Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP
DEKOMPENSASI JANTUNG ET CAUSA SUSPEK
ATRIAL SEPTAL DEFECT

Disusun oleh :

dr. Ramadhan Harya Puja Kusuma

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MASOHI


KABUPATEN MALUKU TENGAH
2018
LAPORAN KASUS
DOKTER INTERNSHIP
DEKOMPENSASI JANTUNG ET CAUSA SUSPEK ATRIAL SEPTAL DEFECT

DIPERSIAPKAN DAN DISUSUN OLEH :

dr. Ramadhan Harya Puja Kusuma

Telah diajukan dan dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai laporan internship

Masohi, 2019

Dokter Pendamping Internship Rsud Masohi

(dr. Lona Letwar) (dr. Henny)


BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. Rahman Saipul
b. Umur : 13 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Haruru
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Pelajar SMP
g. Tanggal masuk : 16-12-2018, 07:00 WIT
h. Tanggal keluar: Meninggal Dunia
i. No. Rekam Medis : 070226

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
An. Rahman 13 tahun. 2 bulan SMRS pasien awal
mengeluhkan sesak nafas ketika berjalan jauh, jika istirahat keluhan
membaik.
1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak yang diikuti
dengan bengkak pada kedua tungkai. Pasien kemudian berobat di
rumah sakit kota Ambon, hanya saja orang tua tidak dijelaskan
mengenai diagnosis penyakit pasien. Kemudian pasien berobat ke
klinik dokter spesialis dan dikatakan jantungnya bocor.
6 jam SMRS pasien datang ke IGD RSUD Masohi dengan
keluhan sesak yang semakin memberat dan bengkak yang bertambah
pada daerah tungkai, perut dan buah zakar.
Tidak ada keluhan demam, biru, jongkok bila sesak, kencing
dan buang air besar dalam batas normal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengeluhkan hal serupa sebelumnya,
namun 1 minggu sebelum sesak muncul ibu pasien mengatakan
anaknya pernah dirawat dengan thypoid.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami hal serupa pada keluarga inti pasien.
Namun, menurut ibu pasien anak dari adik orang tua pasien pernah
mengalami hal serupa.

e. Riwayat pengobatan
Orang tua pasien tidak ingat obat yang diberikan sebelumnya.

f. Riwayat Sosial
Pasien adalah siswa SMP. Pasien berobat dengan BPJS, pasien
tingggal bersama keluarga, merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara,
riwayat imunisasi menurut ibu pasien hingga usia 12 bulan. Riwayat
persalinan normal, berat badan lahir tidak ingat.

III. Pemeriksaan Fisik


a) Kesan Umum
 Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
 Kesadaran : CM, GCS E4M5V4
 Status gizi : BB (?), TB : 142 cm, LLA : 18 cm, LP : 83 cm
b) Tanda Vital
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 120 x/m
 Pernafasan : 28 x/m
 Suhu : 37,0 C
 spO2 : 89%
c) Head to toe
 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik +/+
 Hidung : tidak ada secret, tidak ada deviasi septum
 Mulut : bibir kering (+), mukosa sulit dinilai, sianosis (-)
 Leher : JVP 5 + 3
 Thorak : simetris, tidak ada retraksi intercostal, tidak ada
retraksi suprasternal, tidak ada retraksi epigastrium.
o COR :
 I : Iktus Kordis
 Pa : Iktus Kordis teraba pada axillaris anterior, kuat
angkat (+)
 Pe : tidak dilakukan
 Aa :Terdengar murmur sistolik pada katup
pulmonal, grade 2-3.

o Pulmonal :
 I : simetris
 Pa : tidak dilakukan
 Pe : tidak dilakukan
 A : Suara dasar vesikuler +/+ diikuti suara
tambahan ronkhi basah halus dan rales +/+
 Abdomen :
o I : tampak distensi abdomen
o A : bising usus +, <3 x/m
o Pa : teraba hepar ( konsistensi dan ukuran sulit dinilai ),
teraba cairan pada rongga abdomen (undulasi) (+)
o Pe : pekak
 Extremitas : CRT <2 detik, akral hangat, tidak ada sianosis, edema
pitting pada kedua tungkai bawah.
 Genital : edema pada scrotum.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Lab Pramitha 14 desember 2018
 Hb : 8,2 gr% (14-16)
 Golongan Darah : O
 Albumin : 3 g/dl (3,5-5)
Pemeriksaan Lab Pramitha 16 desember 2018
 Leukosit : 18,400 mm3 (4000-10,000)
 Eritrosit : 2,1 juta/mm3 (4,4-5,5)
 Hematrokit : 28% (40-48)
 Trombosit : 158,000 mm3 (150,000 – 400,000)
 SGOT : 220 U/L (<40)
 SGPT : 243 U/L (<40)
 Ureum : 51 mg/dl (10-50)
 Kreatinin : 1,2 mg/dl (0,2-1,2)

V. Diagnosis
 Diagnosis Kerja
o Dekompensasi Jantung ec. Susp. ASD
 Diagnosis Banding
o Sindrom Nefrotik
VI. Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan yang di kerjakan di IGD :
 02 NRM 10 LPM
 IVFD RL 5 TPM
 Pasang Kateter Urine
 Konsul Sp. A (16/12/18)
o
Furosemid inj. 2 amp, lanjut 2x1 amp IV
o
RL 8 TPM IVFD
o
Inj. Cefotaxime 2 x 850 mg
o
Inj. Gentamisin 2 x 45 mg
o
Posisi badan 300
o
Periksa GDS
o
Cek EKG
o
Bila TD > 160, berikan nifedipin SL
o
Konsul untuk perawatan ICU

 Konsul Sp. An (16/12/18)


o
Dokter datang langsung ke IGD
o
Observasi di IGD bila KU membaik masuk ICU

 Plan :
o GDS
o Foto Thorak PA
o EKG

 Edukasi :
o Menjelaskan kepada penanggung jawab pasien mengenai
penyakit pasien.
o Menjelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan
o Menjelaskan prognosis pasien.

VII. Prognosis
 Ad Vitam (hidup) : dubia ad malam
 Ad Sanationam (fungsi) : dubia ad malam
 Ad Fungsionam (sembuh) : dubia ad malam
VIII. Follow Up

 Follow up tanggal 16-12-2018 (IGD)

Dokter Internship (10:15 wit) Dokter Spesialis ( 11.55 )

Sesak nafas masih belum berkurang


S Sesak +, edema anasarka +

KU : Sakit Berat, TK : CM
Ku : sakit berat
TD : 130/80, N : 132, RR : 30, S : 36,8, SpO2 : 99 TD : 140/80, N : 105, rr : 30, s
O GDS : LOW (10.15) -> 37 (12.50) -> 48 (14.35) -> 53 spO2 : 98%
(17.25) -> 129 (19.40) -> 91 (02.00) Paru : Ronkhi +/+
Cor : bising ejeksi sistolik

A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + hipoglikemia + edema paru
P Terapi sebelumnya lanjut Terapi lanjut
Furosemide 40mg/12 jam infus bila
Konsul dokter Sp. A via telp. Instruksi IVFD D5% 8 TPM,
90
bolus d10% 34cc max. 3x, foto thorak, cek GDS ulang 1
Spironalacton 2 x 12,5mg (tunda)
Digoxin 0,125mg/12jam oral (tund
Dopamin 5mcg/kgbb/menit IV
jam kemudian, periksa DPL.
Bolus d10% 68cc
Rawat ICU, pantau urin, periksa la
lengkap dan kimia darah

 Follow up 17-12-18 (IGD)

Dokter Internship (8.30 wit) Dokter Spesialis

Sesak nafas masih belum berkurang


S

KU : Sakit Berat, TK : CM
O TD : 120/70, N : 105, RR : 48, S : 36,5, SpO2 : 98
Urine : 100cc
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru
Terapi lanjut
Cefotaxime stop
Cek foto thorak Meropenem 500mg/8 jam
P
EKG Terapi lain janjut
Balance cairan

Hasil foto thorak 17-12-18


kesan : kardiomegali dan edema paru (butuh konfirmasi sp. Rad)

EKG !7-12-2018
 Follow Up 18-12-2018 (ICU)
Dokter Internship (8.00 wit) Dokter Spesialis ( 11.55 )

Sesak nafas masih ada


S Sesak +, edema anasarka +

KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 150/35, N 97, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Ku : sakit berat
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
TD : 140/80, N : 105, rr : 30, s :
Abd : distensi, sulit diperiksa
O spO2 : 98%
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat Bbi : 35 kg
Paru : Ronkhi +/+
Cor : bising ejeksi sistolik
Balance cairan
Input : 440
Output : 437
B : +3
Urin : 0,2cc/kgg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang

Terapi sebelumnya lanjut O2 NRM 10 LPM


RL IVFD 8 tpm
Cek HbsAg, Urinalisa, kimia darah, dpl Inj. Meropenem 3x500mg -> 3x700
Inj. Gentamisin 2x45mg
Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
P
Hasil lab 18-12-2018 td>90)
SGPT : 566 Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Ureum : 74 Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Cek UR, CR, OT, PT, Elektrolit
Lain-lain periksa di pramitha. Terapi lain lanjut
 Follow Up 19-12-18

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

Sesak nafas, nyeri perut, bengkak berkurang


S

KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 96/33, N 103, RR 48, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
O
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat

Balance cairan
Input : 615
Output : 920
B : - 305
Urine : 0,36/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
P Terapi sebelumnya lanjut O2 NRM 10 LPM
RL IVFD 8 tpm
Cek Urinalisa, kreatinin, bilirubin indirect, direct
Inj. Meropenem 3x700mg
Inj. Gentamisin 2x45mg
Hasil lab 19-12-2018 (pramitha) Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
Hb 10,2
td>90)
Leukosit 13,900
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Kolestrol total 71
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Albumin 3,0
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Bilirubin total 2,87
HbsAg non reaktif
Eritrosit 3,2
Trombosit 155,000

 Follow up 20 – 12 – 2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 10.30 )

S Sesak nafas, nyeri perut, bengkak berkurang, belum bab

KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 106/35, N 105, RR 35, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Thorak : venektasi +
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 580
Output : 2000
B : - 1420
Urine : 0,89/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
P Terapi sebelumnya lanjut O2 NRM 10 LPM
RL IVFD 8 tpm
Inj. Meropenem 3x700mg
Inj. Gentamisin 2x45mg
Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
td>90)
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Konsul sp. GK

 Follow up 21-12-2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

Sesak nafas, nyeri perut, bengkak berkurang, sulit tidur


S

KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 104/41, N 100, RR 30, SpO2 100, S 37,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat, pheblitis
tempat infus
Balance cairan
Input : 491
Output : 1499
B : - 1008
Urine : 0,53 cc/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
O2 NRM 10 LPM
Terapi sebelumnya lanjut RL IVFD 8 tpm - > ganti asering
Inj. Meropenem 3x700mg (5)
+ paracetamol 3 x 300 mg IV k/p Inj. Gentamisin 2x45mg (6)
+ difenhidramin 1 x ½ amp IV Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
P
Cek Urinalisa, DPL, GDS, kimia darah, elektrolit td>90)
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Konsul gizi

 Follow up 22-12-2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

Sesak nafas, nyeri perut, bengkak berkurang, sulit tidur


S

KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 106/40, N 103, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 233
Output : 1167
B : - 934
Urine : 0,46 cc/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
Terapi sebelumnya lanjut
Cek Urinalisa, DPL, GDS, kimia darah, elektrolit
P Terapi lanjut

 Follow up 23-12-2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

S Sesak nafas

O KU : Sakit Berat, TK : CM Hasil Lab 22-12-2018


Hb 7,9
TD : 109/37, N 100, RR 30, SpO2 100, S 37,7 Leukosit 12,300
Mata : Sklera Ikterik Eritrosit 4,05
Hematrokit 27,2
Leher : JVP 5 + 3 Trombosit 136,000
Thorak : venektasi Urinalisa bermakna
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+ Protei ++
Darah +
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal Leukosit 1-3, eritrosit 3-7
Abd : distensi, sulit diperiksa Kimia Darah
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat SGOT 81, SGPT 100
Ureum 84, Creatinin 1,9
Balance cairan
Bilirubin total 9,26
Input : 475
Riffle criteria AKI
Output : 1892 Creatinin 1,9
B : - 1416 GFR 52,31
AKI Injury
Urine : 0,2 cc/kg/jam
Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + AKI std. Injury +
A
Kurang + MODS
Terapi sebelumnya lanjut,
Gentamicin injeksi stop
Terapi lanjut
P
Tranfusi PRC 280cc, 175cc/hari Gentamicin stop.
Cek GDS

 Follow up 24-12-2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

S Sesak nafas

O KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 102/38, N 100, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 814
Output : 1714
B : - 900
Urine : 0,47 cc/kg/jam
Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + AKI std. Injury +
A
Kurang + MODS
Terapi sebelumnya lanjut,
Cek DPL dan GDS post tranfusi Terapi lanjut
P

 Follow up 25-12-2018

Dokter Internship (7.45 wit) Dokter Spesialis ( 9.30 )

S Sesak nafas

O KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 100/30, N 100, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 641
Output : 1850
B : - 1209
Urine : 0,11 cc/kg/jam
Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + AKI std. Injury +
A
Kurang + MODS
Terapi lanjut
Terapi sebelumnya lanjut, Meropenem tidak ada -> ganti
P
ceftazidime -> bila tidak ada ganti
cefotaxime 3x800mg iv.

Pukul 16.30 laporan dari perawat ICU -> pasien meninggal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dekompensasi Jantung


2.1.1. Definisi
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim dengan disfungsi pompa
ventrikel kiri, biasanya bersifat progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis dan
kontraktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal jantung makin diperluas bukan
hanya sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur-jalur yang
mengakibatkan performa jantung menjadi abnormal. Sindrom klinis yang tampak
merupakan manifestasi dari patofisiologi gagal jantung, yang meliputi interaksi yang
4
kompleks antara sirkulasi, neurohormonal, dan kelainan molekuler.
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung tidak
1,3,6,7,8,9
mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh
miokardium tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
1,2
kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan.

2.1.2. Anatomi Jantung


Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel
kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan rauang yang
terbesar.katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga darah
hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu: Katup tricuspid, katup
pulmonal, katupmitral dan katup aorta.5
Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan. Darah dalam tubuh mengandung
kadar Oksigen rendah dan harus menambah oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh.
Darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Darah
kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal
kemudian diteruskan oleh arteri pulmonal ke paru-paru untuk mengambil
oksigen.Darah yang sudah bersih yang kaya oksigen mengalir ke atrium kiri melalui
vena pulmonalis. Dari atrium kirii darah mengalir ke ventrikel kiri melewati katup
mitral. Ventrikel kiri kemudian memompa darah keseluruh tubuh melalui katup aorta
dan diteruskan oleh pembuluh aorta keseluruh tubuh.bersih Dari tubuh kemudian
darah yang dari tubuh dengan kadar oksigen yang rendah karena telah diambil oleh
sel-sel tubuh kembali ke atrium kanan dan begitu seterusnya.5

Gambar 1. Anatomi Jantung Normal

2.1.3. Etiologi
2,3,10
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:

1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan


tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban
volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi
miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau
difteri.
b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal
kardiomiopati.
Pada masa perinatal dan bayi, gagal jantung lebih sering disebabkan oleh cacat
struktural, sedang pada anak yang lebih tua penyakit struktural atau miokardum dapat
3
ditemukan.

Etiologi Gagal Jantung Masa Anak-anak


Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat kongenital
telah mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat
ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup atrioventrikular pada anak-
anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai akibat dari prosedur paliatif
seperti pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat, seperti
demam reumatik, miokarditis virus atau endokarditis bakterial dapat menimbulkan
gagal jantung meliputi hipertensi akut (biasanya akibat glomerulonefritis),
tirotoksikosis, toksisitas terapi kanker (termasuk radiasi atau doksorubisin
3
(adriamycin)), anemia sel sabit, atau kor-pulmonal akibat fibrosis kistik.

2.1.4. Patofisiologi
Gagal Jantung Kanan
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang
cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan ventrikel
kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh karena itu,
darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava
sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin
10
tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena
jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan
pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir
bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya
keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung
10
kanan.

Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan


menyebabkan terjadinya udem. Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki (pada
anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya tekanan
hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya udem. Mula-mula, udem timbul
hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya udem menghilang. Pada stadium
yang lebih lanjut, udem tetap ada pada waktu siang hari, dan udem tidak timbul pada
mata kaki saja, tetapi dapat juga terjadi pada punggung kaki, paha, kulit perut, dan
akhirnya pada lengan dan muka. Akibat selanjutnya dari timbunan darah ini adalah
asites, dan asites ini sangat sering dijumpai pada anak yang menderita gagal jantung.
Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun pada anak agak jarang dijumpai. Bila
10
hidrotoraks, terlalu banyak akan memperberat keadaan dispnea penderita.
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi
dinding jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi dinding
ventrikel akan menambah keregangan miokardium sehingga akan memperkuat sistole
yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya dilatasi dan juga sedikit hipertrofi
10
jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau disebut kardiomegali.
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan dengan
menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan jantung kanan ini
tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke dalam paru akan
berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk bernapas lebih cepat guna
10
mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi takipnea.

Gagal Jantung Kiri


Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole
mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi sehingga
atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin berat sehingga
atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus
menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang makin
besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang relatif singkat otot atrium
kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk mengosongkan atrium kiri.
Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34 mmHg, padahal tekanan normal
hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak mampu memompa darah ke aorta
(karena kelemahan ventrikel kiri), darah tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah
dari atrium kiri tidak tertampung di ventrikel kiri, kemudian makin lama makin
10
memenuhi vena pulmonalis dan akhirnya terjadi udem pulmonum.

Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya


tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah
dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan dalam
vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di dalam paru,
10
ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan
dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru
yang disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah suatu gejala sesak napas pada
waktu bekerja (dyspnoe d’effort). Disini, ventrikel kanan masih kuat sehingga
dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar, sedangkan atrium kiri tetap tidak
mampu menyalurkan darah, akibatnya bendungan paru semakin berat sehingga akan
terjadi sesak napas meskipun dalam keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya
10
kongesti paru ini akan memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk

Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan ventrikel


kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi
kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung memperkuat
sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga bekerja lebih cepat,
artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah
10
adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri.

2.1.5. Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan
kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)

Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur
dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan
kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan
mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula.
Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk menganjurkan
menggunakan klasifikasi Tabel 1. Dengan menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6
mempunyai korelasi yang bermakna terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.

Tabel 1. Sistem klinis gagal jantung pada anak


2.1.6. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung
rendah, adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/ atau kongesti
3
vena sistemik atau vena pulmonalis. Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat
cadangan jantung pada berbagai keadaan. anak yang mekanisme kompensasinya telah
sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi memperoleh curah jantung yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan bergejala pada saat
1
istirahat.

Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak


Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua sangat
1,3
serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang dewasa.
Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk, anoreksia, dan nyeri
1
abdomen. Kesukaran bernafas merupakan tanda yang biasa dari dekompensasi
1, 3
ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru. Ini biasanya tampak sebagai dispneu
pada waktu pengerahan tenaga dan respon kesukaran bernafas yang bertambah berat
pada pengerahan tenaga yang berat. Mula-mula penurunan kemampuan mungkin
masih dalam kisaran variasi normal, tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah
berat, anak mungkin mendapat kesukaran dengan tuntutan hidup sehari-hari, termasuk
3
naik tangga di sekolah.

Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal, dapat
juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak dapat
menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal pada
1,3 3
malam hari. Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relatif lambat.

Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang tampak
tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung berat
mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relatif mendadak,
anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik; mereka yang
mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin kurang
3
gizi dan kurang energi.

Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya
aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah
jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin,
3
pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.

Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis


1
tekanan vena jugularis dan pembesaran hati. Tekanan vena sistemik yang naik
mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-vena leher dengan pulsasi vena
dapat tampak di atas klavikula sementara penderita duduk. Hati mungkin membesar
pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran relative akut, mungkin tepinya lunak
3
karena meregangnya kapsul hati.
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula tanda-tandanya
mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka terutama
kelopak mata, mulai tampak bengkak dan udem terjadi pada bagian tubuh yang
1, 3
tergantung atau dapat anasarka. Udem yang sudah berjalan lama dapat
menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan pergelangan
kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai asites
3
dan kadang-kadang hidrothoraks.
1,3
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali. Sering ada irama
1
gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi jantung spesifik . Impuls jantung
mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer (missal, miokarditis atau
kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal kongestif disebabkan oleh beban
volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau regurgitasi katup atrioventrikula. Suara
jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol mungkin merupakan tanda normal pada
anak tetapi sering bersama dengan bertambahnya kekakuan ventrikel pada mereka
yang dengan penyakit jantung. Pulsus alternans ditandai irama teratur dengan pulsasi
kuat dan lemah berselang-seling, kadang- kadang dapat dirasakan, tetapi lebih mudah
dinilai sementara mengukur tekanan darah sistemik atau pemantauan tekanan darah.
Pulsus alternans diduga disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel kiri, akibat
pemulihan miokardiumnya tidak sempurna pada denyut yang berselang-seling. Pulsus
paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi dan naik pada ekspirasi), akibat
irama tekanan intrapulmoner yang mencolok yang mempengaruhi pengisian ventrikel
(seperti pada tamponade pericardium), kadang-kadang ditemukan pada anak yang
3
lebih tua.
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung.
Gambaran aliran arteria pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar paru- paru
bertambah dibandingkan dengan yang di apeks). Bila tekanan kapiler melebihi 20-25
mmHg, udem pulmonum interstisial mungkin terjadi, menyebabkan kekabutan
seluruh lapangan paru-paru terutama pada “gambaran kupu-kupu” sekitar hilus. Ini
3
dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier tajam pada septum interlobarus.

Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi
merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan kreatinin
darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal. Kadar natrium darah dalam kencing
biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya normal sebelum
pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan
pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat
3
menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang jarang.

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhografi,
2,10
analisis gas darah, dan melihat petanda biologis gagal jantung.

Anamnesis
2
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya:

- sesak napas,
- kesulitan minum/ makan,
- bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
- gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
- penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain:
 4
Kompensasi karena fungsi jantung yang menurun maka akan tampak:
o Takikardia
o irama galop,
o peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
o kardiomegali serta
o gagal tumbuh.
 2,4
Tanda kongesti vena pulmonalis (gagal jantung kiri)
o takipnea,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
 2,4
Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.

Pemeriksaan Penunjang
2,4
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:

- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan
selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya edema
paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit penyerta seperti
gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu menentukan tipe defek,
adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk
menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat
menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat
sebagai hasil dari metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara
nyata menggambarkan stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung
2,4
sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi.

2.1.7. Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian
mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan
kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk mereka yang dengan
penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang memperburuk yang dapat
merupakan penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam, disritmia,
dan anemia), pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang
dramatis. Jika ada lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
tindakan pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau
upaya lain yang memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin
berlebih, masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika
pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam cara
3
umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.

Penatalaksanaan Umum:
1,2,3
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung
dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak
tenaga atau isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal
ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat
dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan
kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur
3
(menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali). Sedasi kadang diperlukan:
2
luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
2,3
2. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung
dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang
3
mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan
kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
2
saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan
3
gagal jantung kronik.
2
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3)
dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran
penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir
selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet adekuat dengan
menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk
1,3.10
membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang parah.
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori
karena kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh
karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori
tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena anak ini ususnya
terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk
10
membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan.
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur
terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan
vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan
2
keseimbangan asam basa.
2
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam,
akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari
frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas
meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan
perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr %
berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan
terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yg mengalami gagal jantung
12
kiri. Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika udem paru sudah teratasi.
Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-
tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal
jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya
diberikan antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran
perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan
1,2
pipa yang terus-menerus.

Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk
membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun
demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara farmakologis, pengobatan adalah

3
pendekatan tiga tingkat, yaitu:

1. Memperbaiki kinerja pompa jantung


2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan
digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik
(pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan.
Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan beban kerja
jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini
tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat dicoba
dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada dari cara-
3
cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung. Untuk menilai
hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung,
napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru,
2
derajat edema, sianosis, dan kesadaran.

2.1.8. Komplikasi
1,13
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:

1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang
lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat
daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel
kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan
dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga
akan dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan
gastrointestinal pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah,
sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan
resiko serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal
jantung refrakter.

2.1.9. Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1. Umur. Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri,
atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis
dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit
memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil.
Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu
akan berakhir dengan kematian.
2. Berat ringannya penyakit primer. Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang
berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat
menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk
koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai
gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien
memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder
mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.
BAB III
ANALISIS KASUS

Dekompensasi jantung pada anak menggambarkan terdapatnya sindrom klinik


akibat miokardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolik tubuh. Keadaan ini
timbul oleh kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena faktor mekanik yaitu
kelainan struktur jantung pada penyakit jantung bawaan (PJB) maupun didapat yang
menimbulkan beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih.
Pada kasus ini memaparkan seorang anak laki-laki bernama An. Rahman
Saipul, berusia 13 tahun, MRS tanggal 16 Desember 2018, dengan keluhan utama
sesak napas. Dari anamnesis didapatkan sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluhkan
sesak napas ketika berjalan jauh dan keluhan berkurang jika istirahat. Sejak 1 minggu
SMRS pasien mengeluhkan sesak yang diikuti dengan bengkak pada kedua tungkai
dan sejak 6 jam SMRS pasien datang ke IGD RSUD Masohi dengan keluhan sesak
yang semakin memberat dan bengkak yang bertambah pada daerah tungkai, perut dan
buah zakar.
Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan
penyebab terjadinya sesak napas, yaitu bisa karena kelainan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler, metabolik dan ginjal. Pada pasien ini dapat dipikirkan penyebab
terjadinya sesak akibat kelainan pada sistem kardiovaskuler dan ginjal dikarenakan
sesak dipengaruhi oleh aktivitas seperti berjalan jauh dan berkurang jika istirahat, dan
sejak 6 jam SMRS sesak disertai dengan bengkak pada kedua tungkai, perut dan buah
zakar.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 120 x/m, pernapasan 28 x/m, Suhu 37,0 C,
SpO2 89%, tekanan vena jugularis (5+3) cmH20. Pada auskultasi jantung didapatkan
murmur sistolik pada katup pulmonal, grade 2-3 dan pada auskultasi paru didapatkan
rhonki basah halus dan rales di kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan abdomen
tampak distensi abdomen, teraba hepar, undulasi (+) yang menandakan terdapat cairan
pada rongga abdomen, serta perkusi abdomen pekak. Didapatkan edema pitting pada
kedua tungkai bawah serta pada skrotum.
Dari hasil pemeriksaan fisik, kelainan sistem kardiovaskuler khususnya
dekompensasi jantung merupakan penyebab timbulnya keluhan utama sesak napas.
Dekompensasi jantung pada kasus ini dapat dipikirkan disebabkan kelainan struktural
berupa ASD karena pada pemeriksaan auskultasi jantung didapatkan bunyi jantung
yang abnormal yaitu terdengar murmur sistolik pada katup pulmonal. Pada kasus ini,
Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole
mengalami hambatan maka akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi
sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin berat
sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena otot atrium
ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang
makin besar. Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah sehingga
akan memenuhi vena pulmonalis dan akhirnya terjadi edema paru, yang pada
pemeriksaan fisik dapat diketahui dari terdengarnya rhonki basah halus dan rales di
kedua lapangan paru.
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan ventrikel
kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi
kardiomegali yang pada kasus ini dapat dikonfirmasi dari pemeriksaan rontgen thorak
PA. Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang cukup
banyak dari susunan pembuluh darah venosa ke arteriosa. Oleh karena itu, darah akan
tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava. Makin
tinggi desakan darah dalam vena, vena akan makin mengembang. Pada kasus ini
ditandai dengan peningkatan JVP, hepatomegaly, asites, serta pitting edema pada
kedua tungkai.
Dari hasil pemeriksaan lab darah perifer didapatkan adanya anemia,
leukositosis. Adanya bendungan yang menyebabkan edema paru dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pernafasan pada pasien sehingga menimbulkan keadaan leukositosis
diikuti anemia dikarenakan infeksi kronis. Pada hasil lab kimia darah didapatkan
hipoalbuminemia, peningkatan ureum kreatinin, bilirubin dan nilai fungsi hati, hal ini
dapat disebabkan akibat bendungan cairan yang menyebabkan gangguan fungsi pada
hepar dan ginjal. Akibat terganggunya fungsi hepar yang menyebabkan
hipoalbuminemia menyebabkan tekanan hidrostatik menurun sehingga terjadi
ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler menyebabkan edema. Pengaruh penurunan
cardiac output menyebabkan aktivasi system renin angiotensin yang meningkatkan
sintesis aldosterone yang menyebabkan peningkatan retensi cairan, akibatnya akan
terjadi kongesti sehingga menyebabkan penurunan aliran darah renal dan GFR. Jika
keadaan ini progresif akibatnya tekanan hidrostatik intragromerolus tidak mampu
mempertahankan filtrasi gromerolus yang normal sehingga menyebabkan disfungsi
dari renal, hal ini ditandai dengan peningkatan serum kreatinin dan ureum.
Dekompensasi jantung dapat menyebabkan vasokonstriksi endogen sehingga
menimbulkan keadaan hiporperfusi di jaringan. Keadaan hipoperfusi akan
menyebabkan cedera iskemi pada jaringan dan akan mengaktifkan jalur inflamasi
yang nantinya akan menimbulkan multiple organ dysfunction syndrome seperti pada
pasien ini.
Kelainan ginjal seperti sindrom nefrotik dapat dipikirkan untuk menjadi
diagnosis banding kasus ini. Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan gejala:
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Pada pasien ini didapatkan proteinuria masif dengan dipstick 2 +, edema,
hipoalbuminemia dengan albumin 3 g/dL. Sehingga sindrom nefrotik masih dapat
dipikirkan untuk menjadi diagnosis banding pada kasus ini.
Untuk mengurangi keluhan sesak pada pasien, posisi badan di elevasikan 30
derajat sehingga cairan tidak membendung seluruh paru, kemudian diberikan injeksi
furosemide sebagai diuretik kuat, untuk menilai tingkat perbaikan sesak dan edema
pada pasien di lakukan penilaian balance cairan dimana diharapkan produksi urine
perharinya lebih dari 0,5cc/kgbb/jam dan nilai balance negative. Untuk mengatasi
keadaan sepsis pada pasien diberikan pemberian antibiotic meropenem dan
gentamisin, dimana meropenem bekerja sebagai bakterisidal, namun karena dalam 24
jam pemberian meropenem biasanya bakteri dapat tumbuh kembali maka dari itu di
berikan gentamisin yang merusak protein bakteri sehingga tidak dapat replikasi
kembali. Namun pemberian gentamisin harus di pantau dengan nilai kreatinin pasien
maka dari itu jika nilai kreatinin pada pasien terus meningkat pemberian gentamisin di
hentikan. Untuk mengoptimalkan kerja pompa jantung, dapat diberikan digoxin
injeksi, namun karena tidak tersedia, dapat diberikan pemberian dobutamin dan
dopamine untuk meningkatkan kerja pompa jantung. Pada pasien dilakukan restriksi
cairan untuk mencegah terjadinya overload, diberikan infus asering karena tidak
membebani kerja hepar.
Defek antara atrium kiri dan
atrium kanan

Tekanan atrium kiri > atrium


kanan

Aliran darah atrium kiri masuk Jumlah darah yang masuk ke


ke atrium kanan ventrikel kiri untuk dipompa ke
aorta sedikit

turbulensi Dilatasi atrium Penurunan Cardiac Output

Murmur pada katup


hipertrofi Aktivasi RAAS
pulmonal

Peningkatan retensi cairan


kardiomegali
untuk mempertahankan CO

Kontraktilitas menurun Progresif -> kompensasi gagal

backflow Renal failure

Atrium kiri -> vena


Leukositosis, anemia Ventrikel kanan -> atrium
Ventrikel kanan ->JVP
Peningkatan
Hepatomegaly atrium
-> Hipoperfusi oksigen
Gangguan gizi -> gg.dan nutrisi
Tumbuh
pulmonal
Edema
Infeksi
peny. paru
kronis MODSkanan -> vena kava Peningkatan
Penurunan
Peningkatan
ke ureum, creatinin
albumin
SGOT/PT
jaringan
sepsis Edema anasarka
ascites
kerusakan hepar kembang
DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.
USA: Elsevier Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak Nadas.Yogyakarta:
Gajah Mada University press.
4. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for practitioner:
From Early Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM.
5. Indonesia Heart Association. 2009. Penyakit Jantung Bawaan, angka tinggi dengan tenaga
terbatas. [Serial Online]. http://www.inaheart.org/. [7 Januari 2011].
6. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Jember: RSUD. Dr. Soebandi.
7. Children’s Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial Online].
http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm. [23 Desember
2010].
8. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure.[Serial Online]. http://www.merckmanuals.com. [26
Desember 2010].
9. Beerman, L, B. 2010. Congenital Cardiovascular Anomalies. [Serial Online].
http://www.merckmanuals.com. [26 Desember 2010].
10.Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.
11.NYHA. 1994. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification. [Serial Online].
http://www.abouthf.org/questions_stages.htm. [26 Desember 2010].
12.Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Inc.
13.Mayo klinik. Complications List for Heart Failure. [Serial Online].
http://www.wrongdiagnosis.com/h/heart_failure/complic.htm. [26 Desember 2010].
14.Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
15.Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
16.Bhimji, Shabir. 2010. Pulmonary Artery Banding: Treatment. [Serial Online].
http://emedicine.medscape.com/article/905353-treatment.[9Januari 2011].

Anda mungkin juga menyukai