Anda di halaman 1dari 24

13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip

atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan

prinsi-prinsi pendidikan, teori-teori psikologis sosiologis, psikeatri, analisis

sistem, atau teori-teori lain (Joyce & Well, 1980). Jocye & Well mempelajari

model-model mempelajari.

Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai

kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Well berpendapat

bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-

bahan pembelajaran, dan memimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce

& Well, 1980:1). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para

guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai

tujuan pendidikannya.

Menurut Aunurrahman (2009: 146) model pembelajaran dapat diartikan sebagai

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru

untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model

pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat
14

dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing

aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan

aktivitas-aktivitas pembelajaran.

Istilah model pembelajran amat dekat dengan strategi pembelajaran. Sofan

Amri (2013) dalam bukunya mendefinisikan strategi, metode, pendekatan dan

teknik pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Strategi pembelajaran adalah

seperangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang

menentukan warna atau strategi tersebut, yaitu: a) pemilihan materi pelajaran

(guru dan siswa); b) penyaji materi pelajaran (perorangan atau kelompok); c) cara

menyajikan materi pelajaran (induktif atau deduktif, analitis atau sintesis, formal

atau non formal); dan d) sasaran penerima materi pelajaran (kelompok,

perorangan, heterogen atau homogen) 2. Pendekatan pembelajaran adalah jalan

atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan. 3. Metode pembelajaran

adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan pada semua mata

pelajaran, misalnya mengajar dengan metode ceramah, ekspositori, tanya jawab,

penemuan terbimbing dan sebagainya. 4. Teknik mengajar adalah penerapan

secara khusus atau metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan

kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan

siswa. Misalnya teknik mengajarkan perkalian dengan penjumlahan berulang dan

atau dengan teknik yang lainnya

Model pembelajaran merupakan kemasan atau bingkai dari penerapan,

strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran merupakan desain


15

atau skenario untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan teori pendidikan da teori belajar dari para ahli tertentu.


Sebagi contoh, model penelitian, kelompok disusun oleh Herbert Telen dan

berdasarkan teori Jhon Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi

dalam kelompok secara demokratis.


2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses

berfikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,

misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam

pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) Urutan langkah-langkah

pembelajaran (syntax), (2) Adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) Sistem sosial

dan, (4) Sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman

prakstis bila guru melaksanakan suatu model pembelajaran.


5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang

dapat diukur (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model

pembelajaran yang dipilihnya.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan salah satu penyebab yang dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran hendaknya dipilih dan

dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan aktivitas siswa. Dalam proses


16

pembelajaran hendaknya siswa dituntut aktif untuk mengkontruksi pengetahuan

diri, sedangkan guru hanya sebagai fasilisator. Salah satu model pembelajaran

yang cocok untuk kondisi di atas adalah pembelajaran kooperatif. Karena

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar

yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam berbagai prilaku sosial.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok. Model

pembelajaran ini sudah pernah diterapkan oleh guru di sekolah, namun kegiatan

ini belum terlaksana dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan karena

pengorganisasian kelompok yang membutuhkan waktu relatif lama yang

mengakibatkan waktu untuk belajar kelompok menjadi lebih sedikit sehingga

proses balajar mengajar menjadi tidak efektif, pembentukan kelompok ditentukan

oleh siswa sendiri, maka siswa yang berkemampuan akademik tinggi cenderung

memilih anggota kelompok yang kemampuan akademiknya setara. Pembelajaran

koooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-

kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang

melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berintekrasi

dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk mampu memahami materi

dengan berkerja sama dengan temannya. Siswa lebih mudah menemukan dan

memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut

dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan

kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa berkerja sama untuk

mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama sambil berkerja sama


17

belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan social. Pembelajaran kooperatif

dapat mengoptimalkan peran siswa dalam berinteraksi sosial dengan siswa yang

lain maupun dengan guru, berkomunikasi secara ilmiah dalam suatu kegiatan

diskusi, memupuk kerjasama tim, membangun rasa tanggung jawab, memecahkan

masalah, dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep kimia. Dalam

penerapan pembelajaran kooperatif siswa bisa berinteraksi dengan siswa yang lain

untuk memperkuat ide yang dimiliki sehingga kesulitan dalam memahami konsep

bisa diminimalisir. 1) kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil, dengan anggota

kelompok yang terdiri dari beberapa orang siswa yang memiliki kemampuan

akademik yang bervariasi atau memperhatikan jenis kelamin dan etnis. 2) siswa

belajar dalam kelompoknya dengan bekerja sama untuk menguasai materi

pelajaran dengan salinng membantu. 3) system penghargaaan lebih berorientasi

kepada kelompok daripada individu

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan

pada proses kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dapat

dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu : 1) perspektif motivasi artinya

penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling

membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) perspektif sosial

artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar

karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh

keberhasilan. 3) perspetif perkembangan kognitif artinya dengan adanya intraksi


18

antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir

mengolah berbagai informasi (Sanjaya, 2006:242).

Karakteristik pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan berikut:

1. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim

merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu

membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen

Seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya mempuyai tiga fungsi,

yaitu: (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan

bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan

langkahlangkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang

harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk

mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) fungsi manajemen sebagai organisasi,

menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang

matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) fungsi manajemen

sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu

ditentukan kriteria keberhasilan melalui bentuk tes maupun nontes.

3. Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara

kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
19

dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran

kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan

pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk

mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang

menggunakan pola belajar siswa berkelompok unutk menjalin kerja sama dan

saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Muslim Ibrahim,

2000).

Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan

penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran

kooperatif didorong dan/atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas

bersama dan mereka harus mengordinasikan usahanya untuk menyelesaikan

tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu

saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama.

2.3 Aktivitas Belajar Siswa

Berbuat untuk merubah tingkah laku melalui perbuatan adalah prinsip belajar.

Ada atau tidaknya belajar dicerminkan dari ada atau tidaknya aktivitas. Tanpa ada

aktivitas, belajar tidak mungkin terjadi. Sehingga dalam interaksi belajar-

mengajar aktivitas merupakan prinsip yang penting. Penggunaan metode,

pendekatan belajar mengajar dan orientasi belajar menyebabkan aktivitas belajar


20

setiap siswa berbeda beda. Ketidaksamaan aktivitas belajar siswa melahirkan

kadar aktivitas belajar yang bergerak dari aktivitas belajar yang rendah sampai

aktivitas belajar yang tinggi.

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan

keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.

Sedangkan Defri, mendefinisikan aktivitas belajar sebagai segala kegiatan yang

dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan

belajar. Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar (Ahmad, 2008: 15).

Aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan guru ini akan membuat kesan dalam

proses pembelajaran. Bila keduanya berpartisipasi aktif, maka siswa memiliki

ilmu/pengetahuan dengan baik (Hamid, 2011: 12). Hal ini senada dengan yang

dikemukakan oleh Mentossari yang dikutip dari Sardiman, menyatakan bahwa

anakanak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri.

Pendidik hanya berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana

perkembangan anak didiknya. Pernyataan Mentossari ini memberikan petunjuk

bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam diri adalah anak itu

sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala

kegiatan yang akan dilakukan oleh anak didik (Sardiman, 2011: 96).

Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu:


21

a. Aktivitas visual (visual activitas): membaca, melihat gambar-gambar

mengamati eksperimen, demontrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja,

atau bermain.
b. Aktivitas lisan (oralactivities): mengemukakan suatu fakta atau prinsip,

menghubungkan a=suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, materi saran,

mengemukakan pendapat, berwawancara, dan diskusi.


c. Aktivitas mendengarkan (listening activities): mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengar suatu

permainan instrument musik, dan mendengarkan siaran radio.


d. Aktivitas menulis writing activities): menulis cerita, menulis laporan

memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, membuat

rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.


e. Aktivitas menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
f. Aktivitas metrik: melakukan percobaan ilmiah, memilih alat-alat,

melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan

(simulasi), menari, berkebun.


g. Aktivitas emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.

Setiap jenis aktivitas belajar tersebut di atas memiliki kadar atau bobot yang

berbeda tergantung pada segi tujuan mana yang akan dicapai. Namun yang jelas,

aktivitas belajar siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi.

2.4 Prestasi Belajar Siswa

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dilakukan melalui proses belajar

mengajar. Pada pelaksanaannya tidak selalu berjalan dengan baik, karena sering

terdapat hambatan. Hambatan itu akan dapat diatasi apabila proses belajar
22

mengajar dilakukan dengan disiplin. Poerwanto (2007) memberikan pengertian

prestasi belajar yaitu “ hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar

sebagaimana yang dinyatakan dalam raport”. Selanjutnya Winkel (1997)

mengatakan bahwa “Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau

kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan

bobot yang dicapainya” sedangkan menurut Nasution, S (1987) prestasi belajar

adalah “ Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan

berbuat, prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni:

kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan

jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar

merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak

dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.

Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam

mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport

setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar

siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat

memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar adalah suatu usaha atau kegiatan anak untuk menguasai bahan-

bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Prestasi belajar adalah istilah

yang telah dicapai individu sebagai usaha yang dialami secara langsung. Menurut

Didin Mukodim, Ritandiyono dan Harumi Ratna Sita (2004: 112), prestasi belajar

adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses dan hasil belajar siswa yang
23

menggambarkan penguasaan siswa atas materi pelajaran atau perilaku yang relatif

menetap sebagai akibat adanya proses belajar yang dialami siswa dalam jangka

waktu tertentu.

Prestasi belajar siswa memperlihatkan bahwa dirinya telah mengalami proses

belajar dan telah mengalami perubahan-perubahan baik perubahan dalam

memiliki pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Prestasi belajar dapat

menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang setelah melakukan proses belajar

dalam melakukan perubahan dan perkembangannya. Hal ini disebabkan prestasi

belajar merupakan hasil penilaian atas kemampuan, kecakapan dan keterampilan

keterampilan tertentu yang dipelajari selama masa belajar. Oleh karena itu

Johnson (2009: 30) menegaskan bahwa seorang guru harus menyiapkan

serangkaian tes yang bertujuan untuk menyimpulkan prestasi belajar siswa

meliputi: (1) ketuntasan pada materi tertentu dalam kurikulum, (2) kemampuan

kognitif, dan (3) potensi siswa. Sementara itu menurut Daryanto (2009: 51)

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa, yaitu:

1. Faktor Intern, meliputi: kondisi jasmani, kondisi psikologis dan faktor

kelelahan siswa.
2. Faktor Ekstern, meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat.
2.5 Model Pembelajaran Tipe Kooperatif Think Pair Share (TPS)

Teknik pembelajaran berpikir-berpasangan-berbagi dikembangkan oleh Frank

Lyman Think Pair Share (TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran kooperatif.

Think-Pair-Share atau bertukar pikiran ini merupakan jenis pembelajaran

kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Keunggulan

dari Think Pair Share ini adalah teknik ini memberi siswa kesempatan untuk
24

bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dan optimalisasi partisipasi

siswa yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk

dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain.

Adapun langkah-langkah Think Pair Share sebagai berikut:

a. Thinking (berpikir)

Guru membagi siswa dalam kelompok TPS yang berjumlah dua orang,

kemudian guru memberikan tugas kepada semua kelompok , kemudian siswa

diminta untuk memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut secara mandiri.

b. Pairing (berpasangan)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka

peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban atau

menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara

normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan

c. Sharing (berbagi)

Pada kesempatan ini siswa diberi topik bagi tim mereka. Cara memilih topik

kelas ini bisa dilakukan dengan guru menunjukkan selebaran atau menuliskan

dipapan tulis tentang topik yang akan dibahas dalam kelompoknya. Hal ini efektif

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai

sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil tiap-

tiap kelompok.

Proses pembelajaran Think Pair Share hakekatnya mempunyai tiga

karakteristik yaitu: penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu dan

kesempatan yang sama untuk berhasil. Dalam belajar setiap siswa saling
25

membantu untuk memahami suatu pelajaran, memeriksa, dan memperbaiki

jawaban teman untuk mencapai hasil belajar tinggi, dan belajar belum selesai jika

salah satu teman dalam kelompoknya belum menguasai materi pembelajaran.

Selama diskusi berlansung guru mengawasi dan memantau kerja siswa dalam

kelompok kecil untuk memastikan apakah proses belajar mengajar berjalan lancar.

Pada akhir proses pembelajaran guru mengadakan tes kemampuan belajar dengan

mengadakan tes akhir. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini

siswa akan lebih aktif berdiskusi berdua pasangannya sehingga siswa akan terlibat

secara langsung dalam diskusi kelompok dan juga interaksi yang terjalin antara

siswa dengan siswa lainnya lebih mudah sehingga kesempatan untuk memberikan

ide dan masukan dalam kelompok lebih banyak. Menurut slavin bahwa terdapat

tiga konsep utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu

penghargaan kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan bersama untuk

berhasil. Adapun langkah-langkah untuk penghargaan kelompok sebagai berikut:

1. Menghitung skor individu dan skor kelompok

Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan skor tes

terdahulu dengan skor tes terakhir. Perhitungan skor tes individu ditujukan untuk

menentukan nilai perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai skor

kelompok. Dalam penelitian ini nilai perkembangan individu mengaju kepada

kriteria yang dibuat seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5.1 Nilai Perkembangan Individu


26

Skor Nilai Perkembangan


Lebih 10 poin di bawah skor dasar 5 poin
Lebih 10 poin di bawah skor dasar 10 poin
Sama dengan skor dasar-10 poin dii atas skor dasar 20 poin
Lebih 10 poin di atas skor dasar 30 poin
Nilai sempurna 30 poin

2. Memberi penghargaan kelompok

Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang

disumbangkan anggota kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang

diperoleh terdapat tiga tingkatan yang diberikan untuk kelompok.

Hal ini menjadi dasar peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share (TPS). Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe think

pair share (TPS) sebagai berikut:

1. Siswa secara mandiri berpikir atau memecahkan masalah dengan tenang,

kemudian berpasangan dan berbagi pemikiran atau solusi


2. Setiap siswa disiapkan untuk kegiatan kolaboratif; bekerja dengan pasangan,

mengumpulkan gagasan, dan berbagi pemikiran atau solusi mereka dengan

seluruh rekan. Secara tidak langsung, teknik ini membiarkan kelompok belajar

dari satu sama lain


3. Pada tahap konstruksi pengetahuan, para siswa akan menemukan apa yang

mereka lakukan
4. Guru memiliki waktu untuk berpikir dengan baik dan lebih cenderung

mendorong elaborasi jawaban asli dan mengajukan pertanyaan yang lebih

kompleks
5. Meningkatkan keterampilan komunikasi lisan siswa karena mereka memiliki

waktu yang cukup untuk mendiskusikan ide-ide mereka satu sama lain dan
27

karena itu, tanggapan yang diterima lebih sering berupa intelektual singkat

karena siswa memiliki kesempatan untuk merefleksikan ide-ide mereka;


6. Ada pergeseran positif dalam tingkat pemahaman, kesadaran dan penggunaan

strategi pemahaman, aspek bahasa lisan dan sikap.

Berdasarkan kelebihan model pembelajaran TPS tersebut diharapkan mampu

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Adapun kendala atau kekurangan saat melaksanakan pembelajaran di kelas

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yaitu

pada tahap Think, dimana siswa harus berpikir secara individu. Pada pertemuan

pertama siswa belum terbiasa untuk mengerjakan tugas secara individu.

Kemudian tahap Pair, dimana siswa berpasangan dengan teman sebangkunya

untuk saling berdiskusi terhadap hasil yang diperoleh secara individu. Pada

pertemuan pertama masih terlihat siswa yang kurang serius dalam berdiskusi.

Terakhir yaitu tahap Share, banyak kelompok yang akan melaporkan tugasnya

pada guru, guru harus memonitor banyak kelompok dan banyak waktu yang

digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut guru harus membagi kelompok

berdasarkan kemampuan berpikir siswa sehingga siswa dengan kemampuan tinggi

bisa membantu siswa yang kemampuannya rendah, dimana tujuan pembelajaran

kooperatif adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui kerjasama

dalam kelompok serta sering memonitor tugas kelompok.

2.6 Reaksi Reduksi-Oksidasi

Pengertian reaksi oksidasi dan reaksi reduksi mengalami perkembangan

seiring dengan kemajuan ilmu kimia. Definisi mengenai reaksi oksidasi dan reaksi

reduksi ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:


28

a. Reaksi Pengabungan dan Pelepasan Oksigen.

Ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen, oksidasi adalahreaksi

penggabungan oksigen dengan unsur/senyawa, sedangkan reduksi adalah reaksi

pelepasan oksigen dari senyawanya.

b. Reaksi Pelepasan dan Penerimaan Elektron

Ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron, oksidasi adalah reaksi

pelepasan elektron, sedangkan reduksi adalah reaksi penerimaan elektron.

c. Reaksi Peningkatan dan Penurunan Bilangan Oksidasi.

Ditinjau dari peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi, oksidasi adalah

peningkatan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi adalah penurunan bilangan

oksidasi.

Reaksi reaksi redoks merupakan kegiatan dari reaksi oksidasi dan reduksi.

Reaksi reaksi redoks sangat mudah dijumpai dalam kehidupan sehari- hari.

Perkaratan besi, perubahan warna daging apel menjadi kecokelatan kalau dikupas

merupakan contoh peristiwa oksidasi. Pada bagian ini kita akan mempelajari lebih

mendalam mengenai reaksi reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan

pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron dan berdasarkan perubahan

bilangan oksidasi.

Konsep reaksi oksidasi dan reduksi berdasarkan penggabungan dan pelepasan

oksigen. Konsep reaksi oksidasi dan reduksi senantiasa mengalami perkembangan

seiring dengan kemajuan ilmu kimia. Pada awalnya, sekitar abad ke-18, konsep

reaksi oksidasi dan reduksi didasarkan atas penggabungan unsur atau senyawa

dengan oksigen membentuk oksida, dan pelepasan oksigen dari senyawa.


29

Oksidasi, penggabungan oksigen dengan unsur/senyawa. Reduksi, pelepasan

oksigen dari senyawanya.

Contoh:

1. Reaksi oksidasi:

2Zn (s) + O2 (g) → 2ZnO (s)

CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + H2O (g)

2. Reaksi reduksi:

2PbO2 (g) → 2PbO (s) + O2 (g)

2CuO (s) → 2Cu (s) + O2 (s)

Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan pelepasan dan penerimaan

elektron. Reaksi oksidasi dan reduksi ternyata bukan hanya melibatkan oksigen,

melainkan juga melibatkan elektron. Memasuki abad ke-20, para ahli melihat

suatu karakteristik mendasar dari reaksi oksidasi dan reduksi ditinjau dari ikatan

kimianya, yaitu adanya serah terima elektron. Konsep ini dapat diterapkan pada

reaksi-reaksi yang tidak melibatkan oksigen. Oksidasi, pelepasan elektron,

reduksi, penerimaan elektron.

Contoh:

2Mg (s) + O2 (g) → 2MgO (s)

Reaksi oksidasi dan reaksi reduksi selalu terjadi bersamaan. Oleh karena

itu, reaksi oksidasi dan reaksi reduksi disebut juga reaksi oksidasi-reduksi atau

reaksi reaksi redoks. Zat yang mengalami oksidasi disebut reduktor, sedangkan zat

yang mengalami reduksi disebut oksidator. Konsep reaksi oksidasi reduksi

berdasarkan perubahan bilangan oksidasi. Reaksi reaksi redoks dapat pula ditinjau
30

dari perubahan bilangan oksidasi atom atau unsur sebelum dan sesudah reaksi.

Reaksi reaksi redoks adalah reaksi yang ditandai terjadinya perubahan bilangan

oksidasi dari atom unsur sebelum dan sesudah reaksi. Bilangan oksidasi adalah

muatan yang dimiliki oleh atom jika elektron valensinya cenderung tertarik ke

atom lain yang berikatan dengannya dan memiliki keelektronegatifan lebih besar.

Aturan penentuan bilangan oksidasi:

1. Bilangan oksidasi atom dalam unsur bebas sama dengan 0 (nol).


Contoh:
Bilangan oksidasi atom dalam unsur Na, Fe, H 2, P4, , dan S8 sama dengan 0

(nol).
2. Bilangan oksidasi ion monoatom sama dengan muatan ionnya.
Contoh:
 Bilangan oksidasi ion Na+ sama dengan +1
 Bilangan oksidasi ion Mg2+ sama dengan +2
 Bilangan oksidasi ion Fe3+sama dengan +3
 Bilangan oksidasi ion Br- sama dengan –1
 Bilangan oksidasi ion S2- sama dengan –2
3. Jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam senyawa netral sama dengan 0

(nol).
Contoh:
Senyawa NaCl mempunyai muatan = 0.
Jumlah biloks Na+ biloks Cl- = (+1) + (–1) = 0.
4. Jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam ion poliatomik sama dengan

muatan ionnya.
Contoh:
Ion NO3– bermuatan = –1, maka biloks N = +3 biloks O = 1
5. Bilangan oksidasi Fluor dalam senyawanya = –1.
Contoh:
Bilangan oksidasi F dalam NaF dan ClF3 sama dengan –1
6. Bilangan oksidasi oksigen (O) dalam senyawanya sama dengan -2 , kecuali
dalam senyawa biner fluorid, peroksida, dan superoksida
Contoh:
a. Bilangan oksidasi O dalam H2O, CO2, dan SO2 sama dengan –2
b. Bilangan oksidasi O dalam senyawa peroksida, H2O2 dan Na2O2 sama
dengan –1
31

c. Bilangan oksidasi O dalam senyawa fluorida, OF2 sama dengan +2


d. Bilangan oksidasi O dalam senyawa superoksida KO2 dan CsO2 sama
dengan – 1
7. Bilangan oksidasi hidrogen (H) jika berikatan dengan non-logam
sama dengan +1. Bilangan oksidasi H jika berikatan dengan logam alkali dan

alkali tanah sama dengan –1.


Contoh:
Bilangan oksidasi H dalam HF dan H2O sama dengan +1
Bilangan oksidasi H dalam NaH dan CaH2 sama dengan –1
8. Bilangan oksidasi logam golongan IA (alkali) dalam senyawanya sama
dengan +1.
9. Bilangan oksidasi logam golongan IIA (alkali tanah) dalam senyawanya

dengan +2.
10. Bilangan oksidasi logam transisi dalam senyawanya dapat lebih dari satu.
Contoh:
Fe mempunyai bilangan oksidasi +2 dalam FeO+3 dalam Fe2O3, dan

seterusnya. Untuk memahami perubahan bilangan oksidasi dalam reaksi reaksi

redoks.

Oksidasi, pertambahan bilangan oksidasi, reduksi; penurunan bilangan

oksidasi. Dalam suatu reaksi kimia, suatu unsur dapat bertindak sebagai pereduksi

dan pengoksidasi sekaligus. Reaksi semacam itu disebut autoreaksi redoks

(disproporsionasi).

1. Oksidasi - reduksi sebagai pengikatan dan pelepasan oksigen. Larutan

elektrolit oksidasi adalah pengikatan oksigen. Reduksi adalah pelepasan

oksigen.
2. Oksidasi - reduksi sebagai pelepasan dan penerimaan elektron. Oksidasi

adalah pelepasan elektron. Reduksi adalah penyerapan elektron.


3. Oksidasi - reduksi sebagai Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

Oksidasi adalah pertambahan bilangan oksidasi. Reduksi adalah penurunan

bilangan oksidasi.
32

Bilangan oksidasi adalah besarnya muatan yang diemban oleh suatu atom

dalam suatu senyawa, jika semua elektron ikatan didistribusikan kepada unsur

yang lebih elektronegatif. Contoh: Rumus Lewis H2O.

Oleh karena O lebih elektronegatif daripada H, maka elektron ikatan

didistribusikan pada atom O. Jadi, bilangan oksidasi O = -2, sedangkan H masing-

masing = +1. Reaksi disproporsionasi adalah reaksi redoks yang oksidator dan

reduktornya merupakan zat yang sama. Jadi, sebagian dari zat itu mengalami

oksidasi, dan sebagian lagi mengalami reduksi. Reaksi konproporsionasi

merupakan kebalikan dari reaksi disproporsionasi, yaitu reaksi redoks yang mana

hasil reduksi dan oksidasinya sama.

Tata Nama IUPAC

a. Senyawa ion
Cu2S : Tembaga (I) sulfida
CuS : Tembaga (II) sulfida
FeSO4 : Besi (II) sulfat
Fe2(SO4)3 : Besi (III) sulfat
b. Senyawa kovalen
N2O : Nitrogen (I) oksida
N2O3 : Nitrogen (III) oksida
P2O5 : Fosforus (V) oksida
P2O3 : Fosforus (III) oksida

Tabel 2.6.1 Unsur-unsur Yang Memiliki Bilangan Oksidasi Lebih dari Satu

Nama Unsur Lambang Bilang Oksidasi


Antimon Sb +3, +5

Arsen As +3, +5

Brom Br -1, +1, +3, +5, +7

Besi Fe +2, +4, +6

Belerang S -2, + 4, +6
33

Emas Au +1, +3

Fosfor P +3, +5

Iod I -1, +1, +3, +5, +7

Karbon Co +2, +3

Mangan Mn +2, +4, +6, +7

Nitrogen N +2, +3

Platina Pt +2, +4

Raksa Hg +1, +2

Tembaga Cu +1, +2

Timah Sn +2, +4

Timbal Pb +2, +4

a. Reduktor dan Oksidator

Dalam reaksi redoks, zat yang menyebabkan terjadinya reduksi (berarti, zat itu

mengalami oksidasi) disebut reduktor. Sebaliknya, zat yang menyebabkan

terjadinya oksidasi (berarti, zat itu mengalami reduksi) disebut oksidator.

Perbedaan lain antara oksidator dan reduktor dapat dilihat pada Tabel 2.6.2.

Tabel 2.6.2 Perbedaan Oksidator dan Reduktor

Oksidator Reduktor
1. Mengalamai penurunan bilangan 1. Mengalami kenaikan bilangan

oksidasi. oksidasi.
2. Mengikat elektron dalam bentuk 2. Mudah melepas elektron dalam

molekul atau ion dengan mudah. bentuk molekul atau ion.


3. Menghasilkan O2 3. Mengikat O2

b. Reaksi Disproporsionasi
34

Reaksi disproporsionasi/autoredoks adalah reaksi redoks yang oksidator dan

reduktornya merupakan zat yang sama. Jika sebagian zat tersebut mengalami

reduksi, maka sebagian yang lain mengalami oksidasi.

Contoh: Reaksi autoredoks antara klorin dengan larutan NaOH

Cl2 (g) + 2NaOH (aq) NaCl (aq) + NaClO (aq) + H2O (l)

biloks Cl = 0 biloks Cl = -1 biloks Cl = +1

c. Aplikasi Konsep Redoks dalam Kehidupan Sehari-hari


1. Perkaratan logam, misalnya besi 4Fe(s) + 3O2 (g) 2Fe2O3 (s)
2. Pembakaran gas alam CH4 (g) + 2O2 (g) CO2 (g) + 2H2O (g)
3. Sel aki (baterai Pb) pada mobil
Oksidasi: Pb + SO42- PbSO4 + 2e-
Reduksi: PbO2 + 4H + SO4 +2e-
2-
PbSO4 + 2H2O
+ 2-
Sel: Pb + PbO2 + 4H + SO4 2PbSO4 + 2H2O
d. Tata Nama Senyawa
1. Tata Nama Senyawa Biner
Senyawa biner adalah senyawa yang terdiri dari dua unsur. Unsur-unsur ini

dapat berupa logam dan nonlogam atau nonlogam dan nonlogam.

Senyawa ionik yang terdiri atas atom logam dan nonlogamdiberi nama

dengan cara menyebutkan ion positifnya diikuti ionnegatifnya dan diberi akhiran

-ida

Contoh:

KCl : Kalium klorida

NaH : Natrium hidrida

Senyawa biner yang terdiri atas atom-atom nonlogam diberinama dengan

menentukan atom yang bersifat lebih elektro negatif. Atom yang lebih elektro

positif diberi nama sesuai nama unsurnya diikuti nama atom yang lebih

elektronegatif, kemudian ditambah akhiran –ida. Pada atom dengan biloks lebih
35

dari satu, maka senyawanya diberi awalan yang menyatakan jumlah atom

tersebut.

Contoh:

HF : Hdrogen fluorida

HCl : Hidrogen klorida

P4O7 : Tetrafosfor heptaoksida

2. Tata Nama Senyawa Poliatomik

Senyawa poliatomik terdiri atas lebih dari dua unsur. Tata namanya

Sserupa dengan tata nama senyawa biner. Pertama, identifikasi kation

dananionnya. Kedua, nama kation disebut dahulu, diikuti nama anion. Sebagian

besar anion poliatomik berakhiran –it atau –at, hanya sebagian kecil yang

berakhiran –ida

Contoh:

CaSO4 : Kalsium sulfat

KClO2 : Kalium klorit

Fe(OH)3 : Besi (III) hidroksida

HCNS : Asam rodanida

2.7 Penelitian yang Relevan

Herti Suprapti (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur di

Kelas XI IPA MAN I Pekanbaru.


36

Andi Khaerunnisa Hardyanti Arki (2017) melakukan penelitian yang berjudul

“Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIA.2 SMA Negeri 3 Model Takalar

Studi pada Materi Pokok Larutan Asam-Basa.

Desi Eka Fajaryanti (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada Pokok

Bahasan Struktur Atom untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Sma

Negeri 2 Palu”.

Lisa Anwar Farnanda (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada

Materi Reaksi Redoks Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 10

Kota Jambi”.

Rudiyanto (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Aktivitas Belajar dan Prestasi

Belajar Siswa Kelas X SMAN 6 Kota Malang Tahun Pelajaran 2012-2013 pada

Materi Reaksi Redoks”.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar

siswa, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share untuk meningkatkan aktivitas

belajar dan prestasi belajar siswa khususnya pada pokok bahasan Reaksi Redoks.

Anda mungkin juga menyukai