DISUSUN OLEH :
LENI NURAENI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pekerjaan Kefarmasian di Dinas Kesehatan”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan ujian
kedinasan. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, khususnya kepada :
1. Drs. H. Tresna Gumilar, Apt., M.Si. Selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
2. dr. Sanny Sanjaya., MH.Kes Selaku Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan
3. Meita Triwendyarti, S.Si., Apt., MH Selaku Kepala Seksi Kefarmasian
4. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta
makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut juga
kemampuan dan kecakapan para petugas dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan demikian pada
dasarnya kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian,
bukannya sekedar membuat obat, melainkan juga menjamin serta meyakinkan bahwa produk
kefarmasian yang diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan
penyakit yang diderita pasien. Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, maka dalam
menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi dicapainya produk
kerja yang memenuhi : syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang
dilakukan serta hasil kerja akhir yang seragam, tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara
pribadi. (ISFI, Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, 2004).
WHO dalam rapatnya tahun 1997, mengenalkan lahirnya asuhan kefarmasian. Dimensi
pekerjaan profesi farmasis tidak kehilangan bentuk, tetap menjadi seorang ahli dalam bidang obat.
Pasien menikmati layanan professional dari seorang farmasis dalam bentuk penjelasan tentang
obat, sehingga pasien memahami program obatnya.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut PP 51 tahun 2009 meliputi pekerjaan
kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi dan penyaluran
sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi. Selain melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek
maupun Rumah Sakit yang langsung berhubungan dengan pasien, peran farmasis juga sangat
diperlukan oleh dinas kesehatan dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari
sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga masyarakat dapat terlindungi.
1.2 Tujuan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diuraikan bahwa tujuan umum dan khusus dari
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
c. Memahami tugas pokok dan fungsi serta visi dan misi pekerjaan kefarmasian dan perbekalan
kesehatan di Dinas Kesehatan.
BAB II
PEKERJAAN KEFARMASIAN
Tenaga kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang meliputi Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Asisten Apoteker/Tenaga Menengah Farmasi dan Analis Farmasi. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi. Surat Tanda
Registrasi tersebut berupa :
STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Ruang lingkup pekerjaan kefarmasian meliputi ligkungan kegiatan, tanggung jawab, kewenangan dan
hak. Seluruh ruang lingkup pekerjaan kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada masyarakat.
1. Rumah Sakit
2. Apotek
3. Industri
4. Lembaga Riset
5. Badan POM
6. Menteri Kesehatan
7. Dinas Kesehatan
BAB III
Dinas Kesehatan merupakan suatu instansi pemerintah di bawah naungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu. Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan, maka Dinas Kesehatan dalam pelaksanaannya
merumuskan berbagai kebijakan-kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat
sehingga dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu dalam mewujudkannya, Dinas Kesehatan membentuk
struktur organisasi sebagai acuan pelaksanaanya.
Berdasarkan struktur organisasi yang telah dibentuk, Dinas Kesehatan dibagi menjadi beberapa
bidang, salah satunya yaitu bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) yang terdiri dari seksi
perencanaan pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan, seksi kefarmasian dan
perbekalan kesehatan, serta seksi pembiayaan kesehatan.
Seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan adalah seksi yang mempunyai wewenang untuk
menyusun perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dan melaksanakan pembinaan teknis
produksi, pengadaan, distribusi penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman. Sehubungan dengan wewenang tersebut
dapat dipastikan bahwa ada banyak pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 meliputi
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi da penyaluran
sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan seorang Apoteker di Dinas
Kesehatan tentunya tidak seperti yang terdapat di Apotek maupu Rumah Sakit, dimana Apoteker dapat
berhubungan langsung dengan pasien dalam pelayanan obat baik resep maupun non resep, melainkan lebih
ke system regulasi yang ada. Dengan demikian diperlukan suatu keputusan profesi oleh seorang Apoteker
dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga
masyarakat dapat terindungi.
3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan
Secara umum, tugas pokok dari Dinas Kesehatan adalah melaksanakan urusan rumah tangga dalam
bidang kesehatan yang menjadi tanggung jawab provinsi dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang
diberikan oleh pemerintah. Dan yang akan dibahas disini hanyalah tugas pokok dan fungsi seksi kefarmasian
dan perbekalan kesehatan.
Yang mengatur uraian tugas salah satu bidang yaitu Falkalkes yang merupakan salah satu seksi pada
struktur organisasi Dinas Kesehatan. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi 3 (tiga)
seksi, yaitu
1. Program perencanaan pendayagunaan dan pengembagan sumber daya manusia kesehatan.
2. Program pembiayaan kesehatan.
3. Program kefarmasian dan perbekalan kesehatan.
Masing-masing program tersebut dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab kepada seksi/bidang.
Berdasarkan visi program Farkalkes, maka program kefarmasian dan perbekalan kesehatan
didasarkan pada misi :
a. Meningkatkan pemerataan pelayanan kefarmasian dan perbekalan kesehatan yang bermutu, aman
dan bermanfaat.
b. Meningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi klinik dalam kerangka pelayanan
kesehatan komprehensif dan didukung oleh profesionalisme.
c. Meningkatkan ketersediaan obat esensial dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan
dasar.
d. Melindungi masyarakat dari penggunaan obat, perbekalan kesehatan dan makanan yang tidak
memenuhi standar mutu dan keamanan serta bahaya penyalahgunaan napza dan bahan berbahaya
melalui pembinaan dan pengendalian terhadap sarana produksi dan distribusi serta penyebarluasan
informasi kepada masyarakat.
1. Menyiapkan bahan perencanaan program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga,
kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
2. Menjabarkan kebijakan operasional dibidang obat, obat tradisional, narkotika, psikotropika, zat adiktif
lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika.
3. Menyiapkan bahan penyusunan pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis serta prosedur tetap
program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika, psikitropika, zat adiktif lainnya,
alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan
serta pelayanan informasi keracunan.
4. Menyiapkan rekomendasi izin prinsip usaha industri obat tradisional, industri farmasi, industri alat
kesehatan, industri perbekalan kesehatan rumah tangga, pedagang besar farmasi, penyalur alat
kesehatan, izin pedagang besar farmasi cabang, sub dan cabang penyalur alat kesehatan, izin prinsip dan
izin usaha industri kecil obat tradisional.
5. Menyiapkan bahan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dibidang obat, obat tradisional,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika, pengelolaan
obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
6. Melaksanakan fasilitas program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika,
pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
7. Menyiapkan bahan koordinasi lintas progam, lintas sector, organisasi profesi, institusi pendidikan,
asosiasi, lembaga swadaya masyarakat dan pihak swasta program pembinaan dan pengendalian obat,
obat tradisional, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah
tangga, kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
8. Menyiapkan bahan evaluasi program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika,
pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
9. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang.
1. Pembinaan, pengendalian sarana dan distribusi obat, alat kesehatan, makanan minuman, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika.
3. Perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat pelayanan kesehatan dasar sangat esensial skala
provinsi.
4. Pengelolaan obat buffer stock provinsi, obat bencana, dan obat program.
5. Pemantauan ketersediaan obat di sarana instalasi farmasi kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan
dasar.
6. Pemantauan dan evaluasi usaha obat, alat kesehatan, makanan-minuman, narkotika, psikotopika, zat
adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika yang terakreditasi.
Melihat dari hal-hal yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan, maka dapat dipastikan bahwa pada
subdinas ini banyak melibatkan pengabdian profesi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi di bidang tersebut. Di dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, pastilah ada keputusan-
keputusan professional yang diambil oleh seorang Apoteker didalamnya.
1. Memutuskan kebijakan apa yang harus ditetapkan untuk obat, alat kesehatan, makanan-minuman,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional dan kosmetika agar masyarakat trlindung dari
bahaya penyalahgunaan obat, psikotropika dan zat adiktif serta bahan berbahaya lainnya, juga
melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi, makan dan alat kesehatan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu keamanan, menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat
yang bermutu. Dapat dilihat dari sebuah contoh yaitu seperti yang telah kita ketahui bahwa Apoteker
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
yang keabsahannya terjamin. Kemudian apabila ditemukan ada seorang Apotekr di sebuah Apotek yang
mengadakan perbekalan farmasi dari jalur tidak resmi, maka akan ada tindakan dari Dinas Kesehatan.
Tindakan tersebut dapat merupakan suatu bentuk professional judgement karena hal tersebut
melanggar hokum yang berlaku.
2. Dalam hal perizinan dan akreditasi usaha/pemgelolaan obat, alat kesehatan, makanan-minuman,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika, keputusan seorang
professional adalah dapat memutuskan bahwa usaha/pegelolaan obat, alat kesehatan, makanan-
minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika ini telah layak
mendapat izin atau tidak sesuai dengan peryaratan yang ditetapkan.
3. Mengambil keputusan dalam perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat pelayanan kesehatan
dasar esensial skala provinsi.
4. Memutuskan apabila timbul sebuah kasus/permasalahan tentang obat, alat kesehatan, makanan-
minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional dan kosmetika yang ditemukan di
masyarakat seiring berjalannya waktu, maka tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menangani
kasus/memecahkan masalah tersebut, apalagi bila sampai melanggar hukum. Maka dari itu perlunya
pemantauan dan evaluasi setiap waktu.
Adapun penjelasan mengenai aplikasi yang dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian,
diantaranya sebagai berikut :
1. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical Care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab profesi Apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, Apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung. Bentuk interaksi
tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan
mengetahui tujuannya sehingga sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Implementasi
Pharmaceutical Care di tingkat pemerintah terutama Dinas Kesehatan tercermin dalam undang-undang
yang berlaku, antara lain Kepmenkes No. 1027 Tahun 2004 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan farmasi yang berdasarkan Pharmaceutical Care di Apotek
dibutuhkan tenaga Apoteker yang professional, bahwa penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Selain itu aplikasi Pharmaceutical Care terkait obat lainnya yang terdapat di Dinas Kesehatan terlihat pada
fungsi pembiaan dan pengendalian obat, alkes, makanan-minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif
lainnya dan obat tradisional serta kosmetika. Wujud nyata yang dapat dilakukan adalah
c. Pemberian informasi kepada masyarakat tentang obat tradisional dan kosmetika yang memenuhi
syarat serta untuk menjamin kebenaran pengelolaan obat
d. Pihak Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Badan POM untuk melakukan sidak ke Apotek untuk
mengecek dokumen pengadaan obat, misalnya kebenaran pengadaan dari sumber yang legal.
Semua hal tersebut tentunya dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari sediaan
farmasi dan alat kesehatan sehingga masyarakat dapat terlindungi.
Dinas Kesehatan Propinsi dengan apotek tidak berhubungan secara langsung. Adapun bentuk
hubungan tersebut antara lain :
a. Pendirian apotek
Dinas Kesehatan Propinsi bekerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Balai Besar POM juga melakukan pengawasan dan pembinaan tentang penyimpanan
dan pengamanan sediaan narkotika dan psikotropika. Di dalam Undang-Undang telah diatur bahwa
narkotika dan psikotropika wajib disimpan secara khusus dan juga ada alur pelaporan untuk mencegah
adanya penyalahgunaan pemakaian obat-obat tersebut.
3. Public Health
Kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan pada Subdin PSD yang terkait dengan public
health adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan teknis operasional, menetapkan pedoman
penyuluhan dan kampanye kesehatan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian promosi kesehatan,
dan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
Selain itu Dinas Kesehatan juga mengadakan promosi kesehatan yang melibatkan petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai implementasi kebijakan Dinas Kesehatan Propinsi yang merupakan
fasilitator bimbingan teknis dan koordinator, antara lain promosi penggunaan obat secara rasional kepada
masyarakat melalui media-media, penyuluhan pengobatan secara teratur, seminar dan brosur.
Data penyakit di setiap kabupaten/kota profil penyakit hal yang perlu dilakukan untuk
pengobatan dan pencegahan.
Survey gizi buruk balita di seluruh kabupaten/kota angka prevalensi hal yang perlu dilakukan
untuk pengobatan dan pencegahan.
Program Obat Publik dan Penggunaan Obat Rasional (OBLIK & POR)
1. Kasus 1
Anton adalah seorang apoteker yang menjabat sebagai kepala instansi farmasi kabupaten X.
Dalam suatu kegiatan monitoring terpadu ke salah satu puskesmas ditemukan adanya
pemakaian injeksi vitamin B kompleks sebanyak 2000 ampul selama 1 tahun. Data jumlah pasien
dalam 1 tahun sebanyak 1000 orang, jumlah pasien malnutrisi sebanyak 100 orang.
a. Apa yang dapat disimpulkan oleh Anton tentang data yang ditemukan tersebut ?
b. Apa yang harus diperhatikan dalam pemakaian atau pemberian injeksi yang benar?
c. Obat jenis apa lagi selain injeksi yang perlu dimonitor sebagai indikator penggunaan obat
yang rasional ?
d. Langkah apa yang harus dilakukan oleh anton untuk mewujudkan pelaksanaan penggunaan
obat yang rasional di kabupaten x?
Penyelesaian Kasus 1:
a. Yang dapat disimpulkan tentang data adanya pemakaian injeksi vitamin B kompleks
sebanyak 2000 ampul selama 1 tahun dengan jumlah pasien sebanyak 1000 orang dan 100
orang mengalami malnutrisi dalam 1 tahun yaitu adanya pemakaian injeksi vitamin B
kompleks yang tidak rasional, hal ini dikarenakan injeksi vitamin B kompleks hanya
digunakan pada keadaan orang yang malnutrisi (lemah, tidak punya daya, tidak ada kekuatan
sehingga sulit untuk absorbsi lewat usus melalui oral), sehingga dari 1000 orang pasien yang
tidak mederita malnutrisi tidak harus diberikan injeksi vitamin B kompleks. Hanya dalam
keadaan yang membutuhkan injeksi vitamin B kompleks saja baru dapat diberikan, dan
jangan menuruti permintaan pasien yang mempunyai asumsi jika belum disuntik maka tidak
bisa sembuh.
b. Yang harus diperhatikan dalam pemakaian atau pemberian injeksi yang benar adalah harus
diberikan berdasarkan alasan yang kuat, misalnya pada pasien yang tidak kooperatif dengan
obat-obatan secara oral (menimbulkan mual dan muntah), pada pasien yang tidak sadar,
atau efek local pada pembedahan gigi dan anestesi harus diberikan suntikan.
c. Jenis obat selain injeksi yang perlu dimonitor sebagai indikator penggunaan obat yang
rasional, yaitu:
d. Langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan pelaksanaan penggunaan obat yang
rasional di kabupaten x adalah:
Review kembali penggunaan obat yang ada di puskesmas
Beri penyuluhan-penyuluhan kepada petugas farmasi
2. Kasus 2
Puji sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kabupaten Y yang bertanggungjawab dalam upaya
penyediaan obat terutama untuk obat pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringan di
wilayahnya. Langkah – langkah apa yang harus dilakukan oleh Puji, untuk menjamin ketersediaan
obat untuk pelayanan kesehatan dasar di wilayahnya sehingga tidak memungkinkan terjadi
kekosongan obat, baik dalam keadaan normal ataupun dalam keadaan KLB atau bencana di
wilayahnya?
Penyelesaian Kasus 2:
Langkah – langkah untuk menjamin ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan dasar:
Perkiraan bencana alam dan KLB berdasarkan data-data yang ada sebelumnya, misalnya
keracunan, wabah (seperti cacar, herpes, diare), banjir
b. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
Tahap pemilihan obat :
- Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh
lebih baik dibanding efek samping yang akan ditimbulkan.
- Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan
jenis.
- Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
- Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika efeknya lebih baik
- Apabila jenis obat banyak maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
Tahap perhitungan kebutuhan obat melalui pendekatan :
- metode konsumsi : didasarkan atas analisa data konsumsi sebelumnya (paling umum
digunakan), penggunaan tahun ini sebagai acuan tahun depan tetapi harus ada buffer stok
dan waktu tunggu untuk pemesanan. Untuk KLB sesuaikan kondisi & anggaran yang tersedia.
- metode morbiditas : didasarkan atas pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan.
Harus dipertimbangkan juga jumlah penduduk yang dilayani, jumlah kunjungan kasus
berdasarkan frekuensi penyakit, standar/ pedoman pengobatan, menghitung perkiraan
kebutuhan obat, disesuaikan degan alokasi dana.
Perencanaan
- menetapkan jumlah dan jenis obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar
- Tahapan :
Tahap pemilihan
Tahap kompilasi pemilihan obat
Tahap perhitungan kebutuhan obat
Penyimpanan
Distribusi
LPLPO
- LPLPO disampaikan oleh puskesmas/UPK ke instalasi farmasi kabupaten/kota
- LPLPO dibuat rangkap 3 :
- Asli untuk instalasi farmasi kabupaten/kota
- Tindasan 1 untuk arsip instansi penerima/puskesmas
- Tindasan 2 dikirim untuk dinas kesehatan kabupaten/kota
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
(Permenkes nomor 889/Menkes/Per/V/2011)
2. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian:
a. Rumah Sakit
b. Apotek
c. Industri
d. Lembaga Riset
e. Dinas Kesehatan
3. Dinas Kesehatan merupakan suatu instansi pemerintah di bawah naungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu.
4. Seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan adalah seksi yang mempunyai wewenang untuk menyusun
perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dan melaksanakan pembinaan teknis produksi,
pengadaan, distribusi penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman.
5. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 meliputi
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi da
penyaluran sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi.
6. tugas pokok dari Dinas Kesehatan adalah melaksanakan urusan rumah tangga dalam bidang kesehatan
yang menjadi tanggung jawab provinsi dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan oleh
pemerintah.
7. Aplikasi yang dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian :
a. Pharmaceutical Care
b. Practice Business Plan
c. Public Health
d. Research and Development
e. Continous Professionalism Development
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan
dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak
berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.