BAB III LANDASAN TEORI New
BAB III LANDASAN TEORI New
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola
pemuatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi waktu edar alat. Pola
pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan
serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang
datang, mangkuk (bucket) alat gali-muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan.
Setelah alat angkut terisi penuh maka alat angkut segera keluar dan dilanjutkan
dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat angkut
maupun alat gali muatnya.
Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan oleh
kedudukan alat muat terhadap material dan posisi alat angkut pada saat dimuat,
apakah kedudukan alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan kedua-
duanya sama tinggi. Cara pemuatan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
III-1
1. Top Loading
Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truk jungkit (alat muat berada di atas
tumpukan material atau berada di atas jenjang). Cara ini hanya dipakai pada alat
muat back hoe. Selain itu operator lebih leluasa untuk melihat bak dan
menempatkan material.
2. Bottom loading
Ketinggian atau kedudukan alat angkut dan truk jungkit adalah sama. Cara ini
hanya di pakai pada alat muat Back Hoe dan Wheel loader.
Gambar 3.1 Pola muat Top Loading dan Bottom loading (Hustrulid,1995)
1. Frontal Cut
Back hoe berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian. Pada pola ini
alat muat memuat pertama kali pada truk sebelah kiri sampai penuh, kemuadian
dilanjutkan pemuatan pada truk sebelah kanan. Sudut putar back hoe antara 10° -
110°.
III-2
2. Parallel Cut with Drive by
Back hoe bergerak melintang dan sejajar dengan front penggalian. Pola ini
diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki 2 (dua) akses dan berdekatan dengan
lokasi penimbunan. Memiliki efisiensi tinggi untuk alat muat dan angkutnya
walaupun rata-rata sudut putar alat muat lebih besar dibandingkan frontal cut.
Gambar 3.2 (A) Frontal Cut, (B) Parallel Cut with Drive by (Indonesianto,2007)
III-3
Fp = (Vb/Vd) x 100%
Keterangan :
Fp : Faktor pengisian
III-4
Tabel 3.1 Faktor pengisian (fill factor)
berisi udara atau air antar butir dalam material di alam tersebut sangat sedikit.
Sehingga apabila material yang berada di alam tersebut terbongkar, maka akan
terjadi pengembangan volume (swell). Untuk menyatakan berapa besarnya
pengembangan volume tersebut dikenal istilah yaitu swell factor. Pengembangan
volume suatu material perlu diketahui karena yang diperhitungkan pada
penggalian selalu didasarkan pada kondisi material sebelum digali yang
dinyatakan dalam bank volume atau volume insitu. Sedangkan material yang
ditangani adalah material yang telah mengalami pengembangan (loose volume).
Rumus untuk menghitung swell factor berdasarkan kerapatan (densitas) material
sebagai berikut : (Indonesianto,2007)
Fungsi utama jalan angkut dalam usaha pertambangan adalah untuk menunjang
kelancaran operasi tambang, terutama kegiatan pengangkutan. Dalam rangka
penggunaan jalan angkut, ada beberapa geometri yang perlu diperhatikan dan
III-5
dipenuhi agar tidak menimbulkan gangguan dan hambatan yang dapat
menghambat kegiatan pengangkutan.
keterangan :
L(m) = lebar minimum jalan angkut , m
n = jumlah jalur
W(t) = lebar alat angkut, m
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada lebar pada jalan
lurus. Untuk lebar jalan angkut minimum pada tikungan dapat dipergunakan
rumus:
W = n(U+Fa+Fb+Z)+C
III-6
C = Z = ½ (U+Fa+Fb)
Keterangan :
W = lebar jalan angkut pada tikungan, meter
n = jumlah jalur
U = jarak jejak roda kendaraan, meter
Fa = lebar juntai depan, meter
= jarak as roda depan dengan bagian depan truk x sin α, meter
Fb = lebar juntai belakang, meter
= jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk x sin α, meter
α = sudut penyimpangan roda depan
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, meter
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan, meter
Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk menghasilkan daur
kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksinya semakin tinggi.
III-7
1. Waktu Edar Alat Muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket sampai
dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali kosong.
(Pfleider,1972)
Keterangan :
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat untuk
dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu dumping dan waktu kembali kosong. (Pfleider,1972)
Rumus :
Keterangan :
III-8
Ta4 : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, menit
Keterangan :
C : kapasitas bucket, m3
III-9
Keterangan :
Ca : kapasitas bak, m3
: n x C x Bff
C : kapasitas bucket, m3
3.7. Keserasian Kerja Alat Muat dan Alat Angkut (Match Factor)
Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat muat dan alat angkut,
maka produksi alat muat harus sesuai dengan produksi alat angkut. Faktor
keserasian alat muat dan alat angkut didasarkan pada produksi alat muat dan
produksi alat angkut yang dinyatakan dalam match factor (MF). Hal ini dapat
III-10
dicapai dengan penilaian terhadap cara kerja, jenis alat, kapasitas dan kemampuan
suatu alat baik untuk alat muat maupun alat angkut. Untuk menilai keserasian alat
muat dan alat angkut dapat digunakan rumus Match Factor adalah sebagai berikut
: (Indonesianto,2007)
𝐍𝐚 𝐱 𝑪𝒕𝒎
𝑴𝑭 = 𝐍𝐦 𝐱 𝑪𝒕𝒂
Keterangan :
MF : match factor
1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 %, sedang alat angkut
bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat yaitu :
𝐍𝐚 𝐱 𝑪𝒕𝒎
1> 𝐍𝐦 𝐱 𝑪𝒕𝒂 Nm x Cta > Na x Ctm
𝐍𝐦 𝐱 𝑪𝒕𝒂 𝐍𝐦 𝐱 𝑪𝒕𝒂
> 𝐶𝑡𝑚 𝑪𝒕𝒎 <
𝐍𝐚 𝐍𝐚
𝑵𝒎 𝒙 𝑪𝒕𝒂
Wtm + Ctm = 𝑵𝒂
𝑵𝒎 𝒙 𝑪𝒕𝒂
Wtm = − 𝑪𝒕𝒎 (𝒎𝒆𝒏𝒊𝒕)
𝑵𝒂
2. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja kurang
dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut sebagai berikut :
III-11
𝐍𝐚 𝐱 𝑪𝒕𝒎
> 1 Na x Ctm > Nm x Cta
𝐍𝐦 𝐱 𝑪𝒕𝒂
𝐍𝐚 𝐱 𝑪𝒕𝒎
Cta < 𝐍𝐦
𝐍𝐚 𝐱 𝑪𝒕𝒎
Wta = − 𝑪𝒕𝒂 (𝒎𝒆𝒏𝒊𝒕)
𝐍𝐦
MF = 1, artinya alat muat dan alat angkut bekerja 100 %, dengan demikian tidak
terdapat waktu tunggu bagi alat muat maupun alat angkut.
III-12
3.8. Efisiensi Kerja
Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan. Efisiensi kerja akan
semakin besar apabila banyaknya waktu kerja semakin mendekati jumlah waktu
kerja yang tersedia. Waktu yang tersedia berhubungan erat dengan jam kerja
efektif. Jam kerja efektif adalah jam kerja dimana alat mekanis berproduksi, jam
kerja efektif
diperoleh dari jam kerja yang tersedia dikurangi hambatan-hambatan yang terjadi
selama proses produksi termasuk perbaikan dan perawatan alat.
Hambatan yang Dapat Dihindari merupakan hambatan yang terjadi karena adanya
penyimpangan-penyimpangan terhadap waktu kerja yang dijadwalkan. Hambatan
tersebut antara lain :
III-13
2. Hambatan yang Tidak Dapat Dihindari
Hambatan yang Tidak Dapat Dihindari adalah hambatan yang terjadi pada waktu
jam kerja yang menyebabkan hilangnya waktu kerja dikarenakan kondisi alam
atau kegiatan rutin dan harus dilaksanakan. Hambatan tersebut antara lain :
Hujan.
Pengeringan jalan setelah hujan.
Pindah posisi penempatan alat.
Perbaikan front penambangan.
Pemeriksaan dan pemanasan alat.
Pengisian bahan bakar.
Kerusakan dan perbaikan alat di tempat.
Keterangan :
(Whd + Whtd)
Dengan mengetahui waktu kerja efektif, maka dapat diketahui efisiensi kerja alat
mekanis, (Partanto, 2000) yaitu :
III-14
Efisiensi alat muat dilambangkan “E’m”, sedangkan efisiensi alat angkut
dilambangkan “E’a”.
III-15