Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia telah mengenal pungutan sejenis pajak bahkan

sebelum dijajah oleh Bangsa Eropa dan Jepang. Masyarakat telah

mengenal upeti yaitu pungutan sejenis pajak yang bersifat memaksa.

Perbedaannya adalah upeti diberikan kepada raja sebagai persembahan.

Karena pada masa itu raja dianggap sebagai wakil tuhan dan apa yang

terjadi di masyarakat dianggap dipengaruhi oleh raja.

Meskipun kemudian masyarakat mendapat imbalannya berupa jaminan

keamanan dan ketertiban dari raja. Perlu dicatat bahkan pada masa itu

beberapa kerajaan seperti Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram

mengenal sistem pembebasan pajak. Terutama pajak atas kepemilikan

tanah yang biasa disebut tanah perdikan. Biasanya pembebasan tersebut

diatur dalam beleid yang dituangkan baik dalam prasasti ataupun dicatat

dalam kitab kesusastraan. Ketika masuk era kolonialisasi oleh Belanda

dan bangsa Eropa pajak mulai dikenakan.

Dalam catatan sejarah badan otonomi Belanda yaitu VOC memungut

pajak diantaranya Pajak Rumah, Pajak Usaha dan Pajak Kepala kepada

pedagang Tionghoa dan pedagang asing lainnya. Namun, VOC tidak

memungut pajak di wilayah kekuasaanya seperti Batavia, Maluku dan

lainnya. Kemudian pada masa Gubernur Jenderal Daendels juga ada

1
2

pemungutan pajak yaitu memungut pajak dari pintu gerbang (baik orang

dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten), termasuk

pula pungutan pajak terhadap rumah.

Masuk ke era pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Raffles juga dikenal

sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan landrent stesel yang mana

meniru sistem pengenaan pajak di Bengali, India yaitu pengenaan pajak

atas sewa tanah masyarakat kepada pemerintah kolonial. Inilah yang

menjadi cikal bakal pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pengenaan pajak landrent stesel ini berdasarkan System Rayatwari yaitu

pengenaan pajak secara langsung kepada para petani. Dalam hal ini tarif

pajak adalah pendapatan rata-rata petani dalam setahun. Kenapa

dikenakan kepada petani? Raffles beranggapan bahwa tanah yang

dikelola oleh petani merupakan tanah para raja (sovereign) sedangkan

para raja dianggap menyewa tanah tersebut kepada pemerintah kolonial.

Dalam hal ini Inggris.

Kemudian terdapat juga aturan mengenai pajak penghasilan pada era

kolonial. Aturan pajak atas penghasilan dikenakan kepada pribumi

maupun orang non-pribumi yang mendapat penghasilan di Hindia

Belanda, sebutan Indonesia kala itu. Aturan ini yang menerapkan adalah

pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Pajak pendapatan

untuk pribumi dikenakan atas kegiatan usahanya seperti perdagangan

sehingga dikenal dengan business tax sedangkan untuk orang non-

pribumi dikenakan atas paten usaha bidang industri, pertanian, kerajinan


3

tangan, manufaktur dan sejenisnya sehingga disebut tax patent duty.

Contoh aturan pengenaanya adalah Ordonantie op de Inkomstenbelasting

1908 dengan tarif pengenaan pajak pendapatan adalah 2% dari

pendapatan.

Pada zaman penjajahan Jepang lebih banyak tidak banyak diketahui.

Mengingat pada masa itu pemerintah Jepang lebih memfokuskan semua

sumber daya untuk biaya perang. Maka, sulit memisahkan mana yang

merupakan pajak dengan rampasan pemerintah itu sendiri kepada rakyat.

Namun, di masa itu rakyat selain dibebani dengan kewajiban Romusha

juga rakyat dibebani dengan membayar pungutan yang dianggap sebagai

pajak. Hal ini sangat memberatkan rakyat Indonesia pada waktu itu

meskipun hanya berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun.

Begitu lekatnya masyarakat Indonesia dengan pajak sampai dengan

sekarang ini. Namun, ada dampak negatif akibat dari pengenaan pajak di

era kolonial dan era sebelumnya. Yaitu menjadikan sebagian masyarakat

menganggap pajak itu hanya bentuk superioritas penguasa kepada

rakyatnya. Karena bukan hanya ada, bahkan hampir semua sektor

pemungutan pajak pada masa itu dilakukan dengan cara manual dan

tanpa pengawasan. Hal ini menjadi penyebab rawannya penyelewengan

pemungutan pajak pada masa itu yang menimbulkan banyak dilema dan

meninggalkan kesan negatif hingga saat ini.


4

Pada awal tahun 1984, sejak dimulai tax reform system perpajakan

di Indonesia berubah dari official assesment system menjadi self

assessment system. Dalam Official system tanggung jawab pemungutan

terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintah, sedangkan self

assessment system wajib pajak diberikan kepercayaan penuh dalam

menghitung, membayar serta melaporkan besarnya pajak yang terhutang

sesuai jangka waktu yang ditentukan dalam perturan perundang-

undangan perpajakan. Sebagai konsekuensi dari perubahan ini Direktorat

Jendral Pajak (DJP) berkewajiban untuk melakukan pelayanan,

pengawasan, pembinaan dan penerapan sanksi pajak.

Pemerintah harus banyak melakukan sosialisasi di bidang

perpajakan agar pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam

melaporkan pajaknya semakin meningkat serta menghindari penggelapan

pajak yang marak terjadi di negara ini.

Salah satu Prosedur pelaporan pajak di Indonesia ialah

menggunakan system elektronik, di Indonesia sendiri e-Filing pajak lahir

dari penerapan sistem Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN

G2) yang mulai dijalankan pada tahun 2007. Dalam sistem ini, negara

menggunakan surat elektronik serta pembayaran dengan billing sebagai

bagian dari sistem transaksinya.


5

Menurut situs resmi kementerian keuangan, sistem ini berlaku baik

untuk penerimaan negara yang berbentuk pajak maupun bukan

pajak. Direktorat Jenderal Pajak adalah salah satu pihak penerima tagihan

resmi (biller) di kementerian keuangan. Pemerintah kemudian membuat

situs khusus untuk mendukung e-Filing dan e-Billing yakni Surat Setoran

Elektronik (SSE). Pajak dan efiling. Akan tetapi, situs-situs ini memiliki

sistem yang terpisah dari situs resmi DJP. Pada tahun 2014, DJP

menyatukan semua layanan pelaporan dan pembayaran pajak di bawah

satu sistem. DJP juga membuat situs DJP Online (djponline.pajak.go.id)

sebagai pusat pelayanan SPT elektronik. Semua situs layanan lama yang

sistemnya masih terpisah juga dihapus, sehingga masyarakat bisa

menggunakan satu sistem yang praktis.

Penerimaan pajak di tahun 2018 mencapai Rp.1.315,9 Triliun atau

sekitar 92,4 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) 2018 sebesar Rp.1.424 Triliun. Selain penerimaan pajak

yang cukup baik rasio penerimaan pajak juga terus meningkat menjadi

11,5 persen dari sebelumnya 10,7 persen. Peningkatan ini tidak lain dari

kesadaran wajib pajak dalam membayar serta melaporkan pajaknya,

dengan adanya system elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jendral Pajak (DJP) dalam pelaporan pajak lebih memudahkan wajib

pajak dalam melaporkan pajak yang terhutang, baik itu pajak perorangan

maupun pajak badan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin

meneliti secara mendalam mengenai Penerapan Pelaporan Pajak dalam


6

Meningkatkan Evektifitas Pelaporan pajak di KPP Pratama Makassar

Utara dengan mengambil judul “Penerapan Pelaporan Pajak Berbasis

Elektronik dalam Meningkatkan Evektifitas Pelaporan pajak”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan hal tersebut, adapun beberapa permasalahan

penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini, antara lain :

a. Bagaimana Penerapan Pelaporan Pajak Berbasis Elektronik di KPP

Makassar Utara?

b. Hambatan Apa yang diperoleh dalam melaporkan pajak berbasis

elektronik ?

c. Apakah dengan adanya Pelaporan Pajak berbasis elektronik dapat

meningkatkan evektifitas pelaporan pajak ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah :

a. Untuk Mengetahui Penerapan Pelaporan pajak berbasis elektronik

di KPP Pratarama Makassar Utara.

b. Untuk Mengetahui kendala Wajib pajak dalam Melaporkan pajak

Berbasis elektronik.

c. Untuk Mengetahui evektifitas pelaporan pajak dengan system

elektronik dalam pelaporan pajak.


7

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menambah

wawasan ilmu pengetahuan dibidang perpajakan terutama

dalam Penerapan pelaporan pajak berbasis elektronik dalam

meningkatkan evektifitas pelapora pajak

b. Manfaat praktis

1. Bagi Pihak Direktorat Jendral Pajak

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan perbandingan dalam meningkatkan

pelaporan pajak berbasis elektronik.

2. Bagi Wajib Pajak

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

wajib pajak untuk mengetahui cara pelaporan pajak berbasis

elektronik.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah

pengetahuan dan wawasan dalam penerapan teori-teori

yang di peroleh di bangku perkuliahan dengan keadaan

sebenarnya yang terjadi dilapangan.

4. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

PROFIL INSTANSI

2.1 Sejarah Ringkas

KPP Pratama Makassar Utara merupakan salah satu KPP Pratama

yang berada dibawah koordinasi Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan,

Barat dan Tenggara. Wilayah kerjanya tersebar di enam kecamatan yang

mencakup 63 kelurahan di kota Makassar. Jumlah Wajib Pajak terdaftar

saat ini mencapai 130 ribu Wajib Pajak. Sektor perekonomian yang

dominan adalah perdagangan dan industri mengingat di Makassar

terdapat pelabuhan dan kawasan industri.

KPP Pratama Makassar Utara melewati sejarah perjalanan yang

panjang seiring dengan transformasi kelembagaan yang dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 94/KMK.01/1994, di Makassar hanya terdapat satu kantor pajak di

kota Makassar yaitu Kantor Pelayanan Pajak Ujung Pandang yang berada

di bawah Kantor Wilayah XII Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Karena laju perekonomian Kota Makassar yang sangat tinggi, maka pada

tahun 2001 KPP Ujung Pandang dipecah menjadi KPP Makassar Utara

dan KPP Makassar Selatan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor

443/KMK.01/2001.

KPP Makassar Utara ini yang kemudian bertransformasi menjadi

KPP Pratama Makassar Utara sesuai dengan Peraturan Menteri

Keuangan nomor PMK-67/PMK.01/2008 tentang Perubahan Kedua atas

8
9

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Perubahan ini merupakan bagian dari reformasi dan modernisasi

perpajakan yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Semangat reformasi dan modernisasi ini yang kemudian membawa

KPP Pratama Makassar Utara senantiasa memberikan kontribusi positif

bagi penerimaan negara serta terus meningkatkan kualitas layanan yang

diberikan kepada wajib pajak. Semangat ini juga yang membawa KPP

Pratama Makassar Utara mampu meraih berbagai prestasi termasuk

menjadi Kantor Pelayanan Pajak Percontohan di lingkungan Kanwil DJP

Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara.

2.2 Struktur Organisasi, Job description

A. Stuktur Organisasi

Kepala Kantor KPP Makassar Utara

Kepala Subbagian Umum


dan Kepatuhan Internal

Seksi Seksi Seksi Seksi pengolahan


penagihan pemeriksaan pelayanan data dan informasi

Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Ekstensifikasi


WASKON I WASKON II WASKON III WASKON IV dan penyuluhan

Gambar 2.1
Stuktur organisasi KPP Pratama Makassar Utara
10

B. Job description:

KPP Pratama Makassar Utara dipimpin oleh Kepala Kantor yaitu

Syamsinar, S.P.M.Comm., yang bertanggung jawab kepada Kepala

Kantor Wilayah DJP Sulsel, sulbar dan sultra yang bertempat di

Makassar. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Kepala

Kantor dibantu oleh Kelompok Fungsional Pemeriksa, Sub Bagian

Umum dan Kepatuhan Internal, dan Seksi-seksi yaitu sebagai berikut:

1) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal

Kepala Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal membawahi

Petugas pelaksana dan Unit Kepatuhan Internal. Tugas pokok dan

fungsi dari Petugas Pelaksana yaitu melaksanakan bidang

kepegawaian, keuangan dan urusan rumah tangga kantor termasuk

urusan bendahara pengeluaran, pembuat daftar gaji dan sekretaris

Kepala Kantor. Unit Kepatuhan Internal memiliki tugas pokok dan

fungsi memantau pelaksanaan tugas di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kebumen agar sesuai dengan SOP (Standart Operating

Procedure) dan peraturan-peraturan yang berlaku.

2) Kepala Seksi Pemeriksaan

Kepala Seksi Pemeriksaan membawahi Pegawai Pelaksana yang

memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pendukung kelompok

Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dalam hal administrasi

pemeriksanaan pajak
11

3) Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi membawahi

Petugas Pelaksana dan Operator Console (OC). Tugas pokok dan

fungsi Pegawai Pelaksana yaitu sebagai pendukung perekaman data,

pengolahan data, produksi data, distribusi data dan penyajian informasi

lainnya. OC melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai pendukung

dalam bidang teknologi informasi, pemeliharaan jaringan,

pemeliharaan software, pemeliharaan hardware, pemeliharaan data

dan hal-hal lain terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi.

4) Kepala Seksi Pelayanan

Kepala Seksi Pelayanan membawahi Pegawai Pelaksana yang

memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pendukung pelayanan di front

office seperti penerimaan surat masuk, penerimaan permohonan,

penerimaan pelaporan SPT, melaksanakan validasi SSP PPh Pasal 4

Ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan serta

melaksanakan pencetakan produk hukum.

5) Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan

Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan membawahi Pegawai

Pelaksana yang yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam

ekstensifikasi wajib pajak, penyuluhan perpajakan dan pengawasan

pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang terdaftar dalam

dua tahun terakhir.


12

6) Kepala Seksi Penagihan

Kepala Seksi Penagihan membawahi Pegawai Pelaksana dan

Juru Sita Pajak Negara. Pegawai Pelaksana memiliki tugas pokok dan

fungsi yaitu melaksanakan administrasi penagihan dan pelaporan

piutang pajak. Juru Sita Pajak Negara memiliki tugas pokok dan fungsi

dalam penagihan piutang pajak seperti penyampaian Surat Teguran,

Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pemblokiran

rekening bank, berkoordinasi dengan instansi lain dalam rangka

pelelangan hasil sitaan dan tugas lainnya.

7) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I (Waskon I)

Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I membawahi Pegawai

Pelaksana dan Account Representative (AR). Pegawai Pelaksana

Seksi Waskon I memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu melaksanakan

tugas administrasi di Seksi Waskon I, II, III, dan IV. Account

Representative (AR) memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu pelayanan

back office atas permohonan wajib pajak dan memberikan konsultasi

perpajakan.

8) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II (Waskon II), Kepala

Seksi Pengawasan dan Konsultasi III (Waskon III).

Kepala Seksi Waskon II dan III membawahi Account

Representative (AR) yang memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu


13

melakukan pengawasan pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib

pajak, seperti melakukan visit ke lokasi wajib pajak, pengawasan

pembayaran, pengawasan pelaporan, analisa laporan keuangan dalam

rangka pengawasan, penerbitan surat himbauan, konsultasi

perpajakan, usul pemeriksaan dan tugas-tugas pengawasan lainnya.


BAB III

TEORI DAN PEMBAHASAN

3.1 Landasan Teori

3.1.1 Pengertian Pajak

Sebelum di amandemen Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945),

ketentuan mengenai pajak diatur pada pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang

berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan

undang-undang” Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang

meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak kalau

negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan

undang-undang. Sedangkan Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang

Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Sedangkan Definisi Pajak Menurut Para Ahli, di antaranya :

1. Leroy Beaulieu

“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang

dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,

untuk menutup belanja pemerintah “

14
15

2. P.J.A Adriani

“ Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayar menurut

peraturan-peraturan umum dengan tidak mendapatkan prestasi

kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya dalah untuk

membiayai engeluaran-pengeluaran umum erhubung tugas negara

untuk menyenggelarakan pemerintah “

3. Prof.Dr.H.Rochmat Soemitro.,SH

“ Peralihan kekayaan ari pihak rakyat kepada kas negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public

saving ang merupakan umber utama untuk membiayai public

investment “

3.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak terbagi atas dua, yaitu :

a. Fugsi Anggaran ( budgetair )

Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Mengatur ( cregulerend )

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi.
16

3.1.3 Jenis Pajak Berdasarkan Sistem Pungut

Pajak berdasarkan sifatnya dapat dibedakan dengan dua jenis :

a. Pajak Langsung ( Direct tax )

Pajak Yang diperlakukan secara berkala kepada wajib pajak

sesuai dengan surat ketetapan pajak dari kantor pajak. Pada

surat ketetapan tersebut dijelaskan mengenai jumlah pajak yang

harus dibayarkan oleh wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan

(PPh), Pajak Bumi dan Banguan (PBB).

b. Pajak tidak langsung ( Indirect tax )

Pajak yang diperlukan kepada wajib pajak ketika melakukan

tindakan tertentu atau peristiwa khusus. Dengan kata lain, jenis

pajak ini tidak dipungut secara bekala tetapi hanya pada saat

wajib pajak melakukan hal tertentu. Misalnya Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Barang Mewah (PPnBM).

3.1.4 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah Laporan pajak yang

disampaikan kepada negara melalui Direktorat Jendral Pajak (DJP).

Ketentuan mengenai SPT telah di atur dalam Undang-undang No.16

tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Dalam

undang-undang tersebut ditegaskan, pemerintah mengharuskan seluruh


17

wajib pajak untuk melaporkan SPT sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Adapun Fungsi SPT itu sendiri diantaranya :

1. Melaporkan pelunasan atau pembayaran pajak yang sudah dilakukan,

baik secara personal maupun melalui pemotongan penghasilan dari

perusahaan dalam jangka waktu satu tahun.

2. Melaporkan harta benda yang dimiliki diluar penghasilan tetap dari

pekerjaan utama.

3. Melaporkan penghasilan lainnya yang termaksud ke dalam kategori

objek pajak maupun bukan objek pajak.

SPT juga terbagi menjadi dua kategori yaitu SPT Masa dan SPT tahunan.

3.1.5 Pengertian Pajak Elektronik

Pajak Elektronik di kenal yang juga dikenal dengan nama surat

setoran elektronik (SSE) adalah system pembayaran pajak online yang

dikelolah Biller Ditjen pajak dan menerapkan billing system. SSE atau

Surat Setoran Elektronik merupakan suatu sistem pembayaran pajak

elektronik yang dibuat oleh DJP. Fungsi SSE sendiri adalah untuk

membuat kode billing yang berguna dalam proses pembayaran pajak.

Sistem ini telah diterapkan sejak Juli 2016 dan menggantikan model Surat

Setoran Pajak (SSP) yang sebelumnya digunakan oleh wajib pajak, baik

orang pribadi maupun badan usaha. Layanan pajak elektronik praktis


18

membuat prosedur pembayaran pajak menjadi lebih singkat dan

sederhana. Anda cukup membuat ID billing melalui website DJP Online

atau mitra resminya yakni OnlinePajak. Setelah memiliki ID billing, Anda

tinggal melakukan pembayaran pajak melalui bank persepsi, ATM, kantor

pos, internet banking, dan juga mobile banking. Pendek kata, Anda tidak

perlu repot-repot lagi datang ke kantor pajak untuk melakukan

pembayaran. Bahkan, Anda bisa melakukannya tanpa harus datang ke

bank. Semua pembayaran pajak bisa dilakukan melalui ATM, internet

banking, atau sistem setor pajak 1 klik (1 Click Pay) dari OnlinePajak.

3.1.6 Pengertian e-SPT

e-SPT adalah sebuah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal

Pajak (DJP) untuk digunakan oleh Wajib Pajak (WP) dalam melaporkan

SPT atau Surat Pemberitahuan (agar lebih mudah dan tidak

menghabiskan banyak kertas). e-SPT adalah kependekan dari elektronik

surat pemberitahuan, e-SPT merupakan salah satu bentuk inovasi dari

institusi Direktorat Jenderal Pajak. Karena selama puluhan tahun

pengelolaan penerimaan negara dari sektor pajak dilaporkan oleh WP

secara manual (menggunakan banyak kertas), namun hal ini dapat

diminimalkan penggunaan kertasnya melalui penggunaan aplikasi e-

SPT. Kenapa disebut meminimalkan? Karena saat WP memberikan data

SPT (berupa soft copy) hasil pengunaan aplikasi e-SPT), tetap saja WP
19

harus memberikan SPT berupa hard copy namun biasanya hanya diminta

induknya saja.

Ketentuan mengenai penggunaan aplikasi e-SPT dalam pelaporan

pajak dimulai seiring terbentuknya kantor-kantor pajak modern

(diantaranya Kantor Wajib Pajak Besar/LTO-Large Tax Office dan Kantor

Pelayanan Pajak Madya/MTO-Medium Tax Office). Semua WP yang

terdaftar di kantor-kantor pajak tersebut diwajibkan melaporkan semua

SPT-nya (SPT Masa & Tahunan) dalam bentuk e-SPT.

Untuk WP yang terdaftar di KPP Pratama, dalam melaporkan PPN

wajib menggunakan e-SPT (yaitu e-SPT PPN 1111). Untuk ketentuan

penggunaak e-SPT PPN 1111 tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen

Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara

Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), yang berlaku sejak pengisian dan

pelaporan SPT Masa PPN masa pajak Januari 2011.

Adapun yang masih hot di tahun 2014, yaitu penggunaan e-SPT

untuk pelaporan SPT PPh Pasal 21 Dalam penggunaannya, DJP

mencanangkan PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian

dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal

21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan

Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang mulai berlaku per 1 Januari 2014.


20

Apa kelebihan menggunakan aplikasi e-SPT ?

1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena

lampiran dalam bentuk media flashdisk/CD/disket.

2. Data perpajakan terorganisir dengan baik

3. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan

perusahaan dengan baik dan sistematis

4. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena

menggunakan sistem komputer

5. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak

6. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran

formulir dengan menggunakan sistem komputer.

7. Menghindari pemborosan penggunaan kertas

8. Berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang

memakan sumber daya yang cukup banyak

3.1.7 Pengertian E-filing

Pengertian e-filing pajak adalah cara penyampaian SPT atau

pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara online

dan real-time melalui website e-filing pajak DJP Online atau aplikasi yang

disediakan ASP (Application Service Provider/Penyedia Jasa Aplikasi)

pajak.

Apa yang dimaksud dengan e-Filing dan latar belakang

diberlakukannya sistem perpajakan digital ini merupakan suatu


21

transformasi terhadap sistem administrasi perpajakan di Indonesia.

Jika sebelumnya proses pelaporan pajak dilakukan dengan cara

yang masih terbilang konvensional dengan wajib pajak harus selalu

datang ke kantor pajak, kini tidak lagi, sesuai dengan peratutan Direktorat

Jendral Pajak PER-1/PJ/2014 tentang tata cara penyampaian SPT bagi

wajib pajak orang pribadi yang menggunakan formulir 1770S dan formulir

1770SS secara e-filling melalui webside Dirjen Pajak

(DJPonline.pajak.go.id)

Disamping itu, proses lapor pajak sebelum adanya efiling tentu

sangat berbeda, banyak kendala-kendala yang dihadapi seperti:

1. Sebelum diberlakukan e-Filing DJP memiliki beban administrasi

yang cukup besar untuk melakukan penerimaan, pengolahan, dan

pengarsipan SPT di sepanjang tahun.

2. Selain itu biaya yang dibutuhkan untuk proses penerimaan,

pengolahan, dan pengarsipan SPT yang sangat panjang dan

memakan waktu yang lama.

3. DJP mementingkan inovasi berbasis teknologi untuk menuju proses

administrasi perpajakan yang lebih "lean" (ramping).


22

Hal-hal tersebutlah yang melatar belakangi diciptakannya proses

penyampaian SPT yang lebih praktis, minim biaya, waktu, dan lebih

memudahkan wajib pajak, yaitu dengan e-filing.

3.1.8 Pengertian Sistem Pengututan Pajak

merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk menghitung

besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara.

Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni:

1. Self Assessment System.

2. Official Assessment System.

3. Withholding Assessment System.

Agar dapat membedakan ketiga sistem tersebut, mari kita ulas satu per

satu pengertian masing-masing sistem pemungutan pajak tersebut.

Self Assessment System

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang

membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib

pajak yang bersangkutan.

Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam

menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor


23

Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang

sudah dibuat oleh pemerintah.

Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai

pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada

jenis pajak pusat.

Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak

yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi

pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

Namun, terdapat konskuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Karena

wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak

terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan

mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin.

Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:

 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu

sendiri.

 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban

pajaknya mulai dari menghitung, membayar, hingga melaporkan

pajak.
24

 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak,

kecuali jika wajib pajak telat lapor, telat bayar pajak terutang, atau

terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak

dibayarkan.

Official Assessment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang

membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.

Dalam sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak bersifat

pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan

pajak oleh fiskus. Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam

pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.

Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan

surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Jadi,

wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup

membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT)

yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.

Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:

 Besarnya pajak terutang dihitung oleh petugas pajak.


25

 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.

 Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang

terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak.

 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak

yang wajib dibayarkan.

Withholding System

Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga

yang bukan wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh

Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang

dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi

pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut.

Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah

PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2)

dan PPN. Nah, sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan

sistem pemungutan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti

pungut.

Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran

Pajak (SSP). Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama

SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari wajib pajak yang bersangkutan.
26

3.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka

berfikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam

memecahkan masalah. Biasanya kerangka penelitian ini

menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan

antar variabel dalam proses analisisnya.

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah

penelitian, dapat di lihat gambar dalam penelitian ini sebagi berikut

:
Penerapan e-SPT Efektivitas Pelaporan
(X) Pajak
(Y)

Gambar 3.1
Kerangka Konseptual

3.2.1 Peran e-SPT terhadap Efektivitas Pelaporan Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2017) menyatakan bahwa: “dengan

faktor individual yang baik terhadap aplikasi yang digunakan memberikan

dampak pada tingkat efektivitas aplikasi. Sehingga dengan aplikasi e-SPT

yang efektif akan memberikan kepuasan terhadap pengguna aplikasi yang

dirasakan Wajib Pajak”.

Teori diatas didukung dengan hasil penelitian penelitian Fitri

Damayanti, Achmad Fauzi (2015) fasilitas e-SPT berpengaruh secara

signifikan terhadap kepuasan wajib pajak. Hasil penelitian tersebut sejalan


27

dengan penelitian yang dilakukan Lingga dan Lavanda (2013) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara fasilitas e-SPT

terhadap kepuasan wajib pajak. Adapun hasil penelitian Rizki Afrika, Betri,

Icha Fajriana (2014) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh signifikan

antara Penerapan e-SPT PPN pada Pengusaha Kena Pajak terhadap

Kepuasan Wajib Pajak. Penerapan e-SPT secara signifikan berpengaruh

terhadap Kepuasan Wajib Pajak.

3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang. Pada pendekatan ini ,

peneliti membuat suatu gambaran kompleks, laporan terperinci, dan

melakukan studi pada situasi yang dialami. Sedarmayanti dan Syarifuddin

(2011:33) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif bertujuan dalam

pencarian fakta status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,

ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interprestasi yang

tepat.

3.3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) Pratama Makassar Utara yang beralamat di JL. Urip

Sumoharjo Km.4 (kompleks Gedung Keuangan) Kota Makassar. Yang di


28

mana wilayah kerja KPP Pratama Makasar utara, meliputi 4 wilayah

Kecamatan yaitu, Manggala,Pankukang,Rappocini,dan Makassar

3.3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini antaran lain :

1. Mengidentifikasi latar belakang masalah

2. Merumuskan masalah

3. Mengumpulkan informasi mengenai gambaran umum instansi

4. Melakukan analisis data yang diperoleh dengan menggunakan analisis

deduktif

5. Mengajukan kesimpulan yang logis berdasarkan hasil penelitian

tersebut

3.3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan,

yaitu dengan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Makassar utara

dan melakukan melakukan pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara, dengan cara tatap muka langsung dan bertanya di KPP

Pratama Makassar Utara

2. Observasi, melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik

untuk mendapatkan keterangan atau informasi yang dibutuhkan

3. Studi kepustakaan, melakukan penulusuran dan mengumpulkan data

yang dibutuhkan dalam mendukung penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Arman, Andi.2017.Kumpulan Undang-undang Pajak.Makassar: UNISMUH


Makassar

Abduh Maulana Akhmad. 2015. “Pengaruh Penerapan Surat


Pemberitahuan Elektronik (E-SPT) PPN Masa Terhadap Efisiensi
Pengisian SPT Menurut Persepsi Wajib Pajak: Survey Terhadap
Pengusaha Kena Pajak Pada KPP Makassar Selatan”. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasannudin Makasar. Skripsi.

Erly, Suandy.2011.Perencanaan Pajak. Edisi Revisi.Jakarta:Salemba


Empat.

Lidya Intan Virianti, Inayati. 2013. “Kebijakan Sistem Pembayaran Pajak


Secara Elektronik (Billing System) Ditinjau dari Asas Ease Of
Administration”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia. Jurnal.

Mardiasmo.2011.Perpajakan. Edisi Revisi 2001. Yogyakarta: Andi Offset

Mentari Ayu Dara. 2016. “Analisis Pengaruh Penerapan Metode E-Billing


Dan Manual Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak (Studi
Pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam,
Jakarta)”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Skripsi.

Mukarromah Awwaliatul. 2014. “Sistem Pembayaran Pajak secara


Elektronik (Billing System)”. Researcher, Tax Research and
Training Services, Danny Darussalam Tax Center

Mukarromah Awwaliatul. 2014. “Sistem Pembayaran Pajak secara


Elektronik (Billing System)”. Researcher, Tax Research and
Training Services, Danny Darussalam Tax Center.

Nurbaiti, Heru dan Rosalita.2016.Pengaruh Implementasi Sistem


Elektronik Bagi Wajib Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan
Admistrasi Perpajakan:Studi kasus Pada wajib pajak terdaftar di
KPP Pratama Malang Utara.Malang:Jurnal Fakultas Ilmu
Admistrasi,Universitas Brawijaya.Vol.9,No.1. 4:46-61

Rahayu, Siti.2009.Perpajakan Indonesia “Konsep dan Aspek Formal”


Yogyakarta:Graha Ilmu.

29
30

Saidi, Djafar.2014.Hukum Pajak.Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada.

Susilo, Heru. 2016. “Pengaruh Implementasi Sistem Elektronik Bagi Wajib


Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan Administrasi Perpajakan”.
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Jurnal.

Tim Penyusun Direktorat Peraturan Perpajakan.2016.Bendahara Mahir


Pajak.Edisi Revisi-2016.Jakarta:Direktorat Jendral Pajak

Trisnayani Mediana, NiPutu. 2015. “Perbandingan Efesiensi Pembayaran


Pajak Dengan Menggunakan Surat Setoran Pajak dan Dengan
Waluyo, Wirawan B.Ilyas.2005.Perpajakan Indonesia. Edisi 5.
Jakarta: Salemba Empat.

Menggunakan E-Billing”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas


Udayana. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai