Anda di halaman 1dari 22

a) Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah terutama saat dan menjelang

menstruasi.

b) Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah yang memberat saat dan

menjelang menstruasi. Nyeri perut seperti ini sudah dirasakan sejak 1 tahun setelah

pasien menstruasi (usia 14 tahun), namun memberat dalam 2 bulan terakhir. Mual (-),

muntah (-), demam (-), rasa penuh di perut (-), nyeri saat berhubungan (-), perdarahan

setelah berhubungan seksual (-). Pasien juga mengeluhkan sudah sejak menikah

belum berhasil memiliki keturunan, padahal pasien rutin melakukan hubungan seksual

tanpa pelindung, tidak ada rencana penundaan kehamilan dan tidak menggunakan alat

kontrasepsi apapun sejak menikah.

I. PEMERIKSAAN FISIK

*tidak dilakukan, namun diharapkan hasil sebagai berikut:

a) Status Generalis

 Keadaan umum : sakit ringan

 Kesadaran : kompos mentis

 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

 Denyut Nadi : 82 bpm

 Laju Nafas : 17x/menit

 Suhu : 36℃

Kepala/Mata/Telinga/Hidung/Tenggorok : dalam batas normal (tidak dilakukan)

Leher : dalam batas normal (tidak dilakukan)


Mammae/breast

Simetris : (+)

Perubahan kulit payudara : (-)

Massa : (-)

Nipple Discharge : (-)

KGB aksila : dalam batas normal (tidak dilakukan)

Sistem kardiovaskular

Regularitas : reguler

SI/S2 : (+) reguler

Murmur : (-)

Gallop : (-)

Sistem Respirasi

Simetris : (+)

Suara nafas : vesikuler

Rhonki : (-)

Wheezing : (-)

Abdomen

Inspeksi lingkar perut :-

Auskultasi : bising usus 12x/menit (tidak dilakukan)

Palpasi : tidak teraba massa

Perkusi :

Ekstremitas

Nadi :

Varikosa :

Sensorik : dalam batas normal


Motorik : dalam batas normal

Edema : (-)

Reflex : (+)

Kulit : dalam batas normal

Pemeriksaan Pelvik (tidak dilakukan, namun diharapkan hasil sebagai berikut)

Inspeksi

Vulva & Vagina : tidak terlihat adanya massa dan tanda-tanda inflamasi

Inspekulo

Rugae normal, massa (-)

porsio licin, tidak terlihat massa, OUE tertutup, nyeri goyang porsio (-)

Pemeriksaan Bimanual

Vagina : mukosa licin, tidak teraba massa

Serviks : konsistensi firm, mobilitas baik, OUE tertutup

Uterus :

Adnexa : teraba massa pada ovarium kiri, nyeri tekan (+), mobilitas (-)

Rectovaginal Examination : (-)

Laboratorium : CA-125 90 (N : 0 - 35)

Ultrasonografi : (diharapkan temuan seperti berikut) ground glass, homogenous low level

hypo-echogenocity berukuran kurang lebih 6 cm pada ovarium kiri.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi

Endometriosis secara klasik didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma

endometrium pada lokasi ektopik, lokasi paling sering adalah peritoneum, ovarium dan septum

rektovaginal. Jaringan endometriosis yang berada pada ovarium dan membentuk kista disebut

dengan kista endometriosis atau kista coklat (endometrioma ovarium). Penyakit ini

mempengaruhi 6-10% wanita pada usia reproduktif, gejala klasik dari endometriosis berupa

dismenorea, dispareunia, nyeri pelvik kronik, perdarahan abnormal uterus dan atau infertilitas.1

Prevalensi kondisi ini pada wanita yang mengalami nyeri, infertilitas ataupun keduanya adalah

sebanyak 35%-50%.2 Namun endometriosis masih saja sulit di diagnosa dan memiliki 6.7

tahun rata-rata latensi dari awal munculnya gejala hingga diagnosis definitif ditegakkan.

Penyakit ini mewakili penyebab paling tinggi dari histerektomi dan angka perawatan di rumah

sakit pada US3, selain itu penyakit ini juga mempengaruhi kualkualitas hidup pasien pasien

secara signifikan.4

2.2 Lokasi Anatomis

Endometriosis dapat berkembang dimana saja di dalam pelvis dan ekstra-pelvik pada

permukaan peritoneum. Endometriosis ditemukan pada area pelvis, seperti cul-de-sacs anterior

dan posterior, peritoneum pelvik, ovarium, dan ligamentum utero-sakral biasanya terlibat.

Tambahan lainnya, septum rekto-vaginal, ureter, dan kandung kemih, sedangkan perikardium,

bekas luka operasi, dan pleura jarang sekali menjadi terpengaruhi. Implantasi dari sel

endometriosis dapat berada di permukaan ataupun dapat menginfiltrasi hingga ke dalam dan

dapat melibatkan struktur vital, seperti usus, kandung kemih dan ureter. Invasi lebih dari 5 cm
juga termasuk dalam definisi dari endometriosis dengan infiltrasi dalam, yaitu paling sering

bermanifestasi sebagai endometrioma ovarium. Kista ini memiliki dinding yang halus, dan

berwarna coklat gelap, berisi cairan kecoklatan, dapat berbentuk unilokular, dan jika berukuran

besar dapat berbentuk multilokular. Patogenesis pada endometrioma ovarium masih belum

jelas, namun terdapat 3 teori, yaitu invaginasi implantasi pada korteks ovarium, metaplasia

kolemik, dan keterlibatan kista ovarium fungsional akibat implantasi endometriosis yang

berada pada permukaan ovarium.5

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Endometrioma ovarium (kista coklat) adalah salah satu nama lain dari kista

endometriosis, yang merupakan subtipe dari endometriosis. Kista endometriosis memengaruhi

17%-44% wanita dengan endometriosis. Gambaran umum kista ini berisi cairan kental

berwarna coklat yang merupakan sel darah merah yang sudah tua. Patogenesis dari kista coklat

ini masih merupakan teori-teori yang kontroversial, namun terdapat 3 teori utama, yaitu:

invaginasi dari korteks ovarium akibat perdarahan dari implantasi superfisial, invaginasi pada

korteks ovarium akibat metaplasia kolemik epitel dan transformasi endometriosis dari kista

fungsional. Teori pertama diungkapkan oleh Hughesdon, yaitu peluruhan dinding

endometrium pada menstruasi dan perdarahan akibat implantasi endometrium yang

terperangkap dan menyebabkan invaginasi gradual pada korteks ovari yang menghasilkan

pseudokista.6

Brosens et al., dan Hughesdon menemukan adanya peluruhan menstruasi dan

akumulasi darah pada tempat implantasi melalui ovarioskopi.7 Teori ini penting pada tatalaksan

endometrioma ovarium karena korteks ovarium merupakan permukaan pada dinding bagian

dalam pada pseudokista. Oleh sebab itu, korteks ovarium akan hilang pada saat eksisi

endometrioma.
Teori kedua diungkapkan oleh Donnez et al., pada tahun 1996 dan menyatakan bahwa

invaginasi pada endometrioma ovarium bukan disebabkan oleh perdarahan pada implantasi,

melainkan karena metaplasia kolemik epitel yang terinvaginasi ke dalam korteks ovarium.8

Donnez et al., juga menyatakan bahwa eksisi endometrioma atau vaporisasi berpotensi

menyebabkan rekurensi akibat invaginasi dari jaringan endometrium ke dalam ovarium.9 Teori

terakhir dinyatakan pertama kali oleh Nezhat et al. Pada tahun 1992 bahwa endometrioma

dibentuk akibat transformasi endometriosis oleh kista fungsional.10

2.3.1 Patofisiologi Endometriosis

- Teori menstruasi retrograde

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi

jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson.18 Teori ini didasari atas 3 asumsi:

1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii

2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga peritoneum

3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke peritoneum

dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.

Teori menstruasi retrograde dan teori implantasi yang di ungkapkan oleh sampson

merupakan teori yang paling luas diterima dalam menjelaskan pertumbuhan endometriosis.

Menurut studi yang sudah dilakukan, ditemukan jaringan endometrium di ostium tuba pada

wanita yang menstruasi. Jaringan endometrium juga dideteksi dalam tuba falopi yang diangkat

saat histerektomi. Refluks jaringan endometrium diperkirakan berimplantasi pada permukaan

peritoneum dan ovarium. Hal ini dapat terjadi pada 80% wanita yang menstruasi, namun tidak

menjadikan semuanya menderita endometriosis. Untuk menjelaskan ketidaksesuaian ini,

penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis terjadi pada wanita yang memiliki

gangguan sistem imunitas seperti gangguan yang tidak dapat mengidentifikasi dan

menghancurkan sel endometrium yang berada pada kavum peritoneum.


Walaupun menstruasi retrograde mampu menjelaskan perpindahan fisik dari fragmen

endometrium kedalam kavum peritoneum, tetap dibutuhkan langkah-langkah lanjut untuk

perkembangan dari implantasi endometriosis. Menghindar dari pembersihan sistem imun,

perlekatan pada epitel peritoneum, adanya pertumbuhan pembuluh darah lokal, pertumbuhan

lanjut dan mampu bertahan diperlukan dalam perkembangan endometriosis dari aliran balik

darah menstruasi. Patofisiologi dari endometriosis menyangkut: predisposisi genetik,

ketergantungan terhadap estrogen, resistensi terhadap progesteron dan inflamasi.

- Teori metaplasia soelomik

Secara umum patogenesis dari endometriosis terbagi dalam 2 kategori, yaitu teori yang

menyatakan endometriosis berasal dari uterus (endometrium) dan yang berasal dari non-

endometrium. Diantara teori yang menyatakan penyakit ini berasal dari luar uterus yaitu teori

kolemik metaplasia yang melibatkan trasnformasi dari jaringan peritoneum normal menjadi

jaringan endometrium ektopik.11 Namun masih belum diketahui dengan jelas penyebab dari

transformasi sel ini, walaupun endocrine disrupting chemical atau EDC dapat menjadi kandidat

penyebabnya. Teori induksi menunjukan bahwa stimulus induktif endogen, contohnya

hormonal atau faktor imun mampu mengubah sel peritoneum menjadi sel endomterium.12,13

Terakhir, teori embryonic mullerian rests atau mullerianosis merupakan sisa atau residu dari

embriologi migrasi duktus mullerian dan mampu mempertahankan kapasitas perkembangan

lesi endometriosis dibawah pengaruh estrogen pada awal pubertas.14 Teori ini mendukung studi

epidemiologis yang melaporkan kenaikan resiko endometriosis dua kali pada wanita yang

terpapar dietilstilbestrol.15

- Teori genetik dan imun


Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak

dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks

metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler dan

membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan endometrium baru yang

dirangsang oleh estrogen. Kadar MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan

oleh progesteron selama fase sekresi. Kadar abnormal dari MMP dikaitkan dengan sifat invasif

dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh

endometrium yang resisten terhadap penekanan progesteron. MMP yang menetap didalam sel-

sel endometrium yang meluruh dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap

endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum

dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan

pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan bahan

kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak

mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan,

fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai

pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag

mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan

membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe

sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya

meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang

terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang

melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium

ektopik dan menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain
yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih

jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.

- Faktor endokrin

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen-

dependent disorder). Disregulasi sintesis dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan dalam

patogenesis endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion

dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel

manusia seperti sel granulosa ovarium, sinsitiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas

kulit.

Gambar 1. Biosintesa Estrogen Wanita Usia Reproduksi

Kista endometriosis dan invasi endometriosis diluar ovarium menunjukan kadar

aromatase yang tinggi sehingga kadar estrogen pun meningkat. Dengan kata lain, wanita

dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu peningkatan produksi


estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklo-

oksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang mensintesis prostaglandin (PG)E2, suatu stimulan poten

terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi

estrogen berlangsung terus secara lokal.

Gambar 2. Sintesis Estrogen Pada Endometriosis

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid dehidrogenase

(17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen

yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik

normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini

sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan

endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak

ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena

tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A

dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada

jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.

- Metastasis vaskular dan limfatik (teori Halban)


Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ jauh akibat sel

endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan limfatik. Teori ini

menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di ekstrapelvis, seperti di otak dan paru

-paru, tapi tidak menjelaskan lesi pelvik yang biasa terjadi yang mengacu akibat lokasi

berdasarkan posisi gravitasi.

- Teori penyakit sel endometrium dengan mekanisme seluler.

Deep infiltrating endometriosis dan kista ovarium endometriosis (kista coklat)

merupakan lesi patologik yang berasal dari sel - sel yang mengalami mutasi somatik. Mutasi

ini dipercaya merupakan hasil dari faktor – faktor lingkungan tertentu seperti polutan dan

dioxin. Sel yang abnormal ini kemudian berkembang menjadi tumor jinak yang terdiri dari

jaringan endometrium berupa glandula dan stroma.

Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dengan

endometrium, seperti produksi berlebih pada estrogen, prostaglandin dan sitokin pada jaringan

endometriosis yang diterangkan oleh Bulun dkk (2009). Bentuk yang sulit dipisahkan pada

kelainan ini juga terjadi pada endometrium wanita dengan endometriosis, dibanding

endometrium wanita normal. Ekspresi gen yang membentuk endometrium wanita dengan

endometriosis, sebanding dengan endometrium dari wanita yang normal mengungkapkan

kandidat gen yang berhubungan dengan kegagalan implantasi, infertilitas dan resistensi

progesteron.

Inflamasi, sebagai tanda dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan produksi

berlebih pada prostaglandin, metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan kadar

sitokin pada inflamasi akut seperti interleukin-1β, interleukin 6, dan tumor nekrosis faktor

memungkinkan peningkatan adesi dari luapan fragmen jaringan endometrial ke dalam

permukaan peritoneum dan proteolitik membrane metalloproteinase lebih jauh menyokong


implantasi fragmen tersebut. Monocyte chemoattractant protein 1, interleukin-8, dan RANTES

(regulated upon activation normal T-cell expressed and secreted) menarik granulosit, NK sel,

dan makrofag yang merupakan tipikal endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif

feedback memastikan akumulasi sel - sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam menegakkan

lesi.

Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis dan

apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan mengisi ulang jaringan

endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan progesteron. Bentuk

berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan perkembangan resistensi progesteron memiliki

poin klinis yang penting untuk penelitian karena target terapi dari aromatase ada dalam jalur

biosintesis estrogen, 9 mengurangi nyeri pelvik atau secara laparoskopi terlihat jaringan

endometriosis atau kombinasi keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui dengan marker

epigenetik spesifik (hypomethylation) yang menyebabkan overekspresi dari reseptor terkecil

dari SF1 (steroidogenif factor) dan estrogen reseptor β.

2.4 Tanda dan Gejala

2.4.1 Anamnesis

Walaupun sejumlah besar wanita dengan endometriosis bersifat asimtomatis (hingga

sepertiga dari kasus), hal yang paling penting untuk diingat adalah derajat endometriosis yang

terlihat tidak memiliki korelasi dengan tingkat/derajar nyeri yang dirasakan maupun gangguan

simtomatis lainnya, karena lokasi dan kedalaman infiltrasi jaringan-lah yang berhubungan

dengan derajat inflamasi peritoneum dibandingkan dengan volume implantasi. Adanya

adhesi/perlengketan intrapelvik/intra-abdomen adalah faktor yang menentukan derajar nyeri

yang dirasakan. Selain nyeri, pasien juga datang dengan gejala non-spesifik seperti fatigue,

lemas, dan gangguan tidur.


Tanda dan gejala endometriosis dapat bervariasi namun biasanya menunjukan area yang

terlibat, contohnya:

- Dismenorea

- Meno-metroragia

- Nyeri pinggul

- Nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah

- Dispareunia

- Diskezia (dapat disertai dengan diare dan konstipasi)

- Mual, muntah dan perut terasa penuh

- Nyeri pada selangkangan

- Disuria dan/atau peningkatan frekuensi BAK

- Nyeri saat olahraga

Karena paling banyak lokasi implantasi dari endometriosis adalah di uterus, ovarium,

peritoneum posterior, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pinggul yang semakin

memburuk dan atau dismenorea sekunder. tidak jarang wanita melaporkan adanya nyeri pada

motilitas usus, diare, bahkan hematokezia yang berhubungan dengan mens-nya saat

endometriosis melibatkan kolon rekto-sigmoid. Disuria, nyeri pinggang atau hematuria dapat

muncul jika kandung kemih atau ureter terlibat.

Nyeri siklik yang menyertai perdarahan saat menstruasi. Ini dapat melibatkan kandung

kemih (hematuria), usus (hematokezia dan nyeri sata defekasi), atau yang jarang ditemukan

perdarahan pada tempat seperti umbilikus, dinding abdomen atau perineum. Biasanya pasien
datang dengan keluhan nyeri siklik pada luka bekas operasi massa yang meluas, eksisi

menunjukan fokus endometriosis. Rata-rata onset nyeri siklik maupun non-siklik 2.9 tahun

setelah menarche.

Eksaserbasi akut dipercaya disebabkan oleh peritonitis akibat kebocoran sel darah yang

sudah tua dari kista endometriosis. Dismenorea sekunder terjadi dua kali pada wanita dengan

endometriosis. Seringkali nyeri muncul sebelum menstruasi. Endometriosis harus

dipertimbangkan pada pasien datang dengan kleuhan dismenorea yang signifikan, dan harus

segera dimulai terapi empiris.

Pasien yang aktif secara seksual seringkali melaporkan dispareunia dalam yang memburuk

saat fase premenstruasi dalam sebuah siklus. Dispareunia dalam dapat berasal dari bekas luka

ligamentum uterosakral, nodul pada septum rektovagina, obliterasi cul-de-sac, atau retroversi

uteri, semua hal ini dapat mengarahkan nyeri punggung kronik. Gejala diatas dapat menjadi

lebih berat saat menstruasi. Wanita dengan infiltrasi mendalam pada ligamentum uterosakral

akan mengakibatkan gangguan fungsi seksual yang sangat berat.

Gejala siklik lain yang tidak umum termasuk hemoptisis, kejang katamenial dan perdarahan

umbilikal. Obstruksi usus parsial maupun komplit biasanya terjadi akibat perlengketan atau

lesi endometriosis sirkumferensial. Obstruksi ureter dan hidronefrosis dapat berasal dari

implantasi endometrium pada ureter atau efek massa dari endometrioma.

2.4.2 Pemeriksaan fisik

Pasien dengan endometriosis biasanya jarang terdapat temuan fisik selain nyeri tekan

yang berhubungan dengan lokasi yang terlibat. Temuan paling sering adalah nyeri tekan non-

spesifik pada pelvik. Pada suatu penelitian 22% orang dewasa memiliki temuan fisik abnormal

yang konsisten dengan letak anatomi lesi yang ditemukan saat operasi. Pada pemeriksaan

pelvik, nyeri tekan saat pemeriksaan paling baik dideteksi saat menstruasi. Penemuan berarti
pada saat pemeriksaan adalah adanya massa nodul yang nyeri saat ditekan dan sejalan dengan

penebalan ligamentum uterosakral, bagian posterior uterus atau bagian posterior cul-de-sac.

Obliterasi kantong yang bersamaan dengan retroversi uteri yang terfiksasi menggambarkan

penyakit yang meluas. Kadang-kadang dapat ditemukan nodul kebiruan yang berasal dari

infiltrasi dinding posterior vagina

Jika kista endometrioma ruptur maka gambarannya adalah seperti akut abdomen,

karena dapat melibatkan rektum dan sistem gastrointestinal secara luas yang menyebabkan

perlengketan dan obstruksi. Oleh sebab itu pemeriksaan untuk evaluasi servisitis, keputihan

dan penyakit menular seksual juga harus dilakukan sebagai diagnosa banding.

2.5 Diagnosis

Gold standard pada endometrioma ovarium adalah laparoskopi. Namun, USG dan MRI

merupakan modalitas yang paling baik dalam mendiagnosis awal dan dapat membedakan

endometrioma dari tumor jinak ovarium lain yang memiliki gambaran umum mirip dengan

endometrioma, yaitu homogenous low-level internal echoes dan dinding tebal jika dilihat

menggunakan USG.6 Menurut Van Holsbeke et al. Ultrasound paling baik untuk membedakan

antara endometrioma dengan massa pada adneksa lainnya adalah denagn round glass

echogenicity pada cairan kista yang memiliki sensitifitas 73% dan spesifisitas 94%.7 Guerriero

et al. Menemukan bahwa USG transvaginal dapat mendeteksi adanya adhesi pelvis pada pasien

dengan endometrioma, dan dengan mengidentifikasi adhesi pelvis dapat menentukan

tatalaksana yang tepat.6

MRI adalah salah satu alat diagnostik yang paling baik dan informatif untuk kista

endometriosis. Kista endometrium menunjukan hiperintensitas pada T1-weighted dan T2-


weighted yang merefleksikan elemen darah di dalam kista tersebut. 18,19 tanda shading adalah

adanya pemendekan pada T2 yang sesuai dengan hiperintensitas pada gambaran T1, hal ini

bermanfaat untuk membedakan kista endometriosis dengan lesi/kista lain yang mengandung

darah, contohnya kista hemoragik korpus luteum. 18,20 Kurangnya penekanan pada lemak

dapat membantu membedakan kista endometriosis dengan kista dermoid. Peningkatan

kontras juga harus dilakukan untuk membedakan dengan keganasan. 18,21

Peranan penting lain pada MRI dalam manajemen kista endometriosis adalah MRI

dapat mendiagnosa adanya endometriosis ekstra-ovarium yang sebelumnya sudah ada, yang

memiliki gejala yang sama yaitu nyeri dan infertilitas. Gambaran karakteristik MRI pada

endometriosis superfisial adalah hiperintensitas pada T1 dan hipointensitas pada T2, atau,

hiperintensitas pada kedua T1 dan T2. MRI juga dapat digunakan untuk melihat adanya

perlengketan oleh endometriosis yang menginfiltrasi hingga kedalam, yaitu dengan

gambaran low-signal-intensity strands. Sensitivitas dalam mendiagnosis deep endometriosis

ini mencapai 76%-86%.

2.6 Komplikasi

2.6.1 Infertilitas

Mekanisme pasti terjadinya endometrioma ovarium menyebabkan infertilitas masih

belum diketahui. Pada endometriosis berat, infertilitas dihubungkan dengan perlengketan,

obstruksi tuba, dan distorsi anatomis. Sehingga mengganggu pembentukan kualitas oosit dan

transportasinya. Wanita dengan endometrioma ovarium mengalami nyeri panggul kronik dan

dispareunia sehingga menyebabkan infertilitas secara tidak langsung.22 Namun, pada wanita

tanpa nyeri panggul dan distorsi anatomi, infertilitas yang disebabkan oleh endometrioma

secara potensial berasal dari penurunan tingkat pengambilan oosit, penurunan kualitas oosit

dan penurunan kualitas embrio.


Telah ditemukan bahwa hanya ditemukan sejumlah kecil folikel pada wanita dengan

endometrioma dibandingkan wanita normal.23 Mekanisme penyebab penurunan jumlah

folikel ini diduga akibat adanya invaginasi dari korteks ovarium yang kemudian akan

menyebabkan inflamasi sehingga membentuk janringan fibrosis.24 Pada sebuah penelitian

telah ditemukan tingginya kadar stres oksidatit pada ovarium wanita dengan endometrioma.

Stres oksidatif diketahui dapat menyebabkan apoptosis pada oosit dan nekrosis pada folikel.25

Efek endometrioma terhadap kualitas oosit masih kontroversial dan sulit dinilai.

Namun pada sebuah penelitian, pada wanita dengan endometrioma hanya ditemukan

penurunan kualitas oosit dan hanya sedikit oosit yang matang. yang diambil dibandingkan

dengan wanita dengan kista ovarium basal.

2.7 Tatalaksana28

2.7.1 tatalaksana kista endometriosis yang berhubungan dengan nyeri

Kista endometriosis dapat menjadi penyebab nyeri pelvis/panggul, namun jarang jika hanya

kista endometriosis saja yang menjadi penyebabnya, biasanya kista endometriosis ini disertai

dengan endometriosis ekstra-ovarium lain sehingga menyebabkan nyeri kronik dan berat

akibat adanya inflamasi dan perlengketan.26 Berbagai macam obat dapat digunakan sebagai

tatalaksana nyeri akibat endometriosis. GnRH agonis cukup efektif sebagai tatalaksana nyeri

pada kista endometriosis.27

1. GnRH agonis sebagai pilihan paling sering digunakan. GnRH agonis berfungsi

sebagai desensitisasi dan menurunkan regulasi reseptor GnRH sehingga akan

menurunkan kadar estrogen.

2. Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat enzim aromatase sehingga akan

menurunkan kadar estrogen.


3. Kombinasi kontrasepsi oral dapat diberikan karena dapat mengurangi

endometriosis yang menyebabkan dispareunia, dismenorea non nyeri non-

menstrual.

4. Progestagen (medroksiprogesteron asetat) contohnya dienogest, siproteron asetat,

atau anti-progestagen (gestrinon) adalah pilihan terapi untuk nyeri yang disebabkan

oleh endometriosis.

5. Analgesik juga dapat diberikan untuk mengurangi nyeri, NSAID adalah tipe

analgesik yang memberikan efek cukup baik dalam tatalaksana nyeri pada

endometriosis.

Terapi pembedahan adalah tatalaksana lini pertama untuk nyeri pada wanita dengan

kista endometriosis. Tatalaksana bedah paling baik untuk mengurangi nyeri akibat

kista endometriosis adalah kistektomi, dibandingkan vaporisasi yang memiliki

angka rekurensi cukup tinggi.

2.7.2 Tatalaksana endometriosis pada infertilitas

- Tidak disarankan untuk dilakukan terapi hormon pada pasien dengan endometrioma

sebagai tatalaksana infertilitas

- Pada wanita infertil dengan endometrioma, dapat dilakukan terapi pembedahan

berupa eksisi kapsul endometrioma, agar dapat mengingkatkan angka kehamilan

secara spontan.

Daftar Pustaka

1. Giudice LC, Kao LC. Endometriosis. Lancet364(9447),1789–1799 (2004).


2. Barnhart K, Dunsmoor-Su R, Coutifaris C. Effect of endometriosis on in

vitro fertilization. Fertil. Steril.77(6),1148–1155 (2002).

3. Redwine DB. Ovarian endometriosis: a marker for more extensive pelvic and

intestinal disease. Fertil. Steril.72(2),310–315 (1999).

4. Jenkins S, Olive DL, Haney AF. Endometriosis: pathogenetic implications of the

anatomic distribution. Obstet. Gynecol.67(3),335–338 (1986).

5. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM.

Evaluation of the Infertile Couple. In: Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD,

Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM. eds. Williams Gynecology, 3e. New York,

NY: McGraw-Hill; 2016.

6. Hughesdon PE. The structure of endometrial cysts of the ovary. J. Obstet. Gynaecol.

Br. Emp.64(4),481–487 (1957).

7. Brosens IA, Puttemans PJ, Deprest J. The endoscopic localization of endometrial

implants in the ovarian chocolate cyst. Fertil. Steril.61(6),1034–1038 (1994).

8. Donnez J, Nisolle M, Gillet N, Smets M, Bassil S, Casanas-Roux F. Large ovarian

endometriomas. Hum. Reprod.11(3),641–646 (1996).

9. Donnez JDO, Lousse J, Squifflet J. Peritoneal, ovarian, and rectovaginal

endometriosis are three different entities. In: Endometriosis: Science and

Practice. Giudice L (Ed.). Blackwell Publishing, Laden, MA, USA,92–107 (2012).

10. Nezhat F, Nezhat C, Allan CJ, Metzger DA, Sears DL. Clinical and histologic

classification of endometriomas. Implications for a mechanism of pathogenesis. J.

Reprod. Med.37(9),771–776 (1992).


11. Iwanoff N. Dusiges cystenhaltiges uterusfibromyom compliciert durch sarcom und

carcinom. (Adenofibromyoma cysticum sarcomatodes carcinomatosum) Monatsch

Geburtshilfe Gynakol.1898;7:295–300.

12. 9. Levander G, Normann P. The pathogenesis of endometriosis; an experimental

study. Acta Obstet Gynecol Scand. 1955;34:366–98.

13. 10. Merrill JA. Endometrial induction of endometriosis across Millipore filters. Am J

Obstet Gynecol.1966;94:780–90.

14. 11. Russell W. Aberrant portions of the mullerian duct found in an ovary. Ovarian

cysts of mullerian origin. Bull Johns Hopkins Hosp. 1899;10:8.

15. 12. Missmer SA, Hankinson SE, Spiegelman D, Barbieri RL, Michels KB, Hunter DJ.

In utero exposures and the incidence of endometriosis. Fertil Steril. 2004;82:1501–8.

16. Halban J. Metastatic hysteroadenosis. Wien klin Wochenschr. 1924;37:1205–6.

17. 17. Sampson JA. Metastatic or Embolic Endometriosis, due to the Menstrual

Dissemination of Endometrial Tissue into the Venous Circulation. Am J

Pathol. 1927;3:93–110 43.

18. Kinkel K, Frei KA, Balleyguier C, Chapron C. Diagnosis of endometriosis with

imaging: a review. Eur Radiol. 2006;16(2):285–98.

19. Takahashi K, Okada S, Okada M, Kitao M, Kaji Y, Sugimura K. Magnetic resonance

relaxation time in evaluating the cyst fluid characteristics of endometrioma. Hum

Reprod. 1996;11(4):857–60.

20. Carbognin G, Guarise A, Minelli L, Vitale I, Malagó R, Zamboni G, Procacci C.

Pelvic endometriosis: US and MRI features. Abdom Imaging. 2004;29(5):609–18.

21. atsuoka Y, Ohtomo K, Araki T, Kojima K, Yoshikawa W, Fuwa S. MR imaging of

clear cell carcinoma of the ovary. Eur Radiol. 2001;11(6):946–51.


22. Milingos S, Protopapas A, Kallipolitis G et al. Laparoscopic evaluation of infertile

patients with chronic pelvic pain.Reprod. Biomed. Online12(3),347–353 (2006).

23. Gupta S, Agarwal A, Agarwal R, Loret de Mola JR. Impact of ovarian endometrioma

on assisted reproduction outcomes. Reprod. Biomed. Online13(3),349–360 (2006).

24. Kitajima M, Defrère S, Dolmans MM et al. Endometriomas as a possible cause of

reduced ovarian reserve in women with endometriosis. Fertil. Steril.96(3),685–691

(2011).

25. Matsuzaki S, Schubert B. Oxidative stress status in normal ovarian cortex surrounding

ovarian endometriosis.Fertil. Steril.93(7),2431–2432 (2010).

26. Fauconnier A, Chapron C. Endometriosis and pelvic pain: epidemiological evidence

of the relationship and implications. Hum Reprod Update. 2005;11(6):595–606.

27. Ozkan S, Arici A. Advances in treatment options of endometriosis. Gynecol Obstet

Invest. 2009;67(2):81–91. This is a thorough review concerning the treatment for

endometriotic cyst.

28. Dunselman GA, Vermeulen N, Becker C, Calhaz-Jorge C, D'Hooghe T, De Bie B,

Heikinheimo O, Horne AW, Kiesel L, Nap A, Prentice A, Saridogan E, Soriano D,

Nelen W. ESHRE guideline: management of women with endometriosis. Hum Reprod.

2014 Mar;29(3):400-12. doi: 10.1093/humrep/det457.

Analisa Kasus
Alasan diagnosis saya kista endometriosis:

Dari anamnesa :

Nyeri perut bawah saat menstruasi (+) (dismenorea), nyeri bersifat siklik (+) hal ini

mendukung bahwa nyeri ini dipengaruhi hormon, dimana hormon (estrogen) akan memuncak

pada awal fase menstruasi. Dispareunia (+) mendukung ke arah bahwa terdapat endometriosis

yang mungkin sudah mengenai ligamentum uterosakral (kista endometrium awalnya berasal

dari endometriosis), infertilitas (primer) (+) merupakan salah satu dari 2 gejala utama pada

kista endometriosis. Pasien juga memiliki riwayat penyakit dahulu berupa dismenorea sejak

awal menstruasi dan telah di diagnosa memiliki kista ovarium sejak tahun 2009 dan

dikonfirmasi pada tahun 2016 melalui USG bahwa terdapat kista endometriosis ovarium kiri.

Ukuran kista juga tidak bertambah secara drastis sejak pertama di diagnosis. Pasien juga

memiliki riwayat keluarga: ibu dengan dismenorea, hal ini mendukung etiologi dari

endometriosis dimana melibatkan faktor genetik, wanita first degree relative memiliki resiko

7 kali lebih tinggi dibanding wanita tanpa keturunan endometriosis/dismenorea.

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan bimanual teraba massa pada ovarium kiri mendukung ke arah letak

anatomis dari kista endometriosis yaitu berada di ovarium.

Pada pemeriksaan penunjang (USG) : ditemukan kista endometriosis ovarium kiri berukuran

kurang lebih 6 cm.

Anda mungkin juga menyukai