Anda di halaman 1dari 45

1. St 1882 No 97 Tentang Peracikan telah dirubah dengan St 1949 No.

228

ASPEK St 1882 No 97
Judul Peracikan
Latar Fungsi apotek sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker.
Belakang/Alasan
diterbitkan
Dasar Hukum -
Ketentuan Definisi : peracikan obat, apoteker, asisten apoteker, apotek, G.G, resep,
Umum bahan beracun.
Tujuan ● Penetapan St 1949 No. 228 sebagai perubahan dari St 1882 No. 97
● Regulasi tentang peracikan obat di Apotek oleh Apoteker

Materi Kewajiban apoteker, regulasi apotek, peraturan apoteker, izin pendirian


Muatan/Aspek apotek, karakteristik apotek, arsip resep.
yang Diatur
Materi Farmasi Obat, obat beracun, bahan beracun, resep, salinan resep.
Sanksi Denda maksimal 100 gulden. 2 tahun setelah vonnis untuk pelanggaran
yang sama, penjara makismal 1 tahun dan uang 500 gulden.
Aturan Peralihan St 1882 No. 97
St 1910 No. 649
St 1933 No. 92
St 1933 No. 350
2. O 419 Tahun 1949 Tentang Ordinasi Obat Keras

ASPEK O.O.K no 419 Tahun 1949


Judul Ordinasi Obat Keras
Latar ● Penetapan kembali St. 1937 No. 541
Belakang/Alasan
diterbitkan
Dasar Hukum Staatsblad. 1937 No. 541 tentang Obat Keras
Ketentuan Umum Definisi : obat-obat keras, apoteker, dokter pemimpin apotek,
dokter-dokter, dokter-dokter gigi, dokter-dokter hewan, pedagang-
pedagang kecil diakui, pedagang-pedagang besar yang diakui,
menyerahkan, Secretarist van st, obat-obatan G, obat-obatan W,
H.P.B
Tujuan ● Penetapan dan regulasiobat “G” dan “W” diseluruh Indonesia

Materi Muatan/Aspek Penetapan bahan-bahan sebagai obat-obat keras golongan “G” dan
yang Diatur “W”; ketentuan dan larangan-larangan penjualan, penawaran, dan
penyerahan obat-obat keras; ketentuan pemasukan, pengeluaran,
dan pengangkutan obat-obat keras; ketentuan cara periizinan
menjadi pedagang-pedagang kecil atau pedagang-pedagang besar
yang diakui; penetapan suatu “komisi obat-obatan”; sanksi-sanksi
hukuman
Materi Farmasi Penetapan bahan-bahan sebagai obat-obat keras golongan “G” dan
“W”; ketentuan dan larangan-larangan penjualan, penawaran, dan
penyerahan obat-obat keras; ketentuan pemasukan, pengeluaran,
dan pengangkutan obat-obat keras; ketentuan cara periizinan
menjadi pedagang-pedagang kecil atau pedagang-pedagang besar
yang diakui; penetapan suatu “komisi obat-obatan”;
Sanksi Hukuman penjara setingi-tingginya 6 bulan atau denda uang
setinggi-tingginya 5.000 gulden
Aturan Peralihan -
3. UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

ASPEK UU No 5 Tahun 1997


Judul Psikotropika
Latar Belakang/Alasan ● Psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
diterbitkan kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
● Penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan
manusia dan kehidupan bangsa.
● Meningkatnya peredaran gelap psikotropika yang makin
meluas serta berdimensi internasional.

Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) UUD 1945
2. UU No. 23 Tahun 1992
3. UU No. 8 Tahun 1996

Ketentuan Umum Definisi : Psikotropika, Pabrik obat, Produksi, Kemasan


Psikotropika, Peredaran, Perdagangan, Pedagang besar
farmasi, Pengangkutan, Dokumen, Transito, Penyerahan,
Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, Korporasi,
Menteri
Tujuan 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan
2. Mencegah terjadinya penyalahhunaan psikotropika
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika

Materi Muatan/Aspek Produksi, Peredaran (Penyaluran Dan Penyerahan), Ekspor


yang Diatur dan Impor (Surat Persetujuan Ekspor dan Surat Persetujuan
Impor, Pengangkutan, Transito, Pemeriksaan), Label dan
Iklan, Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan, Penggunaan
Psikotropika dan Rehabilitasi, Pemantauan Prekursor,
Pembinaan dan Pengawasan, Pemusnahan, Peran serta
Masyarakat, Penyidikan, Ketentuan Pidana.
Materi Farmasi Produksi psikotropika, Peredaran/ Penyaluran Psikotropika,
Ekspor dan Impor, Label, Pelaporan.
Sanksi Pidana mati, penjara atau pidana denda
Aturan Peralihan Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
psikotropika masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/ atau belum diganti dengan peraturan yang baru.

4. UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

ASPEK UU No 8 Tahun 1999


Judul Perlindungan Konsumen
Latar ● Perlunya menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat
Belakang/Alasan serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang
diterbitkan dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar
● Perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang
bertanggung jawab
● Ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di
Indonesia belum memadai;

Dasar Hukum Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 UUD
1945
Ketentuan Umum Definisi : Perlindungan Konsumen, Konsumen, Pelaku Usaha,
Barang, Jasa, Promosi, Impor barang, Impor jasa, Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Klausula Baku,
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional, dan Menteri
Tujuan ● Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri
● Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa
● Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
● Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi
● Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha
● Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

Materi Muatan/Aspek Hak & Kewajiban, Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha,
yang Diatur Ketentuan Pencantuman Klausula Baku, Tanggungjawab Pelaku
Usaha, Pembinaan & Pengawasan, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat, Penyelesaian Sengketa, Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, Penyidikan, Sanksi, Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi ●

Sanksi Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana


Aturan Peralihan ● Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat
Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini
5. UU 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

ASPEK UU No 35 Tahun 2009


Judul Narkotika
Latar Belakang/Alasan ● Narkotik menimbulkan ketergantungan yang sangat
diterbitkan merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama
● Belum ketatnya pengawasan mengenai Narkotik
● UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai
lagi

Dasar Hukum ● Pasal 5 ayat(1) dan Pasal 20 UUD 1945.


● UU No. 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal
Narkotika 1961 beserta protokoltahun 1972 yang
mengubahnya.
● UU No. 7 tahun 1997.

Ketentuan Umum Definisi : Narkotika, prekursor Narkotika, produksi Narkotika;


impor dan ekspor Narkotika serta Prekursor Narkotika di daerah
Pabean; peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
surat persetujuan ekspor dan impor, Pengangkutan, PBF, Industri
Farmasi, Transito Narkotika, Pecandu Narkotika,
Ketergantungan Narkotika, Penyalahgunaan, Rehabilitasi Medis,
Rehabilitasi Sosial, Pemufakatan Jahat, Penyadapan, Kejahatan
Terorganisasi, Korporasi, dan Menteri.
Tujuan ● Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan dari
penyalahgunaan Narkotika
● Untuk bisa memanfaatkan Narkotika di bidang pengobatan
atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan
● Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika
● Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalahguna dan pecandu Narkotika.

Materi Muatan/Aspek Golongan narkotika; ketentuan penggunaan narkotika; narkotika


yang Diatur untuk ilmu pengetahuan dan teknologi; penyimpanan dan
pelaporan, izin dan persetujuan impor-ekspor; pengangkutan,
transito, pemeriksaan, peredaran, penyaluran, penyerahan
narkotika; label dan publikasi; prekusor narkotika beserta
golongan dan jenis; rencana kebutuhan tahunan dan pengadaan;
pengobatan dan rehabilitasi; pembinaan dan pengawasan;
pencegahan dan pemberantasan; tugas dan wewenang;
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
peranserta dan penghargaan; ketentuan pidana.
Materi Farmasi Izin bagi PBF & industri farmasi untuk melakukan produksi serta
penyaluran narkotika, Penyimpanan narkotika pada PBF &
industri farmasi, Penyimpanan laporan berkala mengenai
pemasukan dan pengeluaran narkotika, Narkotika dalam majalah
farmasi, narkotika untuk kepentingan industri farmasi.

Sanksi Pidana denda dan Penjara


Aturan Peralihan ● Semua peraturan dari UU no 22 tahun 1997 tentang narkotika
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
● Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan
Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I
menurut Undang- Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
6. UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
ASPEK UU 36 Tahun 2009
Judul Kesehatan
Latar 1. Kesehatan merupakan hak asasi manusia
Belakang/Alasan 2. Terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat dapat
diterbitkan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara
3. Kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab semua
pihak baik masyarakat maupun pemerintah
4. Undang-Undang nomor 34 tahun 1992 tidak sesuai lagi
Dasar Hukum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pasal 20, pasal 28H ayat (1), dan pasal 34 ayat (3)
Ketentuan Umum Definisi Umum : Kesehatan, Sumber daya di bidang kesehatan,
Perbekalan Kesehatan, Sediaan farmasi, alat kesehatan, tenaga
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, obat, obat tradisional,
teknologi kesehatan, upaya kesehatan, pelayanan kesehatan
promotif, pelayanan kesehatan preventif, pelayanan kesehatan
kuratif, pelayanan kesehatan rehabilitatif, pelayanan kesehatan
tradisional, pemerintah pusat, pemerintah daerah, menteri
Tujuan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehatbagi setiap orang
agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
Materi Muatan/Aspek Hak dan Kewajiban; Tanggung Jawab Pemerintah; Sumber daya
yang Diatur di bidang kesehatan (tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan
kesehatan,perbekalan kesehatan, teknologi dan produk teknologi);
Upaya Kesehatan (Umum, Pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan tradisional, peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,
kesehatan reproduksi, keluarga berencana, kesehatan sekolah,
kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan pada bencana, pelayanan
darah, kesehatan gigi dan mulut, penanggulangan gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran, kesehatan matra,
pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
pengamanan makanan dan minuman, pengamanan zat adiktif,
bedah mayat); Kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut usia, dan
penyandang cacat; Gizi; kesehatan jiwa; penyakit menular dan
tidak menular; kesehatan lingkungan; kesehatan kerja; pengelolaan
kesehatan; informasi kesehatan; pembiayaan kesehatan; peran
serta masyarakat; badan pertimbangan kesehatan; pembianaan dan
pengawasan; penyidikan; pidana
Materi Farmasi definisi sediaan farmasi, alat kesehatan, fasilitas kesehatan, obat,
obat tradisional, dan praktik kefarmasian
Sanksi Pidana dan denda
Aturan Peralihan 1. berlaku 1 tahun sejak diundangkan
2. peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun
1992 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
3. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 dicabut
7. UU 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

ASPEK UU No 44 Tahun 2009


Judul Rumah Sakit
Latar ● Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang
Belakang/Alasan ● Penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
diterbitkan kesehatan bagi masyarakat;
● Peraturan mengenai rumah sakit belum cukup memadai untuk
dijadikan landasan hukum

Dasar Hukum Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketentuan Umum Definisi : Rumah Sakit, Gawat Darurat, Pelayanan Kesehatan
Paripurna, Pasien, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri
Tujuan ● Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan;
● Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia
di rumah sakit
● Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
● Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

Materi Muatan/Aspek Tugas dan Fungsi, Tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah


yang Diatur Daerah, Persyaratan (Umum, Lokasi, Bangunan, Prasarana, SDM,
Kefarmasian, Peralatan), Jenis dan Klasifikasi, Perizinan,
Kewajiban dan Hak, Penyelenggaraan, Pembiayaan, Pencatatan
dan Pelaporan, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Pidana,
Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi ● Ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
● Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis
pakai di Rumah Sakit
● Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi
Rumah Sakit

Sanksi Pidana denda max 5 milyar dan Penjara max 2 tahun


Aturan Peralihan ● Semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini,
paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah
Undang-Undang ini diundangkan
● Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada tetap berlaku

8. UU 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

ASPEK UU No 36 Tahun 2014


Judul Tenaga Kesehatan
Latar ● Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam
Belakang/Alasan berbagai peraturan perundang- undangan dan belum
diterbitkan menampung kebutuhan hukum masyarakat

Dasar Hukum ● Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat
(3) UUD 1945
● Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Ketentuan Umum Definisi : Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan, Fasilitas


Pelayanan kesehatan, Upaya kesehatan, Kompetensi, Uji
kompetensi, Sertifikat kompetensi, Sertifikat profesi, Registrasi,
STR, SIP, Standar profesi, Standar pelayanan profesi, Standar
prosedur operasional, Konsil tenaga kesehatan indonesia,
Organisasi profesi, Kolegium masing-masing tenaga kesehatan,
Penerima pelayanan kesehatan, Pemerintah pusat, Pemerintah
daerah, Menteri
Tujuan ● Memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
● Mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
● Memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan Upaya Kesehatan
● Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan
● Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga
Kesehatan

Materi Muatan/Aspek Tanggung Jawab dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah


yang Diatur Daerah, Kualifikasi dan Pengelompokan Tenaga Kesehatan,
Perencanaan, Pengadaan, dan Pendayagunaan, Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia, Registrasi dan Perizinan Tenaga Kesehatan,
Organisasi Profesi, Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia
Lulusan Luar Negeri dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing,
Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan, Penyelenggaraan
Keprofesian, Penyelesaian Perselisihan, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Pidana
Materi Farmasi ●

Sanksi Pidana dan Denda


Aturan ● Saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Peralihan/Penutup Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku

9. PP 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

ASPEK UU No 32 Tahun 1996


Judul Tenaga Kesehatan
Latar Belakang/Alasan ● Bahwa sebagai pelaksanan ketentuan UU No 23 Tahun
diterbitkan 1992 tentang Kesehatan

Dasar Hukum ● Pasal 5 ayat (2) UUD 1945


● UU Nomor 23 Tahun l992 tentang Kesehatan

Ketentuan Umum Definisi : Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya


Kesehatan, dan Menteri
Tujuan ● Untuk melaksanakan ketentuan UU No 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan

Materi Muatan/Aspek Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan Pengadaan


yang Diatur Penempatan, Standar Profesi & Perlindungan Hukum,
Penghargaan, Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan Warga Negara
Asing, Pembinaan & Pengawasan, Ketentuan Pidana
Materi Farmasi ● PP ini membahas mengenai tenaga kesehatan dimana
tenaga kefarmasian termasuk ke dalamnya.

Sanksi Pidana denda


Aturan Peralihan ● Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini. maka semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubun
gan dengan tenaga kesehatan yang telaha da masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah
10. PP 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

ASPEK UU No 72 Tahun 1998


Judul Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Latar - Sebagai salah satu upaya dalam pembangunan kesehatan
Belakang/Alasan - Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
diterbitkan Kesehatan

Dasar Hukum - Pasal 5 ayat (2) UUD 1945


- UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
- UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Ketentuan Umum Definisi : sediaan farmasi, alat kesehatan, produksi, peredaran,


pengangkutan, kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta
Menteri.
Tujuan ● Untuk Melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat
serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan

Materi Muatan/Aspek Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, produksi, peredaran,


yang Diatur pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan ke
dalam dan dari wilayah Indonesia, kemasan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, penandaan dan iklan, pemeliharaan mutu, pengujian dan
penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran,
pemusnahan, peran serta masyarakat, pembinaan, dan pengawasan
Materi Farmasi - Ketentuan umum (pasal 1)
- Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan (pasal 2)
- Produksi (pasal 3, 4, dan 5)
- Peredaran(bagian umum : pasal 6, 7, dan 8; izin edar : pasal 9,
10, dan 11; pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan : pasal
12, 13, dan 14; penyaluran : pasal 15; penyerahan : pasal 16)
- Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
ke dalam dan dari wilayah Indonesia (pasal 17, 18, 19, 20, 21,
22, dan 23)
- Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan (pasal 24 dan 25)
- Penandaan dan iklan (penandaan dan informasi : pasal 26, 27, 28,
29, dan 30; iklan : pasal 31, 32, dan 33)
- Pemeliharaan mutu (pasal 34 dan 35)
- Pengujian dan penarikan kembali sediaan farmasi dan alat
kesehatan dari peredaran (pengujian kembali : pasal 36, 37, 38
dan 39); penarikan kembali : pasal 40 dan 41; ganti rugi : pasal
43)
- Pemusnahan (pasal 44, 45, 46, 47, dan 48)
- Peran serta masyarakat (pasal 49, 50, 51, 52, dan 53)
- Pembinaan (pasal 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63)
- Pengawasan (tanggung jawab pengawasan : pasal 64, 65, 66, 67,
68, 69, 70, 71; tindakan administratif : pasal 72 dan 73)
- Ketentuan pidana (pasal 74, 75, 76, 77, 78, dan 79)

Sanksi Pidana Penjara & Denda


Aturan Peralihan - Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah ada, tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
- Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:
1. PharmaceutisscheStoffenKeuringsVerordening
(StaatsbladTahun 1938 Nomor 172)
2. VerpakkingsVerordeningPharmaceutisscheStoffenNomor 1
(StaatsbladTahun 1938 Nomor 173);
● Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun 1939 Nomor
210); dinyatakan tidak berlaku lagi.
11. PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

ASPEK UU No 44 Tahun 2009


Judul Pekerjaan Kefarmasian
Latar Belakang/Alasan ● Dalam rangka untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63
diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Dasar Hukum ● Pasal 5 ayat (2) UUD 1945


● Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495)

Ketentuan Umum Definisi : Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Tenaga


Kefarmasian, Pelayanan Farmasi, Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian,
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi, Fasilitas Distribusi
Sediaan, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar
Farmasi(PBF), Apotek, Toko Obat, Standar Profesi, Standar
Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, Asosiasi,
Organisasi Profesi, STRA, STRTTK, SIPA, SIK, Rahasia
Kedokteran, Rahasia Kefarmasian, dan Menteri
Tujuan ● Melindungi pasien & masyarakat dalam memperolehh
sediaan & jasa kefarmasian
● Mempertahankan & meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai perkembangan
● Memberi kepastian hukum untuk pasien & Tenaga
kefarmasian

Materi Muatan/Aspek Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga


yang Diatur Kefarmasian, Disiplin Tenaga Kefarmasian, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi ● Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
● Tenaga Kefarmasian
● Disiplin Tenaga Kefarmasian

Sanksi -
Aturan Peralihan ● Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atauu
Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
ini.
● Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu
2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan maka surat izin
untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal.

12. PP 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor


ASPEK
Judul Prekursor
Latar Melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
Belakang/Alasan tentang Psikotropika dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 35
diterbitkan Tahun 2009 tentang Narkotika
Dasar Hukum ● Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
● Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
● Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Ketentuan Umum Definisi: Prekursor, Narkotika, Produksi, Peredaran,
Pengangkutan, Transito, dan Menteri
Tujuan ● melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor
● mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor
● mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor
● menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi,
industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Materi Muatan/Aspek Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang penggolongan dan
yang Diatur jenis Prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan
tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran,
pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi.
Materi Farmasi Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang penggolongan dan
jenis Prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan
tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran,
pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi.
Sanksi Tindakan administratif dari menteri atau menteri terkait, dapat
berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan; atau
d. pencabutan izin.
Aturan Peralihan Industri farmasi, industri non farmasi, Pedagang Besar Bahan
Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar, dan lembaga
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyesuaikan
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan Peraturan
Pemerintah ini.

13. PP 25 Tahun 2011 Tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika


ASPEK
Judul Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Latar Melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang
Belakang/Alasan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
diterbitkan
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062)
Ketentuan Umum Definisi : Wajib Lapor, Institusi Penerima Wajib Lapor, Pecandu
Narkotika, Korban Penyalahgunaan Narkotika, Ketergantungan
Narkotika, Rehabilitasi Medis, Rehabilitasi Sosial, Keluarga,
Pecandu Narkotika belum cukup umur, Menteri, dan Wali.
Tujuan ● Sebuah upaya untuk memenuhi hak Pecandu Narkotika
dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
● Mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan
masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap
Pecandu Narkotika yang ada di bawah pengawasan dan
bimbingannya, selain itu pelaksanaan wajib lapor juga
sebagai bahan informasi bagi Pemerintah dalam
menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika.
Materi Muatan/Aspek Wajib Lapor, Tata Cara Wajib Lapor, Rehabilitasi, Pelaporan,
yang Diatur Monitoring Dan Evaluasi, Pendanaan, dan Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi Penatalaksanaan terapi rehabilitasi, jenis zat Narkotika.
Sanksi -
Aturan Peralihan ● Bagi Dokter, Rumah Sakit atau Lembaga rehabilitasi
lainnya yang sedang melakukan rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial wajib melaporkan kepada Institusi
Penerima Wajib Lapor sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.
● Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah ini
14. PP 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU 35 Tahun 2009

Aspek PP RI Nomor 40/2013 ​Tentang Pelaksanaan UU 35 Tahun 2009

Judul PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN


2009 TENTANG NARKOTIKA

Latar Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32, Pasal 62, Pasal 89 ayat
Belakang/ALasan (2), Pasal 90 ayat (2), Pasal 94, Pasal 100 ayat (2), dan Pasal 101
diterbitkan ayat (4) UU No 35/2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan PP
tentang Pelaksanaan UU No 35/2009 tentang Narkotika

Dasar Hukum · Pasal 5 ayat (2) UUD/1945


· UU No 35/2009 tentang Narkotika

Ketentuan Umum Definisi : Narkotika, Tanaman Narkotika, Prekursor Narkotika,


Surat persetujuan Impor, Surat Pengajuan Ekspor, Pengangkutan,
Penanggung Jawab Pengangkut, engangkut, Transito, Sarana
Pengangkut, Produksi, Impor, Ekspor, Peredaran, Pelabelan, Izin
Edar, Barang SItaan, Pengambilan Sampel, Pengujian Sampel,
Peng=yimpanan, Pengamanan, Penyerahan, Pemusnahan, Aset
Tindak Pidana, Keluarga, Perlindungan, Saksi, Pelapor, Meteri,
Badan Narkotika Nasional.

Tujuan Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32, Pasal 62, Pasal 89 ayat
(2), Pasal 90 ayat (2), Pasal 94, Pasal 100 ayat (2), dan Pasal 101
ayat (4) UU No 35/2009 tentang Narkotika.

Materi Ketentuan umum, Transito narkotika, Pengelolaan barang sitaan,


Muatan/Aspek yang Perlindungan hukum, Hasil tindak pidana narkotika, Pembinaan
diatur dan pengawasan narkotika, Ketentuan penutup

Materi farmasi Ketentuan umum, Transito narkotika, Pengelolaan barang sitaan,


Pembinaan dan pengawasan narkotika.

Sanksi Peringatan secara tertulis, penghentian kegiatan sementara, dan


pencabutan izin.
Aturan · Pada saat PP ini mulai berlaku, ketentuan mengenai
Peralihan/Penutup rencana nasional dalam Pasal 46 harus sudah ditetapkan
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya PP
ini.
· Pada saat PP ini mulai berlaku, semua ketentuan yang
berkaitan dengan syarat dan tata cara Penyimpanan,
Pengamanan, pengawasan, pengambilan dan Pengujian
Sampel, Penyerahan, dan Pemusnahan Barang Sitaan
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam PP ini.

15. PMK 28 Tahun 1978 Tentang Penyimpanan Narkotika


ASPEK
Judul Penyimpanan Narkotika
Latar - Narkotika perlu diamankan dari kemungkinan terjadinya
Belakang/Alasan pencurian, penyelewengan, pembongkaran atau perampokan
diterbitkan - Pelaksanaan Pasal 16 UU No 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
Dasar Hukum 1. UU No. 9 Tahun 1960
2. UU No. 7 Tahun 1963
3. UU No. 9 Tahun 1976
4. Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974
5. Keputusan Presiden RI No. 45 Tahun 1974
Ketentuan Umum Pedagang besar farmasi, pabrik farmasi dan dokter, Importir,
Lembaga, Apotik, Rumah Sakit, Unit Pergudangan, Puskesmas,
Izin Khusus, Menteri
Tujuan - Mengamankan narkotika dari kemungkinan terjadinya
pencurian, penyelewengan, pembongkaran atau perampokan
- Melaksanaan Pasal 16 UU No 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika
Materi Muatan/Aspek Ketentuan umum, Penyimpanan, Narkotika yang rusak, Ketentuan
yang Diatur Pidana, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup
Materi Farmasi Penyimpanan Narkotika pada Pedagang besar farmasi, pabrik
farmasi dan dokter, Importir, Lembaga, Apotik, Rumah Sakit, Unit
Pergudangan, Puskesmas harus memenuhi spesifikasi/persyaratan
yang ditetapkan. Narkotika yang telah rusak harus dimusnahkan.
Pemusnahan disaksikan oleh pihak-pihak yang berwenang dan
disertai dengan pembuatan berita acara.
Sanksi Pidana denda dan pidana kurungan
Aturan Peralihan Pihak Pedagang besar farmasi, pabrik farmasi dan dokter,
Importir, Lembaga, Apotik, Rumah Sakit, Unit Pergudangan,
Puskesmas diberi kesempatan selambatnya 6 bulan untuk
memenuhi ketentuan

16. PMK 168 Tahun 2005 Tentang Prekursor Farmasi


ASPEK
Judul Prekursor Farmasi
Latar 1. Prekursor sebagai salah satu zat atau bahan, di satu sisi

Belakang/Alasan sangat dibutuhkan dalam berbagai kegiatan industri dan di


diterbitkan sisi lain sangat potensial disalahgunakan untuk keperluan
memproduksi narkotika atau psikotropika secara gelap;
2. Penggunaan prekursor yang tidak sesuai dengan
peruntukkannya atau disalahgunakan akan menimbulkan
gangguan kesehatan, instabilitas bidang ekonomi,
gangguan keamanan serta kejahatan secara internasional,
oleh karena itu perlu diawasi secara ketat.
Dasar Hukum 1.​ U
​ ndang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan;
2.​ U
​ ndang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing The World Trade Organization


(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia);
3.​ U
​ ndang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan

Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi


Psikotropika 1971);
4.​ U
​ ndang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika;
5.​ U
​ ndang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan

United Nations Convention Against Illicit Traffic in


Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988);
6.​ U
​ ndang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;

7.​ U
​ ndang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen;
8.​ K
​ eputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang

Kedudukan dan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan


Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
9.​ K
​ eputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit

Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen;


10.​ ​Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/
VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika;
11.​ ​Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 785/Menkes/Per/
VII/1997 tentang Ekspor dan Impor Psikotropika;
12.​ ​Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 917/Menkes/SK/
VIII/1997 tentang Jenis Prekursor Psikotropika;
13.​ ​Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 890/Menkes/SK/
VIII/1998 tentang Jenis Prekursor Narkotika;
14.​ ​Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK
/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
15. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
647 Tahun 2004 tentang Ketentuan Impor Prekursor.
Ketentuan Umum Definisi: Prekursor Farmasi; Narkotika; Psikotropika; Importir
Produsen Prekursor Farmasi; Importir Terdaftar Prekursor
Farmasi; Menteri; Direktur Jenderal.
Tujuan laksanakan ketentuan Undang-Undang Psikotropika dan
Undang-Undang Narkotika.
Materi Muatan/Aspek Jenis Prekursor Farmasi; Persyaratan Penunjukan; Rencana
yang Diatur Kebutuhan Tahunan; Peredaran: Produksi, Impor, Ekspor,
Transito, Penyaluran dan Penggunaan; Pencatatan dan Pelaporan;
Penandaan; Pembinaan dan Pengawasan; dan Sanksi.
Materi Farmasi Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan Prekursor Farmasi
adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses
produksi industri farmasi.
Sanksi Sanksi administratif; Pencabutan penunjukan sebagai IP Prekursor
Farmasi dan Pencabutan penunjukan sebagai IT Prekursor
Farmasi.
Aturan Peralihan 1. Industri Farmasi dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi
harus menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga) bulan.
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

17. PMK 10 Tahun 2013 Tentang Ekspor Impor Narkotika


ASPEK
Judul Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Latar perlu menetapkan peraturan menteri kesehatan tentang impor dan
Belakang/Alasan ekspor narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi yang
diterbitkan disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum.
Dasar Hukum r 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
10.Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
44/Menkes/Per/VIII/2010
Ketentuan Umum Definisi: Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Impor, Ekspor, Surat
Persetujuan Impor, Surat Persetujuan Ekspor, Importir Produsen
Psikotropika, Importir Produsen Prekursor Farmasi, Importir
Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor Farmasi,
Eksportir Produsen Psikotropika, Eksportir Produsen Prekursor
Farmasi, Eksportir Terdaftar Psikotropika, Eksportir Terdaftar
Prekursor Farmasi, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Direktur Jenderal, Menteri.
Tujuan Mengatur Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
Materi Muatan/Aspek Impor narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi; Ekspor
yang Diatur narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi; Perubahan
SPI/SPE; Biaya; Pencatatan dan pelaporan; Pembinaan dan
pengawasan; Sanksi.
Materi Farmasi Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Sanksi Sanksi administratif : peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan atau pencabutan izin sebagai importir atau eksportir
narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Aturan Peralihan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 785/Menkes/Per/VII/1997
tentang Ekspor dan Impor Psikotropika dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 168/Menkes/Per/II/2005 tentang Prekursor
Farmasi dinyatakan tidak berlaku dan dicabut
18. PMK 26 Tahun 2014 Tentang Rencana Kebutuhan Narkotika,Psikotropika,
Prekursor
ASPEK
Judul Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor
Latar
Belakang/Alasan - untuk melaksanakan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang
diterbitkan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
- Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika dan
- Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
2010 tentang Prekursor
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1996
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014
Ketentuan Umum Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Prekursor Farmasi,
Prekursor Non Farmasi, Industri Farmasi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, Direktur Jenderal dan Menteri.
Tujuan ● Untuk menjamin ketersediaan Narkotika dan Psikotropika
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
● Untuk menjamin ketersediaan Prekursor untuk kepentingan
Industri Farmasi, Industri Non Farmasi dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
Materi Muatan/Aspek Rencana Kebutuhan Tahunan ; Penyusunan Rencana Kebutuhan
yang Diatur Tahunan Narkotika dan Psikotropika ; Penyusunan Rencana
Kebutuhan Tahunan Prekursor
Materi Farmasi ● Ketentuan Umum Pasal 1 mengenai definisi
● Perencanaan Kebutuhan Tahunan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor
Sanksi -
Aturan Peralihan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Kebutuhan
Tahunan dan Pelaporan Psikotropika, sepanjang yang menyangkut
kebutuhan tahunan psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

19. PMK 03 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan


Pelaporan Narkotika,Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
ASPEK PMK No. 3 Tahun 2015
Judul Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Latar ● Penyesuaian perkembangan kebutuhan hukum Permenkes No.
Belakang/Alasan 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika,
diterbitkan Permenkes No. 912/Menkes/Per/VII/1997 tentang Kebutuhan
Tahunan dan Pelaporan Psikotropika
● Melaksanakan ketentuan Pasal Pasal 14 ayat (3), Pasal 36 ayat
(2), Pasal 42, dan Pasal 44 Undang–Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, dan Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (6)
dan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
2010 tentang Prekursor
Dasar Hukum UU No. 5 Tahun 1997, UU No. 35 Tahun 2009, UU No. 36 Tahun
2009, UU No. 44 Tahun 2009, PP No. 72 Tahun 1998, PP No. 51
Tahun 2009, PP No. 44 Tahun 2010, PP No. 27 Tahun 2014,
Permenkes No. 1144/Menkes/Per/III/2010, Permenkes No.
1799/Menkes/Per/XII/2010, Permenkes No.
1148/Menkes/Per/VI/2011, Permenkes No. 10 Tahun 2013,
Permenkes No. 9 Tahun 2014
Ketentuan Umum Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,
Penyerahan, Indstri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi
Farmasi Pemerintah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Apotek, Toko Obat, Lembaga Ilmu Pengetahuan,
Importir Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor
Farmasi, Kepala Balai, Kepala Badan, Direktur Jenderal, Menteri
Tujuan ● Mencegah adanya penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan prekursor
● Memberantas peredaran gelap narkotika, psikotropika dan
prekursor
● Menjamin mutu, keamanan dan khasiat narkotika,
psikotropika dan prekursor
Materi Muatan/Aspek ● peredaran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
yang Diatur ● penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
● pemusnahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
● pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
Materi Farmasi peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi diatur sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi penyalahgunaan obat-obat tersebut
Sanksi -
Aturan Peralihan
20. PMK 2 Tahun 2017 Tentang Penggolongan Narkotika
ASPEK
Judul Perubahan Penggolongan Narkotika
Latar Bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan beberapa zat baru
Belakang/Alasan yang memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan
diterbitkan ketergantungan yang belum termasuk dalam Golongan Narkotika

Dasar Hukum ● Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


Pasal 6 ayat (3)
● Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika
Ketentuan Umum -
Tujuan Menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang perubahan
penggolongan narkotika
Materi Muatan/Aspek ● Daftar narkotika golongan I
yang Diatur ● Daftar narkotika golongan II
● Daftar narkotika golongan III
Materi Farmasi Peningkatan penyalahgunaan beberapa
zat baru yang memiliki potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan
Sanksi -
Aturan Peralihan ● Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 415), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
● Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
21. KMK 567 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak
Buruk Narkotika,Psikotropika, Zat Adiktif
ASPEK
Judul Pedoman pelaksanaan pengurangan dampak buruk narkotika,
psikotropika dan zat adiktif (NAPZA)
Latar 1. Peningkatan jumlah kasus penyalahgunaan NAPZA berdampak
Belakang/Alasan buruk pada kesehatan maupun pada peningkatan penderita
diterbitkan HIV/AIDS baik secara kuantitatif maupun kualitatif,diperlukan
langkah-langkah penanggulangan dengan melibatkaninstansi
terkait maupun masyarakat;
2. Agar penanggulangan dapat mengurangi dampak buruk
penggunaan NAPZA, perlu suatu pedoman yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan;

Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984


2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001
13. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001
14. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001
15. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006
16. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor
9/KEP/1994
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/
2005

Ketentuan Umum 1. Istilah pengurangan dampak buruk Napza berasal dari


terjemahan Harm Reduction dan bila diartikan secara kata
perkata yaitu, harm = kerugian, kejahatan, kerusakan,
kesalahan sedangkan reduction = penurunan, pengurangan.
Sehingga Harm Reduction berarti pengurangan/penurunan
kerugian/kerusakan.
2. Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai
Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah
satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke
seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan.
3. Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) yang sebelumnnya disebut
program Pejasun (penggunaan jarum suntik steril) atau Needle
Syringe Program (NSP) adalah upaya penyediaan layanan yang
meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan
informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses
medis, hukum dan layanan sosial.
4. Pemusnahan peralatan menyuntik bekas pakai dimaksudkan
untuk mengumpulkan kembali peralatan bekas pakai,
memastikan bahwa peralatan bersih dan steril yang dipakai,
menghindari penjualan ulang peralatan bekas pakai, dan
memastikan pemusnahan peralatan bekas pakai dengan
semestinya.
5. Detoksifikasi (sering disebut terapi detoks) adalah suatu bentuk
terapi awal untuk mengatasi gejala-gejala lepas Napza
(withdrawal state), yang terjadi sebagai akibat penghentian
penggunaan Napza.
6. Evaluasi merupakan sebuah proses yang terstruktur dan
bertahap guna mengidentifikasi, mengumpulkan dan
mempertimbangkan informasi. Hasil proses evaluasi akan
membantu dalam memaparkan dan memahami tujuan,
kemajuan serta hasil-hasil dari beragam jenis inisiatif
pencegahan dan promosi.
7. Evaluasi merupakan proses menganalisa informasi pada jangka
waktu yang tetap, untuk menilai keefektifan dan mengukur
akibat yang dihasilkan program serta bagian-bagiannya serta
untuk memutuskan, sebagai respon, apakah rencana itu perlu
diubah atau dihaluskan.

Tujuan 1. Menyediakan standar pedoman pelaksanaan pengurangan


dampak buruk Napza di kelompok Penasun.
2. Memperluas dan meningkatkan kualitas pelaksanaan
pengurangan dampak buruk Napza di kelompok Penasun.

Materi Muatan/Aspek 1. Pendahuluan


yang Diatur 2. Pengurangan dampak buruk
3. Prinsip – prinsip pelaksanaan pengurangan dampak buruk
napza
4. Pengorganisasian

Materi Farmasi - Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan kegiatan


yang dikembangkan secara khusus dalam penyediaan
informasi mengenai HIV/AIDS, Napza, risiko penularan HIV
(berbagi peralatan jarum suntik dan hubungan
seks),seksualitas, merawat diri dengan lebih baik, dan isu lain
yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan Penasun.
- Media KIE dapat berupa pamflet, poster, lembaran fakta,
gambar, billboard, graffiti, video, siaran radio dan bentuk
lainnya yang mudah diakses oleh Penasun.
- Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) yang sebelumnnya disebut
program Pejasun (penggunaan jarum suntik steril) atau Needle
Syringe Program (NSP) menyediakan dan memberikan
peralatan suntik steril, beserta materi-materi pengurangan
risiko lainnya, kepada Penasun, untuk memastikan bahwa
setiap penyuntikan dilakukan dengan menggunakan jarum
suntik baru.
- Aktivitas-aktivitas LJSS
1) Penyediaan jarum suntik steril, tabung suntik, kapas beralkohol
dan air steril.
2) Penyediaan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas
pakai dan pemberian informasi tentang pemusnahan jarum
suntik bekas pakai yang aman.
(melanjutkan ke Program Pemusnahan Peralatan Suntik Bekas
Pakai)
3) Penyediaan tempat untuk menyerahkan jarum suntik dan
tabung suntik bekas pakai.
4) Menyediakan lembar informasi tentang kesehatan yang
berkaitan dengan penggunaan Napza.
- Detoks bukan terapi tunggal, namun hanya sebagai langkah
pertama menuju program terapi jangka panjang (rehabilitasi,
program terapi rumatan substitusi). Bila hanya dilakukan
detoks kemungkinan relaps sangat besar. Variasi terapi detoks
sangat luas, antara lain: ultra rapid detoxification (hanya 6
jam), home based detoxification, detoks rawat inap dan detoks
rawat jalan.
- Banyak pasien-pasien ketergantungan Napza yang bersama-sama
juga menderita gangguan jiwa, seperti: skizofrenia, gangguan
bipolar, gangguan kepribadian, anti sosial, depresi berat
sampai suicide. Gangguan diagnosis ganda tersebut
memerlukan terapi yang terintegrasi dengan terapi
ketergantungan Napza.
- Terapi substitusi terutama ditujukan kepada pasien
ketergantungan opioida. Sasaran terapi; mengurangi perilaku
kriminal, mencegah penularan HIV/AIDS, mempertahankan
hidup yang produktif dan menghentikan kebiasaan penggunaan
rutin Napza, khususnya opioida. Substitusi yang digunakan
dapat bersifat agonis (methadone), agonis partial
(buphrenorphine) atau antagonis (naltrexone).
- Program TRM dapat dibedakan menjadi program detoksifikasi
dan program rumatan. Untuk program detoksifikasi dibedakan
menjadi jangka pendek dan jangka panjang yaitu jadwal 21
hari, 91 hari dan 182 hari. Sedangkan program
rumatan/pemeliharaan berlangsung sedikitnya 6 bulan sampai
2 tahun atau lebih lama lagi.
- Obatan-obatan substitusi opioida untuk ketergantungan opioida
lainnya adalah buprenorfin, levo-alpha-acetylmethadol
(LAAM), morfin, kodein, diamorfin (heroin), pentazocine,
ethylmorfin, dan larutan opium.

Sanksi -
Aturan Peralihan -

22. KMK …Tentang Izin PT Kimia Farma Memproduksi Narkotika

ASPEK PerkaBPOM no 4 tahun 2018

Judul Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,

Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas


Pelayanan Kefarmasian
Latar Belakang Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu
menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian;
Dasar Hukum 1. Ordonansi Obat Keras (​Sterkwekende Geneesmiddlent
Ordonnantie, Staatsblad 1949:419)​ ;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);

3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang


Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5419);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5533);

10. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan


Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/Kab/B.VII/72


tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 322) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1137);

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang


Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
232);

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1676);
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);

16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang


Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);

17. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun


2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang
Sering Disalahgunakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 764);

18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 49);

19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 50);

20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206);

21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang


Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
276);

22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang


Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 954);
23. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26
Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1745);

Ketentuan Umum Definisi: obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor,


prekursor farmasi, fasilitas pelayanan kefarmasian, apotek,
instalasi farmasi, instalasi farmasi klinik, puskesmas, toko obat,
praktik bidan mandiri, apoteker, tenaga teknis kefarmasian, surat
izin praktik apoteker, surat izin praktek tenaga teknis kefarmasian,
petugas, kepala badan.

Tujuan 1. masyarakat perlu dilindungi dari risiko Obat, Bahan Obat,


Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang tidak
terjamin keamanan, khasiat dan mutu serta penyimpangan
pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi;

2. untuk mencegah penyimpangan pengelolaan Obat, Bahan Obat,


Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas
pelayanan kefarmasian perlu dilakukan pengawasan;

Materi a. Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika


Muatan/Aspek Dan Prekursor Farmasi Tenaga Kefarmasian
yang Diatur b. Pengawasan
c. Sanksi
Sanksi

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7


dan Pasal 8 dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan; atau

c. pencabutan izin.

(2) Sanksi administratif berupa sanksi peringatan tertulis


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa
peringatan atau peringatan keras.

(3) Sanksi administratif berupa sanksi pencabutan izin


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa rekomendasi
kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Organisasi Perangkat Daerah penerbit izin.

Aturan Peralihan/ (1) Pada saat Peraturan Badan mulai berlaku, bagi Puskesmas yang
Penutup belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab maka
penyelenggaraan pengelolaan Obat, Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
atau tenaga kesehatan lain yang ditugaskan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.

(2) Penyelenggaraan pengelolaan Obat, Narkotika, Psikotropika


dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang
ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
23. KMK 134 Tahun 2014 Tentang Izin PT Mahakam Beta Farma Memproduksi
Narkotika
ASPEK
Judul Izin Khusus Bagi PT. Mahakam Beta Farma Untuk Memproduksi
Narkotika
Latar dalam rangka memenuhi kebutuhan narkotika untuk pelayanan
Belakang/Alasan kesehatan
diterbitkan
Dasar Hukum a. UU No. 35 tahun 2009
b. UU No. 36 tahun 2009
c. PMK No. 1144 tahun 2010
Ketentuan Umum Izin khusus kepada PT.Mahakam Beta Farma untuk memproduksi
narkotika
Tujuan -
Materi Muatan/Aspek a. memberikan izin khusus memproduksi narkotika meliputi
yang Diatur membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk
persediaan, menguasai, mengolah, membuat, menyalurkan,
menyerahkan, mengirim dan mengangkut narkotika
b. narkotika harus memenuhi persyaratan produksi dan
distribusi
c. Masa aktif izin khusus
Materi Farmasi a. izin khusus narkotika
b. persyaratan produksi dan distribusi
c. masa aktif izin
Sanksi -
Aturan Peralihan -
24. PerKBPOM 32 Tahun 2013 Tentang Analisa Hasil Pengawasan Narkotika
ASPEK
Judul Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan
dalam Rangka Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
Latar Ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Belakang/Alasan 2009 tentang Narkotika, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 26 ayat (2)
diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor
dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, perlu
menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil
Pengawasan Dalam Rangka Impor dan Ekspor Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Dasar Hukum UU No 5 Th 1997; UU No 35 Th 2009; UU No 36 Th 2009; PP No
44 Th 2010; Keputusan Presiden No 103 Th 2001; Keputusan
Presiden No 110 Th 2001; PMK No 10 Th 2013; Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan No 02001/SK/KBPOM Th
2001.
Ketentuan Umum Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Impor, Ekspor, Daerah
Pabean, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Surat
Persetujuan Impor, Surat Persetujuan Ekspor, Importir Produsen
Psikotropika, Importir Produsen Prekursor Farmasi, Importir
Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor Farmasi,
Eksportir Produsen Psikotropika, Eksportir Produsen Prekursor
Farmasi, Eksportir Terdaftar Psikotropika, Eksportir Terdaftar
Prekursor Farmasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Analisa Hasil
Pengawasan, Direktur, Direktur Jenderal, Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan, Menteri
Tujuan Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 14 ayat (2), dan
Pasal 26 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun
2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi.
Materi Persyaratan, Tata Cara Permohonan, Pelaporan.
Muatan/Aspek yang
Diatur
Materi Farmasi Persyaratan, Tata Cara Permohonan, Pelaporan.
Sanksi -
Aturan Peralihan Pada saat Peraturan ini berlaku, permohonan AHP yang telah
diajukan sebelum berlakunya Peraturan ini, diproses sesuai dengan
ketentuan sebelumnya.

25. PerKBPOM 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor

ASPEK PerKaBPOM No. 40 Tahun 2013

Judul Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat


Mengandung Prekursor Farmasi

Latar Belakang/Alasan · Masyarakat perlu dilindungi dari bahaya


diterbitkan penyalahgunaan prekursor dan obat mengandung


farmasi.
· ​Prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor

farmasi perlu dikelola dengan baik untuk mencegah


adanya penyimpangan pada fasilitas kesehatan
Dasar Hukum 1.​ ​Ordonansi Obat Keras 13.​ ​KMK No.922 Tahun
2.​ ​UU No. 5 Tahun 1997 1993
3.​ ​UU No. 7 Tahun 1997 14.​ ​KMK No. 1426 Tahun
4.​ ​UU No. 35 Tahun 2009 2002
5.​ ​UU No. 36 Tahun 2009 15.​ ​PMK No. 168 Tahun
6.​ ​UU No. 44 Tahun 2009 2005
7.​ ​UU No. 72 Tahun 1998 16.​ ​PMK No. 1799 Tahun
8.​ ​PP No. 51 Tahun 2009 2010
9.​ ​PP No. 44 Tahun 2010 17.​ ​PMK No. 1148 Tahun
10.​ ​Kepres No. 103 Tahun 2011
2009 18.​ ​PMK No, 10 Tahun 2013
11.​ ​Kepres No.110 Tahun 19.​ ​KepKaBPOM Tahun
2001 2001
12.​ ​KMK No. 1331 Tahun 20.​ ​KepKaBPOM Tahun
2002 2002
21.​ ​PerKaBPOM No.32
Tahun 2013

Ketentuan Umum Definisi : ​Prekursor farmasi, Bahan obat, produk anatar,


produk ruahan, obat, industri farmasi, pedagang besar
farmasi, apotek, dan kepala badan.

Tujuan 1. Memberikan kepastian hukum bagi pengelola prekursor


farmasi dan/atau obat mengandung prekursor farmasi
untuk mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan.
2. Meningkatkan deteksi terhadap diversi dan kebocoran
prekursor farmasi dan/atau obat mengandung prekursor
farmasi sedini mungkin.
3. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan
evaluasi pada seluruh tahap pengelolaan prekursor farmasi
dan/atau obat mengandung prekursor farmasi dari hulu
sampai hilir.
4. Meningkatkan kerja sama lintas sektor di lingkungan
pemerintahan dengan pengelola prekursor farmasi
dan/atau obat mengandung prekursor farmasi untuk
mencegah diversi dan kebocoran prekursor farmasi
dan/atau obat mengandung prekursor farmasi dari jalur
legal ke jalur ilegal atau sebaliknya.

Materi Muatan/Aspek PENGADAAN, PENYIMPANAN, PEMBUATAN,


yang Diatur PENYALURAN, PENANGANAN OBAT KEMBALIAN,
PENARIKAN KEMBALI OBAT, PEMUSNAHAN,
PENCATATAN DAN PELAPORAN, DAN INSPEKSI
DIRI.

Materi Farmasi · -

Sanksi Peringatan tertulis; Penghentian sementara kegiatan;


dan/atau rekomendasi pencabutan izin.

Aturan Peralihan/Penutup · Industri farmasi, pedagang besar farmasi, instalasi


farmasi rumah sakit, apotek dan toko obat berizin
wajib melaksanakan pengelolaan prekursor farmasi
dan/atau obat mengandung prekursor farmasi paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya peraturan
ini.
· Peraturan ini mulai berlaku sejak 27 Juni 2013 dan
pengundangan peraturan ini dalam berita negara
republik indonesia.

Anda mungkin juga menyukai