Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH UJIAN KEDINASAN

“PEKERJAAN KEFARMASIAN DI DINAS KESEHATAAN”

DISUSUN OLEH :
LENI NURAENI

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pekerjaan Kefarmasian di Dinas Kesehatan”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan ujian
kedinasan. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, khususnya kepada :

1. Drs. H. Tresna Gumilar, Apt., M.Si. Selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
2. dr. Sanny Sanjaya., MH.Kes Selaku Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan
3. Meita Triwendyarti, S.Si., Apt., MH Selaku Kepala Seksi Kefarmasian

4. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta
makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut juga
kemampuan dan kecakapan para petugas dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan demikian pada
dasarnya kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian,
bukannya sekedar membuat obat, melainkan juga menjamin serta meyakinkan bahwa produk
kefarmasian yang diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan
penyakit yang diderita pasien. Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, maka dalam
menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi dicapainya produk
kerja yang memenuhi : syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang
dilakukan serta hasil kerja akhir yang seragam, tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara
pribadi. (ISFI, Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, 2004).
WHO dalam rapatnya tahun 1997, mengenalkan lahirnya asuhan kefarmasian. Dimensi
pekerjaan profesi farmasis tidak kehilangan bentuk, tetap menjadi seorang ahli dalam bidang obat.
Pasien menikmati layanan professional dari seorang farmasis dalam bentuk penjelasan tentang
obat, sehingga pasien memahami program obatnya.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut PP 51 tahun 2009 meliputi pekerjaan
kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi dan penyaluran
sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi. Selain melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek
maupun Rumah Sakit yang langsung berhubungan dengan pasien, peran farmasis juga sangat
diperlukan oleh dinas kesehatan dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari
sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga masyarakat dapat terlindungi.
1.2 Tujuan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diuraikan bahwa tujuan umum dan khusus dari
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum

Memahami pekerjaan kefarmasian yang mencakup pengendalian mutu sediaan farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
vahan obat, dan obat tradisional.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui ruang lingkup pekerjaan kefarmasian dan perbekalan kesehatan di Dinas


Kesehatan.

b. Memahami pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dan perbekalan kesehatan di Dinas


Kesehatan.

c. Memahami tugas pokok dan fungsi serta visi dan misi pekerjaan kefarmasian dan perbekalan
kesehatan di Dinas Kesehatan.
BAB II

PEKERJAAN KEFARMASIAN

2.1 Definisi Pekerjaan Kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. (Permenkes nomor 889/Menkes/Per/V/2011)

Tenaga kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang meliputi Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Asisten Apoteker/Tenaga Menengah Farmasi dan Analis Farmasi. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi. Surat Tanda
Registrasi tersebut berupa :

1. STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) bagi Apoteker


2. STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) bagi Tenaga Teknis Kefarmasian

STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.

2.2 Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian

Ruang lingkup pekerjaan kefarmasian meliputi ligkungan kegiatan, tanggung jawab, kewenangan dan
hak. Seluruh ruang lingkup pekerjaan kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada masyarakat.

Bentuk pekerjaan kefarmasian tersebut dapat dilakukan di :

1. Rumah Sakit
2. Apotek
3. Industri
4. Lembaga Riset
5. Badan POM
6. Menteri Kesehatan
7. Dinas Kesehatan
BAB III

PEKERJAAN KEFARMASIAN DI DINAS KESEHATAN

3.1 Definisi Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan merupakan suatu instansi pemerintah di bawah naungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu. Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan, maka Dinas Kesehatan dalam pelaksanaannya
merumuskan berbagai kebijakan-kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat
sehingga dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu dalam mewujudkannya, Dinas Kesehatan membentuk
struktur organisasi sebagai acuan pelaksanaanya.

Berdasarkan struktur organisasi yang telah dibentuk, Dinas Kesehatan dibagi menjadi beberapa
bidang, salah satunya yaitu bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) yang terdiri dari seksi
perencanaan pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan, seksi kefarmasian dan
perbekalan kesehatan, serta seksi pembiayaan kesehatan.

Seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan adalah seksi yang mempunyai wewenang untuk
menyusun perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dan melaksanakan pembinaan teknis
produksi, pengadaan, distribusi penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman. Sehubungan dengan wewenang tersebut
dapat dipastikan bahwa ada banyak pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 meliputi
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi da penyaluran
sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan seorang Apoteker di Dinas
Kesehatan tentunya tidak seperti yang terdapat di Apotek maupu Rumah Sakit, dimana Apoteker dapat
berhubungan langsung dengan pasien dalam pelayanan obat baik resep maupun non resep, melainkan lebih
ke system regulasi yang ada. Dengan demikian diperlukan suatu keputusan profesi oleh seorang Apoteker
dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga
masyarakat dapat terindungi.
3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan

Secara umum, tugas pokok dari Dinas Kesehatan adalah melaksanakan urusan rumah tangga dalam
bidang kesehatan yang menjadi tanggung jawab provinsi dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang
diberikan oleh pemerintah. Dan yang akan dibahas disini hanyalah tugas pokok dan fungsi seksi kefarmasian
dan perbekalan kesehatan.

3.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

Adapun struktur organisasi Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut:

(Gambar 1.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan)

Yang mengatur uraian tugas salah satu bidang yaitu Falkalkes yang merupakan salah satu seksi pada
struktur organisasi Dinas Kesehatan. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi 3 (tiga)
seksi, yaitu
1. Program perencanaan pendayagunaan dan pengembagan sumber daya manusia kesehatan.
2. Program pembiayaan kesehatan.
3. Program kefarmasian dan perbekalan kesehatan.

Masing-masing program tersebut dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab kepada seksi/bidang.

3.3 Visi dan Misi Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan

1. Visi seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan

Program Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan mempunyai visi pemerataan pelayanan


kefarmasian dan perbekalan kesehatan dalam mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat.
2. Misi seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan

Berdasarkan visi program Farkalkes, maka program kefarmasian dan perbekalan kesehatan
didasarkan pada misi :

a. Meningkatkan pemerataan pelayanan kefarmasian dan perbekalan kesehatan yang bermutu, aman
dan bermanfaat.
b. Meningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi klinik dalam kerangka pelayanan
kesehatan komprehensif dan didukung oleh profesionalisme.

c. Meningkatkan ketersediaan obat esensial dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan
dasar.

d. Melindungi masyarakat dari penggunaan obat, perbekalan kesehatan dan makanan yang tidak
memenuhi standar mutu dan keamanan serta bahaya penyalahgunaan napza dan bahan berbahaya
melalui pembinaan dan pengendalian terhadap sarana produksi dan distribusi serta penyebarluasan
informasi kepada masyarakat.

e. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia kesehatan dibidang kefarmasian, perbekalan


kesehatan dan makanan-minuman.

3.4 Tugas pokok seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan


Seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan mempunyai tugas pokok sebagai berikut :

1. Menyiapkan bahan perencanaan program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga,
kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
2. Menjabarkan kebijakan operasional dibidang obat, obat tradisional, narkotika, psikotropika, zat adiktif
lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika.

3. Menyiapkan bahan penyusunan pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis serta prosedur tetap
program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika, psikitropika, zat adiktif lainnya,
alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan
serta pelayanan informasi keracunan.
4. Menyiapkan rekomendasi izin prinsip usaha industri obat tradisional, industri farmasi, industri alat
kesehatan, industri perbekalan kesehatan rumah tangga, pedagang besar farmasi, penyalur alat
kesehatan, izin pedagang besar farmasi cabang, sub dan cabang penyalur alat kesehatan, izin prinsip dan
izin usaha industri kecil obat tradisional.

5. Menyiapkan bahan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dibidang obat, obat tradisional,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika, pengelolaan
obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.

6. Melaksanakan fasilitas program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika,
pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.

7. Menyiapkan bahan koordinasi lintas progam, lintas sector, organisasi profesi, institusi pendidikan,
asosiasi, lembaga swadaya masyarakat dan pihak swasta program pembinaan dan pengendalian obat,
obat tradisional, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah
tangga, kosmetika, pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.

8. Menyiapkan bahan evaluasi program pembinaan dan pengendalian obat, obat tradisional, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika,
pengelolaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan informasi keracunan.
9. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang.

3.3 Program-program di Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan


Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi program-program :
1. Program Obat Publik dan Penggunaan Obat Rasional (OBLIK & POR)
2. Program Farmasi Komunitas dan Klinik (FARKOMNIK)
3. Program Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA)
4. Program Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (ALKES & PKRT)
5. Program Obat Tradisional dan Kosmetika (OT-KOS)
6. Program Makanan dan Minuman (MAKMIN)
7. Ketenagaan & Pelayanan Masyarakat (Ketenagaan &YANMAS)

3.4 Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan meliputi:

1. Pembinaan, pengendalian sarana dan distribusi obat, alat kesehatan, makanan minuman, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika.

2. Perizinan dan akreditasi usaha/pengelolaan obat, alat kesehatan, makanan-minuman, narkotika,


psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika.

3. Perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat pelayanan kesehatan dasar sangat esensial skala
provinsi.
4. Pengelolaan obat buffer stock provinsi, obat bencana, dan obat program.

5. Pemantauan ketersediaan obat di sarana instalasi farmasi kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan
dasar.

6. Pemantauan dan evaluasi usaha obat, alat kesehatan, makanan-minuman, narkotika, psikotopika, zat
adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika yang terakreditasi.

Melihat dari hal-hal yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan, maka dapat dipastikan bahwa pada
subdinas ini banyak melibatkan pengabdian profesi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi di bidang tersebut. Di dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, pastilah ada keputusan-
keputusan professional yang diambil oleh seorang Apoteker didalamnya.

Contoh keputusan-keputusan professional oleh seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan


kefarmasian apabila dilihat dari pekerjaan kefarmasian point 1-6 adalah:

1. Memutuskan kebijakan apa yang harus ditetapkan untuk obat, alat kesehatan, makanan-minuman,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional dan kosmetika agar masyarakat trlindung dari
bahaya penyalahgunaan obat, psikotropika dan zat adiktif serta bahan berbahaya lainnya, juga
melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi, makan dan alat kesehatan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu keamanan, menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat
yang bermutu. Dapat dilihat dari sebuah contoh yaitu seperti yang telah kita ketahui bahwa Apoteker
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
yang keabsahannya terjamin. Kemudian apabila ditemukan ada seorang Apotekr di sebuah Apotek yang
mengadakan perbekalan farmasi dari jalur tidak resmi, maka akan ada tindakan dari Dinas Kesehatan.
Tindakan tersebut dapat merupakan suatu bentuk professional judgement karena hal tersebut
melanggar hokum yang berlaku.

2. Dalam hal perizinan dan akreditasi usaha/pemgelolaan obat, alat kesehatan, makanan-minuman,
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika, keputusan seorang
professional adalah dapat memutuskan bahwa usaha/pegelolaan obat, alat kesehatan, makanan-
minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional serta kosmetika ini telah layak
mendapat izin atau tidak sesuai dengan peryaratan yang ditetapkan.

3. Mengambil keputusan dalam perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat pelayanan kesehatan
dasar esensial skala provinsi.
4. Memutuskan apabila timbul sebuah kasus/permasalahan tentang obat, alat kesehatan, makanan-
minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, obat tradisional dan kosmetika yang ditemukan di
masyarakat seiring berjalannya waktu, maka tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menangani
kasus/memecahkan masalah tersebut, apalagi bila sampai melanggar hukum. Maka dari itu perlunya
pemantauan dan evaluasi setiap waktu.

Adapun penjelasan mengenai aplikasi yang dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian,
diantaranya sebagai berikut :

1. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical Care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab profesi Apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, Apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung. Bentuk interaksi
tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan
mengetahui tujuannya sehingga sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Implementasi
Pharmaceutical Care di tingkat pemerintah terutama Dinas Kesehatan tercermin dalam undang-undang
yang berlaku, antara lain Kepmenkes No. 1027 Tahun 2004 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan farmasi yang berdasarkan Pharmaceutical Care di Apotek
dibutuhkan tenaga Apoteker yang professional, bahwa penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Selain itu aplikasi Pharmaceutical Care terkait obat lainnya yang terdapat di Dinas Kesehatan terlihat pada
fungsi pembiaan dan pengendalian obat, alkes, makanan-minuman, narkotika, psikotropika, zat adiktif
lainnya dan obat tradisional serta kosmetika. Wujud nyata yang dapat dilakukan adalah

a. pemberian informasi tentang penggunaan obat secara rasional ke masyarakat


b. pemberian informasi kepada masyarakattentang bahaya penyalahgunaan NAPZA

c. Pemberian informasi kepada masyarakat tentang obat tradisional dan kosmetika yang memenuhi
syarat serta untuk menjamin kebenaran pengelolaan obat

d. Pihak Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Badan POM untuk melakukan sidak ke Apotek untuk
mengecek dokumen pengadaan obat, misalnya kebenaran pengadaan dari sumber yang legal.

Semua hal tersebut tentunya dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari sediaan
farmasi dan alat kesehatan sehingga masyarakat dapat terlindungi.

2. Practice Business Plan

Dinas Kesehatan Propinsi dengan apotek tidak berhubungan secara langsung. Adapun bentuk
hubungan tersebut antara lain :

a. Pendirian apotek

Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 sebagai perubahan atas permenkes No.


922/Menkes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian ijin apotek. Dalam pasal 4
disebutkan bahwa izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan wewenangnya
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, pencabutan izin apotek
kepada Menteri Kesehatan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi.
Pengurusan Izin Apotek (SIA) diajukan oleh pemohon kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan diketahui oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Untuk memperoleh SIA, pemohon harus memiliki
SP/SK yang diajukan ke Departemen Kesehatan. Dalam hal ini Dinas kesehatan Propinsi sebagai pihak
yang merekomendasikan.
b. Pelaporan dan pengawasan narkotika dan psikotropika
Permenkes no. 922 tahun 1993 pasal 30, Departemen Kesehatan juga melaksanakan pembinaan
dan pengawasan apotek. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menerima record dan report penggunaan
narkotik dan psikotropik di apotek melalui Sistem Pelaporan Narkotika Psikotropika (SIPNAP) serta
mengawasi proses pemusnahannya, yang selanjutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi. Pelaporan
pengunaan narkotika psikotropika oleh apotek ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang kemudian diteruskan kepada Kepala Balai POM dengan tembusan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi. Dokumen pelaporan yang berada dalam kewenangan Departemen Kesehatan
disimpan sesuai ketentuan sekurang-kurangnya 3 tahun.

Dinas Kesehatan Propinsi bekerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Balai Besar POM juga melakukan pengawasan dan pembinaan tentang penyimpanan
dan pengamanan sediaan narkotika dan psikotropika. Di dalam Undang-Undang telah diatur bahwa
narkotika dan psikotropika wajib disimpan secara khusus dan juga ada alur pelaporan untuk mencegah
adanya penyalahgunaan pemakaian obat-obat tersebut.

3. Public Health

Kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan pada Subdin PSD yang terkait dengan public
health adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan teknis operasional, menetapkan pedoman
penyuluhan dan kampanye kesehatan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian promosi kesehatan,
dan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.

Selain itu Dinas Kesehatan juga mengadakan promosi kesehatan yang melibatkan petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai implementasi kebijakan Dinas Kesehatan Propinsi yang merupakan
fasilitator bimbingan teknis dan koordinator, antara lain promosi penggunaan obat secara rasional kepada
masyarakat melalui media-media, penyuluhan pengobatan secara teratur, seminar dan brosur.

4. Research and Development


a. Data record based R&D

 
Data penyakit di setiap kabupaten/kota profil penyakit hal yang perlu dilakukan untuk
pengobatan dan pencegahan.

b. People based R&D

 
Survey gizi buruk balita di seluruh kabupaten/kota angka prevalensi hal yang perlu dilakukan
untuk pengobatan dan pencegahan.

5. Continuous Professionalism Development

Continuous Professionalism Development merupakan upaya belajar secara berkelanjutan untuk


mengembangkan professionalisme diri. Sebagai seorang apoteker apabila berkesempatan untuk
melaksanakan praktek profesi di lembaga pemerintahan khususnya Dinas Kesehatan, maka peningkatan
kemauan untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan terhadap perundangan dan peraturan yang
berlaku yang berhubungan dengan bidang kesehatan harus terus dilakukan. Hal ini dikarenakan lembaga
pemerintahan adalah institusi yang senantiasa berhubungan dengan regulasi. Saya juga harus lebih banyak
mencari tambahan informasi tentang kesehatan sehingga bisa selalu up-date dalam perkembangan
kesehatan yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat dan menghasilkan out come yang lebih optimal serta
meningkatkan yang sudah ada. Selain itu sikap tanggap terhadap berbagai masalah yang ada di
masyarakat khususnya yang berhubungan dengan praktek kefarmasian harus senantiasa dikembangkan.
Hal ini tentunya akan mempengaruhi kedudukan seorang apoteker di mata dunia kesehatan, sehingga
peran profesi apoteker tidak lagi dipandang sebelah mata.
3.5 Studi Kasus

Program Obat Publik dan Penggunaan Obat Rasional (OBLIK & POR)

1. Kasus 1

Anton adalah seorang apoteker yang menjabat sebagai kepala instansi farmasi kabupaten X.
Dalam suatu kegiatan monitoring terpadu ke salah satu puskesmas ditemukan adanya
pemakaian injeksi vitamin B kompleks sebanyak 2000 ampul selama 1 tahun. Data jumlah pasien
dalam 1 tahun sebanyak 1000 orang, jumlah pasien malnutrisi sebanyak 100 orang.

a. Apa yang dapat disimpulkan oleh Anton tentang data yang ditemukan tersebut ?
b. Apa yang harus diperhatikan dalam pemakaian atau pemberian injeksi yang benar?

c. Obat jenis apa lagi selain injeksi yang perlu dimonitor sebagai indikator penggunaan obat
yang rasional ?

d. Langkah apa yang harus dilakukan oleh anton untuk mewujudkan pelaksanaan penggunaan
obat yang rasional di kabupaten x?

Penyelesaian Kasus 1:

a. Yang dapat disimpulkan tentang data adanya pemakaian injeksi vitamin B kompleks
sebanyak 2000 ampul selama 1 tahun dengan jumlah pasien sebanyak 1000 orang dan 100
orang mengalami malnutrisi dalam 1 tahun yaitu adanya pemakaian injeksi vitamin B
kompleks yang tidak rasional, hal ini dikarenakan injeksi vitamin B kompleks hanya
digunakan pada keadaan orang yang malnutrisi (lemah, tidak punya daya, tidak ada kekuatan
sehingga sulit untuk absorbsi lewat usus melalui oral), sehingga dari 1000 orang pasien yang
tidak mederita malnutrisi tidak harus diberikan injeksi vitamin B kompleks. Hanya dalam
keadaan yang membutuhkan injeksi vitamin B kompleks saja baru dapat diberikan, dan
jangan menuruti permintaan pasien yang mempunyai asumsi jika belum disuntik maka tidak
bisa sembuh.

b. Yang harus diperhatikan dalam pemakaian atau pemberian injeksi yang benar adalah harus
diberikan berdasarkan alasan yang kuat, misalnya pada pasien yang tidak kooperatif dengan
obat-obatan secara oral (menimbulkan mual dan muntah), pada pasien yang tidak sadar,
atau efek local pada pembedahan gigi dan anestesi harus diberikan suntikan.

c. Jenis obat selain injeksi yang perlu dimonitor sebagai indikator penggunaan obat yang
rasional, yaitu:

 obat penurun panas / antipiretik


 antibiotik
 suplemen / multivitamin

d. Langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan pelaksanaan penggunaan obat yang
rasional di kabupaten x adalah:
 Review kembali penggunaan obat yang ada di puskesmas
 Beri penyuluhan-penyuluhan kepada petugas farmasi

 Beri informasi kepada dokter tentang standar pengobatan di pelayanan kesehatan


tingkat dasar dan lanjutan (penerapan penggunaan DOEN dalam setiap upaya pelayanan
kesehatan)
 Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik (pharmaceutical care), perubahan dari
product oriented ke patient oriented
 Pemberdayaan masyarakat melalui KIE

2. Kasus 2

Puji sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kabupaten Y yang bertanggungjawab dalam upaya
penyediaan obat terutama untuk obat pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringan di
wilayahnya. Langkah – langkah apa yang harus dilakukan oleh Puji, untuk menjamin ketersediaan
obat untuk pelayanan kesehatan dasar di wilayahnya sehingga tidak memungkinkan terjadi
kekosongan obat, baik dalam keadaan normal ataupun dalam keadaan KLB atau bencana di
wilayahnya?

Penyelesaian Kasus 2:

Langkah – langkah untuk menjamin ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan dasar:

a. Perencanaan dan pengadaan obat:


 Mengumpulkan data penduduk (jumlah bayi, balita, bumil dan lansia)
 Mengumpulkan data pola penyakit (prevalensi penyakit yang sering muncul dan membahayakan)
 Mengumpulkan data penduduk yang berobat ke puskesmas

 Perkiraan bencana alam dan KLB berdasarkan data-data yang ada sebelumnya, misalnya
keracunan, wabah (seperti cacar, herpes, diare), banjir
b. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
 Tahap pemilihan obat :

- Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh
lebih baik dibanding efek samping yang akan ditimbulkan.

- Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan
jenis.
- Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
- Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika efeknya lebih baik

- Apabila jenis obat banyak maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
 Tahap perhitungan kebutuhan obat melalui pendekatan :

- metode konsumsi : didasarkan atas analisa data konsumsi sebelumnya (paling umum
digunakan), penggunaan tahun ini sebagai acuan tahun depan tetapi harus ada buffer stok
dan waktu tunggu untuk pemesanan. Untuk KLB sesuaikan kondisi & anggaran yang tersedia.
- metode morbiditas : didasarkan atas pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan.
Harus dipertimbangkan juga jumlah penduduk yang dilayani, jumlah kunjungan kasus
berdasarkan frekuensi penyakit, standar/ pedoman pengobatan, menghitung perkiraan
kebutuhan obat, disesuaikan degan alokasi dana.

c. Langkah-Langkah Pengelolaan Obat:


(Gambar 1.2 Langkah-langkah pengelolaan obat)

 Perencanaan

- menetapkan jumlah dan jenis obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar
- Tahapan :

Tahap pemilihan

Tahap kompilasi pemilihan obat

Tahap perhitungan kebutuhan obat

 Penyimpanan

Suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan


yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat

 Distribusi

rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang


bermutu, terjamin keabsahan dari gudang obat secara teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-
unit pelayanan kesehatan

 LPLPO
- LPLPO disampaikan oleh puskesmas/UPK ke instalasi farmasi kabupaten/kota
- LPLPO dibuat rangkap 3 :
- Asli untuk instalasi farmasi kabupaten/kota
- Tindasan 1 untuk arsip instansi penerima/puskesmas
- Tindasan 2 dikirim untuk dinas kesehatan kabupaten/kota
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
(Permenkes nomor 889/Menkes/Per/V/2011)
2. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian:
a. Rumah Sakit
b. Apotek
c. Industri
d. Lembaga Riset
e. Dinas Kesehatan

3. Dinas Kesehatan merupakan suatu instansi pemerintah di bawah naungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu.

4. Seksi kefarmasian dan perbekalan kesehatan adalah seksi yang mempunyai wewenang untuk menyusun
perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dan melaksanakan pembinaan teknis produksi,
pengadaan, distribusi penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman.

5. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 meliputi
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi da
penyaluran sediaan farmasi, pelayanan sediaan farmasi.

6. tugas pokok dari Dinas Kesehatan adalah melaksanakan urusan rumah tangga dalam bidang kesehatan
yang menjadi tanggung jawab provinsi dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan oleh
pemerintah.
7. Aplikasi yang dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian :
a. Pharmaceutical Care
b. Practice Business Plan
c. Public Health
d. Research and Development
e. Continous Professionalism Development
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan
dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak
berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai