Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.
Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan
paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada
pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam
rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat
trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik
maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum
ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai
pneumotoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga
mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur
diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik
seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab
teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa definisi Pneumothorax
2. Bagaimana patofisiologi pneumotorax
3. Apa saja klasifikasi pneumothorax
4. Bagaimana teori asuhan keperawatan pneumothorax
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui tentang konsep pneumothorax
dan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan pneumothorax.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat ditulisnya makalah ini adalah sebagai sumber pembelajaran bagi mahasiswa dan
mahasiswi dalam memahami konsep tentang Pneumothorax.

BAB II

TINJAUAN TEORI

1
2.1 Anatomi fisiologi Sistem Pernafasan

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya
semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara
keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya
membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga
dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, pleura
juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru.
Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Didalam rongga pleura terdapat +
5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%)
mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi
dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari
2
dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua
lapisan pleura. Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas
lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan
bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh
fisura, yang merupakan perluasaan pleura.
Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus
paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri).
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada
paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage
postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian
dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus,
yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya
tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar.
Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus
dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut”
pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis,
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara
jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara
konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang
tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam
alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster
anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka
bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi
(seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I
adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel
yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah
3
makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing
(mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama
dengan arah yang berlawanan.
Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara
bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara,
resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan udara, udara
mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah.
Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar
rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat
di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam
alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis,
mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi
tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran
udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau
kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah
kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan tertentu selama respirasi. Factor-
faktor umum yang dapat mengubah diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos
bronkial, seperti pada asma ; penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis
kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan
elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter
bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap
terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan
upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi
normal.

Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan


udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan
dalam paru normal, maka terjadi perubahan yang porposional dalam volume paru.
Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru dan strukur torakas
disebut kompliens. Factor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan
permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat,
(mis., kolagen dan elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-
paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan
4
membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau
meningkat terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi
ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis.,
emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang
rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak,
hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru
dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari
normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang
membentuk rongga di dalam thorax ialah :
a. Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus
invertebralis) yang terbuat dari tulang rawan.

c. Samping : Iga – iga beserta otot interkostal


d. Bawah : Diafragma
e. Atas : Dasar leher.

Rongga thorax berisikan :

Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta
pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas
lateral pada mediastinum.

Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya
jantung dan pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta

5
desendens, dan vena kava superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar
kelenjar limfe.

2.2 Konsep Teori Pneumothorax


A. Definisi

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga


pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks terbuka,
pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi
secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis,
atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam
rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru – paru dan rongga dada.
 Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura
dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura
sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai
dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada
waktu ekspirasi tekanannya positif.
 Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yg
dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
 Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus

6
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.

B. Etiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
 Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi
dari penyakit paru yang mendahuluinya.
 Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya yaitu:
a. Artificial
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka
tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal
pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak
dilakukan lagi.

Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk


membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-
penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga
pleura.
b. Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan
trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-
alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam
mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui
fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension
pneumathorax. Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ
mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax
karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap
organ didalam rongga dada juga tidak meningkat. Akumulasi darah dalam

7
rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan
terjadinya hemopneumotoraks.
c. Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul
sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui
suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan
sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup
terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan
Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer
biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria
muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan
Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK).

 Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis


dan basalis
 Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
 Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka
antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam
keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar).
Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada
waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2
ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh
karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau
berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun
tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan
positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara
melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang
terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada
permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura

8
yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan
udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam
rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel
tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu
ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di
bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

D. Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara
dari luaryang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.

Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan


intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga
udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada
tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu
batuk, bersin atau mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu
akan pecah atau robek.

Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kea rah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam
alveoli akan meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumothoraks.

E. Tanda Dan Gejala

Pneumo Tanda dan gejala Intervensi

Toraks
Tertutup Pneumotoraks yang kecil atau Observasi, rawat jalan
terjadi lambat, tidak menimbulkan
9
gejala
Pneumotoraks yang luas dan cepat Kolaborasi dengan tim
menimbulkan: medis:

Nyeri tajam saat ekspirasi Pemberian oksigen

Peningkatan frekuensi napas Tindakan kontraventil

Produksi keringat berlebihan dengan aspirasi udara dari


rongga pleura
Penurunan tekanan darah
Pemasangan WSD
Takikardi

Inspeksi dan palpasi: penurunan


sampai hilangnya pergerakan dada
pada sisi yang sakit

Perkusi: hiperresonan pada sisi


yang sakit

Auskultasi: penurunan sampai


hilangnya suara napas pada sisi
yang sakit
Spontan Napas pendek dan timbul secara Apabila penatalaksanaan
tiba-tiba tanpa ada trauma dari dengan WSD gagal,
luar paru dipertimbangkan untuk
dilakukan reseksi paru
Tension Inspeksi: sesak napas berat, Tindakan kontraventil
penurunan sampai
hilangnya Penutupan luka yang
pergerakan dada pada sisi yang terbuka
sakit
Pemasangan WSD
Palpasi: pendorongan trakea dari
garis tengah menjauhi sisi yang
sakit dan distensi vena jugularis

Auskultasi: penurunan sampai


hilangnya suara napas pada sisi
yang sakit
Terbuka Inspeksi: sesak napas berat, Tindakan kontraventil
terlihat adanya luka terbuka dan Penutupan luka yang
suara mengisap ditempat luka saat
10
ekspirasi terbuka

Palpasi: pendorongan trakea dari Pemasangan WSD


garis tengah menjauhi sisi yang
sakit

Perkusi: hiperresonan pada sisi


yang sakit

Auskultasi: penurunan sampai


hilangnya suara napas pada sisi
yang sakit

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung
atau trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

G. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami,
derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi
saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
1. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui
jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke
rongga pleura melalui tranfusion set.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
11
 Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4
pada garis axial tengah atau garis axial belakang. Selain itu, dapat pula
melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung
selang plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melelui pipa
plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
 Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat
mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan
pleura parietalis.
 Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura
sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain
ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru
tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
c) Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortikasi. Pembedahan paru kembali bila ada bagian
paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak,
sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan
kembali.
2) Penatalaksanaan Tambahan
a. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, yaitu:
b. Terhadap proses TB paru, diberi OAT
c. Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei
obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
d. Istirahat total

12
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin
terlalu keras dan mengejan.

H. Komplikasi
1. Terbentuknya Balon Besar di Paru-Paru
Komplikasi kedua biasa juga disebut Giant Bullae, yang ditandai dengan
terbentuknya balon besar pada paru-paru. Emfisema dapat berkembang dan
menyebabkan munculnya ruang kosong pada paru-paru. Ukurannya bahkan bisa
sebesar paru itu sendiri dan memenuhi rongga dada. Kondisi ini dapat
menimbulkan tekanan pada paru dan pengidap akan mengalami gangguan
pernapasan yang berakibat fatal.

2. Gangguan jantung karena kerusakan paru paru

Emfisema juga dapat menyebabkan gangguan jantung. Gangguan jantung ini


dipicu oleh peningkatan tekanan pada arteri yang menghubungkan paru-paru
dengan jantung. Ini membuat jantung jadi melemah dan
mengembang. Komplikasi penyakit emfisema paru ini bisa berakibat fatal. Jadi
jangan disepelekan ya. Mengobati emfisema sedini mungkin bisa memperbesar
peluang kesembuhan.

I. Pathway
J.
2.3 Asuhan Keperawatan Teori Pneumothoraxs
A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.

13
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
 Sesak napas,
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris,
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani ,
hematotraks (redup)
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.


 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.


 Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

14
C. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

D. Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.


6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
E. Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
INTERVENSI RASIONAL

a. Berikan posisi yang nyaman, a. Meningkatkan inspirasi maksimal,


biasanya dnegan peninggian kepala meningkatkan ekpsnsi paru dan
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
b. Distress pernapasan dan perubahan
b. Obsservasi fungsi pernapasan,
pada tanda vital dapat terjadi sebgai
catat frekuensi pernapasan, dispnea
akibat stress fifiologi dan nyeri atau
atau perubahan tanda-tanda vital.
dapat menunjukkan terjadinya

15
syock sehubungan dengan hipoksia.
c.
c. Jelaskan pada klien bahwa
d. Pengetahuan apa yang diharapkan
tindakan tersebut dilakukan untuk
dapat mengurangi ansietas dan
menjamin keamanan.
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang e. Pengetahuan apa yang diharapkan
etiologi/faktor pencetus adanya sesak dapat mengembangkan kepatuhan
atau kolaps paru-paru. klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, f. Membantu klien mengalami efek
bantu pasien untuk kontrol diri dengan fisiologi hipoksia, yang dapat
menggunakan pernapasan lebih dimanifestasikan sebagai
lambat dan dalam. ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase
berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol
1) Mempertahankan
penghisap untuk jumlah hisapan
tekanan negatif intrapleural
yang benar.
sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru
2) Periksa batas cairan pada optimum/drainase cairan.
botol penghisap, pertahankan 2) Air penampung/botol
pada batas yang ditentukan. bertindak sebagai pelindung
3) Observasi gelembung yang mencegah udara atmosfir
udara botol penempung. masuk ke area pleural.
3) gelembung udara
selama ekspirasi menunjukkan
lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung
biasanya menurun seiring
dnegan ekspansi paru dimana
area pleural menurun. Tak
4) Posisikan sistem drainage
adanya gelembung dapat
slang untuk fungsi optimal,
menunjukkan ekpsnsi paru
yakinkan slang tidak terlipat, atau
lengkap/normal atau slang
16
menggantung di bawah saluran buntu.
masuknya ke tempat drainage. 4) Posisi tak tepat, terlipat
Alirkan akumulasi dranase bela atau pengumpulan
perlu. bekuan/cairan pada selang
5) Catat karakter/jumlah mengubah tekanan negative
drainage selang dada. yang diinginkan.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan 5) Berguna untuk


lain : mengevaluasi perbaikan
Dengan dokter, radiologi dan kondisi/terjasinya perdarahan
fisioterapi. yang memerlukan upaya
intervensi.
 Pemberian antibiotika.
 Pemberian analgetika. g.
 Fisioterapi dada. h. Kolaborasi dengan tim kesehatan
 Konsul photo toraks.
lain unutk engevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan
parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret


dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
 Menunjukkan batuk yang efektif.
 Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
 Klien nyaman.
INTERVENSI RASIONAL

a. Jelaskan klien tentang kegunaan a. Pengetahuan yang diharapkan


batuk yang efektif dan mengapa akan membantu mengembangkan
terdapat penumpukan sekret di sal. kepatuhan klien terhadap rencana
pernapasan. teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode b. Batuk yang tidak terkontrol
yang tepat pengontrolan batuk. adalah melelahkan dan tidak
efektif, menyebabkan frustasi.
c. Memungkinkan ekspansi paru
c. Napas dalam dan perlahan saat
17
duduk setegak mungkin. lebih luas.
d. Lakukan pernapasan diafragma. d. Pernapasan diafragma
menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.

e. Tahan napas selama 3 - 5 detik e. Meningkatkan volume udara


kemudian secara perlahan-lahan, dalam paru mempermudah
keluarkan sebanyak mungkin melalui pengeluaran sekresi sekret.
mulut.
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan
f. Pengkajian ini membantu
batukkan dari dada dengan melakukan
mengevaluasi keefektifan upaya
2 batuk pendek dan kuat.
batuk klien.
g. Auskultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk.
g. Sekresi kental sulit untuk
diencerkan dan dapat
menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
h. Ajarkan klien tindakan untuk
h. Untuk menghindari
menurunkan viskositas sekresi :
pengentalan dari sekret atau
mempertahankan hidrasi yang
mosa pada saluran nafas bagian
adekuat; meningkatkan masukan
atas.
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
i. Dorong atau berikan perawatan
mulut yang baik setelah batuk.
i. Hiegene mulut yang baik
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan
meningkatkan rasa kesejahteraan
lain :
dan mencegah bau mulut
Dengan dokter, radiologi dan
j. Expextorant untuk
fisioterapi.
memudahkan mengeluarkan
 Pemberian expectoran. lendir dan menevaluasi
 Pemberian antibiotika.
perbaikan kondisi klien atas
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks. pengembangan parunya.

18
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

 Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.


 Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah.

INTERVENSI RASIONAL

a. Jelaskan dan bantu klien a. Pendekatan dengan


dengan tindakan pereda nyeri menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi dan non invasif. nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-
tehnik untuk menurunkan
b. Akan melancarkan peredaran
ketegangan otot rangka, yang dapat
darah, sehingga kebutuhan O2
menurunkan intensitas nyeri dan
oleh jaringan akan terpenuhi,
juga tingkatkan relaksasi masase.
sehingga akan mengurangi
c. Ajarkan metode distraksi
nyerinya.
selama nyeri akut.
d. Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan c. Mengalihkan perhatian
berikan posisi yang nyaman; misal nyerinya ke hal-hal yang
waktu tidur, belakangnya dipasang menyenangkan.
bantal kecil. d. Istirahat akan merelaksasi
e. Tingkatkan pengetahuan semua jaringan sehingga akan
tentang: sebab-sebab nyeri, dan meningkatkan kenyamanan.
menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
19
f. Kolaborasi dengan dokter, e. Pengetahuan yang akan
pemberian analgetik. dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
f. Analgetik memblok lintasan
nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.

2.4 Jurnal Pneumothorax


PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PNEUMOTHORAX
BILATERAL DI RS PARU DR. ARIO WIRAWAN SALATIGA
ABSTRAK
Latar Belakang: Pneumothorax adalah keadaan dimana paru-paru kolaps disebabkan
oleh masuknya udara di dalam rongga pleura (cavum pleura) yang menyebabkan
gangguan seperti sesak napas, sputum, spasme otot, perubahan pola pernapasan,
penurunan ekspansi thoraks, dan penurunan aktivitas.
Tujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi sesak napas,
mengeluarkan sputum, rileksasi otot, normalisasi pola pernapasan, meningkatkan
ekspansi thoraks, dan meningkatkan aktivitas dengan modalitas infra red, massage,
chest physiotherapy, dan latihan peningkatan aktivitas.
Hasil: Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapatkan hasil penilaian sesak napas
T0: 7 menjadi T6: 4, lokasi sputum T0: paru-paru dextra lobus media dan inferior
segmen anterior menjadi T6: paru-paru dextra lobus media segmen anterior,
penurunan nyeri pada nyeri diam T0: 2 menjadi T6: 1, nyeri tekan T0: 3 menjadi T6: 1,
dan nyeri gerak T0: 4 menjadi T6: 1, perubahan pola pernapasan T0: prolonged
expiration menjadi T6: normal, peningkatan ekspansi thoraks pada axila T0: 1 cm
menjadi T6: 1,5 cm, pada ICS 4 T0: 1 cm menjadi T6: 1,5 cm, dan pada processus
xiphoideus T0: 1 cm menjadi T6: 1,5 cm, dan peningkatan aktivitas T0: mandiri 1
fungsi dalam 1 kategori menjadi T6: mandiri 3 fungsi dalam 2 kategori. Kesimpulan:
Infra red, massage, chest physiotherapy, dan latihan peningkatan aktivitas dapat
mengatasi gangguan yang ada pada kasus pneumothorax bilateral.
Kata Kunci: Chest physiotherapy, infra red, massage, latihan peningkatan aktivitas,
dan pneumothorax bilateral.
20
ABSTRACT
Background: Pneumothorax is a condition in which the lungs collapse caused by the
entry of air in the pleural cavity (cavum pleura) that causes disorders such as shortness
of breath, sputum, muscle spasm, changes in respiratory pattern, decreased thoracic
expansion, and decreased activity.
Purpose: To determine the implementation of physiotherapy in reducing shortness of
breath, remove sputum, relaxation muscle, normalization of breathing patterns,
increase thoracic expansion, and increase activity with infra red modality, massage,
chest physiotherapy, and increased activity training.

Result: After 6 times of therapy, the results of the assessment of shortness of breath
T0: 7 to T6: 4, sputum location T0: lung dextra lobe media and inferior anterior
segment becomes T6: lung dextra lobe media anterior segment, decreased pain in silent
pain T0: 2 to T6: 1, tenderness T0: 3 to T6: 1, and motion pains T0: 4 to T6: 1 changes
in respiratory pattern T0: prolonged expiration to T6: normal, increase thoracic
expansion in axila T0: 1 cm to T6: 1,5 cm, on ICS 4 T0: 1 cm to T6: 1,5 cm, and on
processus of xiphoideus T0: 1 cm to T6: 1,5 cm, and increased activity T0 independent
1 function in 1 category to T6: independent 3 functions in 3 categories.
Conclusion: Infra red, massage, chest physiotherapy, and exercise increased activity
can overcome the existing disorders in cases of bilateral pneumothorax.

Keywords: Chest physiotherapy, infra red, massage, increased activity training, and
bilateral pneumothorax

1. PENDAHULUAN
Insiden pneumothorax laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (5:1). Kasus
pneumothorax spontan primer di Amerika Serikat 7,4/100.000 per tahun untuk laki-
laki dan 1,2/100.000 per tahun untuk perempuan. Sedangkan insiden pneumothorax
spontan sekunder dilaporkan 6,3/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 2/100.000 per
tahun untuk perempuan (Sudoyo et al., 2009). Pneumothorax bilateral kira-kira 2%
dari seluruh pneumothorax spontan. Insiden dan pravalensi pneumothorax ventil 3%
sampai dengan 5% dari pneumothorax spontan. Kemungkinan berulangnya
pneumothorax ialah 20% untuk kedua kali dan 50% untuk ketiga kali (Alsagaff and
Mukty, 2010).
Menurut Gunjal et al (2015) pemberian chest physiotherapy seperti segmental
breathing exercise pada penyakit paru restriktif dapat memberikan manfaat pada paru-
paru. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan, penelitian menemukan 30 peserta
(22 laki-laki dan 8 perempuan) dengan penyakit paru restriktif yang kemudian
21
diberikan segmental breathing exercise. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
peningkatan pada ekspansi thoraks dan fungsi paru. Dari penjelasan diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas infra
red, massage, dan chest physiotherapy untuk mengatasi gangguan yang dialami oleh
penderita pneumothorax bilateral.

Penelitian lain menjelaskan bahwa, dengan pemberian infra red dapat


mempengaruhi tonus otot. Studi pendahuluan yang dilakukan, penelitian menemukan
51 peserta (perempuan) yang mengeluhkan spasme (tegang otot).
Pemberian infra red dapat meningkatkan suhu kulit dan peredaran darah lokal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perubahan yang signifikan pada
penurunan tonus otot yang spasme (Ke et al., 2012). Dari penjelasan diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas infra
red, massage, dan chest physiotherapy untuk mengatasi gangguan yang dialami oleh
penderita pneumothorax bilater.

2. METODE
Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 6 kali terapi di RS Paru dr.
Ario Wirawan Salatiga pada pasien Tn. S usia 71 tahun dengan diagnosa medis
pneumothorax bilateral. Dalam penanganan modalitas fisioterapi yang diberikan
adalah infra red, chest physiotherapy (Postural drainage, breathing exercise (pursed
lip breathing), tappotement, latihan batuk efektif, dan segmental breathing exercise),
dan latihan aktivitas dan kemampuan fungsional. Metode tersebut digunakan untuk
mengalirkan sputum ke saluran pernapasan yang lebih besar, mengeluarkan sputum
dari saluran pernapasan, mengurangi sesak napas, normalisasi pola pernapasan,
peningkatan ekspansi thoraks, serta peningkatan aktivitas dan kemampuan fungsional.
Selain terapi diatas, diharapkan keluarga dapat melaksanakan edukasi di rumah yang
telah diajarkan oleh fisioterapis seperti posisi tidur sesuai dengan latihan postural
drainage agar hasil memuaskan sesuai yang diharapkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Terapi yang diberikan kepada Tn. S usia 71 tahun dengan diagnose medis
pneumothorax bilateral memiliki problematika yaitu sesak napas, sputum, nyeri pada
spasme otot-otot pernapasan, perubahan pola pernapasan, penurunan ekspansi

22
thoraks, dan keterbatasan aktivitas dan kemampuan fungsional. Setelah dilakukan
terapi dengan modalitas infra red, massage, dan chest physiotherapy (postural
drainagee, breathing exercise (pursed lip breathing), tappotement, latihan batuk
efektif,

23
segmental breathing exercise), serta latihan aktivitas dan kemampuan fungsional selama
6 kali terapi didapatkan hasil:
1. Sesak napas dengan borg scale

Gambar 1. Grafik Hasil Evaluasi Sesak Napas Berkurangnya derajat sesak napas
menggunakan borg scale dari T0 dengan hasil 7 yaitu sangat berat menjadi T6
dengan hasil 4 yaitu kadang berat

2. Sputum dengan auskultasi


Tabel 1. Hasil Evaluasi Sputum
Hasil

Sputum
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Lokasi Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus


media media media media media media media
dan dan dan dan dan
inferior inferior inferior inferior inferior

24
Berpindahnya lokasi sputum menggunakan auskultasi dari T0 dengan hasil paru-
paru dextra lobus media dan inferior segmen anterior menjadi T6 dengan hasil
paru-paru dextra lobus media segmen anterior.

3. Nyeri spasme otot-otot pernapasan dengan VSD (verbal Descriptive


Scale)

Gambar 2. Grafik Hasil Evaluasi Nyeri


Berkurangnya nyeri pada spasme otot-otot pernapasan menggunakan VDS
(Verbal Descriptive Scale) yaitu nyeri diam dari T0 dengan hasil 2 yaitu sangat
ringan menjadi T6 dengan hasil 1 yaitu tidak nyeri, nyeri tekan dari T0 dengan
hasil 3 yaitu ringan menjadi T6 dengan hasil 1 yaitu tidak nyeri, dan nyeri gerak
dari T0 dengan hasil 4 yaitu tidak begitu berat menjadi T6 dengan hasil 1 yaitu
tidak nyeri.

4. Perubahan pola pernafasan dengan infeksi


Table 2 hasil evaluasi perubahan pola pernapasan
Hasil Keterangan

T0 Prolonged expiration

T1 Prolonged expiration

T2 Prolonged expiration

25
T3 Prolonged expiration

T4 Prolonged expiration

T5 Normal

T6 Normal

Hasil Keterangan

T0 Prolonged expiration

T1 Prolonged expiration

T2 Prolonged expiration

T3 Prolonged expiration

T4 Prolonged expiration

T5 Normal

T6 Normal

Berubahnya pola pernapasan menggunakan inspeksi dari T0 dengan hasil prolonged


expiration menjadi T6 dengan hasil normal.

5. Ekspansi Thoraks dengan pita ukur


Table 3 hasil evaluasi ekspansi Thoraks
Lokasi

Processus Selisih
Hasil Keterangan Axila

ICS 4 (cm) xiphoideus (cm)


(cm)

(cm)

T0 Inspirasi 82 82 81 1
Ekspirasi 81 81 80

26
Inspirasi 82 82 81

T1 1

Ekspirasi 81 81 80

Inspirasi 82 82 81

T2 1

Ekspirasi 81 81 80

Inspirasi 83 83 81

T3 1

Ekspirasi 82 82 80
Inspirasi 83 83 81
T4 1

Ekspirasi 82 82 80

Inspirasi 84,5 84,5 82,5

T5 1.5

Ekspirasi 83 83 81

Inspirasi 84,5 84,5 82,5

T6 1.5
Ekspirasi 83 83 81

Adanya peningkatan ekspansi thoraks menggunakan pita ukur yaitu pada axila
dari T0 dengan selisih 1 cm menjadi T6 dengan selisih 1,5 cm, pada ICS 4 dari
T0 dengan selisih 1 cm menjadi T6 dengan selisih 1,5 cm, dan pada processus
xiphoideus dari T0 dengan selisih 1 cm menjadi T6 dengan selisih 1,5 cm.

6. Penurunnan aktivitas dan kemampuan fungsional dengan the London


chest activity of daily living scale
Table 4 hasil evaluasi penurunan aktivitas dan kemampuan fungsional

Hasil

Keterangan

T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

27
Perawatan
Diri

Mengeringkan 1 1 1 1 1 1 1

tubuh

Berpakaian 3 3 3 3 3 2 2

Meletakkan

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0

sepatu

Aktivitas Rumah
Tangga

Merapikan

0 0 0 0 0 0 0

tempat tidur

Mengganti

0 0 0 0 0 0 0

lembaran

Mencuci 0 0 0 0 0 0 0

jendela

Membersihkan

0 0 0 0 0 0 0

debu

Mencuci 0 0 0 0 0 0 0

Menyapu 0 0 0 0 0 0 0

Fisik

Naik tangga 0 0 0 0 0 0 0

28
Membungkuk 4 4 4 4 3 3 3

Waktu Luang

Berjalan 0 3 3 3 2 2 1

Bersosialisasi 0 3 3 3 2 2 2

Pembicaraan 3 3 3 2 2 2 1

Menunjukkan pada T0 memiliki kemampuan mandiri untuk 1 fungsi dalam kategori


perawatan diri, sedangkan T6 memiliki kemampuan mandiri 1 fungsi dalam kategori
perawatan diri dan 2 fungsi dalam kategori waktu luang.

PEMBAHASAN
1. Sesak Napas dengan Breathing Exercise (Pursed Lip Breathing)
Hasil yang diperoleh pada T1 dan T2 belum adanya perubahan karena saat
melakukan latihan pasien belum mampu untuk mencucu secara maksimal. Pada
T3 dan T4 adanya penurunan sesak napas menjadi 5 (sesak berat). Penurunan
sesak napas dipengaruhi oleh keaktifan pasien dalam menjalankan edukasi. Pada
T5 dan T6 terjadi penurunan yang signifikan yaitu dengan nilai borg scale 4
(sesak kadang berat).
Manfaat dari pursed lip breathing melalui proses inspirasi dalam yaitu
berkontraksinya otot-otot insiprasi utama. Sehingga, volume thoraks akan
membesar dan meningkatkan volume paru. Proses ekspirasi secara aktif
menurunkan resistensi pernapasan yang memperlancar masuk-keluarnya udara
sehingga sesak napas berkurang. Menurut studi penelitan yang dilakukan,
pemberian pursed lip breathing pada penyakit paru yang memiliki keluhan sesak
napas dapat menurunkan sesak napas (Borge et al., 2014).

2. Sputum dengan Postural Drainage, Tappotement, dan latihan batuk


efektif
Hasil yang diperoleh dari T1 sampai dengan T4 belum adanya perubahan lokasi
sputum yang menandakan belum adanya pengeluaran sputum. Hal ini disebabkan
karena penatalaksanaan fisioterapi pada T1 sampai T4 dengan tappotement dan
latihan batuk efektif kurang maksimal. Pada T5 dan T6 adanya perubahan lokasi
sputum. Hal ini dipengaruhi oleh posisi pasien yang selalu dalam keadaan latihan
postural drainage. Manfaat postural drainage yaitu untuk mengalirkan sputum dari
segmen paru ke saluran napas yang lebih besar. Sehingga, untuk mengeluarkan

29
sputum dari saluran pernapasan melalui kontraksi otot-otot ekspirasi untuk
mengurangi volume rongga thoraks dan paru-paru (ekspirasi paksa) melalui latihan
batuk efektif (Newstead et al., 2017).

30
3. Sputum dengan Postural Drainage, Tappotement, dan latihan batuk
efektif
Hasil yang diperoleh dari T1 sampai dengan T4 belum adanya perubahan lokasi
sputum yang menandakan belum adanya pengeluaran sputum. Hal ini disebabkan
karena penatalaksanaan fisioterapi pada T1 sampai T4 dengan tappotement dan latihan
batuk efektif kurang maksimal. Pada T5 dan T6 adanya perubahan lokasi sputum. Hal
ini dipengaruhi oleh posisi pasien yang selalu dalam keadaan latihan postural
drainage. Manfaat postural drainage yaitu untuk mengalirkan sputum dari segmen
paru ke saluran napas yang lebih besar. Sehingga, untuk mengeluarkan sputum dari
saluran pernapasan melalui kontraksi otot-otot ekspirasi untuk mengurangi volume
rongga thoraks dan paru-paru (ekspirasi paksa) melalui latihan batuk efektif (Newstead
et al., 2017).
4. Nyeri dengan infra Red dan Massage
Diberikan modalitas infra red dan massage sebanyak 6 kali terapi. Hasil yang
diperoleh dari T1 dan T2 belum adanya perubahan baik pada nyeri diam, nyeri tekan,
dan nyeri gerak. Pada T3 dan T4 adanya perubahan pada nyeri baik nyeri diam, nyeri
tekan, dan nyeri gerak. Perubahan ini dipengaruhi oleh efek panas yang dihasilkan dari
infra red dan efek panas dari gaya gesekan dengan kulit melalui massage. Efek panas
meningkatan aliran darah dan menghasilkan sebuah rileksasi otot (Kisner and Colby,
2012).
Pada T5 dan T6 terjadi perubahan yang signifikan dengan nyeri diam 1, nyeri
tekan 1, dan nyeri gerak 1. Makna dari nilai 1 adalah nyeri telah hilang dan secara
langsung karena adanya penurunan spasme otot.
5. Perubahan pola pernafasan dengan Breathing Exercise (pursed lip
Breathing)
Hasil yang diperoleh dari T1 dan T4 belum adanya perubahan pola
pernapasan. Hal ini disebabkan karena adanya resistensi pada saluran pernapasan.
Namun, pada T5 dan T6 adanya perubahan pola pernapasan menjadi normal. Hal ini
disebabkan oleh mekanisme dari breathing exercise (pursed lip breathing) yaitu
pada latihan pernapasan diatas menekankan pada ekspirasi. Ekspirasi yang dalam
dan panjang akan mengkontraksikan otot-otot abdomen sehingga tekanan intra-
abdomen meningkat yang menyebabkan rongga thoraks mengecil. Kemudian
terjadinya peningkatan tekanan intra-alveolus yang melebihi tekanan atmosfir
sehingga udara akan keluar. Udara yang keluar dari saluran pernapasan
menyebabkan obstruksi jalan napas akan berkurang atau hilang sehingga resistensi
pernapasan menurun. Penurunan resistensi pernapasan akan memperlancar udara
yang masuk-keluar paru-paru sehingga merubah pola pernapasan menjadi normal
(Sari and Suhartono, 2016). Perubahan pola pernapasan menjadi normal ditandai
31
dengan perbandingan rasio inspirasi dan ekspirasi adalah 1:1,5 atau 1:2 yang dapat
diketahui melalui inspeksi.
6. Ekspansi Thoraks dengan segmental Breathing Exercise
Hasil yang diperoleh pada T1 sampai dengan T4 dengan selisih inspirasi dan
ekspirasi adalah 1 cm. Hal ini disebabkan karena adanya udara di dalam rongga pleura
(cavum pleura) menyebabkan gangguan mobilitas paru-paru ke arah inspirasi. Namun,
pada T5 dan T6 adanya peningkatan nilai selisih ekspansi thoraks yaitu menjadi 1,5 cm.
Peningkatan ekspansi thoraks melalui mekanisme stretch reflex dalam segmental
breathing exercise. Tujuan stretch cepat pada musculus intercostalis external adalah
memberikan fasilitasi pada otot sehingga otot akan berkontraksi. Kemudian proses
inspirasi akan terjadi disertai dengan peningkatan ekspansi thoraks dan peningkatan
kapasitas paru. Fasilitasi otot di atas juga menyebabkan pengeluaran udara secara
maksimal melalui proses ekspirasi. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan,
penelitian menemukan 40 peserta dengan penyakit paru restriktif (emfisema) yang
kemudian diberikan segmental breathing exercise. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan pada ekspansi thoraks (Sarkar et al., 2010).

7. Penurunan Aktivitas dan kemampuan Fungsional dengan Latihan


peningkatan aktivitas
Pada pasien ini, didapatkan hasil pemeriksaan yaitu adanya penurunan
aktivitas dan kemampuan fungsional dengan hanya mandiri 1 fungsi dalam 1
kategori (perawatan diri). Kemudian diberikan latihan aktivitas dan kemampuan
fungsional sebanyak 6 kali terapi. Hasil yang diperoleh pada T1 belum adanya
perubahan. Namun, pada T6 menunjukkan adanya perubahan yaitu mandiri 3 fungsi
dalam 2 kategori (perawatan diri dan waktu luang) tanpa adanya rasa sesak napas
dan nyeri. Hal ini dipengaruhi adanya penurunan sesak napas, pengeluaran sputum,
penurunan nyeri akibat spasme otot, perubahan pola pernapasan menjadi normal,
dan peningkatan ekspansi thoraks sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan
kemampuan fungsional pasien.

PENUTUP

32
Simpulan
Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 6 kali pada kasus pneumothorax
bilateral dapat disimpulkan yaitu breathing exercise (pursed lip breathing) dapat
mengurangi sesak napas, postural drainage, tappotement, dan latihan batuk efektif
dapat mengeluarkan sputum, infra red dan massage dapat memberikan rileksasi pada
otot- otot pernapasan sehingga nyeri berkurang, breathing exercise (pursed lip
breathing) dapat merubah pola pernapasan menjadi normal, segmental breathing
exercise dapat meningkatkan ekspansi thoraks, dan latihan peningkatakan aktivitas
dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan fungsional.

Saran

Berdasarkan pada penatalaksanaan fisioterapi di Rumah Sakit Paru dr. Ario


Wirawan yang berada di Salatiga, maka penulis akan memberikan saran kepada
pasien, keluarga, dan pihak rumah sakit, sebagai berikut:

1. Bagi pasien
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan saran
dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pasien. Saran yang
diberikan adalah setelah keluar dari rumah sakit pasien disarankan untuk
menjalani terapi secara rutin di rumah. Sehingga, tujuan terapi yang telah
disusun oleh fisioterapis dapat tercapai dengan baik.
2. Bagi keluarga
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan saran
dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pasien melalui dukungan
dari anggota keluarga. Saran yang diberikan adalah keluarga menerapkan
latihan-latihan yang telah diajarkan oleh terapis. Aktivitas sehari-sehari pasien
dilakukan secara mandiri yang berguna untuk melatih kemandirian pasien.

3. Bagi pihak rumah sakit


Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan saran
dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pihak rumah sakit. Saran
yang diberikan adalah menambah fasilitas bed khusus untuk postural drainage
Sehingga, tujuan yang akan dicapai dapat terselesaikan dengan adanya fasilitas
yang efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

33
Alsagaff, Hood and Mukty, Abdul. (2010). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan
kesepuluh, Surabaya: Airlangga University Press.

Borge, C. R., Hagen, K. B., Mengshoel, A. M., Omenaas, E., Moum, T., and Wahl
A.K. (2014) ‘Effects of controlled breathing exercises and respiratory muscle training
in people with chronic obstructive pulmonary disease: Results from evaluating the
quality of evidence in systematic reviews.’, BMC Pulm Med, 14(1), p. 184. doi:
10.1186/1471 2466-14-184.

Ke, Y, Ou, M. C., Ho, C. K., Lin, Y. S., Liu, H. Y., and Chang, W. A. (2012)‘Effects
of Somatothermal Far-Infrared Ray on Primary Dysmenorrhea : A Pilot Study’,
2012. doi: 10.1155/2012/240314.

Khan, N., Jadoon, H., Zaman, M., Subhani, A., Khan, A. R., Ihsanullah, M.
Frequency and management outcome of pneumothorax patients. J Ayub Med Coll
Abbottabad 2009; 21(1): 122-4.

Kisner, Carolyn and Colby, Lynn Allen. (2012). Exercise Therapy 6th Edition.
USA: F.A. Davis Company.

Newstead, C. J., Seaton, J. A., and Johnston, C. L. (2017) ‘ScienceDirect


Australian critical care nursing professionals ’ attitudes towards the use of
traditional “ chest physiotherapy ” techniques’, Hong Kong Physiotherapy Journal.
Elsevier Ltd, 36, pp. 33–48. doi: 10.1016/j.hkpj.2016.08.001.

Paulsen, F and Waschke, J. (2012). Atlas Anatomi Manusia “Sobotta’’. Edisi 23


Jilid 2. Jakarta. EGC.

Sari, N. K and Suhartono. (2016) ‘Effect of self efficacy pursed lip breathing to
decrease tightness and improved oxygen saturation in patients with Chronic
Obstructive Pulmonary Disease’, pp. 17–21.

34
Sarkar, A., Sharma, A., Razdan, S., Kuhar., Bansal, N., and Kaur, G. (2010). Effect of
segmental breathing exercises on chest expansion in empyema patients; Indian Journal of
Physiotherapy and Occupational Therapy, July 2010; volume 3(4) ;17-20.Sudoyo A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Pneumotoraks spontan. In: Hisyam
B, Budiono E, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta: Interna
Publishing,p.2339BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus
3.2 Asuhan keperawatan kasus

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura sering
diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001). Pneumotoraks dapat
diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
 Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya,
sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang mendahuluinya.
 Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

4.2 Saran

36
Daptar Pustaka

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system


pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

37

Anda mungkin juga menyukai