Anda di halaman 1dari 28

1

HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI


TERHADAP LARI JARAK PENDEK (SPRINT)
100 METER PADA SISWA
EKSTRAKURIKULER DI SMA NEGERI 6
KOTA MALANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ikip Budi Utomo

Oleh :
MUHAMD ASYAM ZAKARIA
NIM : 2142001510053

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI


KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS IKIP BUDI UTOMO
MALANG 2016
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

1.1.1. Latar Belakang

Pendidikan tidak akan sempurna dan lengkap tanpa pendidikan


jasmani, karena pendidikan jasmani disamping memiliki pengetahuan dan
keterampilan teknis di bidang olahraga siswa juga mempunyai nilai-nilai
sosial yang positif serta dapat menanamkan landasan yang kuat untuk
membentuk sifat-sifat sportivitas yang tinggi sesuai dengan tujuan
pendidikan, sehingga olahraga merupakan salah satu materi dalam
kurikulum pada setiap tingkatan.
Dalam Undang-Undang Olahraga No. 3 Tahun 2005 Pasal 1 point
11 berbunyi : “Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan
olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang
teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani”.
Dengan demikian, agar dapat berprestasi dengan baik di dalam
pendidikan sekolah maupun diluar sekolah, seorang pelari jarak pendek
harus mempunyai faktor-faktor kondisi fisik yang perlu diperhatikan
secara kontinyu menghadapi perlombaan. Faktor kondisi fisik yang perlu
dijaga dan ditingkatkan adalah kekuatan, kecepatan reaksi, daya tahan,
daya ledak koordinasi, keseimbangan, kelincahan, kelenturan dan
kecepatan. Dengan pertimbangan bahwa cabang olahraga atletik terutama
nomor lari jarak pendek memerlukan faktor yang mendasari teknik-teknik
gerakan yang tepat dalam gerakan lari jarak pendek.
3

Berdasarkan uraian di atas, jelas untuk meningkatkan dan


pembibitan dilakukan di lembaga pendidikan sekolah serta pada lembaga
di luar sekolah, dimana pendidikan jasmani diberikan dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi termasuk dalam pendidikan jasmani.
Atletik merupakan gerak dasar bagi cabang olahraga lain. Hal ini
disebabkan nomor yang ada dalam nomor ini sering dilakukan pada
cabang- cabang olahraga lainnya seperti gerakan lari, lompat dan lempar
yang merupakan gerakan olahraga tertua serta sejak dulu telah termasuk
dalam pendidikan, gerakan atletik merupakan sarana dalam meningkatkan
kemampuan berprestasi secara umum, olahraga ini tergolong murah dan
tidak perlu membutuhkan tempat yang khusus dalam latihan. Dengan
demikian idealnya olahraga ini dapat berkembang dengan pesat dalam
peningkatan prestasi.
Untuk mendapatkan prestasi yang baik tentunya didukung oleh
banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar olahragawan itu
sendiri. Faktor tersebut antara lain, kondisi atlit, postur tubuh, teknik atau
sikap tubuh dalam berlari dan lain-lain termasuk didalamnya panjang
tungkai yang erat kaitannya dengan panjangnya langkah seseorang.
SMAN 6 KOTA MALANG adalah sekolah lanjutan atas yang
melakukan ekstrakurikuler cabang atletik termasuk nomor lari jarak
pendek, dan dalam latihan selalu mendapat kesulitan dalam mencapai
kemampuan optimalnya. Untuk itu, dalam proposal ini hendak
mengungkapkan hubungan panjang tungkai pada lari jarak pendek 100 M
di SMAN 6 KOTA MALANG yang peserta ekstrakurikulernya
mempunyai tinggi badan berpariasi.
4

Bertolak dari uraian di atas, maka proposal penelitian ini


cenderung pada ”Hubungan Panjang Tungkai terhadap Lari Jarak Pendek
(Sprint) 100 Meter pada Siswa Ekstrakurikuler di SMAN 6 KOTA
MALANG

1.1.2. Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kondisi fisik siswa dapat mempengaruhi lari jarak
pendek 100 M (Sprint) di SMAN 6 KOTA MALANG?
2. Apakah faktor postur tubuh dapat mempengaruhi kecepatan
lari jarak pendek 100 M (Sprint) di SMAN 6 KOTA
MALANG?
3. Apakah faktor latihan dapat mempengaruhi kecepatan pelari
jarak pendek 100 M (Sprint) di SMAN 6 KOTA MALANG?
4. Apakah ada hubungan antara panjang tungkai terhadap
kecepatan lari jarak pendek 100 M (Sprint) di SMAN 6 KOTA
MALANG?

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas yang telah diuraikan, tujuan


penelitian yang hendak dicapai yaitu : Untuk mengetahui hubungan
panjang tungkai terhadap lari jarak pendek 100 Meter pada siswa
5

ekstrakurikuler di SMAN 6 KOTA MALANG.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini, adalah :

a. Sebagai masukan bagi guru atau seorang pelatih untuk masa


yang akan datang dalam rangka meningkatkan prestasi lari jarak
pendek 100 Meter.
b. Sebagai menambah ilmu pengetahuan bagi seorang guru atau
pelatih dalam rangka meningkatkan prestasi belajar SMAN 6
KOTA MALANG.Untuk melengkapi syarat-syarat dalam
mengikuti ujian sarjana pada jurusan Pendidikan Penjaskesrek
FKIP Universitas Islam Riau Pekanbaru.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

1.3.1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan kepada tujuan penelitian yang dikemukakan


terdahulu terbatasnya waktu, tenaga, dan dana maka penelitian ini dibatasi
pada : Apakah ada hubungan panjang tungkai terhadap lari jarak pendek
100 Meter.

1.3.2. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang judul yang akan


diteliti, maka penulis merasa perlu menjelaskan istilah yang berkaitan
dengan judul skripsi ini:
a. Hubungan adalah kaitan, pertalian, sangkut paut antara panjang
tungkai dengan lari 100 M.
b. Panjang tungkai adalah hasil pengukuran dari tinggi badan dalam
6

keadaan berdiri dikurangi tinggi badan dalam keadaan duduk


c. Lari jarak pendek 100 meter adalah salah satu nomor perlombaan
atletik yang dilakukan dari garis start hingga ke garis finish dengan
kecepatan maksimal.
1.4. Anggapan Dasar, Hipotesis dan Teori
1.4.1. Anggapan Dasar
Bertolak dari batasan penelitian maka dapat dikemukakan
anggapan dasar sebagai berikut : Seorang yang memiliki tungkai panjang
lebih lebar langkah dan akan lebih cepat lari jarak pendek 100 M (Sprint)
dibandingkan seseorang yang memiliki tungkai pendek.
1.4.2. Hipotesis
Berdasarkan anggapan dasar di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah : Terdapat hubungan antara panjang tungkai terhadap
kecepatan lari jarak pendek 100 meter di SMAN 6 KOTA MALANG
1.4.3. Teori
A. Hakekat Lari Cepat/Sprint 100 Meter
Atletik merupakan olahraga yang sudah dikenal sejak zaman
romawi kuno dan yunani kuno, olahraga ini merupakan ibu dari segala
cabang olahraga (Mother of Sport) (Husni dkk,1988). Atletik melibatkan
seluruh anggota tubuh dan melibatkan gerakan-gerakan dasar manusia
seperti: gerakan berjalan, berlari, melompat dan melempar.
Lari adalah melangkah dengan cepat, sampat terdapat gerakan
dimana kedua kaki melayang sebentar diudara. (www. answer.
yahoo.com). Lari juga merupakan suatu gerakan yang disengaja untuk
dilakukan, baik itu untuk perlombaan maupun untuk kebugaran tubuh.
Sedangkan menurut Setiadi (my.opera.com) lari adalah gerakan
maju langkah kaki kedepan yang dilakukan sedemikian rupa dimana
kedua kaki ada saat melayang keudara. Gerakan lari yang benar dan
efektif adalah melibatkan koordinasi gerakan seluruh tubuh, sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal.
Lari cepat 100 meter termasuk olahraga aenarobik, dengan ciri-ciri
yaitu : dilakukan dengan intensitas tinggi, dalam waktu singkat dan
7

akumulasi asam laktat. Oleh karena itu energi yang dikeluarkan berasal
dari glukosa dan glykogen yang tersimpan dalam otot dan hanya
membutuhkan sedikit O2, sehinga dalam sisa pembakaran hanya
menghasilkan sedikit ATP.
Menurut Jonath (1987 : 58) mengatakan ”stamina anaerob umum
atau stamina kecepatan pada lari cepat jarak pendek (sprint), terutama
pada meter- meter terakhir, mempunyai pengaruh terhadap prestasi. Hal
itu tergantung pada potensi otot untuk mengeluarkan energi tanpa
pemasukan oksigen”.
Di dalam cabang olahraga atletik pada nomor lari cepat 100 meter,
ketika sprinter berlari dengan kecepatan yang tinggi dimana pelari
tersebut berusaha untuk mendapat panjang langkah yang maksimal, maka
pelari tersebut akan berusaha melontarkan tubuhnya sejauh mungkin agar
dapat menghasilkan panjang langkah yang maksimal
Sebagaimana yang telah dikemukakan, salah satu anggota tubuh
yang paling dominan dalam melakukan olahraga lari (sprint) adalah
tungkai (kaki) secara logis, orang yang tungkainya berukuran lebih
panjang akan cenderung memiliki kemampuan yang lebih tinggi (lebih
cepat) dalam melakukan olahraga lari (sprint) jarak pendek 100 meter.
Disamping bentuk badan yang harus sesuai dengan olahraga lari
(sprint), untuk memperoleh prestasi yang maksimal harus didukung
kondisi fisik yang prima. Secara teoritis, menurut Pearce (1998 : 28)
komponen-komponen dari kondisi fisik itu adalah :
”(1) Daya tahan (Endurence), (2) Tenaga ledak otot (Muscle
Explosive Power), (3) Kecepatan (Speed), (4) Kekuatan otot (Muscle
Strength), (5) Ketangkasan (Egality), (6) Kelenturan (Flexibility), (7)
Keseimbangan (Balance),
(8) Kecepatan reaksi (Reaction Time), dan (9) Koordinasi (Coordination)”

Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat diuraikan bahwa


seorang atlit harus memiliki beberapa faktor di atas dalam menjalani
aktivitas olaharaga, sehingga pencapaian prestasi dalam olahraga dapat
8

diwujudkan. Untuk itu, seorang atlit harus berlatih dengan optimal untuk
mencapai semua faktor di atas.
Untuk memperoleh kecepatan tinggi harus diingat prinsip-prinsip
lari cepat, yaitu :
a. Lari pada ujung kaki
b. Menempuh dengan kuat, agar mendapat dorongan kedepan
dengan kuat pula.
c. Badang condong kedepan ± 60 0, sehingga titik berat badan
selalu di depan.
d. Ayunan lengan kuat dan cepat, siku dilipat, kedua tangan
Penentuan pemenang dalam perlombaan lari yaitu berdasarkan
catatan waktu yang direkam dengan menggunakan alat, baik yang non-
elektronik maupun elektronik. Dalam setiap perlombaan resmi selalu
dipergunakan pencatat waktu elektronik yang dihubungkan dengan pistol
start.
Pada saat pistol dibunyikan sebagai tanda lari dimulai, maka
seluruh pencatat waktu secara bersamaan mulai dihidupkan dan dimatikan
oleh petugas saat atlet yang diawasi menyentuh garis finish. Biasanya
seorang pelari direkam oleh tiga orang pengambil waktu dan juga dibantu
dengan fhoto/kamera finish.
Untuk mendapatkan prestasi yang secepat mungkin dalam lari
cepat 100 meter seorang pelari harus mengetahui unsur-unsur atau faktor-
faktor yang ikut menentukan kecepatan lari, yaitu : Teknik start, Teknik
lari dan Teknik finish.
1. Teknik Start

Teknik start dalam lari cepat 100 meter menurut Soegito, dkk
(1991 : 99) adalah start jongkok terdiri dari Aba-aba ”Bersedia”Siap”Ya”.
Setelah aba-aba ”Bersedia” atlet atau pelari menempatkan diri
pada balok start dengan berat badan dibagi seimbangan pada lutut
belakang dan tangan. Lengan direntangkan sekedar selebar bahu dan
tangan berada dibelakang garis. Jari dan ibu jari membentuk huruf ”V”.
9

Bahu didorong kedepan, sedikit melampau tangan (7 hingga 8 cm atau 3


inci melebihi tangan) (Garry, 2003 : 28).
Selanjutnya menurut Asnawi (2005 : 6-12) mengatakan start
jongkok terdiri dari 4 pase, yakni : Posisi bersedia, Posisi siap, Gerak
dorong dan lari percepatan.
10

a. Bersedia

Sifat-sifat teknis

1. Blok depan adalah 1 – 5 panjang telapak kaki dibelakang garis start

2. Blok belakang dipasang 1 – 5 panjang telapak kaki dibelakang blok


depan.

3. Blok depan biasanya dipasang lebih datar.

4. Blok belakang biasanya dipasang lebih curam.

5. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi kaki


pada saat start adalah sama dan tidak ada perbedaan.
Gamba
r 1 Posisi
Kaki Saat
Start

Aba-aba ”Bersedia”

1. Kedua kaki dalam keadaan menyentuh tanah.


11

2. Lutut kaki kebelakang terletak di tanah

3. Kedua tangan diletakkan di tanah, terpisah selebar bahu sedikit,


jari-jari tangan ditelungkupkan.
4. Kepala dalam keadaan datar dengan punggung, sedangkan mata
menatap lurus ke bawah
5. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi kaki
pada saat start adalah sama dan tidak ada perbedaan.
6. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi start
jongkok adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak pada
orang yang panjang tungkai lengkungan badan agak tinggi
dibandingkan dengan orang yang pendek tungkai.
Gamb
ar 2 Posisi
Start
Jongkok

b. Siap

1. Lutut ditekan kebelakang.

2. Lutut kaki depan ada dalam posisi membentuk sudut siku-siku (900).

3. Lutut kaki belakang membentuk sudut antara 120 – 140 derajat.

4. Pinggang sedikit diangkat dari pada bahu, tubuh sedikit condong


12

kedepan.

5. Bahu sedikit maju kedepan dari kedua tangan.

6. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi sikap


aba-aba siap adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak
orang yang panjang tungkai lengkungan badan agak tinggi
dibandingkan dengan orang yang pendek tungkai.
Gambar 3
Sikap Aba-aba
Siap

c. Gerak
Condong

1. Badan diluruskan dan diangkat pada saat kedua kaki menekan


keras pada start blok.
2. Kedua tangan diangkat dari tanah bersamaan untuk kemudian
diayun bergantian.
3. Kaki belakang mendorong kuat/singkat, dorongan kaki depan
sedikit tidak kuat/keras namun lebih lama.
4. Kaki belakang diayun kedepan dengan cepat sedangkan badan
condong kedepan.
5. Lutut dan pinggang keduanya diluruskan penuh pada saat akhir
dorongan.

6. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi sikap


13

gerak condong adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya


terletak orang yang panjang tungkai lengkungan badan agak tinggi
dan raihan tangan agak lebar dibandingkan dengan orang yang
pendek tungkai.
14

Gambar 4
Sikap Gerakan Condong

d. Percepatan

1. Kaki depan ditempatkan dengan telapak kaki untuk membuat


langkah pertama.
2. Condong badan kedepan di pertahankan.
3. Tungkai-tungkai bawah dipertahankan selalu paralel dengan tanah
saat pemulihan (recovery).
4. Panjang langkah dan frekuensi langkah meningkat dengan setiap
langkah.
5. Badan ditegakkan dari sedikit setelah jarak 20 – 30 meter
6. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam posisi
percepatan adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak
orang yang panjang tungkai langkah kakinya agak lebar dibanding
dengan langkah kaki orang yang pendek tungkai.
2. Teknik Lari
Tiap langkah lari terdiri dari empat tahap : Menumpu kedepan,
mendorong, pemulihan dan pengayunan. Untuk menambah kecepatan dan
membuat gerakan transisi yang efisien gerakan lari. Menurut Asnawi
15

(2005 : 2) adalah Phase Topang


a. Mendarat pada telapak kaki
b. Lutut kaki – topang bengkok harus minimal pada saat amortisasi
kaki ayun adalah dipercepat.
c. Pinggang, sendi lutut dan mata kaki dari kaki topang harus
diluruskan kuat-kuat saat bertolak.
d. Pada kaki ayun naik dengan cepat dan kepada posisi horizontal.
e. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam pase topang
adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak orang yang
panjang tungkai angkat lututnya ke atas agak tinggi dibandingkan
dengan angkat lutut orang yang pendek tungkai.
Phase Layang
a. Lutut kaki ayun bergerak kedepan dan ke atas (untuk meneruskan
dan panjang langkah).
b. Lutut kaki topang bengkok dalam phase pemulihan
c. Ayunan lengan aktif namun rileks
d. Berikutnya kaki topang bergerak ke belakang (untuk memperkecil
gerak menghambat pada saat sentuh tanah).
e. Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam pase layang
adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak orang yang
panjang tungkai angkatan kaki ke atas agak tinggi dan langkah
agak lebar dibandingkan dengan angkatan kaki dan langkah kaki
orang yang pendek tungkai.
Gambar 5 Phase Layang

3. Finish
16

Faktor terakhir yang ikut menentukan kemenangan seorang pelari


dibandingkan dengan yang lain adalah penguasaan keterampilan saat
menyentuh garis finish. Dalam perlombaan lari sprin 100 meter banyak
pelari yang menggunakan cara menjatuhkan diri untuk finish, yaitu
dengan mengulurkan tubuhnya kedepan sesaat sebelum mencapai garis
finish. Oleh karena itu gerakan pada waktu finish perlu mendapatkan
perhatian secara khusus, yaitu bagian tubuh pelari (dalam urutan kepala,
leher, lengan, tungkai dan kaki) menyentuh/mencapai bidang tegak
sisi/tepi lebih dekat dari garis finish seperti ditentukan di atas.
Gerry (1991 : 15) tepat sebelum finish, sprinter akan
mencondongkan tubuh kedepan dan menggerakkan dada (badan) kepita.
Selanjutnya Soegito, dkk (1991 : 101) mengatakan ada tiga teknis
melewati garis finish yaitu :
a. Berlari terus secepat mungkin, kalau mungkin menambah
kecepatan seakan garis finish masih 10 meter dibelakang garis
finish sesungguhnya.
b. Setelah sampai ± 1 meter di depan garis finish merebahkan badan
kedepan seperti orang yang terjatuh tanpa mengurangi kecepatan.
c. Setelah sampai digaris finish memutar bahu kanan atau bahu kiri
tanpa mengurangi kecepatan.
Peranan panjang tungkai dan pendek tungkai dalam memasuki
garis finish adalah sama dan tidak ada perbedaan hanya terletak orang
yang panjang tungkai biasanya condongan badannya agak cepat bagian
dadanya kedepan menyentuh pita finish dibandingkan dengan condongan
dada orang yang pendek tungkai dalam menyentuh pita finish.
Menurut Adang, dkk (2001 : 215) yang harus diutamakan ketika
mencapai finish adalah mencondongkan badan dengan serentak kedepan
untuk menghantarkan bagian dada menyentuh pita finish.
Pada nomor lari sprint 100 meter, kekuatan otot tungkai didukung
kecepatan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting dan
merupakan inti dari kemampuan seorang pelari yang harus dipertahankan
17

sampai garis finish. Dengan demikian faktor kekuatan otot tungkai tidak
dapat dipisahkan dalam membahas prestasi lari cepat 100 meter.

Gambar 6 Sikap Finish

B. Pengertian Panjang Tungkai


Tungkai merupakan salah satu bagian dari struktur tubuh manusia
yang terhitung dari alas kaki sampai pada trocenter mayor, yang terletak
pada bagian tulang yang terlebar sebelah luar tulang paha.
Menurut Sarwoto (1996 : 111) tungkai adalah struktur tubuh
manusia yang terletak diantara alas kaki dan lutut yang berada pada
bagian tulang kaki.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tungkai yang lebih panjang rata-
rata lebih kuat dibandingkan yang pendek. Sekali lagi bahwa faktor
pembawaan tidak dapat dirubah melalui latihan.
Untuk mengetahui dengan jelas cara pengukuran panjang tungkai,
menurut Sukarna (2000 : 3) adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran dilakukan dengan mempertimbangkan tinggi berdiri
dikurangi tinggi duduk.
2. Teknik pengukuran tinggi berdiri tegak lurus dan kedua tumit
18

harus menyentuh tanah atau lantai, kedudukan kepala hendaklah


sedemikian rupa sehingga batas bawah dari rongga mata berada
dalam garis horizontal.
3. Teknik pengukuran tinggi duduk, seseorang duduk di atas kursi
dengan punggung lurus dan kedua tungkai bawah menggantung
tanpa menekan pada ujung kursi, sedangkan badan diluruskan.
Akan tetapi tidak boleh berkontraksi.
Untuk lebih jelas dalam pengukuran tungkai dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 7
Pengukuran Tinggi Berdiri dan Tinggi Duduk

1.5. Penentuan Sumber Data


1.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMAN 6
KOTA MALANG yang mengikuti ekstrakurikuler sejumlah 17 orang.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.1 : Populasi Penelitian Siswa Ekstrakurikuer SMA
Negeri 1 Kuantan Mudik

No. Kelas Siswa Putra Jumlah


1. X1 4 4
19

2. X2 3 3
3. X3 4 4
4. XI IPS 1 2 2
5. XI IPS 2 2 2
6. XI IPS 3 2 2
Jumlah 17
20

1.5.2. Sampel

Melihat data siswa SMAN 6 KOTA MALANG yang merupakan


populasi pada penelitian ini. Maka semua populasi dijadikan sampel,
menurut Suharsini (2002 : 112) di dalam penarikan sampel apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya atau sampel
penuh. Dimana pada penelitian ini jumlah sampel penuh sejumlah 17
orang, yang mana seluruh sampel ini adalah siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler.
1.6. Teknik Pengumpulan Data
1.6.1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang diteliti, yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah panjang tungkai
sedangkan variabel terikatnya adalah lari cepat 100 meter.
a. Panjang Tungkai (Variabel Bebas)
Panjang tungkai adalah gambaran panjang tungkai yang dimiliki
siswa SMA SMAN 6 KOTA MALANG, yang diperoleh dari hasil
tes pengukuran tinggi berdiri dikurangi tinggi duduk. (Depdiknas,
1999).
b. Lari Cepat (Sprint) 100 Meter (Variabel terikat)
Lari cepat 100 meter merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki
siswa dalam bentuk kecepatan lari.
1.6.2. Instrument Penelitian
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah melalui tes dan pengukuran panjang tungkai siswa dan lari cepat
100 meter.
A. Panjang Tungkai
Untuk mengetahui dengan jelas cara pengukuran panjang tungkai,
menurut Sukarna (2000 : 3) sebagai berikut :
1. Pengukuran ini dilakukan dengan mempertimbangkan tinggi
berdiri dikurangi tinggi duduk.
21

2. Teknik pengukuran tinggi berdiri

- Siswa berdiri tegak lurus dan kedua tumit harus menyentuh tanah
atau lantai.
- Kedudukan kepala hendaklah sedemikian rupa, sehingga lubang
telinga dan batas bawah rongga mata berada dalam garis
horizontal.
Gambar 10
Test Pengukuran Tinggi Berdiri

3. Teknik pengukuran tinggi duduk


- Siswa duduk di atas kursi dengan punggung lurus dan kedua
tungkai bawah kecil mengantung tanpa menekan pada ujung meja.
- Sedangkan badan diluruskan, akan tetapi tidak boleh berkontraksi.
- Kepala mendorong tangkai alat pengukuran ke atas.
22

Gambar 11
Test Pengukuran Tinggi Duduk

B. Test Lari Cepat 100 Meter


Test kemampuan lari cepat 100 meter menggunakan Standar
Prestasi dari Carr (2003 : 37).
1. Pelaksanaan test lari cepat 100 meter
- Sikap permulaan, empat orang peserta berdiri dibelakang garis start.
- Gerakan pada aba-aba ”Bersedia” punggung diangkat sedikit
pandangan ke depan dan letak jari kaki pada start blok.
- Gerakan pada aba-aba ”Siap” peserta mengambil sikap start
jongkok, siap untuk lari.
- Pada aba-aba ”Ya” peserta lari secepat mungkin menuju garis
finish, menempuh jarak 100 meter.
- Pengukuran waktu, dilakukan pada saat bendera diangkat sampai
pelari melintasi finish.
23

Gambar 12

Teknik Start dan Memasuki Garis Finish


2. Alat dan Perlengkapan Test
- Stopwacht 4 buah
- Bendera start 1 buah
- Lintasan lurus dan rata dengan jarak 100 meter antara garis start
dengan garis finish.
- Alat tulis
3. Petugas dalam pelaksanaan pengambilan data
- Penulis 1 orang
- Timer 4 orang
- Pencatat waktu 1 orang
Tabel I.2
Standar Prestasi Untuk Putra
Jarak (M) 80 100 80 100 80 100
Umur Baik Memuaskan Sangat Memuaskan
11 – 12 14,0 16,5 13,0 15,5 12,0 14,5
13 – 14 13,0 15,5 12,0 14,5 11,0 13,5
24

15 – 16 12,0 14,5 11,0 13,5 10,0 12,5


17 – 19 11,5 14,0 10,0 13,0 9,5 12,0
Carr (2003 : 37)
Untuk menganalisa data tentang hubungan panjang tungkai
dengan kecepatan lari cepat jarak 100 meter serta hipotesis dalam
pengambilan data yang di dapat dari test yang dilakukan, maka ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bentuk persamaannya :
Y = a + bX
a dan b merupakan konstanta, dimana :

n xy  
b

x y n x

  x 
2 2

a
y  b x

n
2. Untuk menentukan apakah variabel x dengan variabel y terdapat
hubungan yang signifikan, digunakan rumus “r” product moment di
bawah ini :

n. xy  x y


rxy 


3. Besar hubungan variabel x ditentukan oleh koefisien penentu r2

b.n. xy    x y


r 
2


(Suharsimi, 2002 : 208)
n. y    y 
2 2
25

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta. Renika Cipta.

Asmawi. 2005. Atletik dalam Profil Pendidikan Singkat Kepelatihan bagi


Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar. Jakarta. FIK-UNJ.
Carr, Garry A. 1991. Atletik untuk Sekolah. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Depdikbud. 1999. Garis-Garis Besar Haluan Negara. Jakarta. Balai
Pustaka. Harsuki, 2003. Perkembangan Olahraga Terkini : Kajian Para
Pakar. Jakarta.
Rajagrafindo Persada.
Sudjono, Anas. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. Raja
Grafindo Persada.
Sukarma. 2000. Tes Pengukuran Evaluasi, Bahan Penataran Pelatih Atletik.
Pekanbaru.
Suherma, Adang. Dkk. 2001. Pembelajaran Atletik Pendekatan Permainan
dan Kompetensi untuk SMA/SMK. Jakarta. Depdiknas.
Sugito, dkk. 1991. Materi Pokok Pendidikan Atletik. Jakarta. Proyek
Penataran Guru Penjas SD Setersta D-II.
www.answer. yaho
26

Anda mungkin juga menyukai