Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sifon ialah suatu budaya hubungan seksual yang dilakukan oleh pria yang
sehabis disunat secara tradisional dengan wanita yang disyaratkan tidak boleh
dengan istrinya sendiri, namun biasanya dilakukan dengan janda, dan sekarang ini
juga ada yang dilakukan dengan Pekerja Seks Komersial dengan kepercayaan dan
maksud untuk menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari
pria yang disunat.

Berdasarkan penelitian, sebenarnya sifon dilakukan karena pada umumnya


dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat
vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan fungsi
alat vital semakin unggul”.

Pelaksanaan sifon yaitu melakukan hubungan seksual dengan wanita


dimaksudkan agar alat kelamin pria yang disunat tersebut tercelup (terlumuri)
cairan vagina, namun para dukun sunat menekankan, bahwa dalam sifon yang
terpenting penis sudah masuk semua dalam vagina sehingga tercelup cairan
vagina, dan tidak perlu berkali-kali melakukan penetrasi, serta tidak boleh sampai
terjadi pemancaran (ejakulasi) sperma. Budaya sifon ini sudah berlangsung turun-
temurun di beberapa etnis Timor yang terutama tinggal di berbagai pedesaan di
Wilayah Kabupaten TTS (Timor Tengah Selatan) dan TTU (Timor Tengah
Utara).

B. Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan tujuan penulisan


diantaranya sebagai berikut:

1
1. untuk menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus pada pengkajian
lintas budaya
2. untuk menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus pada pendekatan
lintas budaya
3. untuk mengetahui implikasi keperawatan lintas budaya

C. Manfaat

Adapun manfaat dari pembahasan makalah ini adalah:

1. Sebagai tambahan perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat dijadikan


referensi dalam pembelajaran mahasiswa jurusan keperawatan;

2. Dengan mengetahui teentang budaya Sifon, kita bisa mengetahui bagaimana


asuhan keperawatan yang tepat pada budaya Sifon.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Budaya di Nusa Tenggara Timur

a. Etnis yang Ada diNusa Tenggara Timur

Hubungan kemasyarakatan di Propinsi Nusa Tenggara Timur masih sangat


kental (kekerabatan dan nilai-nilai kehidupan) sehingga kegotong-royongan
merupakan landasan pijak dalam mengembangkan pola kehidupan setiap hari.
Mata Pencarian dari pada masyarakat adalah Pertanian, disamping itu perternakan
sebagai kerja sampingan yang dilaksanakan. Penduduk asli NTT terdiri dari
berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar di seluruh wilayah
NTT. Adapun suku-suku dan lokasinya di NTT sebagai berikut:
1. Suku Bangsa Helong
Mendiami sebagian wilayah Kabupaten Kupang / Kupang Tangah dan Barat / Serta
pulau Semau.
2. Suku Bangsa Dawan
Mendiami sebagian wilayah Kabupaten Kupang / Amarasi, Amfoang, Kupang Timur
dan Tengah / Kabupaten Timor, Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan sebagian
Kabupaten Belu / bagian perbatasan dengan Kabupaten TTU.
3. Suku Bangsa Deing
Orang Deing berdiam di daerah Nadar, Lebang Beengada, Mariabang, dan Bagang
yang termasuk wilayah administratif Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Orang Deing merupakan satu kelompok yang jumlahnya relatif kecil, namun mereka
mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Deing. Kelompok ini merupakan salah satu
dari puluhan kelompok kecil penduduk asal Kabupaten Alor. Mereka hidup dari
pertanian dengan tanaman pokoknya adalah jagung.
4. Suku Bangsa Kemang Orang Kemang adalah satu kelompok sosial yang berdiam di
daerah Taramana, sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Alor, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Orang Kemang memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Kemang,
dan penutur bahasa ini jumlahnya relatif kecil. Mereka merupakan salah satu

3
kelompok di antara puluhan kelompok kecil lainnya yang merupakan penduduk asal
yang ada di Kabupaten Alor.
5. Suku Bangsa Kui Orang Kui berdiam di daerah Kolana dan daerah Pureman sebagai
bagian dari wilayah administratif Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Orang Kui merupakan satu kelompok yang jumlah anggotanya relatif kecil, namun
mereka memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Kui. Mereka merupakan salah satu
kelompok penduduk asal di wilayah Kabupaten Alor. Orang Kui ini hidup dari
pertanian ladang. Tanaman utama adalah jagung, yang sekaligus sebagai makanan
pokok mereka.
6. Suku Bangsa Abui
Orang Abui adalah kelompok sosial yang berdiam di wilayah Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka ini berdiam dalam wilayah bernama
Likuwatang, Malaikawata, Kelaisi, Tafuikadeli, Atimelang dan Motang. Jumlah
anggota kelompok ini relatif kecil, namun mereka mempunyai bahasa sendiri, yaitu
bahasa Abui. Orang Abui merupakan salah satu dari puluhan kelompok kecil lainnya
yang tergolonga penduduk asal di wilayah kabupaten ini.
7. Suku Bangsa Tetun
Mendiami sebagian besar Kabupaten Belu dan wilayah Negara Timor Leste.
8. Suku Bangsa Kemak
Mendiami sebagian kecil Kabupaten Belu dan wilayah Negara Timor Leste.
9. Suku Bangsa Marae.
Mendiami sebagian kecil Kabupaten Belu bagian Utara dekat perbatasan dengan
Negara Timor Leste.
10. Suku Bangsa Rote.
Mendiami sebagian besar Pulau Rote dan di sepangjang pantai utara Kabupaten
Kupang dan Pulau Semau
Masih banyak lagi suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Selain suku-suku diatas,
Nusa Tenggara Timur juga dihuni oleh suku-suku pendatang yaitu orang-orang keturunan
Cina, Arab, Bugis, Makasar, Buton, Bajo dan Jawa serta beberapa suku lainnya.
Kebudayaan yang mempengaruhi kebudayaan Nusa Tenggara Timur berasal dari beberapa

4
suku maupun bangsa, diantaranya yang pernah mempengaruhi kebudayaan NTT adalah
Cina, Jawa, Bugis, Makasar, Ambon/Maluku, Portugis dan Belanda.

b. Budaya Masayarakat Tentang Sifon


Budaya tentang Sifon berasal dari masyarakat Suku Atoni Meto dan Dawan.
Sifon merupakan suatu budaya tradisional masyarakat daerah Timor Barat
terutama di Suku Atoni Meto dan Dawan Timur Tengah Selatan, suku Malaka di
Timur Tengah Utara, dan beberapa daerah di Kabupaten Belu, yakni melakukan
kegiatan penyunatan (circumcision) namun yang uniknya adalah pasca sunat si
lelaki diharuskan melakukan hubungan seks yang dipercaya mampu
menyembuhkan luka pasca penyunatan tersebut. Jadi Sifon adalah hubungan seks
pascasunat yang wajib dilakukan seorang pasien ketika luka sunatnya belum
sembuh.
Sifon dilakukan dengan wanita yang disyaratkan tidak boleh dengan istrinya
sendiri, namun biasanya dilakukan dengan janda, dan sekarang ini juga ada yang
dilakukan dengan Pekerja Sex Komersial dengan kepercayaan dan maksud untuk
menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari pria yang
disunat. Ritual sifon ini biasanya dilakukan pada setiap musim panen. Tujuannya
adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit, juga
membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara biologis
dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang pria dewasa.
Proses ritual ini berupa prosesi, yang diawali dengan penyerahan mahar
berupa ayam, pernak-pernik, dan sejumlah uang kepada dukun sunat atau Ahelet.
Selanjutnya pasien akan dihantar ke sungai untuk melakukan pengakuan dosa atau
Naketi. Laki-laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan jujur
kepada Ahelet bahwa dalam kehidupan sehari-hari telah sering melakukan
hubungan badan dengan beberapa wanita. Sementara yang belum pernah akan
ditolak Ahelet. Setelah pengakuan dosa, Ahelet akan mulai proses penyunatan
pasien dengan menggunakan sebilah sembilu atau pisau. Jika sudah disunat pasien
akan dikembalikan ke sungai untuk melakukan pembersihan dan proses
penyembuhan. Hal ini dilakukan secara rutin dalam jangka waktu seminggu atau

5
bahkan lebih. Tetapi proses penyembuhan yang sesungguhnya adalah sifon itu
sendiri.
Sunat tradisional ini dilakukan oleh dukun dan untuk melakukan sifon
biasanya pria yang disunat diberi doa atau mantera serta ramuan jamu dengan
tujuan supaya mudah dapat menggait wanita yang diajak sifon, sekarang dukun
sunat tradisional tidak menggunakan mantera untuk menggait wanita yang diajak
sifon tapi para dukun biasanya memberi bantuan berupa informasi wanita mana
yang dapat diajak sifon. Budaya ritual sifon dilakukan karena umumnya dukun
dan pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat vitalnya akan
mengalami gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan fungsi alat vital
semakin unggul”. Budaya Sifon ini dilakukan saat sunat hampir sembuh tetapi
belum sembuh total yaitu berkisar 2 – 7 hari setelah sunat.
Pelaksanaan sifon yaitu melakukan hubungan seksual dengan wanita
dimaksudkan agar alat kelamin pria yang disunat tersebut tercelup (terlumuri)
cairan vagina, namun para dukun sunat menekankan, bahwa dalam sifon yang
terpenting penis sudah masuk semua dalam vagina sehingga tercelup cairan
vagina, dan tidak perlu berkali-kali melakukan penetrasi, serta tidak boleh sampai
terjadi pemancaran (ejakulasi) sperma. Jika sampai terjadi pemancaran air mani
(ejakulasi) maka menurut pendapat mereka berarti sifon-nya berlebih sehingga
dapat mengakibatkan “alat mudah patah” dalam arti mudah sekali terjadi
ejakulasi dini. Budaya sifon ini sudah berlangsung turun-temurun dibeberapa etnis
Timor yang terutama tinggal di berbagai pedesaan di Wilayah Kabupaten TTS
(Timor Tengah Selatan) dan TTU (Timor Tengah Utara).

B. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai latar belakang budaya klien tersebut (Giger dan
Davidhizar, 1995). Pengkajian budaya sifon yang ada di Nusa Tenggara berdasar
teori Sunrice Model anatar lain sebagai berikut:

6
1. World view
Suku Atoni Meto memandang kesehatan sebagai suatu hal yang penting. Pola
pandang kesehatan bagi masyarakat dengan cara pandang dunia yaitu seseorang
dikatakan sakit fisik berarti memiliki tanda seperti panas tinggi, penglihatan
lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, sulit tidur, sedangkan seseorang yang
mengalami sakit batin tidak memiliki tanda tanda sakit pada badannya. Sebab
sakit batin ini biasanya ditanyakan pada yang gaib. Sedangkan bagi masyarakat
Atoni Meto orang sehat dinilai dari sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemas,
atau sakit dibadan.
2. Dimensi struktur social dan budaya
Masyarakat Atoni Meto bermukim berdasarkan hubungan kekerabatan,
dimana organisasi ruang terbentuk atas dasar jenis kelamin. Budaya bermukim
orang atoni dapat dikenal dari simbolisme spasial yang terkait dengan diktonomi
jenis kelamin. Setiap arah cardinal dikaitkan dengan satu jenis kelamin tidak
selalu sejalan, karena kepala suku disebut npria-wanita yang memang seorang
pria, tetapi melakukan pekerjaan wanita.
Dalam bidang budaya yang ada di masyarakat Atoni Meto sangat kental, hal
ini karena masyarakat Atoni Meto beranggapan bahwa budaya merupakan
anugrah dari orang terdahulu atau nenek moyang yang sudah seharusnya
dilestarikan atau dipertahankan.Salah satu budaya yang masyarakat Atoni Meto
masih lakukan yaitu sifon.Budaya sifon ini masih sering ditemukan pada
masyarakat Timur Tengah Selatan dan Timur Tengah Utara.
Sedangkan pada bidang kesehatan, masyarakat Atoni Meto masih percaya
dengan pengobatan tradisional dan masih banyak dijumpai masyarakat yang
membawa anggota keluarganya yang sakit ke dukun untuk mendapatkan
kesembuhan. Namun, seiring perkembangan jaman sudah sebagian masyarakat
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada didaerah merekan tinggal,
seperti puskesmas atau rumah sakit.
3. Faktor teknologi
Sebelum tahun 2002, akses jalan di wilayah Kupang masih belum begitu
lancar, jalanan belum diaspal.Sehingga para pria di desa melakukan sifon dengan

7
wanita di desa tersebut bukan dengan PSK. Namun, setelah tahun 2002 akses
jalan ke Kupang sudah selesai dibangun dan transportasi dari desa ke wilayah
Kupang sudah lancar. Sejak saat itu, diduga para pria melakukan sifon dengan
PSK yang berlokalisasi di Kupang.
4. Faktor agama dan falsafah hidup
Penduduk yang tinggal di Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS) pulau Timor sampai Profinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
mayoritas beragama Kristen Protestan. Walaupun mayoritas masyarakat beragama
Kristiani namun kepercayaan lokalnya masih dihayati dan dipraktikkan dalam
kehidupan sehari hari. Hal ini karena sebelum kedatangan agama Kristen,
masyarakat Atoni Meto sudah memiliki kepercayaan dan pemujaan terhadap
wujud tertinggi dan leluhurnya.
5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Umumnya yang melakukan sifon bukan merupakan masalah. Sehingga belum
dilakukan pelarangan terhadap pelaksanaan sifon. Budaya sifon juga dilakukan
oleh pria beristri dan atas persetujuan istri.
6. Nilai kebudayaan dan gaya hidup
Para responden baik wanita maupun laki laki mengakui tidak merasa
keberatan atas budaya sifon tersebut. Budaya sifon tersebut memiliki syarat
bahwa sifon hanya boleh dilakukan dengan wanita yang tidak menjadi istri dari
orang lain. Jika sifon dilakukan dengan istri orang, hal tersebut telah melanggar
hukum adat yaitu menggauli istri orang dan akan dikenai hukuman yaitu
membayar denda atau akan dibunuh. Sehingga, secara budaya perbuatan sifon
dianggap tidak melanggar adat dan budaya mereka.
7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
Berdasarkan para pria yang melakukan sifon, istrinya mengaku tidak
keberatan sama sekali ketika suami mereka melakukan sifon. Karena pada
umunya para istri memang menghendaki suaminya melakukan sifon dengan
alasan karena sifon itu dilakukan untuk kepentingan mereka sendiri, dengan kata
lain kalau fungsi alat kelamin suami baik, istri juga ikut menikmati. Maka atas
dasar itu, maka pada pasal 284 KUHP tidak dapat diterapkan pada budaya sifon,

8
karena dari pihak istri memang menghendaki suaminya melakukan sunat atau
sifon.

8. Faktor ekonomi
Mata pencaharian utama suku Atoni Meto adalah petani. Pada desa desa
disana juga banyak ditemui rumah adat tradisional suku Atoni Meto yaitu rumah
bulat dengan atap rumput. Dari hal tersebut dapat disimulkan bahwa penghasilan
yang didapat oleh masyarakat suku Atoni sebagai petani tidak terlalu banyak.
9. Faktor pendidikan
Pengetahuan masyarakat Atoni Meto pada umumnya masih tradisional dan
masih berorientasi pada kebudayaan lama. Hal tersebut dapat dilihat dari
keyakinan suku Atoni Meto yang mempercayai bahwa apabila ada seorang pria
yang melakukan sifon dengan wanita yang akan dinikahinya atau dengan istrinya
sendiri, nantinya ia akan menderita suatu penyakit.
10. Pola tampilan asuhan keperawatan dan praktiknya
Dalam praktik kesehatan, apabila ada anggota keluarga masyarakat Atoni
Meto ada yang sakit mereka akan membawanya ke dukun. Hal ini masih
mendominasi anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Dari dukun
tersebut masyarakat akan diberi ramuan yang terbuat dari bahan alam. Disini
rauan tersbut belum terbukti untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.
Namun tidak semua masyarakat datang kedukun saat mereka sakit, seiring
perkembangan jaman sebagian masyarakat mendatangi puskesmas yang ada
didaerah tersebut.
11. Status Kesehatan
Dalam suku Atoni Meto yang masih mempertahankan budaya sifon, disini
banyak masyarakat yang menderita penyakit menular seksual. Hal ini dikarenakan
budaya sifon tersebut yang menganjurkan seorang laki laki yang telah menjalani
khitan untuk berhubungan badan dengan wanita yang bukan istrinya. Hal ini
memicu merbaknya penyakit menular seksual dikalangan suku Atoni Meto.

9
12. Asuhan tradisional
Sebagian masyarakat Atoni Meto masih menggunakan pengobatan tradisional
yaitu dengan mengandalkan dukun ketika ada anggota keluarganya yang sakit.
Sehingga dari dukun tersebut mereka mendapatkan ramuan atau semacam jamu
yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit tersebut.ramuan tersebut mereka
konsumsi tanpa mereka tahu efek bagi kesehatan mereka, apakah berefek baik
atau malah sebaliknya. Mereka hanya beranggapan dengan meminum ramuan
tersebut, mereka akan sehat kembali.

13. Praktik asuhan keperawatan


Peran seorang perawat disini berfungsi sebagai seorang yang menjembatani
antara budaya yang dimiliki oleh masyarakat Atoni Meto dengan pola kesehatan
yang benar. Memberikan asuhan keperawatan diperlukan kemampuan perawat
untuk menggabungkan atau menyamakan persepsi masyarakat dengan pola
kesehatan yang benar. Ketika terjadi perbedaan cara pandang antara masyarakat
Atoni Meto dengan tenaga medis, peran perawat disini yaitu untuk mencari
kesamaan yang ada diantara budaya yang ada.

14. Praktik perawatan pengobatan tradisional


Kebiasaan untuk mendatangi dukun atau pengobatan yang diakukan oleh
suku Atoni Meto merupakan suatu kepercayaan yang didapat secara turun
temurun dari nenek moyang. Untuk ini, hal tersebut perlu dikaji ulang bagaimana
ramuan yang mereka dapatkan dari dukun, yang dipercayai dapat menyembuhkan
penyakit memiliki khasiat yang tepat. Dengan begitu, perawat dapat
memberdayakan masyarakat untuk bisa memanfaatkan sumber daya alam yang
ada disekitar tempat tinggal masyarakat Atoni Meto. Selain itu, budaya yang telah
dianut secara turun temurun dapat dilestarikan dan tidak lepas dari adanya sistem
pengobatan modern.

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul berdasarkan kasus budaya sifon yang
pada suku Atoni Meto di Profinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebagai berikut:

10
a. Ketidakefektifan koping komunitas suku Atoni Meto berhubungan dengan
sosial budaya masyarakat terhadap tradisi sifon.
b. Resiko infeksi penyakit menular seksual berhubungan dengan perilaku
budaya tradisi sifon.
c. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pasca menjalani tradisi sifon.
d. Harga diri rendah maleuk (perempuan korba ritual sifon) berhubungan
dengan persepsi ketidaksesuaian antara norma budaya dan diri, persepsi
kurang dihargai oleh orang lain.

c. Intervensi Keperawatan Lintas Budaya


Perencanaan keperawatan untuk masyarakat suku Atoni Meto yaitu dengan
dengan cara melakukan melakukan rekonstruksi budaya yaitu merubah budaya
masyarakat karena bertentangan dengan kesehatan hal tersebut disebabkan tradisi
sifon ini dilakukan pada saat luka sunat belum sembuh sempurna dan masih
terdapat bengkak berair yang apabila dimanipulasi atau dilakukan hubungan
seksual maka bengkak tersebut pecah sehingga menimbulkan resiko invasi kuman
penyakit terutama penyakit menular seksual seperti gonorhea, terlebih lagi pada
saat ini wanita yang menjadi korban sifon merupakan pekerja seks komersial
(PSK). Selain itu, budaya sifon juga bertentangan dengan agama dan hukum
sehingga akan lebih baik apabila budaya ini ditiadakan.

d. Impelementasi
Beberapa implementasi dan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
yaitu sebagai berikut.

Tujuan dan
No Diagnose keperawatan Intervensi
kriteria hasil Implementasi

1. Ketidakefektifan koping Tujuan: 1. Berikan Memberikan


komunitas suku atoni meto informasi kepada informasi kepada
Setelah
berhubungan dengan sosial masyarakat atau masyarakat atau

11
budaya masyarakat terhadap dilakukan komunitas suku komunitas suku atoni
tradisi sifon (ritual tindakan atoni meto meto tentang
hubungan seks pasca sunat keperawatan tentang sirkumsisi sirkumsisi dan
tradisional pada beberapa diharapkan dan manfaaynya manfaaynya
etnis timor) masyarakat berdasakan berdasakan perspektif
dapat menyadari perspektif kesehatan
bahwa ritual kesehatan
Data subjektif: sifon
menimbulkan 2. Memberikan
1. Masyarakat menyatakan
dampak buruk 2. Berikan informasi kepada
apabila sifon tidak
terutama bagi informasi kepada masyarakat tentang
dilakukan dapat mengalami
kesehatan masyarakat pelayanan kesehatan
gangguan fungsi dari alat
tentang pelayanan
kelamin pria misalnya Kriteria hasil:
kesehatan
lemah syahwat atau
1. masyarakat Memberikan
impotensi
tidak melakukan kesempatan
2.Masyarakat berkeyakinan tradisi sifon 3. Berikan masyarakat untuk
bahwa tradisi sifon dapat kembali. kesempatan melihat dan
membuat vitalitas pria 2. masyarakat untuk memahami
semakin unggul 3. masyarakat melihat dan perbedaan budaya
pergi ke petugas memahami antara masyarakat
kesehatan untuk perbedaan budaya dan kesehatan
Data objektif: melakukan antara masyarakat
sirkumsisi. dan kesehatan
1. 1. dari tahun ke tahun
4. 4. Memberikan
prevalensi penyakit menular
5. masyarakat kesempatan
seksual (PMS) mengalami
dapat 4. Berikan masyarakat untuk
peningkatan namun
melakukan kesempatan mengidentifikasi
masyarakat tetap melakukan
perawatan luka masyarakat untuk dampak dari budaya
budaya ini
sirkumsisi mengidentifikasi sifon yang selama ini
secara mandiri dampak dari

12
dengan baik budaya sifon dilakukan
yang selama ini
2. tidak ada satupun
dilakukan
masyarakat yang
menyatakan keberatan
terhadap pelaksanaan sifon
baik responden wanita
maupun laki-laki

2.

2. Resiko infeksi penyakit Tujuan: Jelaskan pada Menjelaskan pada


menular seksual masyarakat masyarakat tentang
Setelah
berhubungan dengan tentang penyakit penyakit menular
dilakukan
perilaku budaya tradisi menular seksual. seksual.
tindakan
sifon
keperawatan
diharapkan
Jelaskan pada Menjelaskan pada
resiko infeksi
Data subjektif: masyarakat masyarakat tentang
dapat dihindari
tentang faktor- faktor-faktor
1. Masyarakat menyatakan
faktor penyebab penyebab penyakit
sifon dilakukan setelah suka
penyakit menular menular seksual.
sunat hampir sembuh tetapi Kriteria hasil:
seksual.
belum sembuh total yaitu
Masyarakat
berkisar 2 – 7 hari setelah
tidak melakukan Menjelaskan pada
sunat
sifon Jelaskan pada masyarakat tentang
2. Masyarakat mengatakan masyarakat faktor resiko penyakit
ketika mau sifon, biasanya tentang faktor menular seksual.
pada penis terdapat bengkak Masyarakat resiko penyakit
berair mirip buah tomat tidak melakukan menular seksual.
kecil dan akan pecah dalam hubungan Menjelaksan pada
vagina dengan PSK masyarakat cara

13
3. Menurut Jelaksan pada menghindari penyakit
pengakuanmasyarakat yang masyarakat cara menular seksual.
Masyarakat
pernah melakukan sifon menghindari
merawat luka
mereka semuanya penyakit menular
dengan baik
mengatakan tidak seksual. Memberikan
hingga luka
memancarkan air mani kesempatan pada
tersebut sembuh
ketika sifon, sebab saat itu masyarakat untuk
tanpa
yang terbayang bukan Berikan memahami konsep
melakukan
kenikmatan berhubungan kesempatan pada penyakit menular
manipulasi
sexual, tetapi yang terasa masyarakat untuk seksual serta
dengan tradisi
adalah rasa sakit pada alat memahami pencegahannya.
sifon
kelamin. konsep penyakit
menular seksual
4. Masyarakat mengatakan
serta Mengajarkan
perkembangan akhir-akhir
pencegahannya. masyarakat teknik
ini banyak yang mulai
merawat luka.
menggunakan jasa pekerja
sek komersial (PSK) untuk
Ajarkan
sifon
masyarakat teknik Menjelaskan bahaya
merawat luka. apabila dilakukan
manipulasi terhadap
Data objektif:
luka.
Berdasarkan data dari tahun Jelaskan bahaya
ke tahun prevalensi apabila dilakukan
penyakit menular seksual manipulasi Menanyakan pada
mengalami peningkatan terhadap luka. masyarakat tindakan
namun masyarakat tetap apa saja yang dapat
melakukan budaya ini dilakukan untuk
Tanyakan pada menghindari penyakit
masyarakat infeksi menular
tindakan apa saja

14
yang dapat
dilakukan untuk
menghindari
penyakit infeksi
menular

3. Nyeri akut berhubungan Tujuan: Jelaskan pada Menjelaskan pada


dengan manipulasi luka masyarakat masyarakat tentang
Setelah
insisi pasca sunat tentang konsep konsep nyeri.
dilakukan
tradisional nyeri.
tindakan
keperawatan,
Menjelaskan pada
masyarakat akan
Data subjektif: Jelaskan pada masyarakat tentang
dapat
masyarakat penyebab nyeri.
1.Masyarakat mengatakan menghindari
tentang penyebab
ketika mau sifon, biasanya melakukan
nyeri.
pada penis terdapat bengkak tindakan yang
Memberikan
berair mirip buah tomat menimbulkan
kesempatan pada
kecil, ketika penis nyeri pada luka
Berikan masyarakat untuk
dimasukkan maka bengkak bekas sunat
kesempatan pada memahami dampak
tersebut menyebabkan rasa
masyarakat untuk dari nyeri.
sakit dan penis susah masuk
memahami
serta akan pecah dalam
dampak dari
vagina yang menimbulkan
Kriteria hasil: nyeri. Mendiskusikan pada
rasa sakit.
masyarakat apa yang
Masyarakat
2. Menurut seharusnya dilakukan
menyatakan
pengakuanmasyarakat yang Diskusikan pada untuk menghindari
tidak melakukan
pernah melakukan sifon masyarakat apa nyeri
hubungan
mereka semuanya yang seharusnya
seksual apabila
mengatakan tidak dilakukan untuk
luka sunat
memancarkan air mani menghindari

15
ketika sifon, sebab saat itu belum sembuh nyeri
yang terbayang bukan
kenikmatan berhubungan
sexual, tetapi yang terasa
adalah rasa sakit pada alat
kelamin.

4. Harga diri rendah kronis Tujuan: Berikan Memberikan


maleuk (perempuan korban kesempatan kesempatan
Setelah
ritual sifon) masyarakat untuk masyarakat untuk
dilakukan
berhubungandenganpersepsi menceritakan menceritakan keluh
tindakan
ketidaksesuaian antara keluh kesah yang kesah yang
keperawatan
norma budaya dan diri, dirasakan. dirasakan.
diharapkan
persepsi kurang dihargai
masyarakat akan
oleh orang lain
dapat
Anjurkan pada Menganjurkan pada
berinteraksi
masyarakat untuk masyarakat untuk
kembali dengan
Data subjektif: menceritakan menceritakan alasan
masyarakat
alasan masyarakat masyarakat mau
1. Masyarakat megatakan
mau untuk untuk menjadi wanita
bahwa sebenarnya dia
menjadi wanita tradisi sifon.
ingin budaya tersebut Kriteria hasil:
tradisi sifon.
ditiadakan, namun ia tidak
Masyarakat
dapat menghentikannya
dapat Menganjurkan pada
2. Masyarakat mengatakan
berinteraksi Anjurkan pada masyarakat untuk
bahwa dia merasa telah
kembali dengan masyarakat untuk menelaah kembali
terbuang dari suku Atoni
masyarakat luas menelaah kembali makna dari tradisi
Meto yang telah
tanpa ada makna dari tradisi sifon.
melahirkannya
perbedaan sifon.
ataupun
Data objektif: kesenjangan Memberikan

16
1. Perempuan korban sifon Berikan kesempatan pada
diusir dari pergaulan, sudah kesempatan pada masyarakat untuk
Ada penerimaan
tidak bersuami dan masyarakat untuk memahami alasan
masyarakat
mengalami tekanan memahami alasan masyarakat
terhadap wanita-
psikolgis yang berat seperti masyarakat menerima untuk
wanita korban
stres atau bahkan gila menerima untuk menjadi wanita
tradisi sifon
menjadi wanita tradisi sifon dengan
tradisi sifon kepercayaan adanya
dengan wanita dalam tradisi
kepercayaan sifon.
2. Matanya tampak kuning
adanya wanita
dan kuliknya bersisik pucat Menanyakan kembali
dalam tradisi
kepada masyarakat
3. Tidak ada seorang lelaki sifon.
apakah masyarakat
pun yang datang
Tanyakan menyesal telah
menjenguknya, kecuali
kembali kepada menjadi wanita
ketika ahelet (dukun sunat)
masyarakat tradisi sifon.
yang datang ketika ingin
apakah
menggunakannya sebagai Memberikan
masyarakat
korban sifon kesempatan
menyesal telah
masyarakat untuk
4. Korban Sifon menjadi wanita
menceritakan
ditelantarkan di tengah tradisi sifon.
kembali keluh kesah
hutan lontar dalam gubuk
Berikan yang di rasakan.
kecil yang dingin
kesempatan
masyarakat untuk
menceritakan Menganjurkan
kembali keluh masyarakat untuk
kesah yang di membuka diri
rasakan. terhadap masyarakat
dan berinteraksi
dengan masyarakat

17
Anjurkan luas
masyarakat untuk
membuka diri
terhadap
masyarakat dan
berinteraksi
dengan
masyarakat luas

e. Evaluasi

1. Sasaran

a. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masyarakat dapat


menyadari bahwa ritual sifon menimbulkan dampak buruk terutama bagi
kesehatan.
b. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi dapat
dihindari
c. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan dapat menghindari
melakukan tindakan yang menimbulkan nyeri pada luka bekas sunat
d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan dapat
berinteraksi kembali dengan masyarakat
2. Indikator Pencapaian
a. Masyrakat Atoni Meto mengerti akan bahaya hubungan seksual pasca sunat
(sifon) yang dapat menyebabkan adanya penyakit menular seksual (PMS).
b. Masyarakat meninggalkan budaya sifon tetapi mempertahankan budaya
sunat.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada masyarakat yang menganut budaya sifon ini, didapatkan kesenjangan
antara teori dan kasus pada pengkajian keperawatan lintas budaya yang ditinjau
dari faktor teknologi, faktor agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan
keterikatan keluarga, nilai budaya dan gaya hidup, faktor kebijakan dan peraturan
yang berlaku, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan.
Pada faktor teknologi misalnya, jalan raya di wilayah Kapan Kecamatan
Molo Utara, Kab. Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur sebelum
tahun 2002 masih sulit dilalui oleh kendaraan karena jalannya yang belum diaspal.
Karena itu, masyarakat wilayah Kapan kesulitan mencari sarana kesehatan
sehingga lebih memilih untuk berobat pada dukun.
Masyarakat suku Meto yang melaksanakan tradisi sifon percaya bahwa
setelah dilakukannya tradisi sifon maka kemampuan fungsi alat kelaminnya akan
semakin unggul, berfungsi baik (lebih baik daripada sebelum sunat), tidak lemah
syahwat dan tidak mudah memancarkan sperma terlalu dini/ ejakulasi dini.

B. Saran
Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan sarana dan prasarana yang ada,
seperti membenahi jalan di wilayah Kapan Kecamatan Molo Utara, Kab. Timor
Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga masyarakat lebih
mudah mengakses ke rumah sakit dan tidak menggunakan jasa dukun.

19
DAFTAR PUSTAKA

Daeng, Hans J., 2000. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan: Tinjauan


Anropologis (Pengantar Dr. Irwan Abdullah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Giger. J.J & Davidhizar. R.E. 1995. Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2ndEd. Missouri: Mosby Year Book Inc

Johnbiafsoe. 2011. Sifon Sunat Tradisional Yg Berbahaya. (serial online).


https://johnbiafsoe.wordpress.com/2011/03/11/sifon-sunat-tradisional-yg-
berbahaya/
Leininger. M & McFarland. M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concepts,
Theories, Research and Pra ctice, 3rd Ed. USA: Mc-Graw Hill Companies

Novanto, Setya. Data Dan Informasi Tentang Nusa Tenggara Timur. (serial
online). Http://Www.Setyanovanto.Info/Data-Dan-Informasi-Nusa-
Tenggara-Timur

20

Anda mungkin juga menyukai