PENDAHULUAN
A. Pengertian
1
BAB II
A. Presipitasi
1. Faktor Demam
2. Faktor Usia
2
3. Faktor Riwayat Keluarga
Apabila salah satu orang tua pederita degan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyai resiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
sebesar 205-22%.
B. Patofisiologi
3
C. Pathway
Infeksi bakteri
virus dan parasit
Rangsang mekanik
Reaksi inflamasi dan biokimia.
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Proses demam
Perubahan
konsentasi ion Kelainan
Hipertermia diruang neurologic
ekstraseluler perinatal/prenatal
ketike
Ketidakseimbanga
Resiko kejang
berulang n potensial Perubahan difusi
v ATP
membran Na+ dan K-
Resiko
keterlambatan Perubahan beda
perkembangan Pelepasan muatan listrik
semakin meluas potensial membran
keseluruh selmmaupun sel neuron
Resiko cidera membrane sel sekitarnya
Resiko cidera
dengan bantuan
neurotransmitter
Kesadaran menurun Kejang
E. Klasifikasi
Dengan sifat berupa lama kejang >15 menit, atau kejang berulang lagi
dalam 24 jam, dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa
pasca bangkitan (pos-tictal period). Umur pasien, status neurologic dan sifat
demam adalah samaa dengan pada kejang demam sederhana.
5
3. Kejang Demam Simtomatik (symptomatic febrile seizure)
Dengan sifat yaitu umur dan sifat demam adalah sama dengan pada kejang
demam sederhana, dan sebelumnya anak telah mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Faktor risiko untuk timbul epilepsy ialah
gambaran kompleks waktu bangkitan dan pasca iktal,kejang bermula pada
umur <12 bulan, milestone tumbuh kembang terlambat, dan terdapat
kelainan pada uji cairan serebrospinal (CSS).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejag demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan darah, perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko meningitis bakterialis
adalah 0,6-6,7% pada bayi.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefagrafi (EEG) tidak direkomendasikan karena tidak
dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
epilepsy pada pasien kejang demam.
4. MRI
MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifatsemetara maupun kejang fokal sekunder.
(Riyadi, 2009)
G. Penaktalaksanaan Medis
6
peningkatan suhu tubuh. Penyebab demam segera diidentifikasi dan diatasi
dengan terapi yang sesuai. Pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegaan
dianggap kontroversi karena kurang efektif dan pngaruh efek samping yang
tak dikehendaki. Bila demam 38,50c ataupun lebih untuk mencegah
terjadinya kejang dapat diberi antiseptic. Prognosis untuk fungsi neurologic
adalah sangat baik.
2. Pemberian Oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
3. pemberian cairan intravena dalam pemberian terapi intavena. Kebutuhan
cairan rat – rata untuk anak terlihat pada tabel sebagai berikut
UMUR BB Kg Kebutuhan Cairan/ Kg BB
0-3 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
(Riyadi,2009)
7
BAB III
RENCANA KEPERAWATAN
B. Rencana Keperawatan
8
IV
9
perfusi jaringan otak 3. Gunakan penghalang
dapat teratasi dengan tempat tidur
kriteria hasil : Monitor tekanan
Perfusi jaringan : intracranial (TIK)
serebral 1. Monitor status
1. Tekanan neurologis
intracranial dari 2. Sesuaika keapala
skala 2 ke skala 4 untuk mengoptimalkan
2. Demam dari skala serebral
2 ke skala 4 3. Monitor suhu
3. Penurunan 4. Berikan antibiotic
kesadaran dari skla
2 ke skala 4
10
DAFTAR PUSTAKA
Helen, B. 2008. Rujukan Cepat pediatric dan kesehatan anak. Jakarta : EGC
Judha M & Rahil H.N. 2011. Sistem Persyarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Goysen Publishing
11