Anda di halaman 1dari 8

1.

Agency Theory
Teori ini menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua pihak atau lebih yang
salah satu pihak disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak lain yang disebut agen (agent)
untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang
(Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini pihak prinsipal mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision making kepada agen. Prinsipal memberikan tanggung jawab
kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab
agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal
mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam
pendelegasian otoritas pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan
angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai implikasi terhadap
akuntansi.
Menurut Watts dan Zimmerman (1986) hubungan prinsipal dan agen sering ditentukan
dengan angka akuntansi. Hal ini memicu agen untuk memikirkan bagaimana akuntansi tersebut
dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk
tindakan yang dapat dilakukan agen adalah dengan melakukan manajemen laba.
Teori agensi menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik
kepentingan antara agen dan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha mencapai tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya. Seringkali hubungan antara prinsipal dan agen tercermin
dalam hubungan antara pemilik modal atau investor sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen.
Dalam hal ini agen memiliki lebih banyak informasi dibanding prinsipal, sehingga menimbulkan
adanya asimetri informasi. Adanya informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat
memicu untuk melakukan tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribandinya. Bagi
prinsipal dalam hal ini pemilik modal atau investor akan sangat sulit untuk mengontrol secara
efektif tindakan yang dilakukan oleh manajer karena hanya memiliki sedikit informasi.

1. Signaling Theory
Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan
informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan
informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan
mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak
luar.
Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka
melindungi diri dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk
mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya
berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai
prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al, 2000).
Dalam teori sinyal dijelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa
mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme untuk menghasilkan laba lebih
berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan
laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang
tidak overstate. Dalam prakteknya, manajemen menerapkan kebijakan akuntansi konservatif
dengan menghitung depresiasi yang tinggi akan menghasilkan laba rendah yang relatif permanen
yang berarti tidak mempunyai efek sementara pada penurunan laba yang akan berbalik pada
masa yang akan datang (Fala, 2007).
Kusuma (2006) menyatakan bahwa tujuan teori signaling kemungkinan besar membawa
dampak yang baik bagi para pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan
kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh,
karena manajer sangat erat kaitannya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas
investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik
mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu manajer dapat
mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor atau pemakai
laporan keuangan lainnya.

2. Teori Akuntansi Positif


Watts dan Zimmerman (1986 : 5), penggagas Teori Akuntansi Positif, menyatakan
bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to
predict) praktik- praktik akuntansi. Arti dari menjelaskan adalah menyediakan alasan-alasan
untuk praktik akuntansi yang dapat diobservasi, sedangkan arti dari memprediksi adalah bahwa
teori akuntansi dapat memprediksi fenomena yang tidak terobservasi. menghubungkan konsep-
konsep dalam bentuk hipotesis yang akan diuji. Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa teori
sebaiknya dibangun oleh para akademisi, bersumber pada bukti empiris yang memiliki kekuatan
untuk mampu memprediksi. Teori yang tidak dibangun atas dasar tersebut di sebut Watts dan
Zimmerman (1986 :4) sebagai ‘child’s theory’ yang melakukan generalisasi tanpa pengalaman
riset saintifik.

Teori Akuntansi positif didasarkan pada proposisi bahwa manajer, pemegang saham, dan
regulator (politisi) adalah rasional dan mereka berusaha untuk memaksimalkan utility mereka,
yang secara langsung terkait dengan kompensasi dan kemakmuran mereka. Pilihan akuntansi
tergantung pada variabel-variabel yang merepresentasi insentif manajemen untuk memilih
metode akuntansi dengan rencana bonus, kontrak hutang, dan proses politisi.
Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan tiga hipotesis yang diaplikasikan untuk
melakukan prediksi dalam teori akuntansi positif mengenai motivasi manajemen melakukan
pengelolaan laba. Tiga hipotesis yang dijelaskannya adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis), berkaitan dengan tindakan manajemen
dalam memilih metode akuntansi untuk memaksimalkan laba demi mendapatkan bonus
yang tinggi. Manajemen yang diberikan janji untuk mendapatkan bonus sehubungan
dengan performa perusahaan khususnya terkait dengan laba perusahaan yang
diperolehnya akan termotivasi untuk mengakui laba perusahaan yang seharusnya menjadi
bagian di masa mendatang, diakui menjadi laba perusahaan pada tahun berjalan.
2. Hipotesis perjanjian hutang (debt covenant hypothesis), dalam melakukan perjanjian
hutang, perusahaan diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan oleh
debitur agar dapat mengajukan pinjaman. Beberapa persyaratan tersebut adalah
persyaratan atas kondisi tertentu mengenai keuangan perusahaan. Kondisi keuangan
perusahaan dapat tercermin dari rasio-rasio keuangannya. Kreditor memiliki persepsi
bahwa perusahaan yang memiliki nilai laba yang relatif tinggi dan stabil merupakan salah
satu kriteria perusahaan yang sehat.
3. Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), hipotesis ini menjelaskan akibat politis
dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin besar laba
yang diperoleh perusahaan, maka semakin besar tuntutan masyarakat terhadap
perusahaan tersebut. Perusahaan yang berukuran besar diharapkan akan memberikan
perhatian yang lebih terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap pemenuhan atas
peraturan yang diberlakukan regulator.

Menurut Chariri dan Ghozali (2007), dalam teori akuntansi positif terdapat tiga hubungan
keagenan yaitu:
 Hubungan manajemen dengan pemilik (pemegang saham), manajemen akan cenderung
menerapkan akuntansi yang kurang konservatif atau optimis apabila kepemilikan saham
yang ada di perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan kepemilikan saham eksternal.
Agen atau manajer tersebut ingin agar kinerjanya dinilai bagus dan mendapatkan bonus
(bonus plan), maka manajer cenderung meningkatkan laba periode berjalan. Namun,
prinsipal atau pemegang saham hanya menginginkan deviden maupun capital gain dari
saham yang dimilikinya. Sebaliknya, jika kepemilikan manajerial lebih tinggi dibanding
pemegang saham eksternal, maka manajemen cenderung melaporkan laba yang lebih
konservatif. Adanya rasa memiliki dari manajer terhadap perusahaan yang tinggi
membuat manajer lebih berkeinginan untuk memperbesar perusahaan. Penerapan
akuntansi yang konservatif menyebabkan terdapat cadangan dana tersembunyi yang
cukup besar untuk dapat meningkatkan investasi perusahaan. Aset akan diakui dengan
nilai terendah, sehingga nilai pasar lebih besar daripada nilai buku dan
terbentuklah goodwill.
 Hubungan manajemen dengan kreditor, apabila rasio hutang atau ekuitas perusahaan
tinggi maka kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang
konservatif atau yang cenderung menurunkan laba semakin besar. Hal ini dikarenakan
kreditor dapat mengawasi kegiatan operasional manajemen, sehingga pihaknya meminta
manajemen agar melaporkan laba yang konservatif demi keamanan dananya.
 Hubungan manajemen dengan pemerintah, manajer akan cenderung melaporkan laba
secara konservatif atau secara hati-hati untuk menghindari pengawasan yang lebih ketat
dari pemerintah, para analis, dan masyarakat. Perusahaan yang besar akan lebih disoroti
oleh pihak-pihak tersebut dibanding perusahaan kecil. Perusahaan besar harus dapat
menyediakan layanan publik dan tanggung jawab sosial yang lebih baik kepada
masyarakat sebagai tuntutan dari pemerintah dan juga membayar pajak yang lebih ringgi
sesuai dengan laba perusahaan yang tinggi.
4. Political Economy Theory

Menurut Gray, Owen, dan Adam, kedua teori tersebut dikembangkan dariteori yang lebih
luas, yaitu Political Economy Theory. Teori ekonomi politik didefinisi sebagai rerangka sosial,
politikal, dan perekonomian dalam kehidupan manusia sebagai masyarakat (Deegan, 2004, p.
251). Teori ini berpandangan bahwa masyarakat, politik dan perekonomian tidak dapat
dipisahkan, sehingga isuisu ekonomi tidak akan bermakna apabila dikaji tanpa melibatkan aspek
politik, sosial, dan institusi dimana perekonomian berlangsung.

5. Legitimacy Theory
Legitimacy Theory merangkum pendapat Habermas dan Weber, Aime et al.,
menyimpulkan bahwa legitimacy theory merupakan properti fundamental bagi aspek-aspek
sosial yang mempengaruhi perilaku, struktur, dan stabilitas organisasi dan kelompok. Legitimacy
has long been recognized as a fundamental social property affecting the behavior, structure, and
stability of organizations and teams (Aime, Meyer, & Humphrey, 2010).
Teori ini didasari oleh suatu premis bahwa perusahaan memberikan sinyal legitimasinya
melalui pengungkapan informasi tertentu dalam laporan tahunannya. Watson et al., (2002)
menegaskan: Legitimacy theory is based on the premise that companies signal their legitimacy
by disclosing certain information in the annual report. Legitimacy theory is centered on the
notion of a contract or agreement between an enterprise and its constituents. Oleh Gaffikin
(2008, p. 247) legitimacy theory didefinisi sebagai: An explanation for why entities voluntarily
disclose information on their social performance based on the idea that as society grants the
entity privileges (such as access to resources) it has an obligation to be accountable to society.

6. Stakeholder Theory
Stakeholder theory didefinisi sebagai: An explanation for why entities voluntarily
disclose information on their social performance based on the idea that the entity has a large
number of interested parties to which it should be accountable for. (Gaffikin, 2008, p. 251)
Dalam pandangan stakeholder theory, perusahaan memiliki banyak interested parties yang
semuanya memerlukan informasitentang kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan
mempunyai kewajiban untuk menyajikan informasi yang dibutuhkan.
Riset-riset yang mengkaji aspek pengungkapan dengan menggunakan stakeholder theory
telah banyak dilakukan. Jurgens et al., (2010) mengkaji stakeholder relations difficulties yang
dihadapi oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang beroperasi di Eropa. Riset ini
menemukan bahwa kesulitan-kesulitan tersebut disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kultural
dan philosopikal antara kedua wilayah, yang mempengaruhi cara pandang terhadap stakeholders
dan bagaimana hubungan dengan kelompok-keompok tersebut dikelola.

7. Institutional Theory

Teori institusional (Institutional Theory) atau teori kelembagaan core idea-nya adalah
terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan
terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau
gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan
keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep
organisasi.

Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan organisasional yang luas dimana setiap
organisasi saling mempengaruhi bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau
institusionalisasi (pelembagaan). Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995),
menyebutnya sebagai proses imitasi atau adopsi mimetic sebuah organisasi terhadap elemen
organisasi lainnya.

Menurut Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), organisasi terbentuk
oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh kemudian di
institusionalkan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut.
Proses legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui tekanan negara-negara dan
pernyataan-pernyataan. Teori institusional dikenal karena penegasannya atas organisasi hanya
sebagai simbol dan ritual.

Perspektif yang lain dikemukakan oleh Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson (1995),
yang mengklaim bahwa organisasi berada dibawah tekanan berbagai kekuatan sosial guna
melengkapi dan menyelaraskan sebuah struktur, organisasi harus melakukan kompromi dan
memelihara struktur operasional secara terpisah, karena struktur organisasi tidak ditentukan oleh
situasi lingkungan tugas, tetapi lebih dipengaruhi oleh situasi masyarakat secara umum dimana
bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh legitimasi, efektifitas dan rasionalitas pada masyarakat.

Kekhususan teori institusional terletak pada paradigma norma-norma dan legitimasi, cara
berpikir dan semua fenomena sosiokultural yang konsisten dengan instrumen tehnis pada
organisasi. DiMaggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), melihat bahwa organisasi
terbentuk karena kekuatan di luar organisasi yang membentuk lewat proses mimicry atau imitasi
dan compliance. Kontributor lain teori ini adalah Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson
(1995), menyatakan bahwa organisasi berada di bawah tekanan untuk menciptakan bentuk-
bentuk sosial yang hanya terbentuk oleh pendekatan konformitas dan berisi struktur-
struktur terpisah pada aras operasional.

8. Contingency theory

Teori Kontingensi biasa disebut juga sebagai teori situsional. Pandangan teori situasional
dalam organisasi, memandang bahwa dalam penyelesaian masalah organisasi dapat dituntaskan
dengan menggunakan metode-metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Teori
situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blancard.

Teori situasional merupakan perkembangan yang mutakhir dari teori organisasi. Model
ini didasarkan pada hubungan garis lengkung atau curva linier diantara perilaku tugas dan
perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan perangkat organisasi dengan
beberapa pengertian mengenai hubungan diantara para anggota organisasi yang efektif dan tarap
kematangan yang dimiliki anggota organisasi tersebut. Teori situasional organisasi memiliki
beberapa variabel diantaranya manajer, bawahan, atasan, organisasi, tuntutan kerja dan waktu,
yang terlibat dalam teori situasional, namun penekanan tetap terletak pada hubungan manajer
dengan anggota organisasi. Anggota organisasi merupakan faktor yang paling menentukan dalam
suatu peristiwa dalam organisasi.

Teori ini berasumsi bahwa manajer yang efektif tergantung pada taraf kematangan
anggota organisasi, dan kemampuan manajer untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi
tugas ataupun hubungan antar manusia. Makin matang anggota organisasi, manajer harus
mengurangi tingkat struktur tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat individu atau
kelompok bergerak dan mencapai rata-rata kematangan manajer harus mengurangi baik
hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini berlangsung sampai anggota organisasi
mencapai kematangan penuh, dimana mereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan
kerjanya ataupun kematangan psikologisnya. Jadi teori situasional ini menekankan pada
kesesuaian antara gaya manajer dengan tingkat kematangan anggota organisasinya.

Anda mungkin juga menyukai