA secara tunai atas motor yang telah terjual.

Pasal 4

Perjanjian ini berlaku dari tanggal 7 April 2019 s/d tanggal 12 April 2019 terhitung setelah
penandatanganan Perjanjian ini oleh kedua belah Pihak.
Pasal 5

Jika terjadi perselisihan antara Para Pihak akibat pelaksanaan Perjanjian ini, maka Para
Pihak sepakat akan terlebih dahulu melakukan musyawarah. Dan, apabila dengan
musyawarah tidak terselesaikan, maka Para Pihak memilih domisili hukum yang umum
dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Mojokerto

Demikian Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani Para Pihak pada hari dan tanggal
sebagaimana disebutkan pada awal perjanjian, dibuat rangkap dua, yang keduanya
memiliki kekuatan hukum yang sama.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

MUHAMMAD SETYA ADY SYARIFUDDIN, SH HAFIANANTA PUTRA PRATAMA


RINGKASAN KASUS

Muhammad Setya Ady Syarifuddin, SH. Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama

Hafiananta Putra Pratama. Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua

1. Bahwa PIHAK PERTAMA merupakan Pihak yang menitip-jualkan Kendaraan kepada PIHAK
KEDUA berupa Motor (daftar Motor terlampir)
2. Kedua belah Pihak sepakat mengadakan Perjanjian Titip Jual Kendaraan/Motor dengan
sistem titip jual (konsinyasi) dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :
a) Barang konsinyasi tercantum dalam Lampiran yang merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dengan Perjanjian ini;
b) Barang konsinyasi yang belum laku secara keseluruhan tanpa kecuali masih
sebagai milik PIHAK PERTAMA;
c) PIHAK PERTAMA akan menyediakan kuintansi resmi penjualan dan surat-suratnya
sebagai kelengkapan PIHAK KEDUA dalam menjual kendaraan motor PIHAK PERTAMA;
d) Barang konsinyasi baru akan diserahkan kepada PIHAK KEDUA setelah PIHAK KEDUA
melakukan pengecekan atas fisik motror dengan daftar motor (DP) yang di buat oleh
PIHAK PERTAMA;
e) PIHAK KEDUA wajib menjaga dan memelihara motor-motor Pihak Pertama dari
kerusakan dan selanjutnya menjual motor tersebut selama kegiatan bazar dengan
menulis setiap penjualan pada kuintansi resmi penjualan yaitu merek motor,plat
nomor motor dan nomer seri motor serta spesifikasi motor secara lengkap atau dengan
jelas;
f) Selama kegiatan bazar berjalan maka motor-motor milik Pihak Pertama akan menjadi
tanggung jawab penuh dari PIHAK KEDUA, baik dari kerusakan maupun kehilangan;
g) PIHAK KEDUA akan mendapatkan komisi 10% (sepuluh prosen) dari total penjualan
motor-motor selama kegiatan bazar tersebut;
h) Setelah Kegiatan bazar tersebut berakhir maka PIHAK KEDUA selambat-lambatnya
1(satu) hari berikutnya sudah mengembalikan motor-motor kepada PIHAK PERTAMA;
i) Pihak Kedua dan Pihak Pertama akan secara bersama-sama melakukan pengecekan
fisik motor-motor yang dikembalikan dengan daftar pengiriman motor (DP) dan
bilamana terdapat selisih maka selisih tersebut dianggap terjual dan menjadi
tanggungan PIHAK KEDUA;
j) Setelah perhitungan motor-motor terjual sudah disepakati maka PIHAK KEDUA wajib
membayar kepada PIHAK PERTAMA secara tunai atas motor yang telah terjual;
k) Perjanjian ini berlaku dari tanggal 7 April 2019 s/d tanggal 12 April 2019 terhitung
setelah penandatanganan Perjanjian ini oleh kedua belah Pihak.
l) Jika terjadi perselisihan antara Para Pihak akibat pelaksanaan Perjanjian ini, maka
Para Pihak sepakat akan terlebih dahulu melakukan musyawarah. Dan, apabila dengan
musyawarah tidak terselesaikan, maka Para Pihak memilih domisili hukum yang umum
dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Mojokerto

ANALISIS

Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan, bila ada yang wanprestasi,
maka dapat dituntut di pengadilan sesuai dengan domisili hukum para pihak yang terikat
dalam perjanjian tersebut.

 Dasar Hukum Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata

Pengertian Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu
hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya
terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang di lakukan oleh dua orang atau
lebih yang memiliki akibat hukum atas hak dan kewajiban bagi para pembuatnya. Dalam
suatu Perjanjian meliputi kegiatan (prestasi):

1. Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran uang;


2. Melakukan sesuatu, misalnya melakukan suatu pekerjaan; dan
3. Tidak melakukan sesuatu, misalnya hari Minggu adalah hari libur, maka pekerja boleh
tidak bekerja

 Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sah perjanjian ada 4 (empat) terdiri dari syarat subyektif dan syarat objektif, diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :

Syarat Subyektif (menyangkut para pembuatnya). Tidak dipenuhinya syarat dibawah ini,
mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan (voidable).

1. Sepakat (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)

Supaya perjanjian menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal
yang terdapat di dalam perjanjian dan memberikan persetujuannya atau
kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Dalam preambule
perjanjian (sebelum masuk ke pasal-pasal), biasa tuliskan sebagai berikut "Atas apa
yang disebutkan diatas, Para Pihak setuju dan sepakat hal-hal sebagai berikut:"
Pencantuman kata-kata setuju dan sepakat sangat penting dalam suatu perjanjian.
Tanpa ada kata-kata ini (atau kata-kata lain yang bermaksud memberikan ikatan atau
setuju saja atau sepakat saja), maka perjanjian tidak memiliki ikatan bagi para
pembuatanya. Setuju dan sepakat dilakukan dengan penuh kesadaran di antara para
pembuatnya, yang bisa diberikan secara lisan dan tertulis.

Suatu perjanjian dianggap cacat atau dianggap tidak ada apabila:

a) mengandung paksaan (dwang), termasuk tindakan atau ancaman atau intimidasi


mental.
b) mengandung penipuan (bedrog), adalah tindakan jahat yang dilakukan salah satu
pihak, misal tidak menginformasikan adanya cacat tersembunyi.
c) mengandung kekhilafan/kesesatan/kekeliruan(dwaling), bahwa salah satu pihak
memiliki persepsi yang salah terhadap subyek dan obyek perjanjian. Terhadap
subyek disebut error in persona atau kekeliruan pada orang, misal melakukan
perjanjian dengan seorang artis, tetapi ternyata perjanjian dibuat bukan dengan
artis, tetapi hanya memiliki nama dengan artis. Terhadap obyek disebut error in
substantia atau kekeliruan pada benda, misal membeli batu akik, ketika sudah
dibeli, ternyata batu akik tersebut palsu

2. Cakap (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)

Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian
Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian, yakni :

a) Orang yang belum dewasa (dibawah 21 tahun, kecuali yang ditentukan lain)
b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship); dan
c) Perempuan yang sudah menikah

Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia
21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian berdasarkan pasal
47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa kedewasaan seseorang
ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia
berusia 18 tahun.

Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun
1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan
perbuatan hukum.

3. Hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)

Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok
suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian
harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal
tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit
dapat ditentukan jenisnya (determinable).

4. Sebab yang halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)

Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang halal. Jika
objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban
umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian untuk
membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.

Menurut Pasal 1335 jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan
terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam


perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan
kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut
sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah
yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu
penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan jaman.

Asas-Asas Perjanjian/Kontrak

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Dengan asas kebebasan berkontrak orang dapat menciptakan perjanjian-perjanjian


baru menyimpang dari apa yang tidak diatur oleh undang-undang, tetapi tidak boleh
bertentangan dengan apa yang dilarang oleh undang-undang. Misal dalam suatu hukum
perseroan terbatas, dalam undang-undang disebutkan bahwa direksi berhak mewakili
perseroan (contoh dengan demikian semua direktur berhak tanda tangan rekening bank
PT), tetapi dalam anggaran dasar boleh menetapkan hanya direktur utama saja yang
berhak tanda tangan rekening bank PT.

Asas ini bersifat universal, yang artinya dapat diterapkan di negara lain dan memiliki
ruang lingkup yang sama. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengakui asas kebebasan
berkontrak dengan menyatakan, bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah
mengikat para pihak sebagai undang-undang

2. Asas Pacta Sun Servanda

Bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang
melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaksut
dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa “every treaty in force is
binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith” (setiap
perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
3. Asas konsensualisme

Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang
membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika
ada kata sepakat atau persesuaian kehendak di antara pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut paham bahwa sumber kewajiban kontraktual
adalah bertemunya kehendak (convergence of wills) atau konsensus para pihak yang
membuat kontrak.

KESIMPULAN

Berdasarkan Perjanjian Titip-Jual (Konsinyasi) diatas maka :

A. Kedudukan Para Pihak (Hubungan Para Pihak)


1. PIHAK PERTAMA merupakan Pihak yang menitip-jualkan Kendaraan kepada PIHAK
KEDUA berupa Motor (daftar Motor terlampir);
2. Kedua belah Pihak sepakat mengadakan Perjanjian Titip Jual Kendaraan/Motor dengan
sistem titip jual (konsinyasi) dengan ketentuan dan syarat-syarat diatas;
3. Perjanjian ini berlaku dari tanggal 7 April 2019 s/d tanggal 12 April 2019 terhitung
setelah penandatanganan Perjanjian ini oleh kedua belah Pihak;
4. Jika terjadi perselisihan antara Para Pihak akibat pelaksanaan Perjanjian ini, maka Para
Pihak sepakat akan terlebih dahulu melakukan musyawarah. Dan, apabila dengan
musyawarah tidak terselesaikan, maka Para Pihak memilih domisili hukum yang umum
dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Mojokerto.
B. Dasar Hukumnya
1. Pasal 1313 KUHPerdata
2. Pasal 1320 KUHPerdata
3. Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata
4. Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata
5. Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata
6. Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata
7. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
8. Pasal 1365 KUHPerdata
9. pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
10. pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974
11. pasal 26 Konvensi Wina 1969
C. Yang Bertanggung Gugat Atas Pembeli
Pendapat Peter Mahmud Marzuki ini tidak jauh berbeda dengan pendapat ahli hukum
perdata di awal abad ke-20 yaitu J.H. Niewenhuis, bahwa tanggung gugat merupakan
kewajiban untuk menanggung ganti kerugian sebagai akibat pelanggaran norma.
Perbuatan melanggar norma tersebut dapat terjadi disebabkan:

1) perbuatan melawan hukum, atau


2) wanpretasi.

bahwa pengertian tanggung jawab dalam arti liabilitydiartikan sebagai tanggung gugat
yang merupakan terjemahan dari liability/aanspralijkheid, bentuk spesifik dari tanggung
jawab. Menurutnya, pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau
badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi
setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Seseorang misalnya harus
membayar ganti kerugian kepada orang atau badan hukum lain karena telah melakukan
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian bagi
orang atau badan hukum lain tersebut. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang lingkup
hukum privat.

Lebih jauh Nieuwenhuis menguraikan bahwa tanggung gugat itu bertumpu pada dua
tiang, yaitu pelanggaran hukum dan kesalahan. Mengacu kepada pendapat Niewenhuis
tersebut, maka dapat ditarik satu pemahaman bahwa tanggung gugat itu dapat terjadi
karena:

1) Undang-undang; maksudnya seseorang/pihak tertentu itu dinyatakan bertanggung


gugat bukan karena kesalahan yang dilakukannya, tetapi ia bertanggung gugat karena
ketentuan undang-undang. Tanggung gugat semacam ini dinamakan tanggung gugat
risiko;
2) Kesalahan yang terjadi disebabkan perjanjian antara para pihak yang merugikan salah
satu pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melanggar
hukum). Tanggung gugat semacam ini dikenal dengan tanggung gugat berdasarkan
unsur kesalahan dan dalam perkembangannya juga karena pembuktian menjadi
tanggung gugat atas dasar praduga bersalah.

Berdasarkan hal tersebut maka yang bertanggung gugat adalah pihak kedua karena
disebabkan perjanjian antara para pihak yang merugikan salah satu pihak dan Tanggung
gugat semacam ini dikenal dengan tanggung gugat berdasarkan unsur kesalahan.
Seseorang misalnya harus membayar ganti kerugian kepada orang atau badan hukum lain
karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga
menimbulkan kerugian bagi orang atau badan hukum lain tersebut. bahwa tanggung gugat
merupakan kewajiban untuk menanggung ganti kerugian sebagai akibat pelanggaran
norma. Perbuatan melanggar norma tersebut dapat terjadi disebabkan:

1. perbuatan melawan hukum, atau


2. wanpretasi.

Anda mungkin juga menyukai