Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Kejang demam ( febrile convulsion, seizure), ialah perubahan aktifitas


motoric dan atau behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas
akibat dari adanya aktiftas listrik abnormal di otak yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh ( Widagdo, 2012). Kejang demam ialah gangguan kejang
yang paling sering dijumpai pada anak.

Menurut Judha (2011), bangkitan kejang pada bayi dan anak


disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan saraf pusat misalnya : tonsillitis, ositis media akut,
bronchitis.

Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi akibat kenaikan suhu


(rectal > 380C dan aksila > 38,80C) disebabkan oleh suau poses ekstrakranium
(Sodikin,2012).

1
BAB II

PROSES TERJADINYA PENYAKIT

A. Presipitasi

Menurut sodikin (2012), penyebab kejang demam belum dapat dipastikan.


Sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh tetapi bukan pada kecepatan
kenaikan suhu yang menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Pada
keadaan suhu demam melebihi 38,80C dan terjadi pada saat suhu tubuh naik
bukan pada setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. Kejang pada anak
umumnya diprovokasi oleh kelainan somatic berasal dari luar otak yaitu
demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kepala, hipoksia keracunan atau aritmia
jantung.

Faktor Resiko Kejang Demam

1. Faktor Demam

Demam apabila hasil pengukuran suhu mencapai di atas 37,80C aksila


atau di atas 38,30C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab,
tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan
faktor utama timbul bangkitan kejang demam.

2. Faktor Usia

Tahap perkembangan otak dibagi menjadi 6 yaitu neurulasi,


perkembangan prosensefali, poliferasi neuron, migrasi neural, organisasi,
dan meilinisasi. Tahapan perkembangn otak intrauteri dimulai fase
neurulasi sampai migrasi neural. Menurut Arnold (2008) dalam
penelitiannya mengidentifikasi bahwa sebanyak 4% anak akan
mengalami demam kejang, terjadi dalam satu kelompok usia antara 3
bulan samapi dengan 5 tahun dengan demam tanpa infeksi intracranial,
sebagian besar kasuspada anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun
dengan kejadian paling sering pada ana usia 18 sampai dengan 24 bulan.

2
3. Faktor Riwayat Keluarga

Apabila salah satu orang tua pederita degan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyai resiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
sebesar 205-22%.

B. Patofisiologi

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan


listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimia, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti
juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membrane. Potensial
membrane yaitu selisih potensial antara intasel dan ekstrasel. Potensial intrasel
lebih negative dibandingkan dengan ektrasel. Dalam keadaan istirahat potensial
membrane berkisar antara 30-100 mV, selisih potensi membrane ini akan tetap
sama selama sel tidak mendapatkan rangsanag.

Patofisiologi kejang demam belum diketahui secara pasti, diperkirakan


bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi – reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen
akan lebih cepat habis, terjadilah reaksi hipoksia. Transport aktif yang
memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat
yang akan menyebabkan potensi membrane censerng turun atau kepekaan sel
saraf meningkat. Pada saat kejang demam akan timbul kerusakan konsumsi
energy diotak, jantung otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam
akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakaan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motoric dan
hipergikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak.

3
C. Pathway

Infeksi bakteri
virus dan parasit

Rangsang mekanik
Reaksi inflamasi dan biokimia.
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Proses demam

Perubahan
konsentasi ion Kelainan
Hipertermia diruang neurologic
ekstraseluler perinatal/prenatal

ketike
Ketidakseimbanga
Resiko kejang
berulang n potensial Perubahan difusi
v ATP
membran Na+ dan K-
Resiko
keterlambatan Perubahan beda
perkembangan Pelepasan muatan listrik
semakin meluas potensial membran
keseluruh selmmaupun sel neuron
Resiko cidera membrane sel sekitarnya
Resiko cidera
dengan bantuan
neurotransmitter
Kesadaran menurun Kejang

Reflek menelan Lebih dari 15 menit


Kurang dari 15 menit
menurun
Kontraksi otot menigkat Perubahan suplay darah
Resiko aspirasi
keotak
Metabolisme meningkat
Resiko kerusakan sel
neuron otak
Ketidakefektifan
termogulasi
Resiko ketidakefektifan
4
perfusi jaringan otak
D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam menurut


Riyadi (2009) :

1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 280C

2. Timbulnya kejang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.


Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memeberikan reaksi
apapun tetapi saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.

E. Klasifikasi

Berdasarkan atas studi epidemiologi menurut Widagdo (2012), kejang demam


dibagi menjadi 3 jenis yaitu,

1. Kejang Demam Sederhana ( simple febrile convulsion)

Biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai


kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥390 C. kejang bersifat umum
dan toniklonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang
sampai 15 menit, pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu
keadaan singkat seperti mengantuk ( drowsiness), dan bangkitan kejang
terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan
neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, dan
demam bukan disebabkan karena meningitis,ensefalitis atau penyakit lain
dari otak.

2. Kejang Demam Kompleks ( complex or complicated febrile convulsion)

Dengan sifat berupa lama kejang >15 menit, atau kejang berulang lagi
dalam 24 jam, dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa
pasca bangkitan (pos-tictal period). Umur pasien, status neurologic dan sifat
demam adalah samaa dengan pada kejang demam sederhana.

5
3. Kejang Demam Simtomatik (symptomatic febrile seizure)

Dengan sifat yaitu umur dan sifat demam adalah sama dengan pada kejang
demam sederhana, dan sebelumnya anak telah mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Faktor risiko untuk timbul epilepsy ialah
gambaran kompleks waktu bangkitan dan pasca iktal,kejang bermula pada
umur <12 bulan, milestone tumbuh kembang terlambat, dan terdapat
kelainan pada uji cairan serebrospinal (CSS).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejag demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan darah, perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko meningitis bakterialis
adalah 0,6-6,7% pada bayi.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefagrafi (EEG) tidak direkomendasikan karena tidak
dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
epilepsy pada pasien kejang demam.
4. MRI
MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifatsemetara maupun kejang fokal sekunder.
(Riyadi, 2009)

G. Penaktalaksanaan Medis

1. Pengobatan kejang demam ditunjukkan pertama untuk segera mengatasi


kejang yang terjadi dengan pemberian diazepam 1 mg/kg/24 jam dalam 3
dosis, biasanya selama 2-3 hari, dan antipiretik untuk segera menurunkan

6
peningkatan suhu tubuh. Penyebab demam segera diidentifikasi dan diatasi
dengan terapi yang sesuai. Pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegaan
dianggap kontroversi karena kurang efektif dan pngaruh efek samping yang
tak dikehendaki. Bila demam 38,50c ataupun lebih untuk mencegah
terjadinya kejang dapat diberi antiseptic. Prognosis untuk fungsi neurologic
adalah sangat baik.
2. Pemberian Oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
3. pemberian cairan intravena dalam pemberian terapi intavena. Kebutuhan
cairan rat – rata untuk anak terlihat pada tabel sebagai berikut
UMUR BB Kg Kebutuhan Cairan/ Kg BB
0-3 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
(Riyadi,2009)

7
BAB III
RENCANA KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Hipertermia berhubungan dengan kejang


2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
3. Ketidakefektifan termogulasi
4. Resiko keterlambatan perkembangan
5. Risiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam)

B. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Hipertemia b.d Setelah dilakukan Pengaturan suhu :


kejang tindakan asuhan 1. Monitor suhu paling
keperawatan selama tidak setiap 2 jam
1x24 jam diharapkan 2. Monitor tekanan
hipertermia dapat darah, nadi dan
teratasi dengan respirasi, sesuai
kriteria hasil : kebutuhan.
Termogulasi : Perawatan Demam :
1. Peningkatan suhu 1. Dorong konsumsi
kulit dari skala 4 cairan
ke skala 2 2. Tingkatkan sirkulasi
2. Hipertermia dari udara
skala 4 ke skala 2 3. Fasilitasi istirahat
3. Suhu tubuh dari terapkan pembatasan
skala 4 ke skala 2 fisik
4. Perubahan warna 4. Kolaborasikan dengan
kulit dari skala 4 dokter pemberian obat
ke skala 2 5. Beri obat atau cairan

8
IV

2. Resiko cedera Setelah dilakukan Manajemen kejang :


tindakan asuhan 1. Pertahankan jalan
keperawatan selama nafas
3x24 jam diharapkan 2. Pandu gerakan klien
resiko untuk mencegah
ketidakefektifan cedera
perfusi jaringan otak 3. Monitor arah kepala
dapat teratasi dengan dan mata selama
kriteria hasil : kejang
1. Pasien terbebas 4. Longgarkan pakaian
dari cedera dari 5. Catat lama kejang
skala 2 ke skala 4 6. Berikan obat anti
2. Mampu kejang dengan benar
menjelaskan Orientasikan pasien
faktor resiko dari kembali setelah kejang
lingkungan/
perilaku personal
3. Mengguakan
fasilitas
kesehatan yang
ada

3. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan kejang :


ketidakefektifan tindakan asuhan 1. Monitor pengelolaan
perfusi jaringan keperawatan selama obat
serebral 3x24 jam diharapkan 2. Intruksikan keluarga
resiko mengenai pertolongan
ketidakefektifan pertama pada kejang

9
perfusi jaringan otak 3. Gunakan penghalang
dapat teratasi dengan tempat tidur
kriteria hasil : Monitor tekanan
Perfusi jaringan : intracranial (TIK)
serebral 1. Monitor status
1. Tekanan neurologis
intracranial dari 2. Sesuaika keapala
skala 2 ke skala 4 untuk mengoptimalkan
2. Demam dari skala serebral
2 ke skala 4 3. Monitor suhu
3. Penurunan 4. Berikan antibiotic
kesadaran dari skla
2 ke skala 4

10
DAFTAR PUSTAKA

Helen, B. 2008. Rujukan Cepat pediatric dan kesehatan anak. Jakarta : EGC

Judha M & Rahil H.N. 2011. Sistem Persyarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Goysen Publishing

Riyadi,S. 2009. Asuhan Kepewatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sodikin.2012.prinsip perawatan demam pada anak.Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Widagdo. 2012. Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta : CV Sagung Seto

Widagdo. 2012. Penyakit Anak dengan Kejang. Jakarta : CV Sagung Seto

11

Anda mungkin juga menyukai