DOKTER INTERNSHIP
DEKOMPENSASI JANTUNG ET CAUSA SUSPEK
ATRIAL SEPTAL DEFECT
Disusun oleh :
Telah diajukan dan dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai laporan internship
Masohi, 2019
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. Rahman Saipul
b. Umur : 13 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Haruru
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Pelajar SMP
g. Tanggal masuk : 16-12-2018, 07:00 WIT
h. Tanggal keluar: Meninggal Dunia
i. No. Rekam Medis : 070226
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
An. Rahman 13 tahun. 2 bulan SMRS pasien awal
mengeluhkan sesak nafas ketika berjalan jauh, jika istirahat keluhan
membaik.
1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak yang diikuti
dengan bengkak pada kedua tungkai. Pasien kemudian berobat di
rumah sakit kota Ambon, hanya saja orang tua tidak dijelaskan
mengenai diagnosis penyakit pasien. Kemudian pasien berobat ke
klinik dokter spesialis dan dikatakan jantungnya bocor.
6 jam SMRS pasien datang ke IGD RSUD Masohi dengan
keluhan sesak yang semakin memberat dan bengkak yang bertambah
pada daerah tungkai, perut dan buah zakar.
Tidak ada keluhan demam, biru, jongkok bila sesak, kencing
dan buang air besar dalam batas normal.
e. Riwayat pengobatan
Orang tua pasien tidak ingat obat yang diberikan sebelumnya.
f. Riwayat Sosial
Pasien adalah siswa SMP. Pasien berobat dengan BPJS, pasien
tingggal bersama keluarga, merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara,
riwayat imunisasi menurut ibu pasien hingga usia 12 bulan. Riwayat
persalinan normal, berat badan lahir tidak ingat.
o Pulmonal :
I : simetris
Pa : tidak dilakukan
Pe : tidak dilakukan
A : Suara dasar vesikuler +/+ diikuti suara
tambahan ronkhi basah halus dan rales +/+
Abdomen :
o I : tampak distensi abdomen
o A : bising usus +, <3 x/m
o Pa : teraba hepar ( konsistensi dan ukuran sulit dinilai ),
teraba cairan pada rongga abdomen (undulasi) (+)
o Pe : pekak
Extremitas : CRT <2 detik, akral hangat, tidak ada sianosis, edema
pitting pada kedua tungkai bawah.
Genital : edema pada scrotum.
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja
o Dekompensasi Jantung ec. Susp. ASD
Diagnosis Banding
o Sindrom Nefrotik
VI. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang di kerjakan di IGD :
02 NRM 10 LPM
IVFD RL 5 TPM
Pasang Kateter Urine
Konsul Sp. A (16/12/18)
o
Furosemid inj. 2 amp, lanjut 2x1 amp IV
o
RL 8 TPM IVFD
o
Inj. Cefotaxime 2 x 850 mg
o
Inj. Gentamisin 2 x 45 mg
o
Posisi badan 300
o
Periksa GDS
o
Cek EKG
o
Bila TD > 160, berikan nifedipin SL
o
Konsul untuk perawatan ICU
Plan :
o GDS
o Foto Thorak PA
o EKG
Edukasi :
o Menjelaskan kepada penanggung jawab pasien mengenai
penyakit pasien.
o Menjelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan
o Menjelaskan prognosis pasien.
VII. Prognosis
Ad Vitam (hidup) : dubia ad malam
Ad Sanationam (fungsi) : dubia ad malam
Ad Fungsionam (sembuh) : dubia ad malam
VIII. Follow Up
KU : Sakit Berat, TK : CM
Ku : sakit berat
TD : 130/80, N : 132, RR : 30, S : 36,8, SpO2 : 99 TD : 140/80, N : 105, rr : 30, s
O GDS : LOW (10.15) -> 37 (12.50) -> 48 (14.35) -> 53 spO2 : 98%
(17.25) -> 129 (19.40) -> 91 (02.00) Paru : Ronkhi +/+
Cor : bising ejeksi sistolik
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + hipoglikemia + edema paru
P Terapi sebelumnya lanjut Terapi lanjut
Furosemide 40mg/12 jam infus bila
Konsul dokter Sp. A via telp. Instruksi IVFD D5% 8 TPM,
90
bolus d10% 34cc max. 3x, foto thorak, cek GDS ulang 1
Spironalacton 2 x 12,5mg (tunda)
Digoxin 0,125mg/12jam oral (tund
Dopamin 5mcg/kgbb/menit IV
jam kemudian, periksa DPL.
Bolus d10% 68cc
Rawat ICU, pantau urin, periksa la
lengkap dan kimia darah
KU : Sakit Berat, TK : CM
O TD : 120/70, N : 105, RR : 48, S : 36,5, SpO2 : 98
Urine : 100cc
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru
Terapi lanjut
Cefotaxime stop
Cek foto thorak Meropenem 500mg/8 jam
P
EKG Terapi lain janjut
Balance cairan
EKG !7-12-2018
Follow Up 18-12-2018 (ICU)
Dokter Internship (8.00 wit) Dokter Spesialis ( 11.55 )
KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 150/35, N 97, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Ku : sakit berat
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
TD : 140/80, N : 105, rr : 30, s :
Abd : distensi, sulit diperiksa
O spO2 : 98%
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat Bbi : 35 kg
Paru : Ronkhi +/+
Cor : bising ejeksi sistolik
Balance cairan
Input : 440
Output : 437
B : +3
Urin : 0,2cc/kgg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 96/33, N 103, RR 48, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
O
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 615
Output : 920
B : - 305
Urine : 0,36/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
P Terapi sebelumnya lanjut O2 NRM 10 LPM
RL IVFD 8 tpm
Cek Urinalisa, kreatinin, bilirubin indirect, direct
Inj. Meropenem 3x700mg
Inj. Gentamisin 2x45mg
Hasil lab 19-12-2018 (pramitha) Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
Hb 10,2
td>90)
Leukosit 13,900
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Kolestrol total 71
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Albumin 3,0
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Bilirubin total 2,87
HbsAg non reaktif
Eritrosit 3,2
Trombosit 155,000
Follow up 20 – 12 – 2018
KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 106/35, N 105, RR 35, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Thorak : venektasi +
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 580
Output : 2000
B : - 1420
Urine : 0,89/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
P Terapi sebelumnya lanjut O2 NRM 10 LPM
RL IVFD 8 tpm
Inj. Meropenem 3x700mg
Inj. Gentamisin 2x45mg
Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
td>90)
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Konsul sp. GK
Follow up 21-12-2018
KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 104/41, N 100, RR 30, SpO2 100, S 37,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat, pheblitis
tempat infus
Balance cairan
Input : 491
Output : 1499
B : - 1008
Urine : 0,53 cc/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
O2 NRM 10 LPM
Terapi sebelumnya lanjut RL IVFD 8 tpm - > ganti asering
Inj. Meropenem 3x700mg (5)
+ paracetamol 3 x 300 mg IV k/p Inj. Gentamisin 2x45mg (6)
+ difenhidramin 1 x ½ amp IV Inj. Furosemide 20mg/12jam (bila
P
Cek Urinalisa, DPL, GDS, kimia darah, elektrolit td>90)
Dopamine 5mcg/kgbb/menit
Dobutamine 5mcg/kgbb/menit
Susu formula 8 x 30ml / ngt
Konsul gizi
Follow up 22-12-2018
KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 106/40, N 103, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
O
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 233
Output : 1167
B : - 934
Urine : 0,46 cc/kg/jam
A Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + mods + gizi kurang
Terapi sebelumnya lanjut
Cek Urinalisa, DPL, GDS, kimia darah, elektrolit
P Terapi lanjut
Follow up 23-12-2018
S Sesak nafas
Follow up 24-12-2018
S Sesak nafas
O KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 102/38, N 100, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 814
Output : 1714
B : - 900
Urine : 0,47 cc/kg/jam
Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + AKI std. Injury +
A
Kurang + MODS
Terapi sebelumnya lanjut,
Cek DPL dan GDS post tranfusi Terapi lanjut
P
Follow up 25-12-2018
S Sesak nafas
O KU : Sakit Berat, TK : CM
TD : 100/30, N 100, RR 30, SpO2 100, S 36,7
Mata : Sklera Ikterik
Leher : JVP 5 + 3
Thorak : venektasi
Paru : VBS disertai Ronkhi +/+
Cor : Murmur Sistolik pada katup Pulmonal
Abd : distensi, sulit diperiksa
Ext : pitting edema, crt <2 detik akral hangat
Balance cairan
Input : 641
Output : 1850
B : - 1209
Urine : 0,11 cc/kg/jam
Dekompensasi jantung ec. Susp. ASD dd/ sindroma nefrotik + edema paru + AKI std. Injury +
A
Kurang + MODS
Terapi lanjut
Terapi sebelumnya lanjut, Meropenem tidak ada -> ganti
P
ceftazidime -> bila tidak ada ganti
cefotaxime 3x800mg iv.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3. Etiologi
2,3,10
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:
2.1.4. Patofisiologi
Gagal Jantung Kanan
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang
cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan ventrikel
kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh karena itu,
darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava
sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin
10
tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena
jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan
pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir
bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya
keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung
10
kanan.
2.1.5. Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan
kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)
Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur
dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan
kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan
mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula.
Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk menganjurkan
menggunakan klasifikasi Tabel 1. Dengan menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6
mempunyai korelasi yang bermakna terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal, dapat
juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak dapat
menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal pada
1,3 3
malam hari. Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relatif lambat.
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang tampak
tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung berat
mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relatif mendadak,
anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik; mereka yang
mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin kurang
3
gizi dan kurang energi.
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya
aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah
jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin,
3
pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.
Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi
merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan kreatinin
darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal. Kadar natrium darah dalam kencing
biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya normal sebelum
pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan
pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat
3
menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang jarang.
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhografi,
2,10
analisis gas darah, dan melihat petanda biologis gagal jantung.
Anamnesis
2
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya:
- sesak napas,
- kesulitan minum/ makan,
- bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
- gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
- penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain:
4
Kompensasi karena fungsi jantung yang menurun maka akan tampak:
o Takikardia
o irama galop,
o peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
o kardiomegali serta
o gagal tumbuh.
2,4
Tanda kongesti vena pulmonalis (gagal jantung kiri)
o takipnea,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
2,4
Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.
Pemeriksaan Penunjang
2,4
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan
selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya edema
paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit penyerta seperti
gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu menentukan tipe defek,
adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk
menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat
menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat
sebagai hasil dari metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara
nyata menggambarkan stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung
2,4
sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi.
2.1.7. Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian
mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan
kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk mereka yang dengan
penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang memperburuk yang dapat
merupakan penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam, disritmia,
dan anemia), pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang
dramatis. Jika ada lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
tindakan pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau
upaya lain yang memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin
berlebih, masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika
pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam cara
3
umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.
Penatalaksanaan Umum:
1,2,3
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung
dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak
tenaga atau isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal
ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat
dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan
kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur
3
(menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali). Sedasi kadang diperlukan:
2
luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
2,3
2. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung
dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang
3
mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan
kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
2
saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan
3
gagal jantung kronik.
2
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3)
dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran
penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir
selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet adekuat dengan
menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk
1,3.10
membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang parah.
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori
karena kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh
karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori
tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena anak ini ususnya
terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk
10
membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan.
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur
terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan
vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan
2
keseimbangan asam basa.
2
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam,
akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari
frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas
meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan
perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr %
berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan
terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yg mengalami gagal jantung
12
kiri. Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika udem paru sudah teratasi.
Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-
tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal
jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya
diberikan antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran
perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan
1,2
pipa yang terus-menerus.
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk
membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun
demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara farmakologis, pengobatan adalah
3
pendekatan tiga tingkat, yaitu:
2.1.8. Komplikasi
1,13
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:
1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang
lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat
daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel
kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan
dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga
akan dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan
gastrointestinal pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah,
sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan
resiko serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal
jantung refrakter.
2.1.9. Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1. Umur. Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri,
atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis
dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit
memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil.
Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu
akan berakhir dengan kematian.
2. Berat ringannya penyakit primer. Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang
berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat
menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk
koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai
gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien
memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder
mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.
BAB III
ANALISIS KASUS
1. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.
USA: Elsevier Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak Nadas.Yogyakarta:
Gajah Mada University press.
4. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for practitioner:
From Early Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM.
5. Indonesia Heart Association. 2009. Penyakit Jantung Bawaan, angka tinggi dengan tenaga
terbatas. [Serial Online]. http://www.inaheart.org/. [7 Januari 2011].
6. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Jember: RSUD. Dr. Soebandi.
7. Children’s Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial Online].
http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm. [23 Desember
2010].
8. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure.[Serial Online]. http://www.merckmanuals.com. [26
Desember 2010].
9. Beerman, L, B. 2010. Congenital Cardiovascular Anomalies. [Serial Online].
http://www.merckmanuals.com. [26 Desember 2010].
10.Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.
11.NYHA. 1994. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification. [Serial Online].
http://www.abouthf.org/questions_stages.htm. [26 Desember 2010].
12.Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Inc.
13.Mayo klinik. Complications List for Heart Failure. [Serial Online].
http://www.wrongdiagnosis.com/h/heart_failure/complic.htm. [26 Desember 2010].
14.Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
15.Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
16.Bhimji, Shabir. 2010. Pulmonary Artery Banding: Treatment. [Serial Online].
http://emedicine.medscape.com/article/905353-treatment.[9Januari 2011].